Anda di halaman 1dari 124

ANALISIS EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA

PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PUSAT ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM NASIONAL


BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa
atas rahmatNya Tim Analisis dan Evaluasi dalam rangka
Penanggulangan Kemiskinan, dapat diselesaikan sesuai waktu yang
telah ditentukan. Tim ini bekerja berdasarkan SK Menteri Hukum
dan HAM RI Nomor : PHN 05-LT.05.03 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Analisis dan Evaluasi Hukum dalam
rangka Penanggulangan Kemiskinan dengan susunan keanggotaan
sebagai berikut :
Penanggung Jawab : Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.
Ketua : Eko Suparmiyati, SH., MH.
Sekertaris : Fabian Adiasta Nusabakti Broto, S.H.
Anggota :
1. Erna Prilliasari, S.H., M.H.
2. Alice Angelica, S.H., M.H.
3. Nurdin Rudiyono, S.H.
4. Sakti Maulana Alkautsar, S.H.
Narasumber :
1. Ruddy Gobel, SE., ME.;
2. DR. Andi Patunruang;
3. Hananta Sugama, S.H.
Analisis dan evaluasi penanggulangan kemiskinan ini
dilatarbelakangi oleh isu bahwa masalah kemiskinan merupakan
masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional, dimana
berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya.
Kompleksnya masalah kemiskinan yang ada ini harus segera ditu
ntaskan, pada dasarnya upaya penanggulangan kemiskinan itu
sendiri telah dilakukan oleh Pemerintah sejak kemerdekaan dengan
berbagai macam strategi penanggulangan kemiskinan. Amanat alinea
keempat Undang-Undang Dasar 1945 memberikn perhatian yang
besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur.
Penanggulangan kemiskinan secara sinergis dan sistimatis harus
dilakukan agar seluruh warganegara mampu menikmati kehidupan
yang layak dan bermartabat. Sejalan dengan dengan tersebut, maka
pada era Kabinet Kerja menetapkan penanggulangan kemiskinan
sebagai salah satu prioritas utama pembangunan.
Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan
yang akurat. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat
menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam
memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data
kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi
kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan dan menentukan target
penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka.
Tim Analisis dan Evaluasi Hukum ditugaskan untuk
menginventarisir dan mengidentifikasi permasalahan hukum
peraturan perundang-undangan, menganalisis dan mengevaluasi
permasalahan hukum peraturan perundang-undangan, yang
selanjutnya menyiapkan rekomendasi terhadap hasil analisis dan
evaluasi peraturan perundang-undangan, apakah peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan perlu perbaikan,
penggantian atau dipertahankan.
Tim berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi
perencanaan pembangunan hukum nasional dan khususnya dapat
menjadi landasan bagi para pembuat kebijakan, meskipun disadari
laporan ini masih jauh dari sempurna. Tim mengucapkan banyak
terima kasih kepada Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional yang
telah memberikan kepercayaan kepada tim untuk melakukan analisis
dan evaluasi, dan terima kasih Tim sampaikan pula kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga Laporan ini selesai tepat pada
waktunya.
Jakarta, November 2016
Tim Analisis dan Evaluasi Hukum
Dalam Rangka Penanggulangan
Kemiskinan
Penangung Jawab,

Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................ 5
C. Tujuan Kegiatan............................................. 6
D. Ruang Lingkup Kegiatan................................. 7
E. Kerangka Konsepsional................................... 8
F. Metode Analisis dan Evaluasi Hukum............. 10
G. Sistematika Penulisan.................................... 15
H. Keanggotaan................................................... 16
I. Jadwal Kegiatan............................................. 16

BAB II POLITIK HUKUM


A. Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan... 19
B. Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan
dalam Peraturan Perundang-undangan yang
Terkait Penanggulangan Kemiskinan.............. 26

BAB III PENILAIAN NORMA TERHADAP


INDIKATORPERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
A. Penilaian terhadap Undang – Undang............. 31
B. Penilaian terhadap Peraturan Pemerintah....... 73
C. Penilaian terhadap Peraturan Presiden........... 83

BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN


POTENSI DISHARMONI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN................................. 86

BAB V ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN


EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN................................. 107

BAB VI PENUTUP
A. Simpulan.................................................... 111
B. Rekomendasi Umum...................................... 112
C. Rekomendasi Khusus..................................... 114
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Kemiskinan masih menjadi salah satu permasalahan


utama bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia,
sebagai salah satu negara berkembang isu kemiskinan ini perlu
dituntaskan. Upaya penanggulangan kemiskinan terus dilakukan
oleh Pemerintah, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1970-an
hingga sekarang namun belum mampu menuntaskan masalah
kemiskinan. Badan Pusat Statistis merilis tingkat kemiskinan
nasional terbaru pada bulan Maret 2016 masih pada level 10,86%
atau lebih dari 28 juta dari total penduduk, atau hanya turun
kurang dari 2% dari kondisi 5 tahun lalu yaitu pada Maret 2011
yang sudah mencapai 12,49%. Isu kemiskinan ini erat kaitannya
dengan persoalan ketimpangan atau kesenjangan, baik
ketimpangan tingkat kesejahteraan (antar kelompok pendapatan)
maupun ketimpangan antarwilayah.1

Saat ini persoalan kemiskinan sudah bersifat multidimensi


atau sangat kompleks, sehingga angka kemiskinan hanya dapat
diturunkan secara optimal apabila semua pihak termasuk
masyarakat miskin itu sendiri ikut terlibat dalam proses
pembangunan dan pemanfaatan hasil pembangunan. Pada era
pemerintahan saat ini, kemauan politik (political will) Pemerintah
terkait penanggulangan kemiskinan mulai berubah seiring
dicanangkannya Nawacita di dalam RPJMN 2015-2019. Sembilan
agenda (Nawa Cita) merupakan rangkuman program-program yang
tertuang dalam Visi-Misi Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo

1
Sumber : BPS, Susenas dan Vivi Alatas (Perhitungan Bank Dunia, 2014)

1
dan Jusuf Kalla. Sembilan agenda tersebut dijabarkan dalam
strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019
yang terdiri dari empat bagian utama yakni: (1) norma
pembangunan; (2) tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi perlu
agar pembangunan dapat berlangsung; serta (4) program-program
quick wins. Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari
strategi pembangunan memuat sektor-sektor yang menjadi
prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang selanjutnya
dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2016. Dua dimensi
yang paling berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan adalah
dimensi Pembangunan Manusia dan dimensi Pemerataan dan
Kewilayahan.
Keterkaitan Nawa Cita dengan pembangunan pada dimensi
Pembangunan Manusia diprioritaskan pada sektor pendidikan
dengan melaksanakan Program Indonesia Pintar; sektor kesehatan
dengan melaksanakan Program Indonesia Sehat; perumahan
rakyat; melaksanakan revolusi karakter bangsa; memperteguh
kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia; dan
melaksanakan revolusi mental. Program-program pembangunan
dalam dimensi ini adalah penjabaran dari cita kelima yaitu
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, cita kedelapan
yaitu melakukan revolusi kharakter bangsa, dan cita kesembilan
yaitu memperteguh kebhinekaan dan restorasi sosial Indonesia
dari Nawacita RPJMN 2015-2019.
Selain itu penanggulangan kemiskinan juga berkaitan dengan
dimensi Pembangunan, Pemerataan dan Kewilayahan dengan
prioritas pada upaya pemerataan antar kelompok pendapatan,
pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah. Program-
program pembangunan dalam dimensi ini merupakan penjabaran
dari Cita Ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran

2
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
negara kesatuan, Cita Kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia, dan Cita Keenam yaitu meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. Dalam
dimensi ini penanggulangan kemiskinan bermaksud
meminimalkan kesenjangan pembangunan antar kelompok
pendapatan dan antar daerah.
Dimensi pembangunan, nawacita dan penanggulangan
kemiskinan terkait secara implisit. Namun program
penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN tidak disebutkan
secara eksplisit. Hal ini menunjukan bahwa penanggulangan
kemiskinan adalah bagian dari target keseluruhan program
pembangunan di semua bidang yang tidak perlu disebutkan
tersirat. Adapun prioritas dimensi program unggulan dalam
RPJMN 2015-2019 dan RKP 2016 adalah pembangunan
infrastruktur, meliputi kedaulatan pangan, ketenagalistrikan,
industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, pariwisata, dan
kemaritiman. Koordinasi program penanggulangan kemiskinan
sebagaimana dijalankan oleh pemerintahan terdahulu tergantikan
oleh pembangunan infrastruktur yang ditujukan untuk menopang
pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari tidak masuknya
penanggulangan kemiskinan secara spesifik dalam program
nasional adalah melambatnya penurunan angka kemiskinan.
Pelambatan ini dikawatirkan semakin parah jika penanggulangan
kemiskinan tidak diletakkan sebagai prioritas yang harus
dipercepat penanganannya.
Seperti diketahui, program Pemerintahan Jokowi-JK selama
tahun 2015 difokuskan kepada pembangunan infrastruktur dan
pertanian. Bahkan dalam 5 tahun kedepan akan membangun 49
waduk yang dibangun secara bertahap, 13 diantaranya

3
direalisasikan di tahun 2015. Di segi infrastruktur pembangunan
jalan tol dan pelabuhan menjadi prioritas. Pembangunan
infrastruktur skala makro akan efektif dan memiliki life time lebih
panjang jika melibatkan masyarakat setempat untuk
pemeliharaan dan pemanfaatan. Demikian juga infrastruktur-
infrastruktur skala mikro untuk kepentingan penanggulangan
kemiskinan akan berfungsi efektif jika dikawal oleh lembaga
masyarakat.
Pada era pemerintahan presiden SBY-Boediono, untuk
meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan,
pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun
2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang
merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Perbaikan kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan telah
dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Perbaikan-perbaikan tersebut mencakup pengembangan
Basis Data Terpadu sebagai upaya perbaikan menyasar program-
program berbasis rumah tangga dan individu. Perbaikan juga
dilakukan pada desain program mekanisme distribusi dari
masing-masing program.
Menurut TNP2K tren penurunan angka kemiskinan terputus
saat Indonesia dihantam krisis keuangan Asia 1997-1998. Mulai
awal tahun 2000, tren penurunan tingkat kemiskinan mulai
kembali lagi namun dengan penurunan yang melambat
dibandingkan dengan periode pra krisis 1997-1998. Perlambatan
penurunan tingkat kemiskinan ini terus berlanjut hingga awal
dumulainya periode pemerintahan SBY-Boediono pada tahun 2009
seperti ditunjukan pada Gambar 1.

4
Gambar 1
Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Nasional 1976-1915

Pada dasarnya pengentasan kemiskinan tidak hanya menjadi


tanggung jawab pemerintah semata, tetapi diperlukan juga
kesadaran dan kemauan yang kuat serta tanggung jawab dari
masyarakat miskin itu sendiri untuk berupaya bagaimana
meningkatkan pendapatan. Pemerintah telah banyak merumuskan
program-program pengentasan kemiskinan, namun diperlukan
merumuskan kembali sasaran kebijakan strategis apa untuk
mempercepat penurunan kemiskinan. Untuk mencapai sasaran
tersebut, Kementerian Hukum dan HAM RI memandang perlu
melakukan analisis dan evaluasi hukum agar penanganan
penanggulangan kemiskinan dapat dilaksanakan sesuai arah
kebijakan pembangunan sebagaimana tergambar dalam RPJMN
2015-2919. Analisis dan evaluasi hukum merupakan bagian dari
konsep pengujian peraturan perundang-undangan (executive
review) yang selama ini belum begitu dikenal dalam praktek
ketatanegaraan dibandingkan dengan konsep yudicial rewiew,
atau legislative review.

B. Identifikasi Masalah

Mendasarkan uraian pada latar belakang, terdapat beberapa


permasalahan yang diidentifikasi sebagai dasar pelaksanaan
kegiatan analisis dan evaluasi hukum dalam rangka

5
penanggulangan kemiskinan. Adapun permasalahan dalam
kegiatan ini adalah:

1. Bagaimana kesesuaian prinsip NKRI, Berkelanjutan,


Keadilan, Demokrasi, Kepastian Hukum dan Pencegahan
Korupsi serta indikatornya terhadap peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penanggulangan
kemiskinan?;
2. Bagaimana analisis dan evaluasi hukum peraturan
perundang-undangan terkait penanggulangan kemiskinan
yang berpotensi tumpang tindih dengan 4 (empat) aspek
kewenangan pemerintah, hak dan kewajiban, perlindungan
dan penegakan hukum?;
3. Bagaimana kendala dan/atau efektifitas penerapan di
lapangan terkait penanggulangan kemiskinan?;
4. Apakah rekomendasi yang akan diberikan dalam rangka
meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan
yang terkait penanggulangan kemiskinan?.

C. Tujuan Kegiatan
Analisis dan evaluasi hukum dalam rangka penanggulangan
kemiskinan ini bertujuan untuk :
1. Untuk menilai kesesuaian prinsip NKRI, Berkelanjutan,
Keadilan, Demokrasi, Kepastian Hukum dan Pencegahan
Korupsi serta indikatornya terhadap peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan.
2. Untuk menganalisis dan evaluasi peraturan perundang-
undangan yang berpotensi disharmoni/tumpang tindih
terkait penanggulangan kemiskinan dengan 4 (empat) aspek
kewenangan pemerintah, hak dan kewajiban, perlindungan
dan penegakan hukum.
6
3. Untuk menganalisis persoalan di lapangan yaitu mengenai
kendala dan/atau efektifitas penerapan peraturan terkait
perundang-undangan Penanggulangan Kemiskinan.
4. Untuk memberikan rekomendasi terhadap peraturan
perundang-undangan terkait penanggulangan kemiskinan.

D. Ruang Lingkup Kegiatan


Analisis dan evaluasi hukum ini dilakukan terhadap peraturan
perundang-undangan terkait penanggulangan kemiskinan berupa:
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden.
Peraturan perundang-undangan yang dijadikan obyek analisis dan
evaluasi hukum adalah :
1. Jenis Undang-Undang
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Sosial;
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011
Tentang Fakir Miskin.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Admistrasi Kependudukan.

7
2. Jenis Peraturan Pemerintah
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
(Peraturan Pelaksana Pasal 8, 11, 12, 18, 35, 45 dan 50
Undang-Undang Nomor 11 Nomor 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial)
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2013 Tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin
Melalui Pendekatan Wilayah (Peraturan Pelaksana Pasal 26
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir
Miskin).
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2015 Tentang Tata Cara Pengumpulan Dan Penggunaan
Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan Fakir Miskin
(Peraturan Pelaksana Pasal 37 UU ttg Fakir Miskin)

3. Jenis Peraturan Presiden


1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun
2014 Tentang Program Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 tahun
2015 Tentang Perubahan atas Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.

E. Kerangka Konsepsional
Untuk menghindari multitafsir atas istilah kemiskinan yang
digunakan dalam analisis dan evaluasi ini, maka dibuat dalam
kerangka konsepsional. Pengertian kemiskinan secara harfiah,

8
berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda
(Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas,
kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak
mampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok
sehingga kondisi rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial
yang lain.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi
kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi,
kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya
dan asset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan
hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan
modal.
Badan Pusat Statistik mendefinisikan garis kemiskinan dari
besarnya nilai rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimum seperti makanan dan nonmakanan
yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap berada pada
kehidupan yang layak. Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan
dikatagorikan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan
makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per
hari.2 konsumsi setara dengan 2.100 kalori per hari ditambah
kebutuhan pokok lainnya seperti sandang pangan, perumahan,
kesehatan.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan,
pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi
tiga pengertian, yaitu :

2
Badan Pusat Statistik, Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia, 2015.

9
1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke
dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya
berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu : pangan,
sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
2. Kemiskinan Relative. Seseorang yang tergolong miskin
relative sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan
tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.

F. Metode Analisis dan Evaluasi Hukum


Analisis dan evaluasi hukum dalam rangka penanggulangan
kemiskinan dilakukan dengan menggunakan metode yuridis
normatif. Metode ini dilakukan melalui studi pustaka yang
menelaah data sekunder sebagai sumber utamanya, yang berupa
peraturan perundang-undangan atau dokumen hukum lainnya,
dan hasil penelitian, pengkajian, masukan masyarakat yang
antara lain berasal dari media cetak dan media elektronik, serta
referensi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dianalisis.
Pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan dilakukan
dengan menggunakan studi dokumen, yang sumber datanya
diperoleh dari :
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat berupa Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, peraturan perundang-undangan, putusan

10
Mahkamah Konstitusi serta dokumen hukum lainnya yang
berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti risalah sidang, dokumen
penyusunan peraturan yang terkait dengan penelitian dan hasil-
hasil penelitian, kajian, jurnal dan hasil pembahasan dalam
berbagai media.
3. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus dan
ansiklopedi untuk membantu memberikan keterangan
tambahan data dalam rangka melakukan analisis dan evaluasi
hukum.
Metode yuridis normatif ini dilengkapi dengan fokus group
discussion, rapat dengan narasumber, juga telah dilakukan
diskusi publik di Palu Sulawesi Tengah dalam rangka
mempertajam analisis. Instrumen analisis dan evaluasi empiris
berupa matrik masalah-masalah yang terkait dengan
penanggulangan kemiskinan. Analisis dan evaluasi hukum ini
menggunakan beberapa dimensi penilaian, yaitu penilaian
berdasarkan kesesuaian ketentuan pasal terhadap asas/prinsip;
penilaian terhadap potensi disharmoni baik antara peraturan
perundang-undangan, maupun antarpasal dalam suatu peraturan
perundang-undangan; dan penilaian berdasarkan efektivitas
implementasi perturan perundang-undangan. Penggunaan
penilaian ketiga dimensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penilaian berdasarkan kesesuaian antara Norma dengan Prinsip
dan Indikator Analisis dan Evaluasi
Penilaian ini dilakukan untuk memastikan bahwa norma atau
ketentuan peraturan perundang-undangan yang akan dianalisis
dan dievaluasi sudah sesuai dengan prinsip dan indikator yang

11
ditentukan. Sedangkan prinsip dan indikator yang dipilih dalam
analisis dan evaluasi ini adalah :
a. Indikator dalam Prinsip NKRI
1. Adanya aturan yang jelas tentang pembatasan pengaruh
asing dalam pengelolaan bidang sosial budaya;
2. Adanya aturan yang jelas tentang peningkatan
kesempatan dan kemampuan daya olah dalam bidang
sosial budaya di dalam negeri demi peningkatan
kesejahteraan dan kemandirian bangsa;
3. Adanya aturan yang jelas tentang pembatasan hak dan
kewajiban individu dan korporasi dalam bidang sosial
budaya;
4. Adanya pembagian kewenangan dan pedoman hubungan
tata kerja antara Pusat dan daerah agar sejalan dengan
kebijakan dan kepentingan nasional.
b. Indikator dalam Prinsip Keadilan
1. Adanya aturan yang jelas yang menjamin pola
pembangunan bidang sosial budaya yang sesuai dengan
generasi kini dan akan datang;
2. Adanya aturan yang jelas tentang keterlibatan mayarakat
hukum adat, masyarakat lokal, perempuan dan
masyarakat marginal lainnya.
c. Indikator dalam Prinsip Demikrasi
1. Adanya aturan yang menjadikan semangat perlindungan
rakyat;
2. Adanya aturan yang menjamin kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan
berkumpul dan kebebasan beragama;
3. Adanya aturan yang memberikan pengakuan pada hak
minoritas;

12
4. Adanya aturan yang jelas tentang akses informasi publik;
5. Adannya aturan yang menjamin peluang yang sama bagi
setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis;
6. Adanya aturan yang jelas tentang partisipasi substantiv
masyarakat, termasuk masyarakat adat dan marginal;
7. Adanya aturan yang menjamin sistem kerja yang
kooperatif dan kolaboratif.
d. Indikator dalam Prinsip Kepastian Hukum
1. Adanya aturan yang jelas mengenai asas, norma, dan
kaidah penyelengaraan bidang sosial budaya yang adil
serta dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu,
menampung dinamika, aspirasi dan peran serta
masyarakat, serta menyelesaikan konflik;
2. Pembentukan aturan perundang-undangan di bidang
sosial budaya yang berdasarkan kajian ilmiah (scientific
based);
3. Adanya aturan mengenai tindakan atas peraturan
perundang-undangan yang bertentangan atau tumpang
tindih di bidang sosial budaya.
e. Indikator dalam Prinsip Pencegahan Korupsi
1. Adanya pernyataan yang jelas terkait mekanisme
pencegahan korupsi (seperti transparansi dan
akuntabilitas);
2. Aturan yang jelas mengenai pencegahan korupsi.

2. Potensi Disharmoni Pengaturan


Penilaian ini dilakukan dengan pendekatan normatif terutama
untuk mengetahui adanya disharmoni pengaturan mengenai : 1.

13
Kewenangan; 2. Hak dan kewajiban; 3. Perlindungan, dan 4.
Penegakan hukum.

3. Efektifitas Implementasi Peraturan Perundang-undangan


Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus
mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta
berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana dalam asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang
tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Penilaian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana
manfaat dari pembentukan suatu peraturan perundang-
undangan sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian ini perlu
didukung dengan data empiris yang terkait dengan
implementasi peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan analisis dan evaluasi hukum dilaksanakan dengan


kegiatan meliputi :
1. Melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang
terkait penggulangan kemiskinan. Inventarisasi juga dilakukan
terhadap data dukung berupa Putusan Mahkamah Konstitusi
mengenai hasil pengujian Undang-Undang yang terkait,
Putusan Mahkamah Agung mengenai mengenai hasil pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang
terkait, dan perjanjian internasional yang terkait;
2. Melakukan analisis terhadap pemenuhan indikator asas/prinsip
pada masing-masing peraturan perundang-undangan terkait
penanggulangan kemiskinan;
3. Menginventarisir secara normative dan empiris potensi tumpang
tindih dan disharmoni dalam 4 (empat) aspek yaitu aspek

14
kewenangan antar sektor pemerintahan, hak dan kewajiban
antar pemangku kepentingan (stakeholder), perlindungan, dan
penegkan hukum;
4. Melakukan analisis dan penilaian terhadap efektivitas
Implementasi peraturan perundang-undangan berdasarkan
temuan normative dan empiris terkait penanggulangan
kemiskinan;
5. Penyusunan simpulan dan rekomendasi.

G. Sistematika Penulisan
Pembahasan Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka
Penanggulangan Kemiskinan ini meliputi :
1. Bab I adalah Pendahuluan, menguraikan tentang latar
belakang masalah, pemilihan isu aktual disertai data awal
permasalahan yang dihadapi. Selain itu, didalam
pendahuluan berisikan tujuan dan kegunaan kegiatan,
kerangka konsepsional, metode serta sistimatika penulisan.
2. Bab II adalah Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan,
menguraikan tentang kebijakan pemerintah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan melalui berbagai kebijakan
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
3. Bab III adalah Penilaian Norma Peraturan Perundang-
undangan terhadap Kesesuaian Asas-asas/Prinsip-prinsip.
Bab ini akan menguraikan kesesuaian ketentuan pasal-
pasal dengan indikator yang ada dalam suatu peraturan
perundang-undangan terkait Penanggulangan Kemiskinan
4. Bab IV mengenai Analisis dan Evaluasi berdasarkan potensi
disharmoni peraturan perundang-undangan. Bab ini akan
menguraikan analisis dan evaluasi berdasarkan potensi

15
disharmoni, baik antar pasal maupun antar peraturan
perundang-undangan.
5. Bab V mengenai Analisis dan Evaluasi Berdasarkan
Efektifitas Implementasi Peraturan Perundang-undangan.
Bab ini menguraikan analisis dan evaluasi efektifitas
peraturan perundang-undangan terkait penanggulangan
kemiskinan.
6. Bab VI Penutup, mengenai simpulan dan saran dari analisis
dan evaluasi. rekomendasi terdiri dari rekomendasi umum
yang berisi saran terkait dengan substansi hukum, struktur
hukum atupun budaya hukum, sedangkan rekomendasi
khusus berisi saran terhadap ketentuan pasal perpasal yang
bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi.

H. Keanggotaan
Penanggung Jawab : Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.
Ketua : Eko Suparmiyati, SH., MH.
Sekertaris : Fabian Adiasta Nusabakti B, S.H.
Anggota :
1. Erna Prilliasari, S.H., M.H.
2. Alice Angelica, S.H., M.H.
3. Nurdin Rudiyono, S.H.
4. Sakti Maulana Alkautsar, S.H.
I. Jadwal Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan agenda sebagaimana dalam
tabel berikut :
NO Agenda 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Rapat Internal Pokja
2 Rapat Pokja dengan
Narasumber

16
3 Diskusi Publik
4 Focus Group
Discussion
5 Penyusunan Laporan

Keterangan :
1. Rapat internal pokja dilaksanakan sebanyak 5 (lima) kali
pada :
a. Selasa, 3 Maret 2016;
b. Jumat, 1 April 2016;
c. Senin, 17 Oktober 2016;
d. Rabu, 19 Oktober 2016;
e. Rabu, 26 Oktober 2016.
2. Rapat dengan Narasumber dilaksanakan sebanyak 3 (tiga)
kali, pada :
a. Selasa, 24 Mei 2016, Narasumber : Ruddy Gobel, SE.,
ME.(Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Informasi
TNP2K);
b. Kamis, 18 Agustus 2016, Narasumber : DR. Andi
Patunruang (Kepala Bagian Program dan Pelaporan
Sekretaris Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin,
Kementerian Sosial);
c. Senin, 9 September 2016, Narasumber : Hananta
Sugama, S.H. (Kepala Seksi Pegelolaan Data dan
Informasi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Undangan, Kementerian Hukum dan HAM)
3. Diskusi Publik dilaksanakan pada Kamis, 21 Juli 2016 di
Palu (Sulawesi Tengah) dengan Narasumber :
a. Prof. DR. Patta Tope, MA (Sekretaris Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Sulawesi
Tengah);
17
b. Abdul Haris Yotolembah, SH.,M.Si (Kepala Biro Hukum
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah);
c. DR. Moh. Tavip, S.H. (Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum
Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah)
4. Focus Grup Discussion dilaksanakan pada Senin, 26
September 2016 di Badan Pembinaan Hukum Nasional,
dengan Narasumber :
a. Tomy Risqi, S.H., M.H. (Konsultan Legal Drafting
Kerjasama Dalam Negeri pada Kementerian Dalam Negeri
dan Konsultan Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan);
b. Karim, S.Ant., MA. (Direktorat Penanggulangan
Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian
PPN/Bappenas);

18
BAB II
POLITIK HUKUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DI INDONESIA

A. Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan


Kebijakan pembangunan suatu negara, termasuk dalam hal
penanggulangan kemiskinan tidak akan pernah bisa dilepaskan
dari dimensi politik dan dimensi hukum. Di Indonesia sebagai
konsekuensi dari pilihan untuk menjalankan pemerintahan
dengan sistem demokrasi, kedua dimensi diatas bahkan menjadi
prasyarat yang sangat menentukan keberhasilan maupun
kegagalan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan. Bab ini akan
menguraikan politik hukum penanggulangan kemiskinan yang
terkandung dalam Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial,
sebagai Undang-Undang utama (terkait langsung) dengan bahasan
laporan, dan juga politik hukum Undang-Undang lain yang terkait
dengan penanggulangan kemiskinan.

1. Periode transisi tahun 2001-2004

Secara makro tingkat kemiskinan Indonesia terus mengalami


penurunan meskipun penurunananya melambat. BPS merilis
tingkat kemiskinan nasional terbaru pada bulan Maret 2016
masih pada level 10,86% atau lebih 28 juta penduduk dari total
penduduk, atau hanya turun kurang dari 2% dari kondisi 5 tahun
lalu yaitu Maret 2011 yang sudah mencapai 12, 49%. Isu
kemiskinan ini erat kaitannya dengan persoalan ketimpangan atau
kesenjangan, baik ketimpangan tingkat kesejahteraan (antar
kelompok pendapatan) maupun ketimpangan antarwilayah.3

3
Perbandingan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Indonsia 1980-2014, BPS,
Susenas dan Vivi Alatas (Perhitungan Bank Dunia, 2014.

19
Dalam konteks upaya penanggulangan kemiskinan, pada
periode sebelum dan sesudah reformasi, adalah pada adanya
instrumen untuk mendukung prioritas pembangunan yang
meliputi berbagai kebijakan, baik berupa peraturan perundang-
undangan, peraturan pemerintah, peraturan presiden, instruksi
presiden maupun peraturan menteri terkait sampai dengan
peraturan daerah. Namun demikian, perbedaan mendasar dari
kebijakan pemerintah pra reformasi dan pasca reformasi adalah
dalam hal pendekatan program. Upaya penanggulangan
kemiskinan di masa lalu cenderung bersifat project oriented dan
sektoral berdasarkan instruksi khusus dari presiden, misalnya
melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), sehingga sulit untuk
mempertahankan keberlanjutannya. Kebijakan pasca reformasi
ditandai dengan dikembangkannya pendekatan program secara
nasional dan lintas sektor dengan kerangka kebijakan dan
graduasi yang lebih jelas melalui pengembangan strategi khusus
dan target kepada kelompok masyarakat miskin.

Pendekatan program penanggulangan kemiskinan secara lintas


sektor ini sebenarnya telah dirintis sejak masa transisi pasca
reformasi dibawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid
(Gusdur), namun pada saat itu fokus utama pemerintahan masih
dibebani dengan konsolidasi dan normalisasi kondisi politik pasca
reformasi. Di Era Presiden Megawati Soekarnoputri, yaitu pada
akhir tahun 2001 menjadi salah satu tonggak perubahan
kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional dengan
dibentuknya Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 124 Tahun 2001
Tentang Komite Penanggulangan Kemiskinan, yang kemudian
dilengkapi dengan Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2002.

20
Tugas awal dari KPK ini adalah untuk melakukan kajian-
kajian yang melibatkan berbagai pihak. Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS yang
pada saat itu dijabat oleh Kwik Kian Gie ditugaskan untuk
melakukan penjabaran kebijakan dalam rangka perencanaan
program serta penentuan alokasi anggaran yang diperlukan. Pada
proses selanjutnya, kemudian dibentuk Tim Koordinasi Penyiapan
Penyusunan Perumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
(TKP3KPK) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, yang menghasilkan Dokumen Sementara
Strategi Penanggulangan kemiskinan (Interim Poverty Reduction
Strategy Papers) pada tahun 2002-2003. Dokumen tersebut
memuat prinsip dan langkah yang harus dilakukan dalam
penyusunan Strategi Nasional Penganggulangan Kemiskinan
(SNPK).

Pada tahun 2003, proses finalisasi dokumen SNPK dilakukan


oleh Satuan Kerja Finalisasi SNPK dibawah koordinator
Kementerian Negara PPN/Bappenas sebagai Pokja Perencanaan
Makro Penanggulangan Kemiskinan. Dokumen SNPK menjadi
acuan bagi upaya pananggulangan kemiskinan yang secara tegas
disebutkan bahwa:

“Cara pandang kemiskinan ini beranjak dari pendekatan


berbasis hak yang mengakui bahwa masyarakat miskin, baik laki-
laki maupun perempuan, mempunyai hak-hak dasar yang sama
dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi
dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga
kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan
bagi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,
dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

21
Secara politis, periode transisi ini sangat penting karena di
dalam dokumen SNPK juga telah disepakati bahwa kemiskinan
adalah masalah multidimensi yang merupakan tanggung jawab
semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil,
lembaga penelitian, dan perguruan tinggi, maupun lembaga
kemasyarakatan. Oleh karena itu, upaya penanggulangan
kemiskinan harus dilakukan semua pihak dalam rangka
perwujudan keadilan dan kesetaraan gender, percepatan
pembangunan perdesaan, perkotaan, kawasan pesisir, dan
kawasan khusus dan tertinggal.

2. Periode Konsolidasi dan Inisiasi By Name By Address Tahun


2005-2009

Pada tahun 2004, Strategi Nasional Penanggulangan


Kemiskinan telah dituangkan dalam Rencana Aksi
Penanggulangan Kemiskinan 2005-2009 yang diintegrasikan
dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2005-2009 di era Kabinet Indonesia Bersatu
presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) setiap tahun juga menempatkan
penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas pertama dalam
pembangunan. Sejalan dengan diundangkannya sistem
perencanaan pembangunan nasional, secara khusus Sri Mulyani
yang pada tahun 2005 menjabat sebagai menteri PPN/Kepala
Bappenas menegaskan komitmen politik KIB I di dalam pidato
pada Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan
Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), yang
diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesra, di
Jakarta, pada tanggal 27 – 28 April 2005.

22
Prinsip utamanya menekankan bahwa Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan harus diintegrasikan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005
– 2009, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2006. Di dalam
dokumen RPJMN maupun RKP, nomenklatur berbagai program
penanggulangan kemiskinan dapat diidentifikasi mulai dari
tingkat urgensi penanggulangan kemiskinan di dalam prioritas
pembangunan nasional, kementerian/lembaga pelaksana, nama
program dan kegiatan, dan sasaran, serta alokasi anggaran yang
dibutuhkan.

Pada periode inilah penataan kelembagaan juga mulai


diupayakan, yaitu dengan pembentukan Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) melalui Peraturan Presiden
(Perpres) Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan. Secara bertahap, penataan
kelembagaan tersebut juga dilakukan di daerah dengan
pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD) yang dikoordinir oleh Departemen Dalam Negeri.

3. Periode Klasterisasi Tahun 2010-2014

Berkat kepopuleran presiden SBY melalui PNPM Mandiri, KIB


berlanjut ke jilid II dan cakupan PNPM Mandiri diperluas, menjadi
5 program PNPM Mandiri Inti dan berbagai program dalam koridor
PNPM Mandiri Penguatan. Pada periode ini, presiden
mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan, dengan tujuan utama untuk
mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10
% pada akhir tahun 2014. Kontrak politik yang ditawarkan pada
rezim ini adalah empat strategi dasar untuk percepatan
penanggulangan kemiskinan, yaitu: (i) Menyempurnakan program

23
perlindungan sosial; (ii) Peningkatan akses masyarakat miskin
terhadap pelayanan dasar; (iii) Pemberdayaan masyarakat, dan (iv)
Pembangunan yang inklusif.

Secara operasional, strategi tersebut didukung dengan


instrumen penanggulangan kemiskinan yang dibagi berdasarkan
empat klaster, masing-masing, yaitu Klaster I - Program bantuan
sosial terpadu berbasis keluarga; Klaster II – Program
Penanggulangan Kemiskinan berbasis Pemberdayaan Masyarakat;
Klaster III – Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan
Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil. Pada periode ini, basis data
rumah tangga juga mengalami pemutakhiran melalui PPLS 2011
inilah yang kemudian menjadi penyempurna dikeluarkannya
kebijakan Klaster IV – Program Pro-Rakyat.

4. Periode Transformasi Tahun 2015-2019

Pada periode Transformasi tahun 2015-2019, secara yuridis,


landasan hukum pelaksanaan program penangulangan
kemiskinan tidak didasarkan pada dukungan peraturan
perundang-undangan spesifik, misalnya UU, permen, perpres,
maupun inpres PNPM Mandiri. Acuan utama yang digunakan
adalah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Didalam RPJMN 2015-2019, pada masa pemerintah


Jokowi-JK melakukan perubahan secara mayoritas, hampir
dilakukan perubahan secara berkala baik dengan strategi
penanggulangan kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dimana di saat
pemerintahan bapak SBY pendekataan dialakukan dengan

24
cluster, ada empat cluster program penanggulangan kemiskinan,
namun sekarang pendekatan melalui 3 strategi yaitu:

1. Pengembangan Sistem Perlindungan Sosial yang


komprehensif, yang terdiri atas dua yaitu:

a) Jaminan Sosial. Program BPJS dalam skema BPJS


Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

b) Skema Bantuaan Sosial, yang mulai tahun 2017 sudah


akan dimulai mekanisme bantuan sosial non-tunai dengan
ujcoba di 44 kota.

2. Peningkatan Akses dan Kualitas Pelayanan Dasar bagi


Masyarakat Miskin dan Rentan

Pelayanan dasar ini termasuk insfrastruktur dan pelayanan


publik, sebagaimana juga diamanatkan melalui UU No. 23
tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di dalam UU tersebut
jelas diatur urusan wajib pemerintah daerah terkait dengan
pelayanan dasar, yaitu mencakup 6 aspek utama: pendidikan;
kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan
rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban
umum, dan perlindungan masyarakat; serta sosial.

3. Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan (P2B)/Sustainable


Livehoods Approach (SLA)

Pendekatan ini merupakan transformasi dari pendekatan


CDD PNPM Mandiri yang difokuskan untuk pengembangan
ekonomi rumah tangga miskin melalui perluasan akses pada
pekerjaan dan usaha ekonomi produktif (dimana PNPM Mandiri

25
sebelumnya difokuskan pada pengembangan infrastruktur dasar
di tingkat masyarakat.4
Dengan tiga program ini pemerintah akan merubah
paradigma yang baru dimana sebelumnya memiliki banyak
program sehingga susah untuk proses evaluasi keberhasilan dan
kegagalannya. Seiring dengan meningkatnya porsi transfer dana
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (UU Desa, DAK dll),
peluang pemerintah daerah semakin besar untuk mempercepat
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan SLA yang
didasarkan pada pembangunan Pentagonal Asset (5 aset utama)
livelihoods, yaitu: aset manusia, aset fisik, aset SDA, aset sosial
dan aset finansial. Selan itu, yang semula target utama adalah
komunitas, SLA ini mengedepankan pendekatan berbasis
keluarga atau rumah tangga pada wilayah-wilayah yang menjadi
kantong kemiskinan (bukan seluruh wilayah ala PNPM mandiri).

B. Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan dalam


Peraturan Perundang-undangan yang Terkait

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009


Tentang Kesejahteraan Sosial
Dalam konsideran undang-undang ini menyebutkan bahwa
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan negara mempunyai
tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam
rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Untuk mewujudkan kehidupan yang layak dan

4
Penanggulangan Kemiskinan di dalam Dokumen RPJMN 2015-2019
Sumber: Bappenas, 2015

26
bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan
dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial,
negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Penanganan Fakir Miskin
Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, negara mempunyai
tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, selanjutnya negara
juga bertanggung jawab dalam penanganan fakir miskin
guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak dan
bermartabat kemanusiaan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan, sehingga diharapkan dapat memeberikan
keadilan sosial bagi warga negara;

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3)
menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen
bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang
merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.

27
Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam konsideran undang-undang disebutkan bahwa setiap
orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera, adil, dan makmur. Untuk dapat memberikan
jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat
Indonesia yang diharapkan mampu mensinkronisasikan
penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan
manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan

Dalam konsideran menyebutkan bahwa kesehatan


merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-
cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, untuk itu setiap kegiatan dalam

28
upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional. Selanjutnya bahwa setiap hal yang menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia
akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan
negara.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011


Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa tujuan negara
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, tujuan tersebut semakin dipertegas
yaitu dengan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
kesejahteraan seluruh rakyat, yang dengan jelas disebutkan
dalam konsideran bahwa sistem jaminan sosial nasional
merupakan program negara yang bertujuan memberikan
kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat, selanjutnya untuk mewujudkan tujuan
sistem jaminan sosial nasional dibentuk badan
penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan
prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,
kehatihatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan

29
bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana
jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013


Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Dalam konsideran undang-undang ini menyebutkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap
Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami
oleh Penduduk dan/atau Warga Negara Indonesia yang
berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
untuk itu dalam rangka peningkatan pelayanan
Administrasi Kependudukan sejalan dengan tuntutan
pelayanan Administrasi Kependudukan yang profesional,
memenuhi standar teknologi informasi, dinamis, tertib, dan
tidak diskriminatif dalam pencapaian standar pelayanan
minimal menuju pelayanan prima yang menyeluruh untuk
mengatasi permasalahan kependudukan.

30
BAB III
PENILAIAN NORMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERHADAP KESESUAIAN ASAS-ASAS/PRINSIP-PRINSIP

Penilaian norma dalam pokja ini dilakukan terhadap


peraturan perundang-undangan terkait penanggulangan dengan
fokus pada masalah koordinasi dalam pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan, yang sekaligus merupakan
penjabaran strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN
2015-2019.
Penilaian Kesesuaian Norma dalam Indikator Prinsip/Asas

1. Penilaian terhadap Undang –Undang

a. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang


Kesejahteraan Sosial

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 terdiri dari 60


pasal, penilaian terhadap kesesuaian norma dalam
indikator prinsip/asas dapat dilihat pada table dibawah :
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL ASAS/
ANALISIS
INDIKATOR
PRINSIP

1. Pasal 48 NKRI Adanya aturan Kontrol lembaga


Pasal 49 yang jelas tentang penyelengaraan sosial
Pasal 50 pembatasan asing melalui proses
pengaruh asing perizinan, pelaporan
dalam pengelolaan kegiatan kepada
bidang sosial pemerintah yang
budaya; berwenang dan
pemberian sanksi
administratif pada
lembaga yang melanggar
ketentuan, merupakan
bentuk pengawasan yang
31
sangat baik dalam
membatasi pengaruh
asing.

Telah memenuhi
indikator
2. Pasal 2 (j) Adanya aturan Dalam penjelasan asas
Pasal 3 yang jelas tentang keberlanjutan
(d,e) peningkatan penyelengaraan
kesempatan dan kesehjahteraan sosial
kemampuan daya mengandung makna
olah dalam dalam peningkatan
bidang sosial kemampuan
budaya di dalam penyelenggaraan
negeri demi kesehjahteraan sosial
peningkatan dilaksanakan melalui
kesejahteraan dan pendidikan, pelatihan
kemandirian dan keterampilan yang
bangsa berkesinambungan
melembaga sampai pada
kemandirian,
merupakan wujud
adanya kesempatan
peningkatan daya olah
dalam mencapai tujuan
undang-undang.

Telah memenuhi
indikator
3. Pasal 1 Adanya aturan Pembagaian hak dan
Butir (6) yang jelas tentang kewajiban dalam hal ini
pembatasan hak terjadi antara negara oleh
dan kewajiban Kementerian Sosial
individu dan sebagai penangungjawab
korporasi dalam penyelenggaraan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya dengan pelaku
penyelenggara
Kesejahteraan Sosial,
beberpa pelaku diantara
adalah individu dan
badan usaha (korporasi),
kedudukan individu dan
korporasi adalah sama
disisi negara yaitu
sebagai pelaku dengan
demikian individu dan
korporasi memiliki hak
dan kewajiban yang sama
kepada negara sebagai
penyelenggara hanya saja
korporasi berdasarkan
pasal 40 penyelenggaraan
kesejahteraan social

32
merupakan
kewajibannya, sedangkan
individu dilakukan secara
voluntary.

Telah memenuhi
indikator
4. Pasal 24 Adanya Penetapan kebijakan
pembagian penyelenggaran pada
kewenangan dan tingkat daerah harus
pedoman selaras dengan kebijakan
hubungan tata pembangunan nasional
kerja antara Pusat dengan penyempurnaan
dan daerah agar peningkatan kualitas
sejalan dengan birokasi dan tata kelola
kebijakan dan kerja sama kelembagaan
kepentingan pemerintahan yang efektif
nasional dan efisien serta
meningkatkan kulalitas
pelayanan publik dengan
penetapan standar
pelayanan yang
terkoordinasi, ini telah
termuat dalam pasal 26
sebagai standar
hubungan tata kerja
antara psat dan daerah
didasarkan kepentingan
nasional.

Telah memenuhi
indikator
5. Pasal 2 Berkelanjut Pasal 2 yang dimaksud
an dengan “asas
keberlanjutan” adalah
dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sosial
dilaksanakan secara
berkesinambungan,
sehingga tercapai
kemandirian

Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalammakna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
33
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.

Telah memenuhi
indikator
6 Pasal 2 Keadilan Adanya aturan Pasal 2 yang dimaksud
yang jelas yang dengan “asas keadilan”
menjamin pola adalah dalam
pembangunan penyelenggaraan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya yang harus menekankan pada
sesuai dengan aspek pemerataan,
generasi kini dan tidak diskriminatif dan
akan datang; keseimbangan antara
hak dan kewajiban

pasal 6 Undang-Undang
12 Tahun 2011 Yang
dimaksud dengan “asas
keadilan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-
undangan harus
mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi
setiap warga negara.
Aspek kesimbangan
antara hak dan
kewajiban mencerminkan
keadilan proposional

Telah memenuhi
indikator

catatan: indikator belum


mencerminkan makna
keadilan
7 Pasal 5 Adanya aturan Penyelengaraan sosial
yang jelas tentang ditujukankelompok
keterlibatan dengan prioritas yang
masyarakat memiliki kriteria sosial,
hukum adat, keterpencilan
masyarakat lokal, diantaranya masyrakat
perempuan dan hukum adat,
masyarakat diskriminasi dan
marginal lainnya. perlindungan tindak
kekerasan kepada
perempuan dan

34
kelompok rentan yang
temarginalkan.

Telah memenuhi
indikator

8 Pasal 1 Demokrasi Adanya aturan Semangat perlindungan


(2) yang menjadikan rakyat tercermin dalam
semangat lingkup penyelengaraan
perlindungan kesehjahteraan sosial
rakyat melalui bantuan hukum
dan bantuan sosial.

Telah memenuhi
indikator
9 Pasal 38 Adanya aturan Kesempatan berperan
yang menjamin dalam penyelenggaraan
kebebasan kesehjahteraan sosial
mengeluarkan membuktikan ada
pendapat,kebebas kebebasan dalam
an persurat berkumpul dan
kabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul dan Telah memenuhi
kebebasan indikator
beragama

10. Pasal 5 Adanya aturan penyelenggaraan


yang memberikan kesehjahteraan sosial
pengakuan pada ditujukan kepada
hak minoritas kelompok tertentu yang
tergolong minoritas
seperti kelompok adat,
ini bukti adanya
pengakuan terhadapa
hak kelompok minoritas.

Telah memenuhi
indikator
11 Pasal 2 Adanya aturan penyelenggaraan
yang jelas tentang kesehjahteraan sosial
akses informasi berdasarkan asas
public keterbukaan didalam
penjelasannya
memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan penyelenggaraan
kesejahteraan social

35
Telah memenuhi
indikator

12 Pasal 20 Adanya aturan Berdasarkan pasal 20 (b)


yang menjamin masayrakat memiliki
peluang yang kesempatan berperan
sama bagi setiap dalam pengambilan
orang untuk keputusan kebijakan
memberikan sebagai jalannya proses
penilaian terhadap politik dan pemerintahan
jalannya proses logis
politik dan
pemerintahan Telah memenuhi
secara logis indikator

13 Pasal 20 Adanya aturan Mengikutsertakan


yang jelas tentang masyrakat dalam
partisipasi pengambilan keputusan
substantive
kebijakan publik dan
masyarakat,
termasuk mewujudkan kondisi
masyarakat adat politik yang terbuka bagi
dan marginal kelompok masyrakat
miskin rentan termasuk
masyrakat adat dan
marginal seperti
pesantren. Sebagai wujud
partispasi substantive
yang nyata

Telah memenuhi
indikator
14. Pasal 2 Adanya aturan Penyelenggaraan
yang menjamin kesejahteraan social
Sistem kerja yang menjadi tanggungjawab
kooperatif dan pemerintah dengan
kolaboratif mengikutsertakan
masyarakat, lembaga,
dan organisasi
merupakan bentuk
sistem kerja kooperatif
dan kolaboratif

Telah memenuhi
indikator

36
15 Pasal 1 Kepatian Adanya aturan Definisi penyelenggaraan
(2) Hukum yang jelas kesehjahteraan sosial
mengenai asas, dalam pasal 1
norma, dan menunjukan suatu
kaidah sistem yang lengkap
penyelenggaraan sebagai landasan hukum
bidang sosial normatif ditambah
budaya yang adil, dengan peran mayarakat
serta dilakukan dan organisasi sosial
dengan cara mewakili dinamika
terkoordinasi, aspirasi.
terpadu,
menampung Telah memenuhi
dinamika, aspirasi indikator
dan peran serta
masyarakat, serta
menyelesaikan Catatan;
konflik; Belum menjelaskan
mekanisme penyelesaian
konflik
16 Pasal 25 pembentukan pembentukan peraturan
(i) aturan berdasarkan naskah
perundang- akademik
undangan di
bidang sosial Penelitian kesehjahteraan
budaya yang sosial dapat dijadikan
berdasarkan bahan ilmiah dalam
kajian ilmiah mengakomodir
(scientific based) pembentukan peraturan
perundang-undangan
bidang kesehjahteraan
sosia

Telah memenuhi
indikator

Catatan; diperlukan
kajian ilmiah bidang
kesehjahteraan
sosialdalamprespektif
hukum
17 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka mengenai indikator
n pasal tindakan atas
yang peraturan-
sesuai peraturan-
indikator peraturan yang
bertentangan atau
tumpang tindih di
bidang sosial
budaya

37
18 Pasal 2 Pencegaha Adanya penyataan Secara asas (keterbukaan
n Korupsi yang jelas terkait dan akuntabilitas)
mekanisme menunjukan adanya
pencegahan maksud dari pencegahan
korupsi (seperti korupsi namun demikian
transparansi dan tidak disebutkan secara
akuntabilitas); tegas pasal yang
menunjukan pencegahan
korupsi ataupun
sanksinya

Telah memenuhi
indikator

19 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuka yang jelas indikator
n pasal mengenai
pencegahan
yang
korupsi.
sesuai
indikator

b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Fakir


Miskin

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Fakir


Miskin terdiri dari 45 pasal, penilaian terhadap kesesuaian
norma dalam indikator prinsip/asas dapat dilihat pada tabel
dibawah:

PEMENUHAN
NO CATATAN/RINGKAS
PASAL
. ASAS/PRINSI INDIKATOR AN ANALISIS
P

1. Pasal 25 NKRI Adanya aturan Dalam undang-


(g) yang jelas tentang undang tidak
pembatasan melibatkan unsur
pengaruh asing asing dalm upaya
dalam pengelolaan penanganan fakir
bidang sosial miskin hanya
budaya; pencegahan terhadap
pengaruh negatif
budaya asing

Telah memenuhi
38
indikator

2 Pasal 2 (f) Adanya aturan Asas pemberdayaan


yang jelas tentang dalam penjelasannya
peningkatan menunjukan adanya
kesempatan dan kesempatan dalam
kemampuan daya pengembdangan
olah dalam dalam kemampuan menuju
bidang sosial kemandirian
budaya di dalam
negeri demi Telah memenuhi
indikator
peningkatan
kesejahteraan dan
kemandirian
bangsa;

3 Adanya aturan Dalam undang-


yang jelas tentang undang hanya
pembatasan hak mengatur antara
dan kewajiban individu, masyarakat
individu dan dan pemerintah,
korporasi dalam
bidang sosial Korporasi berhak dan
budaya berperan serta ikut
mengawasi
peyelenggaraan
program penanganan
fakir miskin dan ikut
menjadi sumber
pendanaan sebagai
perusahaan
perseroan.

tidak memenuhi
indikator

4 Pasal 28 Adanya pembagian pemerintah pusat


Pasal 29 kewenangan dan berwenang
Pasal 30 pedoman menetapkan kebijakan
Pasal 31 hubungan tata dan strategi
kerja antara Pusat penanganan fakir
dan daerah agar miskin pada tingkat
sejalan dengan nasional yang menjadi
kebijakan dan dasar menetapkan
kepentingan kebijkan pada tingkat
39
nasional; daerah dalam
penanganan fakir
miskin dengan
hirarkis pengawasan
pelaksanaan
kebijakan tersebut

Telah memenuhi
indikator
5 Berkelanjuta Berkelanjutan dalam
n pelaksanaan
penanganan fakir
miskin mengandung
makna tuntas
mandiri dan terus
menerus

Telah memenuhi
indikator

Catatan:
Indikator
berkelanjutan masih
dalam tahap
pengembangan
termasuk dalam
makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal
6 Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa
materi muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa
dan negara.

40
6 Pasal 2 Keadilan Adanya aturan Dalam Pasal 2 yang
Pasal 3 yang jelas yang dimaksud dengan
menjamin pola asas “keadilan sosial”
pembangunan adalah dalam
bidang sosial penanganan fakir
budaya yang miskin harus
sesuai dengan memberikan keadilan
generasi kini dan secara proporsional
akan datang; bagi setiap warga
negara tanpa kecuali.

pasal 6 Undang-
Undang 12 Tahun
2011 Yang dimaksud
dengan “asas
keadilan” adalah
bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan
Perundang-undangan
harus mencerminkan
keadilan secara
proporsional bagi
setiap warga negara

asas keadilan dalam


Pasal 2 bermakna
sama dengan asas
keadilan dalam pasal
6 Undang-Undang 12
Tahun 2011 yaitu
memberikan keadilan
proporsianal

7 Pasal 24 Adanya aturan Berdasarkan pasal


yang jelas tentang 24 Upaya
keterlibatan penanganan fakir
masyarakat miskin menunjukan
hukum adat, adanya keterlibatan
masyarakat lokal, masyarakat adat dan
perempuan dan budaya sebagai salah
masyarakat satu bentuk keadilan
marginal lainnya. yang proporsional

Telah memenuhi
indikator

41
8 Pasal 3 Demokrasi Adanya aturan Penanganan fakir
Pasal 7 yang menjadikan miskin memberikan
semangat hak kepada rakyat
perlindungan miskin mendapatkan
rakyat perlindungan dan
jaminan sosial

Telah memenuhi
indikator

9 Pasal 2 Adanya aturan Dalam pasal 2


huruf c yang menjamin Penanganan fakir
kebebasan miskin berasaskan
Pasal 41 mengeluarkan nondiskriminasi yaitu
pendapat,kebebasa persamaan hak tanpa
n persurat membedakan asal,
kabaran, suku, agama, ras, dan
kebebasan antargolongan
berkumpul dan
kebebasan Masyarakat memiliki
beragama hak untuk berperan
dan mengawasi dalam
penanganan fakir
miskin, melalui
organisasi sosial,
yayasan, lembaga
swadaya masyarakat,
dan organisasi
kemasyarakatan
sebagai bentuk
kebebasan berkumpul
dan berpendapat

Telah memenuhi
indikator
10 Pasal 24 Adanya aturan Pencantuman budaya,
yang memberikan adat istiaday dan
pengakuan pada kearifan lokal dalam
hak minoritas pasal 24 adalah wujud
pengakuan hak
minoritas

Telah memenuhi
indikator

42
11 Pasal 17 Adanya aturan namun demikian
Pasal 41 yang jelas tentang akses informasi publik
akses informasi dalam undang-undang
public ini hanya
menyebutkan terkait
penyediaan akses
informasi lapangan
kerja

catatan; peran serta


masyarakat dalam
pengawasan
penyelengaraan
penanganan fakir
miskin seyogyanya di
dukung dengan akses
informasi publik yang
relevan dan
transparan

Telah memenuhi
indikator
Dengan catatan
tersebut diatas

12 Pasal 41 Adanya aturan Pengawasan dalam


yang menjamin penyelenggaraan
peluang yang sama penanganan fakir
bagi setiap orang miskin oleh
untuk memberikan masyarakat pada
penilaian terhadap pasal 41 sebagai
jalannya proses jaminan untuk
politik dan menilai terhadap
pemerintahan jalannya proses
secara logis pemerintahan secara
logis dan politis
penanganan fakir
miskin

Telah memenuhi
indikator

43
13 Pasal 41 Adanya aturan Pasal 41 sebagai hak
yang jelas tentang partispasi masyarakat
partisipasi secara substantive
substantive termasuk masyrakat
masyarakat, adat dan marginal
termasuk sebagai wakil dari
masyarakat adat organisasi masyarakat
dan marginal
Telah memenuhi
indikator

14 Pasal 8 Adanya aturan Koordinasi dengan


yang menjamin kementerian dan
Sistem kerja yang lembaga terkait dalam
kooperatif dan menentukan kriteria
kolaboratif fakir miskin
merupakan sistem
kerja koorperatif dan
kolaboratif

Telah memenuhi
indikator
15 Pasal 2 Kepastian Adanya aturan Dalam pasal 2
Pasal 5 Hukum yang jelas Penanganan fakir
Pasal 41 mengenai asas, miskin berasaskan
norma, dan keadilan menunjukan
kaidah penyelenggaran
penyelenggaraan beradasarkan atas
bidang sosial keadilan
budaya yang adil,
serta dilakukan Dalam pasal 5
dengan cara penanganan fakir
terkoordinasi, miskin dilaksanakan
terpadu, secara terarah,
menampung terpadu dan
dinamika, aspirasi berkelanjutan ini
dan peran serta menunjukan akan
masyarakat, serta adanya koordinasi
menyelesaikan yang terpadu dalam
konflik; penanganan fakir
miskin

Dalam pasal 41
secara tegas
disebutkan bahwa
masyarakat dapart
berperan dalam
penyelengaraan dan
pengawasan dalam
44
penaganan fakir
miskin

Telah memenuhi
indikator

16 Tidak pembentukan tidak memenuhi


ditemuka aturan indikator
n pasal perundang-
yang undangan di
sesuai bidang sosial
indikator budaya yang
berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific based)

17 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuka mengenai indikator
n pasal tindakan atas
yang peraturan-
sesuai peraturan-
indikator peraturan yang
bertentangan atau
tumpang tindih di
bidang Sosial
Budaya

45
18 Pasal 40 Pencegahan Adanya penyataan Pengawasan terhadap
ayat (1) , Korupsi yang jelas terkait penyelenggaraan
(2). mekanisme penanganan fakir
pencegahan miskin yang
korupsi (seperti dilaksanakan
transparansi dan berdasarkan
akuntabilitas); ketentuan peraturan
perundang-undangan
sebagai mekanisme
pencegahan korupsi

Telah memenuhi
indikator
19 Pasal 42, Adanya aturan Aturan pidana dalam
Pasal 43 yang jelas pasal 42 dan 43
ayat (1), mengenai merupakan atuaran
(2). pencegahan yang tegas dan jelas
korupsi. dalam pencegahan
korupsi

Telah memenuhi
indikator

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003


Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional ini terdiri dari 77 pasal, penilaian
terhadap kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas
dapat dilihat pada tabel dibawah :
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ASAS/PRINSI INDIKATOR ANALISIS
P

1. Pasal 33 NKRI Adanya aturan Penyelenggaraan


ayat (3), yang jelas tentang pendidikan asing harus
Pasal 64, pembatasan mengikuti ketentuan
pengaruh asing perundang-undangan di
Pasal 65
dalam pengelolaan Indonesia dan harus
ayat (1) bidang sosial mengikutsertakan
budaya; tenaga pendidik dan
pengelola Warga Negara
Indonesia.

Telah memenuhi
indikator

46
2 Pasal 5 Adanya aturan Sistem pendidikan
ayat (5) yang jelas tentang nasional harus mampu
peningkatan menjamin pemerataan
kesempatan dan kesempatan
kemampuan daya pendidikan,
olah dalam dalam peningkatan mutu serta
bidang sosial relevansi dan efisiensi
budaya di dalam manajemen pendidikan
negeri demi untuk menghadapi
peningkatan tantangan sesuai
sejahteraan dan dengan tuntutan
kemandirian perubahan kehidupan
bangsa. lokal, nasional, dan
global sehingga perlu
dilakukan
pembaharuan
pendidikan secara
terencana, terarah, dan
berkesinambungan

Telah memenuhi
indikator
3 Adanya aturan tidak memenuhi
yang jelas tentang indikator
pembatasan hak
dan kewajiban
individu dan
korporasi dalam
bidang sosial
budaya

4 Pasal 50 Adanya Adanya pembagian


ayat (4,5 pembagian kewenangan antara
dan 6) kewenangan dan Pemerintah Provinsi
pedoman dan Kabupaten/Kota
hubungan tata dalam penyelenggaraan
kerja antara Pusat pendidikan dasar,
dan daerah agar menengah.
sejalan dengan Adanya kewenangan
kebijakan dan Perguruan Tinggi untuk
kepentingan menentukan kebijakan
nasional secara otonom.

Telah memenuhi
indikator
5 Tidak Berkelanjuta - tidak memenuhi
ditemuka n indikator
n pasal
yang
sesuai
indikator

47
6 Pasal 4 Keadilan Adanya aturan Pemerintah harus
ayat (1) yang jelas yang bertanggungjawab
menjamin pola terhadap bidang
pembangunan pendidikan yang
bidang sosial diselenggarakan
budaya yang dengan jalur-jalur
sesuai dengan pendidikan pada
generasi kini dan program yang tetap
akan datang berorientasi pada
pembudayaan,
pembentukan watak
dan kepribadian serta
berbagai kecakapan
hidup.

undang-undang ini
telah memenuhi
indikator.
7 tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka yang jelas indikator
n pasal tentang
keterlibatan
sesuai
masyarakat
indikator hukum adat,
masyarakat
lokal, perempuan
dan masyarakat
marginal lainnya.

8 Pasal 40 Demokrasi Adanya aturan Semangat perlindungan


ayat (1) yang menjadikan tercermin dalam
huruf d semangat lingkup penyelengaraan
perlindungan kesehjahteraan sosial
rakyat melalui hak atas hasil
kekayaan intelektual.

Telah memenuhi
indikator
9 Pasal 24 Adanya aturan Kesempatan berperan
ayat (1) yang menjamin dalam penyelenggaraan
kebebasan kesehjahteraan sosial
mengeluarkan membuktikan ada
pendapat,kebebas kebebasan dalam
an berkumpul dan
persuratkabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul dan Telah memenuhi
kebebasan indikator
beragama.

10 Pasal 5 Adanya aturan penyelenggaraan


ayat (2) yang memberikan pendidikan dengan
pengakuan pada memperhatikan
48
hak minoritas kelompok rentan

Telah memenuhi
indikator
11 Pasal 7 Adanya aturan penyelenggaraan
ayat (1) yang jelas tentang pendidikan
akses informasi berdasarkan asas
publik kejelasan informasi
memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan
penyelenggaraan
pendidikan

Telah memenuhi
indikator
12 tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka yang menjamin indikator
n pasal peluang yang
sama bagi setiap
sesuai
orang untuk
indikator memberikan
penilaian terhadap
jalannya proses
politik dan
pemerintahan
secara logis

13 Pasal 54 Adanya aturan Mengikutsertakan


ayat (1) yang jelas tentang masyrakat dalam
dan ayat partisipasi pendidikan merupakan
substantive wujud partispasi
(2)
masyarakat, substantive yang nyata
termasuk
masyarakat adat Telah memenuhi
dan marginal indikator

14 Adanya aturan Penyelenggaraanpendidi


yang menjamin kan menjadi
Sistem kerja yang tanggungjawab
kooperatif dan pemerintah dengan
kolaboratif mengikutsertakan
masyarakat,
merupakan bentuk
sistem kerja kooperatif
dan kolaboratif

Telah memenuhi
indikator
15 Pasal 4 Kepastian Adanya aturan pemerintah dalam
ayat (1) Hukum yang jelas menyelenggarakan
mengenai asas, pendidikan telah
norma, dan dilakukan secara
49
kaidah demokratis dan tidak
penyelenggaraan diskriminatif dengan
pendidikan yang tetap menjunjung
adil, serta tinggi hak asasi
dilakukan dengan manusia.
cara
terkoordinasi,
terpadu,
menampung
dinamika, aspirasi telah memenuhi
dan peran serta indikator
masyarakat,

16 Tidak pembentukan tidak memenuhi


ditemuka aturan indikator
n pasal perundang-
undangandi
yang
bidang
sesuai pendidikan
indikator berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific based)

17 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuka mengenai indikator
n pasal tindakan atas
peraturan-
yang
peraturan-
sesuai peraturan yang
indikator bertentangan atau
tumpang tindih di
bidang sosial
budaya
18 Pasal 48 Pencegahan Adanya penyataan Secara asas
ayat (1) Korupsi yang jelas terkait (keterbukaan dan
mekanisme akuntabilitas)
pencegahan menunjukan adanya
korupsi (seperti maksud dari
transparansi dan pencegahan korupsi
akuntabilitas) namun demikian tidak
disebutkan secara
tegas pasal yang
menunjukan
pencegahan korupsi
ataupun sanksinya

kurang memenuhi
indikator

19 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuka yang jelas indikator
n pasal mengenai
pencegahan
50
yang korupsi.
sesuai
indikator

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem


Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional ini terdiri dari 53 pasal, penilaian
terhadap kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas
dapat dilihat pada tabel dibawah :
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1. Pasal 1 NKRI Adanya aturan Dalam UU ini yang


point 8 yang jelas dimaksud dengan
tentang peserta adalah setiap
pembatasan orang, termasuk orang
pengaruh asing asing yang bekerja
dalam paling singkat 6 (enam)
pengelolaan bulan di Indonesia,
bidang sosial yang telah membayar
budaya; iuran.

2 Pasal 3 Adanya aturan Sesuai dengan Pasal 3


yang jelas UU No. 40 tahun 2004
tentang bahwa tujuan SJSN
peningkatan adalah untuk
kesempatan dan memberikan
kemampuan kesejahteraan.
daya olah dalam Penjelasan umum:
dalam bidang Pembangunan sosial
sosial budaya di ekonomi sebagai salah
dalam negeri satu pelaksanaan
demi kebijakan
peningkatan pembangunan nasional
kesejahteraan telah menghasilkan
dan kemandirian banyak kemajuan, di
bangsa antaranya telah
meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Kesejahteraan tersebut
harus dapat dinikmati
secara berkelanjutan,
adil, dan merata
menjangkau seluruh
rakyat.

Sistem Jaminan Sosial


51
Nasional pada dasarnya
merupakan program
Negara yang bertujuan
memberi kepastian
perlindungan dan
kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Melalui program ini,
setiap penduduk
diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak
apabila terjadi hal-hal
yang dapat
mengakibatkan hilang
atau berkurangnya
pendapatan, karena
menderita sakit,
mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan,
memasuki usia lanjut,
atau pensiun.

Prinsip dana amanat.


Dana yang terkumpul
dari iuran peserta
merupakan titipan
kepada badan-badan
penyelenggara untuk
dikelola sebaik-baiknya
dalam rangka
mengoptimalkan dana
tersebut untuk
kesejahteraan peserta.
3 Pasal 15 Adanya aturan Bukan pembatasan hak
ayat (2) yang jelas dan kewajiban tetapi
tentang lebih memberikan
pembatasan hak kejelasan tentang hak
dan kewajiban dan kewajiban peserta.
individu dan BPJS sebagai
korporasi dalam penyelenggara juga
bidang sosial diwajibkan. Untuk
budaya memberikan informasi
hak dan kewajiban
kepada peserta.

memenuhi indikator

52
4 Tidak Adanya tidak memenuhi
ditemuk pembagian indikator
an pasal kewenangan dan
pedoman
yang
hubungan tata
sesuai kerja antara
indikato Pusat dan
r daerah agar
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional;

5 Pasal 4 Berkelanjutan Yang dimaksud dengan


Prinsip portabilitas
dalam ketentuan ini
adalah prinsip
memberikan jaminan
yang berkelanjutan
meskipun peserta
berpindah pekerjaan
atau tempat tinggal
dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik
Indonesia.

Memenuhi indikator
6. Pasal 2 Keadilan Adanya aturan asas manfaat dalam
yang jelas yang pola pembangunan
menjamin pola sisitem jaminan sosial
pembangunan nasional
bidang sosial menggambarkan
budaya yang pengelolaan yang
sesuai dengan efisien dan efektif,
generasi kini untuk menjamin
dan akan kelangsungan program
datang; dan hak peserta.

memenuhi indikator
7 Pasal 14 Adanya aturan sebagai perlindungan
ayat (2) yang jelas kepada warga negara
tentang yang termarginalkan
keterlibatan Pemerintah telah
masyarakat secara bertahap
hukum adat, mendaftarkan
masyarakat penerima bantuan
lokal, iuran sebagai peserta
perempuan dan kepada Badan
masyarakat Penyelenggara Jaminan
marginal Sosial.
lainnya.
memenuhi indikator

53
8 Pasal 1 Demokrasi Adanya aturan
angka 1, yang menjadikan
angka 3 semangat
perlindungan
rakyat

9 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuk yang menjamin indikator
an pasal kebebasan
mengeluarkan
yang
pendapat,kebeba
sesuai san
indikato persuratkabaran,
r kebebasan
berkumpul dan
kebebasan
beragama
9. Pasal 14 Adanya aturan Hal ini merupakan
ayat (2) yang wujud dari Pasal 34 UU
pasal 17 memberikan NRI bahwa Fakir
pengakuan pada miskin di tanggung
ayat (4)
hak minoritas oleh negara

10 Pasal 15 Adanya aturan Sudah dijelaskan


pasal 16 yang jelas secara jelas tentang
, pasal tentang akses kewajiban
informasi public penyampaian informasi
49 ayat
hak dan kewajiban
(3), dan peserta
ayat (4)

11. Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuk yang menjamin indikator
an pasal peluang yang
sama bagi setiap
yang
orang untuk
sesuai memberikan
indikato penilaian
r terhadap
jalannya proses
politik dan
pemerintahan
secara logis
12. Pasal 1 Adanya aturan Sistem jaminan sosial
angka yang jelas nasional merupakan
(8) tentang program negara yang
partisipasi bertujuan memberikan
substantive kepastian perlindungan
masyarakat, kesejahteraan sosial
termasuk bagi seluruh rakyat
masyarakat adat Indonesia
dan marginal
memenuhi indikator

54
13. Pasal 23 Adanya aturan Penentuan persyaratan
yang menjamin pelayanan kesehatan
Sistem kerja dilakukan secara
yang kooperatif bersama dengan
dan kolaboratif instansi terkait

memenuhi indikator
14. Pasal 2 Kepastian Adanya aturan Sistem Jaminan Sosial
hukum yang jelas Nasional pada dasarnya
mengenai asas, merupakan program
norma, dan Negara yang bertujuan
kaidah memberi kepastian
penyelenggaraan perlindungan dan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya yang bagi seluruh rakyat
adil, serta Indonesia.
dilakukan Melalui program ini,
dengan cara setiap penduduk
terkoordinasi, diharapkan dapat
terpadu, memenuhi kebutuhan
menampung dasar hidup
dinamika, yang layak apabila
aspirasi dan terjadi hal-hal yang
peran serta dapat mengakibatkan
masyarakat, hilang atau
serta berkurangnya
menyelesaikan pendapatan, karena
konflik; menderita sakit,
mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan,
memasuki
usia lanjut, atau
pensiun.
15. Tidak pembentukan tidak memenuhi
ditemuk aturan indikator
an pasal perundang-
undangandi
yang
bidang sosial
sesuai budaya yang
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific based)
16. Pasal 1, Adanya aturan Perlu dilakukan
Pasal 5 mengenai harmonisasi terkait
ayat (3) tindakan atas definisi
peraturan- Pasca putusan MK
peraturan- Nomor 007/PUU-
peraturan yang III/2005 yang
bertentangan membatalkan Pasal 5
atau tumpang ayat (2), (3)[7], dan (4)
tindih di bidang UU SJSN maka
sosial budaya keempat PT tersebut
bukan merupakan
bagian dari badan
55
penyelenggara jaminan
sosial yang
dimaksudkan dalam UU
SJSN

e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


ini terdiri dari 204 pasal, penilaian terhadap kesesuaian
norma dalam indikator prinsip/asas dapat dilihat pada tabel
dibawah :
NO PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASA
PASAL
N ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1 Pasal 35 NKRI Adanya aturan Unsur asing sebagai


ayat (3) yang jelas salah satu penyedia
tentang pelayanan kesehatan
pembatasan diperbolehkan dalam
pengaruh asing pengelolaan kesehatan
dalam di Indonesia.
pengelolaan
bidang sosial memenuhi indikator
mbudaya
2 Pasal 3 Adanya aturan Investasi dalam bidang
yang jelas kesehatan mendukung
tentang produktifitas sosial
peningkatan meningkatkan
kesempatan dan kemampuan daya olah
kemampuan sosial sebagai dasar
daya olah dalam kemandirian dan
bidang sosial kesejahteraan bangsa.
budaya di dalam
negeri demi memenuhi indikator
peningkatan
sejahteraan dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 4, Adanya aturan sudah secara jelas
5, 6,7, yang jelas menjelaskan hak dan
8, 9, 10, tentang kewajiban.
pembatasan hak
11, 12,
dan kewajiban memenuhi indikator
13. individu dan
korporasi dalam
bidang sosial
budaya

56
4 Pasal 49 Adanya Tanggung jawab
ayat (1), pembagian pemerintah dan
Pasal 50 kewenangan dan pemerintah daerah
pedoman dilaksanakan melalui
ayat (1)
hubungan tata program kesehatan
kerja antara berdasarkan asas yang
Pusat dan sama dalam undang-
daerah agar undang maka
sejalan dengan hubungan tata kerja
kebijakan dan seyogyanya sistematis
kepentingan dan terstruktur dari
nasional; pusat ke daerah.

memenuhi indikator
5 - Berkelanjutan Penjelasan Setiap kegiatan dalam
umum upaya untuk
setiap kegiatan memelihara dan
dan upaya
meningkatkan derajat
untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat
derajat yang setinggi-tingginya
kesehatan dilaksanakan
masyarakat yang berdasarkan prinsip
setinggi- nondiskriminatif,
tingginya partisipatif, dan
dilaksanakan
berkelanjutan dalam
berdasarkan
prinsip rangka pembentukan
nondiskriminatif sumber daya manusia
, partisipatif, Indonesia, serta
perlindungan, peningkatan ketahanan
dan dan daya saing bangsa
berkelanjutan bagi pembangunan
yang sangat nasional;
penting artinya
bagi memenuhi indikator
pembentukan
sumber daya
manusia
Indonesia,
peningkatan
ketahanan dan
daya saing
bangsa, serta
pembangunan
nasional.

6 Pasal 3 Keadilan Adanya aturan Upaya kesehatan harus


yang jelas yang selalu diusahakan

57
menjamin pola peningkatannya secara
pembangunan terus menerus agar
bidang sosial masyarakat yang sehat
budaya yang sebagai investasi dalam
sesuai dengan pembangunan dapat
generasi kini hidup produktif secara
dan akan sosial dan ekonomis.
datang;
memenuhi indikator
7 Pasal 16 Adanya aturan Untuk dapat
yang jelas terselenggaranya
tentang pelayanan kesehatan
keterlibatan yang merata kepada
masyarakat masyarakat,
hukum adat, diperlukan
masyarakat ketersediaan tenaga
lokal, kesehatan yang
perempuan dan merata dalam arti
masyarakat pendayagunaan dan
marginal penyebarannya harus
lainnya. merata ke seluruh
wilayah sampai ke
daerah terpencil
sehingga
memudahkan
masyarakat dalam
memperoleh layanan
kesehatan.
Daerah terpencil
biasanya dihuni oleh
masyarakat adat dan
marginal.

memenuhi indikator
8 Pasal 2, Demokrasi Adanya aturan Asas pelindungan
Pasal yang menjadikan berarti bahwa
178, semangat pembangunan
perlindungan kesehatan harus dapat
Pasal
rakyat; memberikan
179 ayat pelindungan dan
(1) kepastian hukum
kepada pemberi dan
penerima pelayanan
kesehatan
9 Pasal 14 Adanya aturan Agar upaya kesehatan
ayat (1), yang menjamin berhasil guna dan
(2). kebebasan berdaya guna,
mengeluarkan
Pemerintah perlu
pendapat,kebeba
san merencanakan,
persuratkabaran, mengatur, membina
kebebasan dan mengawasi
berkumpul dan penyelenggaraan upaya
kebebasan kesehatan ataupun
58
beragama sumber dayanya secara
serasi dan seimbang
dengan melibatkan
peran serta aktif
masyarakat. Peran
masyarakat sebagai
jaminan kebebasan
menyampaikan
pendapat

memenuhi indikator

10 Pasal 59 Adanya aturan Pengaturan an


ayat (1), yang pengawasan pelayanan
(2), (3). memberikan kesehatan tradisonal
pengakuan pada
adalah bentuk
hak minoritas
pengakuan dan
perlindungan
penemuan tradisional
bidang kesehatan.

memenuhi indikator

11 Pasal 62 Adanya aturan Salah satu upaya dalam


ayat (1) yang jelas hal ini pengoptimalan
tentang akses penyeberluasan
informasi publik
informasi tentu dengan
tujuan informasi
merata dan terpublikasi
ini harus didukung
teknologi untuk
memepermudah akses
informasi publik.

memenuhi indikator

12 Pasal Adanya aturan melaksanakan


182 ayat yang menjamin pengawasan
(1), (2), peluang yang mengikutsertakan
sama bagi setiap
(3), (4). masyarakat. sebagai
orang untuk
memberikan jaminan memberikan
penilaian penilaian kinerja
terhadap pemerintahan
jalannya proses
politik dan memenuhi indikator
pemerintahan
secara logis

59
13 Pasal 1 Adanya aturan Pelayanan kesehatan
angka yang jelas tradisional dan Peran
16, tentang serta aktif masyarakat
partisipasi
Pasal 18 dalam upaya kesehatan
substantive
masyarakat, merupakan partisipasi
termasuk subtantive masyarakat
masyarakat adat di bidang kesehatan,
dan marginal kesehatan tradisional
biasanya berlaku pada
masyrakat adat yang
marginal

Memenuhi indikator

14 Pasal 1 Adanya aturan terpadu, terintegrasi


angka yang menjamin dan berkesinambungan
11, Sistem kerja adalah proses kerja
yang kooperatif
Pasal kooperatif dan
dan kolaboratif
46, kolaboratif
Pasal
47. memenuhi indikator

16 Pasal 1 Kepastian Adanya aturan Pasal 1 mewakili unsur


angka Hukum yang jelas terkoordinasi dan
11, mengenai asas, terpadu;
norma, dan Pasal 2 mewakili unsur
Pasal 2,
kaidah adil dan penyelesaian
Pasal 18 penyelenggaraan konflik;
bidang sosial Pasal 18 mewakili
budaya yang unsur dinamika
adil, serta aspirasi dan peran
dilakukan masyarakat.
dengan cara
terkoordinasi, memenuhi indikator
terpadu,
menampung
dinamika,
aspirasi dan
peran serta
masyarakat,
serta
menyelesaikan
konflik.

17 Pasal 7 Pembentukan Pembentukan UU ini


ayat (3) aturan dimulai dengan
perundang- penelitian dan kajian.
undangandi
bidang sosial memenuhi indikator
budaya yang

60
berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific based)

18 Pasal 5 Adanya aturan Pasca putusan MK


ayat (3) mengenai Nomor 007/PUU-
tindakan atas III/2005 yang
peraturan-
membatalkan Pasal 5
peraturan-
peraturan yang ayat (2), (3)[7], dan (4)
bertentangan UU SJSN maka
atau tumpang keempat PT tersebut
tindih di bidang bukan merupakan
sosial budaya. bagian dari badan
penyelenggara jaminan
sosial yang
dimaksudkan dalam UU
SJSN.

Perlu dilakukan
harmonisasi terkait
defini

memenuhi indikator

19 Tidak Pencegahan Adanya tidak memenuhi


ditemuk Korupsi penyataan yang indikator
an pasal jelas terkait
mekanisme
yang
pencegahan
sesuai korupsi (seperti
indikato transparansi dan
r akuntabilitas);

20 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuk yang jelas indikator
an pasal mengenai
pencegahan
yang
korupsi.
sesuai
indikato
r

61
f. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan


Penyelenggaraan Jaminan Sosial ini terdiri dari 71 pasal,
penilaian terhadap kesesuaian norma dalam indikator
prinsip/asas dapat dilihat pada tabel dibawah :

PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1. Tidak NKRI Adanya aturan tidak memenuhi indikator


ditemuk yang jelas
an pasal tentang
pembatasan
yang
pengaruh asing
sesuai dalam
indikato pengelolaan
r bidang sosial
budaya;

2 Pasal 3 Adanya aturan Sistem jaminan sosial


yang jelas nasional merupakan
tentang program negara yang
peningkatan bertujuan memberikan
kesempatan kepastian perlindungan
dan dan kesejahteraan sosial
kemampuan bagi seluruh rakyat
daya olah
dalam dalam
bidang sosial memenuhi indikator
budaya di
dalam negeri
demi
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal Adanya aturan Sudah ada aturan Hak
12, yang jelas dan kewajiabn oleh BPJS
Pasal 13 tentang sebagai penyelenggara
pembatasan
hak dan memenuhi indikator
kewajiban
individu dan
korporasi
dalam bidang
sosial budaya

62
4 Pasal 8 Adanya bahwa untuk
pembagian memberikan
kewenangan perlindungan terhadap
dan pedoman warga negaranya maka
hubungan tata dibentuk BPJS di daearah
kerja antara
Pusat dan memenuhi indikator
daerah agar
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional

5 Pasal 4 Berkelanjutan Yang dimaksud dengan


Prinsip portabilitas dalam
ketentuan ini adalah
prinsip memberikan
jaminan yang
berkelanjutan meskipun
peserta berpindah
pekerjaan
atau pindah tempat
tinggal tetapi masih
dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik
Indonesia.

memenuhi indikator
6 Tidak Keadilan Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang jelas yang indikator
an pasal menjamin pola
pembangunan
yang
bidang sosial
sesuai budaya yang
indikato sesuai dengan
r generasi kini
dan akan
datang
7 Pasal 19 Adanya aturan Penerima bantuan dari
ayat (4) yang jelas Pemerintah adalah fakir
tentang miskin.
keterlibatan
masyarakat memenuhi indikator
hukum adat,
masyarakat
lokal,
perempuan
dan
masyarakat
marginal
lainnya.

63
8 Pasal 2 Demokrasi Adanya Sistem jaminan sosial
aturan yang nasional merupakan
menjadikan program negara yang
semangat bertujuan memberikan
perlindungan kepastian perlindungan
rakyat dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat
9 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal kebebasan
mengeluarkan
yang
pendapat,kebe
sesuai basan
indikato persuratkabara
r n, kebebasan
berkumpul dan
kebebasan
beragama

10 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuk yang indikator
an pasal memberikan
pengakuan
yang
pada hak
sesuai minoritas
indikato
r

11 Pasal 10 Adanya aturan Dengan pengaturan pasal


huruf g yang jelas tentang informasi
tentang akses penyelenggaraan program
informasi jaminan sosial kepada
publik masyarakat, diharapkan
masyarakat dapat dengan
mudah mengakses
informasi tentang segala
sesuatu tentang jaminan
sosial yang menjadi hak
maupun kewajiban nya.

memenuhi indikator
12 Tidak Adanya aturan Tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal peluang yang
yang sama bagi
sesuai setiap orang
indikato untuk
r memberikan
penilaian
terhadap

64
jalannya
proses politik
dan
pemerintahan
secara logis

13 Tidak Adanya aturan Tidak memenuhi


ditemuk yang jelas indikator
an pasal tentang
partisipasi
yang
substantive
sesuai masyarakat,
indikato termasuk
r masyarakat
adat dan
marginal

14 Pasal 58 Adanya aturan Dalam menjalankan


yang menjamin sistem kerja kooperatif
Sistem kerja dan kolaboratif BPJS
yang kooperatif Kesehatan mencakup
dan kolaboratif antara lain:
- berkoordinasi dengan
Kementerian Kesehatan
untuk mengalihkan
penyelenggaraan program
jaminan kesehatan
masyarakat ke BPJS
Kesehatan;
- berkoordinasi dengan
Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia untuk
mengalihkan
penyelenggaraan program
pelayanan kesehatan bagi
anggota TNI/Polri dan
PNS di lingkungan
Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional
Indonesia, dan Kepolisian
Republik Indonesia
beserta anggota
keluarganya ke BPJS
Kesehatan; dan -
berkoordinasi dengan PT
Jamsostek (Persero)

65
untuk mengalihkan
penyelenggaraan program
jaminan pemeliharaan
kesehatan ke BPJS
Kesehatan.

memenuhi indikator

15 Pasal 4 Kepastian Adanya aturan Pembentukan Undang-


Hukum yang jelas Undang tentang Badan
mengenai asas, Penyelenggara Jaminan
norma, dan Sosial ini merupakan
kaidah pelaksanaan Undang-
penyelenggaraa Undang Nomor 40 Tahun
n bidang sosial 2004 tentang Sistem
budaya yang Jaminan Sosial Nasional,
adil, serta setelah Putusan
dilakukan Mahkamah Konstitusi
dengan cara terhadap perkara Nomor
terkoordinasi, 007/PUU-III/2005, guna
terpadu, memberikan kepastian
menampung hukum bagi
dinamika, pembentukan BPJS
aspirasi dan untuk melaksanakan
peran serta program Jaminan Sosial
masyarakat, di seluruh Indonesia.
serta Undang-Undang ini
menyelesaikan merupakan pelaksanaan
konflik dari Pasal 5 ayat (1) dan
Pasal 52 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang
mengamanatkan
pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial dan transformasi
kelembagaan PT Askes
(Persero), PT Jamsostek
(Persero), PT TASPEN

66
(Persero), dan PT ASABRI
(Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.

memenuhi indikator

16 Tidak pembentukan tidak memenuhi indikator


ditemuk aturan
an pasal perundang-
undangan
yangses
dibidang sosial
uai budaya yang
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific
based)
17 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi indikator
ditemuk mengenai
an pasal tindakan atas
peraturan-
yangses
peraturan-
uai peraturan yang
indikato bertentangan
r atau ang tindih
di bidang
Sosial Budaya

18 Tidak Pencegahan Adanya tidak memenuhi indikator


ditemuk Korupsi penyataan
an pasal yang jelas
terkait
yangses
mekanisme
uai pencegahan
indikato korupsi
r (seperti
transparansi
dan
akuntabilitas)
19 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi indikator
ditemuk yang jelas
an pasal mengenai
pencegahan
yangses
korupsi.
uai
indikato
r

67
g. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013
Tentang Perubahan atas Undang-Undan Nomor 23 Tahun
2006 Tentng Administrasi Kependudukan
Undang ini terdiri dari 103 pasal, penilaian terhadap
kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas dapat
dilihat pada tabel dibawah :
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1. Pasal NKRI Adanya aturan Pemerintah berkewajiban


63 ayat yang jelas menyiapkan Administrasi
(1); tentang Kependudukan bagi
pembatasan
seluruh warga negara,
Pasal 63 pengaruh asing
dalam tetapi harus ada
ayat (4); pembatasan bagi WNA.
pengelolaan
bidang sosial
Pasal 64 Pasa 63 ayat (1), (4), (7)
budaya;
ayat (7) huruf b sebagai bentuk
huruf b pembatasan nagi warga
negara asing.

Memenuhi indikator.
2 Pasal 5 Adanya aturan Bahwa negara telah
yang jelas memberikan kesempatan
tentang kepada penduduk untuk
peningkatan ikut serta dalam semua
kesempatan bidang penyelenggaraan
dan pemerintahan.
kemampuan
daya olah
dalam dalam
bidang sosial
budaya di
dalam negeri
demi
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 77 Adanya aturan Sudah seharusnya
yang jelas masalah perlindungan
tentang dan pengakuan atas
pembatasan
status hukum atas
hak dan
kewajiban Peristiwa Kependudukan
individu dan tidak diserahkan
korporasi perorangan atau

68
dalam bidang korporasi.
sosial budaya

Memenuhi indikator.
4 Pasal 6 Adanya Dalam undang-ndang
pembagian Administrasi
kewenangan Kependudukan telah
dan pedoman mengatur tentang
hubungan tata pembagian kewenangan
kerja antara dalam mengatur
Pusat dan administrasi
daerah agar kependudukan.
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional

5 Berkelanjutan - -

6 Tidak Keadilan Adanya aturan tidak ada pasal yang


ditemuk yang jelas yang mengatur tentang
an pasal menjamin pola penyelenggaraan
pembangunan pembangunan dalam
yang
bidang sosial bidang adminstrasi
sesuai budaya yang kependudukan.
indikato sesuai dengan
r generasi kini tidak memenuhi
dan akan indikator
datang
7 pasal 7 Adanya aturan menjamin masyarakat
huruf f yang jelas yang berada dalam
tentang lingkup desa tetap dapat
keterlibatan menyelenggarakan
masyarakat urusan adaministrasi
hukum adat, kependudukan.
masyarakat
lokal, memenuhi indikator
perempuan
dan
masyarakat
marginal
lainnya.

8 pasal 8 Demokrasi Adanya aturan Warga Negara sudah


yang seharusnya dilindungi
menjadikan dalam melaksanakan
semangat kehidupannya berbangsa
perlindungan dan bermsyarakat,
rakyat penataan administrasi
yang dilaksanakan
instansi pelaksana secara
nasional merupan salah

69
satu bentuk
perlindungan kepada
masyarakat.

memenuhi indikator

9 Pasal 49 Adanya aturan Pelaksanaan terhadap


ayat (1) yang menjamin pengakuan anak
kebebasan dilakukan berdasarkan
mengeluarkan hukum yang berlaku dan
pendapat, disetujui oleh ibu
kebebasan kandung anak yang
persurat menjadi obyek
kabaran, pengakuan.
kebebasan
berkumpul dan
kebebasan memenuhi indikator
beragama.

10 Pasal Adanya aturan Pelaksanaan


49, yang pengadministrasian
Pasal 64 memberikan kependudukan
pengakuan diharapkan dapat
pada hak memenuhi hak-hak
minoritas administratif penduduk
dalam pelayanan publik
serta harus dapat
memberikan
perlindungan yang
berkenaan dengan
penerbitan dokumen
kependudukan tanpa ada
perlakuan yang
diskriminatif.

memenuhi indikator.
11 Pasal 1 Adanya aturan Dalam menciptakan
angka 1, yang jelas kepemilikan KTP
21; tentang akses Pemerintah sudah
informasi seharusnya memberikan
Pasal 8
publik keamanan dan
huruf f; pengendalian dengan
Pasal 63 sistem informasi yang
ayat (6) dapat diakses oleh
seluruh wrga negara.

memenuhi indikator

70
12 Tidak Adanya aturan tidak ada pasal yang
ditemuk yang menjamin mengatur adanya
an pasal peluang yang peluang bagi setiap orang
sama bagi dapat meliani jalannya
yang
setiap orang proses politik dalam
sesuai untuk pelaksanaan admistrasi
indikato memberikan kependudukan.
r penilaian
terhadap tidak memenuhi
jalannya indikator
proses politik
dan
pemerintahan
secara logis

13 Tidak Adanya aturan tidak ada pasal yang


ditemuk yang jelas mengatur tentang
an pasal tentang partisipasi substantive
partisipasi dalam pelasanaan
yang
substantive administrasi
sesuai masyarakat, kependudukan.
indikato termasuk
r masyarakat tidak memenuhi
adat dan indikator
marginal

14 Pasal 5 Adanya aturan Pemerintah sudah


huruf a; yang menjamin seharusnya melaksankan
Pasal 6 Sistem kerja aspek koordinasi dalam
yang kooperatif pelaksanaan administrasi
huruf a,
dan kolaboratif kependudukan.
e; Pasal
7 huruf memenuhi indikator
a, h;

15 Dalam Kepastian Adanya aturan Untuk mengatasi


konsider Hukum yang jelas permasalahan
an mengenai kependudukan dalam
asas, norma, rangka menuju pelayan
dan kaidah prima, Pemerintah
penyelenggara melakukan peningkatan
an bidang pelayanan administrasi
sosial budaya kependudukan, dengan
yang adil, melakukan kreteria-
serta kreteria : profesional,
dilakukan memenuhin standar
dengan cara teknologi informasi,
terkoordinasi, dinamis, tertib, dan tidak
terpadu, diskriminatif dalam
menampung pencapaian standar
dinamika, pelayanan minimal.
aspirasi dan
peran serta memenuhi indikator
masyarakat,

71
serta
menyelesaikan
konflik;

16 Tidak pembentukan tidak memenuhi


ditemuk aturan indikator
an pasal perundang-
undangandi
yang
bidang
sesuai pendidikan
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific
based)
17 Pasal Adanya aturan Pemerintah telah
102 mengenai meyatakan bahwa semua
huruf c tindakan atas peraturan yang ada,
peraturan- sepanjang tidak
peraturan- bertentangan dengan
peraturan aturan peraturan
yang perundang-undangan ini
bertentangan tetap berlaku.
atau tumpang
tindih di memenuhi indikator
bidang sosial
budaya
18 Tidak Pencegahan Adanya tidak memenuhi
ditemuk Korupi penyataan indikator
an pasal yang jelas
terkait
yang
mekanisme
sesuai pencegahan
indikato korupsi
r (seperti
transparansi
dan
akuntabilitas)
19 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang jelas indikator
an pasal mengenai
pencegahan
yang
korupsi.
sesuai
indikato
r

72
2. PENILAIAN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH

a. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2013 Tentang


Pelaksanaan Upaya-upaya Penanggulangan Fakir Miskin
Melalui Pendekatan Wilayah
Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan
ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011
Tentang Penanggulangan Fakir Miskin.
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1. Pasal 38 NKRI Adanya aturan Dengan mengembangkan


yang jelas budaya lokal setempat
tentang berdasarkan nilai-nilai
pembatasan Pancasila mampu
pengaruh asing membatasi pengaruh
dalam negatif budaya asing.
pengelolaan
bidang sosial Memenuhi indikator
budaya;

2 Pasal 1 Adanya aturan Penanganan fakir miskin


ayat (2) yang jelas melalui kegiatan
tentang pemberdayaan
peningkatan merupakan kesempatan
kesempatan peningkatan kemampuan
dan kapasitas sumber daya
kemampuan manusia dalam
daya olah meningkatkan
dalam dalam kemandirian.
bidang sosial
budaya di Memenuhi indikator
dalam negeri
demi
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 39 Adanya Bedasarkan pasal 39-41
ayat (1) pembagian menunjukan adanya
kewenangan hubungan hiraki
Pasal 40 dan pedoman kewenangan dan
ayat (1) hubungan tata koordinasi tata kerja dari
kerja antara tingkat pusat dan daerah.
Pasal 41 Pusat dan
daerah agar Memenuhi indikator
ayat (1)
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan

73
nasional;

4 Pasal 1 Berkelanjutan Berkelanjutan dalam


ayat (2) pelaksanaan penanganan
fakir miskin mengandung
makna tuntas mandiri
dan terus menerus

Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalam makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.
5 Pasal 25 Keadilan Adanya aturan Berkelanjutan dapat
yang jelas diartikan pembangunan
yang sosial budaya yang terus
menjamin pola menerus dan
pembangunan terregenerasi sampai
bidang sosial pada generasi berikutnya
budaya yang melalui pengembangan
sesuai dengan ekonomi lokal
generasi kini berdasarkanbudaya, dat
dan akan istiadat dan kearifan
datang; lokal

Memenuhi indikator
6 Pasal 25 Adanya Pengembangan ekonomi
aturan yang lokal yang disesuiakan
jelas tentang dengan keadaan budaya
keterlibatan adat istiadat dan kearifan
masyarakat lokal setempat
hukum adat, menunujukan adanya
masyarakat keterlibatan masyarkat
lokal, lokal hukum adat
perempuan
dan Memenuhi indikator
masyarakat
marginal
lainnya.

74
7 Pasal Demokrasi Adanya aturan Penanganan fakir miskin
30 yang memberikan hak kepada
menjadikan rakyat miskin
semangat
mendapatkan
perlindungan
rakyat perlindungan dan
pendayagunaan sumber
daya lokal

Memenuhi indikator

8 Pasal 29 Adanya aturan Masyarakat memiliki hak


yang menjamin untuk membentuk
kebebasan lembaga dalam
mengeluarkan penanganan fakir miskin,
pendapat,kebe melalui organisasi sosial,
basan yayasan, lembaga
persuratkabara swadaya masyarakat,
n, kebebasan dan organisasi
berkumpul dan kemasyarakatan sebagai
kebebasan bentuk kebebasan
beragama berkumpul dan
berpendapat
9 Pasal Adanya aturan Subjek upaya
24) yang penanganan fakir miskin
memberikan diantaranya adat istiadat,
pengakuan korban diskriminasi
pada hak merupakan kelompok
minoritas minoritas ini wujud
pengakuan hak minoritas

Memenuhi indikator
10 Pasal 9 Adanya aturan Pasal 9 (a) menyebutkan
yang jelas secara tegas pemerintah
tentang akses berkewajiban
informasi menyediakan sarana
public prasarana akses
informasi dalam upaya
penanganan fakir miskin

Memenuhi indikator
11 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal peluang yang
sama bagi
yang
setiap orang
sesuai untuk
indikato memberikan
r penilaian
terhadap
jalannya
proses politik
dan
pemerintahan
75
secara logis

12 Pasal 25 Adanya aturan Pengembangan ekonomi


yang jelas berdasarkan kearifan
tentang lokal mengandung arti
partisipasi adanya musywarah
substantive mufakat dalam
masyarakat, pemanfaatan sember
termasuk daya dengan masyrakat
masyarakat lokal setempat
adat dan
marginal Memenuhi indikator
13 Pasal 42 Adanya aturan sinkronisasi dan
yang menjamin keterpaduan program
Sistem kerja dan kegiatan
yang kooperatif antarkementerian/lemba
dan kolaboratif ga dalam upaya
Penanganan Fakir Miskin
merupakan sistem kerja
koorperatif dan
kolaboratif

Memenuhi indikator
14 Pasal 42 Kepastian Adanya aturan Penyelenggaraan
ayat (1), Hukum yang jelas penanganan fakir miskin
(2), (3) mengenai dilaksanakan dalam
asas, norma, bentuk rencana aksi
dan kaidah nasional yang
penyelenggara sebelumnya
an bidang dikoordinasikan dengan
sosial budaya antar kementerian dan
yang adil, lembaga ini memenuhi
serta unsur adil, terkoordinasi,
dilakukan terpadu dan dapat
dengan cara mengurangi konflik
terkoordinasi, karena telah
terpadu, disinkronisasi dalam
menampung keterpaduan program,
dinamika, unsur dinamika peran
aspirasi dan serta masyrakat
peran serta termasuk dalam asas
masyarakat, keadilan dalam undang-
serta undang No/13 tentang
menyelesaikan fakir miskin sebagai
konflik; induk peraturan
pemerintah ini

Memenuhi indikator

76
15 Tidak pembentukan tidak memenuhi
ditemuk aturan indikator
an pasal perundang-
undangandi
yang
bidang
sesuai pendidikan
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific
based)

16 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi


ditemuk mengenai indikator
an pasal tindakan atas
peraturan-
yang
peraturan-
sesuai peraturan
indikato yang
r bertentangan
atau tumpang
tindih di
bidang sosial
budaya
17 Tidak Pencegahan Adanya tidak memenuhi
ditemuk Korupsi penyataan indikator
an pasal yang jelas
terkait
yang
mekanisme
sesuai pencegahan
indikato korupsi
r (seperti
transparansi
dan
akuntabilitas
18 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang jelas indikator
an pasal mengenai
pencegahan
yang
korupsi.
sesuai
indikato
r

b. Peraturan Pemerintah 39 Tahun 2012 Tentang


Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Peraturan
Pemerintah ini merupakan pelaksanaan Pasal 8, Pasal 11,
Pasal 13, Pasal 18, Pasal 35 ayat (3), Pasal 45, dan Pasal
50 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial)
77
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR

1. Pasal 1 NKRI Adanya Kewajiban izin


ayat (11), aturan yang pendaftaran pendirian
jelas tentang dan peloporan bekala
Pasal 59- pembatasan kegiatan lembaga
63, pengaruh kesejahteraan sosial asing
asing dalam dalam pasal 59-63 adalah
Pasal 64 pengelolaan instrumen dalam
bidang sosial mengontrol pengaruh
budaya; asing negatif dalam
penyelenggaraan
kesejahteraan sosial.

Memenuhi indikator
2 Pasal 1 Adanya Hakekatnya
ayat (1), aturan yang penyelengaraan
(5); jelas tentang kesejahteraan sosial
peningkatan adalah meningkatkan
kesempatan daya olah kemandirian
dan melaluia berbagai
Pasal 15- kemampuan program pemberdayaan
daya olah masyrakat miskin menuju
57
dalam dalam sejahtera
bidang sosial
budaya di
dalam negeri
demi Memenuhi indikator
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 51 Adanya Pembagaian hak dan
aturan yang kewajiban dalam hal ini
jelas tentang terjadi antara negara oleh
pembatasan Kementerian Sosial
hak dan sebagai penangungjawab
kewajiban penyelenggaraan
individu dan kesejahteraan social
korporasi dengan pelaku
dalam bidang penyelenggara
sosial budaya Kesejahteraan Sosial,
beberapa pelaku diantara
adalah individu dan
badan usaha (korporasi),
kedudukan individu dan
korporasi adalah sama
disisi negara yaitu sebagai
pelaku dengan demikian
individu dan korporasi
78
memiliki hak dan
kewajiban yang sama
berdasarkan pasal 51
penyelenggaraan
kesejahteraan
socialperorangan dan
badan usaha memiliki
hak berperan seluas-
luasnya dilakukan secara
voluntary.

Memenuhi indikator
4 Pasal 57, Adanya
Pasal 58, pembagian Penyelengaraan
Pasal 61 kewenangan kesejahteraan soisal
dan pedoman dimulai dengan kebijakan
hubungan dari pemerintah pusat
tata kerja diteruskan secara hirarkis
antara Pusat oleh pemerintah daerah
dan daerah sesuai dengan wilayah
agar sejalan kewenangannya
dengan
kebijakan Memenuhi indikator
dan
kepentingan
nasional;
5 Pasal 1 Berkelanjutan Pasal 2 Undang-Undang
ayat (1) No. 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan
Sosial yang dimaksud
dengan “asas
keberlanjutan” adalah
dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sosial
dilaksanakan secara
berkesinambungan,
sehingga tercapai
kemandirian, tentu
makna berkelanjutan
dalam pasal 1(1) tersebut
mengambil dasar makna
dalam “asas
keberlanjutan” tersebut.

Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalam makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
79
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.

6 Pasal 1 Keadilan Adanya Penyelenggaraan


(1) aturan yang Kesejahteraan Sosial
jelas yang adalah upaya yang
menjamin terarah, terpadu, dan
pola berkelanjutan dapat
pembanguna dimaksudan kedalam
n bidang pengertian rencana, kerja
sosial budaya dan evaluasi ini
yang sesuai merupakn elemen
dengan pembangunan
generasi kini menunjukan adanya
dan akan jaminan kepastian
datang; pembangunan untuk
generasi kini dan akan
datang

Memenuhi indikator
7 Pasal 2 Adanya Penyelengaraan sosial
aturan yang ditujukan kelompok
jelas tentang dengan prioritas yang
keterlibatan memiliki kriteria sosial,
masyarakat keterpencilan
hukum adat, diantaranya masyrakat
masyarakat hukum adat,
lokal, diskriminasi dan
perempuan perlindungan tindak
dan kekerasan kepada
masyarakat perempuan dan
marginal kelompok rentan yang
lainnya. temarginalkan

Memenuhi indikator
8 Pasal 3, Demokrasi Adanya Semangat perlindungan
Pasal 28 aturan yang rakyat tercermin dalam
menjadikan lingkup penyelengaraan
semangat kesehjahteraan sosial
perlindungan melalui advokasi sosial,
rakyat bantuan hukum dan
bantuan sosial.

Memenuhi indikator
9 Pasal 51, Adanya Kesempatan berperan
Pasal 52, aturan yang berupa pemikiran,
Pasal 53. menjamin prakarsa dalam suatu
kebebasan lembaga sosial
80
mengeluarka penyelenggaraan
n kesehjahteraan sosial
pendapat,keb membuktikan ada
ebasan kebebasan dalam
persurat berkumpul dan
kabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul Memenuhi indikator
dan
kebebasan
beragama
10 Pasal 2, Adanya Pemberdayaan sosial
Pasal 23 aturan yang ditujukan kepada
memberikan komunitas adat terpencil
pengakuan yang tergolong minoritas,
pada hak ini bukti adanya
minoritas pengakuan terhadap hak
kelompok minoritas.

Memenuhi indikator
11 Pasal 29 Adanya Penyelenggaraan
ayat (2), aturan yang kesehjahteraan sosial
Pasal 31 jelas tentang berdasarkan asas
akses keterbukaan didalam
informasi penjelasannya
public memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan penyelenggaraan
kesejahteraan social,
pasal 31 (d) mengandung
makna tersebut

Memenuhi indikator
12 Pasal 52, Adanya Berdasarkan pasal 53 (a)
aturan yang masyarakat memiliki
Pasal 53 menjamin kesempatan berperan
peluang yang dalam bentuk saran dan
sama bagi pertimbangan
setiap orang Penyelenggaraan
untuk Kesejahteraan Sosial ini
memberikan menjadi sarana penilaian
penilaian jalannya proses politik
terhadap dan pemerintahan logis
jalannya
proses politik Memenuhi indikator
dan
pemerintahan
secara logis.
13 Pasal 53 Adanya Peran masyrakat dalam
(b), Pasal aturan yang bentuk saran dan
23 ayat jelas tentang pertimbangan
partisipasi Penyelenggaraan
substantive Kesejahteraan Sosial
81
(1) masyarakat, Sebagai wujud partispasi
termasuk substantive masyarakat
masyarakat yang nyata termasuk
adat dan masyrakat adat dan
marginal kaum marginal.

Memenuhi indikator
14 Pasal 29 Adanya Koordinasi
ayat (4), aturan yang Penyelenggaraan
menjamin kesejahteraan social
Pasal 54 Sistem kerja dengan Kementerian,
ayat (1), yang Badan Nasional
kooperatif Penanganan Bencana,
Pasal 59
dan masyarakat, lembaga, dan
ayat (6), kolaboratif organisasi merupakan
Pasal 60 bentuk sistem kerja
ayat (2), kooperatif dan kolaboratif
Pasal 79.
Memenuhi indikator
15 Pasal 1 Kepastian Adanya Definisi penyelenggaraan
ayat (1), Hukum aturan yang kesehjahteraan sosial
Pasal 51 jelas dalam pasal 1
mengenai menunjukan suatu
ayat (1),
asas, norma, sistem yang lengkap
Pasal 52. dan kaidah sebagai landasan hukum
penyelenggar normatif ditambah
aan bidang dengan peran mayarakat
sosial budaya dan organisasi sosial
yang adil, mewakili dinamika
serta aspirasi.
dilakukan
dengan cara
terkoordinasi Memenuhi indikator
, terpadu,
menampung
dinamika,
aspirasi dan
peran serta
masyarakat,
serta
menyelesaika
n konflik
16 Tidak ada Pembentuka tidak memenuhi indikator
pasal n aturan
yang perundang-
undangandi
sesuai
bidang sosial
dengan budaya yang
indikotor berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific
based)

82
17 Tidak ada Adanya tidak memenuhi indikator
pasal aturan
yang mengenai
tindakan
sesuai
atas
dengan peraturan-
indikotor peraturan-
peraturan
yang
bertentangan
atau
tumpang
tindih di
bidang sosial
budaya
18 Pasal 78 Pencegahan Adanya Efeisen, efektif,
ayat Korupsi penyataan transparan, dan
(1),(2),(3), yang jelas akuntabel melalui
terkait pelaporan dan evaluasi
Pasal 79.
mekanisme sebagai unsur dari
pencegahan pencegahaan korupsi
korupsi
(seperti
transparansi Memenuhi indikator
dan
akuntabilitas
);
19 Tidak adanya tidak memenuhi indikator
ditemuka aturan yang
n pasal jelas
mengenai
yang
pencegahan
sesuai korupsi
indikator

c. PENILAIAN TERHADAP PERATURAN PRESIDEN

a. Peraturan Presiden No 15 Tahun 2010 tentang Percepatan


Penanggulangan Kemiskinan
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 disusun sebagai
upaya melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan,
perpres ini terdiri dari 27 pasal. Penilaian terhadap
kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas dapat
dilihat pada tabel dibawah :

Pasal Pemenuhan
No. Catatan/Ringkasan
Asas/Prinsip Indikator
1 Pasal 5, 6, Kepastian Adanya aturan Definisi dan substansi
7. Hukum yang jelas dasar Penanggulangan
mengenai asas, kemiskinan yang
norma, dan terkoordinasi dalam
83
kaidah prinsip harmonisasi
penyelenggaraan program pada Pasal 5, 6
bidang sosial dan 7 Perpres
budaya yang Nomor 13 Tahun 2009
adil, serta seharusnya masih
dilakukan digunakan, bahkan
dengan cara ditambahkan satu kategori
terkoordinasi, lagi. Sebab ketiga pasal
terpadu, tersebut memberi batasan
menampung apa yang dimaksud
dinamika, dengan kelompok
aspirasi dan Perlindungan sosial,
peran serta pemberdayaan masyarakat
masyarakat, dan Pemberdayaan usaha
serta mikro dan kecil.
menyelesaikan
konflik.

b. Peraturan Presiden No 166 Tahun 2014 Tentang Program


Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan ini, disusun
sebagai upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi
program percepatan penanggulangan kemiskinan, Peraturan
Presiden ini terdiri dari 8 pasal, penilaian terhadap
kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas dapat
dilihat pada tabel dibawah

Pasal Pemenuhan
No. Catatan/Ringkasan
Asas/Prinsip Indikator
1. Pasal 2 Kepastian Adanya aturan untuk mempercepat
ayat (1) hukum yang jelas penanggulangan
mengenai asas, kemiskinan Pemerintah
norma, dan hanya mendukung
kaidah program perlindungan
penyelenggaraan sosial saja, program-
bidang sosial program yang lain yang
budaya yang seperti program
adil, serta pemberdayaan tidak
dilakukan termasuk yang dianggap
dengan cara mempercepat
terkoordinasi, penanggulangan
terpadu, kemiskinan.
menampung
dinamika, Dengan berlakuknya
aspirasi dan Perpres 166 Tahun 2014
peran serta tetapa memrintahkan
masyarakat, untuk berkoordinasi
serta secara berkala atau
menyelesaiakan insidentil dengan bahasan

84
konflik. yang berbeda, hasilnya
menjadi pedoman bagi
pelaksanaan tugas Tim
Penanggulangan
Kemiskinan Tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota.
2. Pasal Peraturan Presiden ini
2,3,4,5,6,7 menguatkan pencapaian
dan 8 pendistribusian Program
Simpanan Keluarga Sehat,
Program Keluarga Pintar
dan Program Keluarga
Sehat. Tidak memberikan
perlindungan pada aspek
pemberdayaan masyarakat
dan pemberdayaan
ekonomi rakyat.
Koordinasi
penanggulangan
kemiskinan adalah sarana
untuk penegakan hukum
itu sendiri.

85
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN POTENSI
DISHARMONI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Potensi disharmoni pada kelompok kerja penanggulangan


kemiskinan dilakukan terhadap beberapa peraturan perundang-
undangan terkait penanggulangan kemiskinan dengan fokus pada
masalah program dan koordinasi dalam pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan. Pengambilan fokus program dan
koordinasi dengan pertimbangan bahwa selama ini program
penanggulangan kemiskinan tersebar di banyak sektor, untuk itu
apabila program penanggulangan kemiskinan yang tersebar
melalui banyak sektor dikoordinasikan maka implementasinya
akan semakin efisien, efektif dan sinergis. Namun sebaliknya
apabila program penanggulangan kemiskinan tidak
dikoordinasikan maka akan sulit bersinergi, tumpang tindih dan
tidak efisien.
Selanjutnya dilakukan persandingan ketentuan pasal dari
beberapa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
penanggulangan kemiskinan, yaitu:

Undang – Undang :

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan


Sosial;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Fakir Miskin;
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

86
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial;
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahunn 2006 Tentang Admintrasi
Kependudukan.

Peraturan Pemerintah :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 Tentang


Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 Tentang


Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui
Pendekatan Wilayah

Peraturan Presiden :

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010


Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
2. Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

87
A. Persandingan ketentuan mengenai kewenangan penegakan hukum terkait Penanggulangan Kemiskinan
terhadap beberapa UU terkait:
Peraturan Peraturan
Peraturan
Undang-Undang Undang-Undang Pemerintah Nomor Peraturan Presiden Presiden Nomor
Pemerintah Nomor Nomor 15 Tahun
Nomor 11 Tahun Nomor 13 Tahun 63 Tahun 2013 166 Tahun 2014
39 Tahun 2012 2010 Tentang
2009 Tentang 2013 Tentang Tentang Tentang Program
Tentang
Kesejahteraan Penanggulangan Pelaksanaan Upaya Percepatan Percepatan
Penyelenggaraan
Sosial Fakir Miskin Penanggulangan Penanggulangan Penanggulangan
Kesejahteraan Sosial Kemiskinan
Fakir Miskin Kemiskinan

Pasal 24 Pasal 28 Pasal 38 Pasal 59 - 63 Pasal 1 Angka 1 Pasal 2 ayat (1)


(1) Penyelenggara Peningkatan daya (1) Lembaga Penanggulangan Untuk
Dalam tahan budaya lokal Kesejahteraan Sosial Kemiskinan adalah mempercepat
an
pelaksanaan dari pengaruh negatif Asing yang akan kebijakan dan penanggulangan
kesejahteraan penanganan fakir budaya asing menyelenggarakan program pemerintah kemiskinan
sosial menjadi miskin, Pemerintah dilakukan dengan Kesejahteraan Sosial dan pemerintah pemerintah
tanggung bertugas: cara: di daerah yang menetapkan
jawab: a. memberdayakan a. melakukan inovasi Indonesia harus dilakukan secara program
a. Pemerintah; pemangku penampilan budaya berbentuk badan sistematis, perlindungan
dan kepentingan dalam lokal dengan tetap hukum dan terencana, dan sosial meliputi :
penanganan fakir mempertahankan berasal atau bersinergi dengan Program
b. Pemerintah
miskin; karakteristiknya; berkedudukan atau dunia usaha dan Simpanan
daerah. b. memfasilitasi b. memfasilitasi terdaftar di negara masyarakat untuk Keluarga
(2) Tanggung dan penguatan lembaga yang memiliki mengurangi jumlah Sejahtera,
jawab mengoordinasikan kebudayaan lokal; hubungan diplomatik penduduk miskin Indonesia Pintar
penyelenggara pelaksanaan c. memfasilitasi dengan Indonesia. dalam rangka dan Indonesia
an kebijakan dan promosi budaya meningkatkan Sehat
kesejahteraan strategi lokal; derajat
penanganan fakir d. memberikan Pasal 64 kesejahteraan bahwa untuk
sosial
miskin; bantuan untuk Ketentuan lebih lanjut rakyat. mempercepat
sebagaimana c. mengawasi dan pengembangan mengenai izin penanggulangan
dimaksud mengendalikan budaya kreatif lokal; operasional Lembaga Pasal 1 Angka 2 kemiskinan
88
pada ayat (1) pelaksanaan dan/atau Kesejahteraan Sosial Program Pemerintah hanya
huruf kebijakan dan e. penyuluhan nilai- Asing sebagaimana Penanggulangan mendukung
adilaksanaka strategi dalam nilai Pancasila untuk dimaksud dalam Kemiskinan adalah program
penanganan fakir membendung Pasal 59 sampai kegiatan yang perlindungan
n oleh
miskin; pengaruh negatif dengan Pasal 63 dilakukan oleh sosial saja,
Menteri. d. mengevaluasi budaya asing. diatur dengan pemerintah, program-program
(3) Tanggung kebijakan dan Peraturan Menteri. pemerintah daerah, yang lain yang
jawab Dengan dunia usaha, serta lebih mendidik
strategi
penyelenggara mengembangkan Kewajiban izin masyarakat untuk (non charity)
penyelenggaraan budaya lokal pendaftaran pendirian
an meningkatkan seperti program
penanganan fakir setempat dan peloporan bekala kesejahteraan pemberdayaan
kesejahteraan miskin; berdasarkan nilai- kegiatan lembaga masyarakat miskin (secara tersirat)
sosial e. menyusun dan nilai Pancasila kesejahteraan sosial melalui bantuan tidak termasuk
sebagaimana menyediakan basis mampu membatasi asing dalam pasal 59- sosial, yang dianggap
dimaksud data fakir miskin; pengaruh negatif 63 adalah instrumen pemberdayaan mempercepat
pada ayat (1) budaya asing dalam mengontrol masyarakat, penanggulanhan
dan
huruf b pengaruh asing pemberdayaan kemiskinan
f. mengalokasikan Pasal 1 (2) negatif dalam
dilaksanakan: usaha ekonomi
dana yang Penanganan Fakir penyelenggaraan mikro dan kecil, Pasal 2, 3, 4, 5,
a. untuk tingkat memadai dan Miskin adalah upaya kesejahteraan sosial. serta program lain 6, 7 dan 8
provinsi oleh mencukupi dalam yang terarah, dalam rangka
gubernur; Anggaran terpadu, dan Pasal 15-27 meningkatkan
b. untuk tingkat berkelanjutan yang Pemberdayaan Sosial kegiatan ekonomi.
Pendapatan dan
kabupaten/ko dilakukan dimaksudkan untuk:
Belanja Negara Pemerintah,
ta oleh a. memberdayakan
untuk Pemerintah Daerah, seseorang, keluarga,
bupati/waliko penyelenggaraan dan/atau kelompok, dan
ta penanganan fakir masyarakat dalam masyarakat yang
Pasal 25 miskin. bentuk kebijakan, mengalami masalah
Tanggung jawab program dan KesejahteraanSosial
Pasal 29
Pemerintah kegiatan agar mampu
Dalam pemberdayaan,
dalam memenuhi
melaksanakan pendampingan, serta kebutuhannya secara
menyelenggaraka
89
n tugas sebagaimana fasilitasi untuk mandiri.
kesejahteraan dimaksud dalam memenuhi b. meningkatkan
sosial meliputi: Pasal 28 kebutuhan dasar peran serta lembaga
setiap warga negara. dan/atau
a. merumuskan Pemerintah
perseorangan sebagai
kebijakan dan berwenang Penanganan fakir potensi dan sumber
program menetapkan miskin melalui daya dalam
penyelenggaraan kebijakan dan kegiatan Penyelenggaraan
kesejahteraan strategi pemberdayaan Kesejahteraan Sosial.
sosial; penanganan fakir merupakan
kesempatan Hakekatnya
b. menyediakan miskin pada
peningkatan penyelengaraan
akses tingkat nasional. kemampuan kesejahteraan sosial
penyelenggaraan Pasal 30 kapasitas sumber adalah meningkatkan
kesejahteraan (1)Dalam daya manusia dalam daya olah
sosial; pelaksanaan meningkatkan kemandirian melaluia
c. melaksanakan penanganan fakir kemandirian. berbagai program
rehabilitasi miskin, pemerintah pemberdayaan
Pasal 39 (1) Menteri masyrakat miskin
sosial, jaminan daerah provinsi mengoordinasikan menuju sejahtera
sosial, bertugas: pelaksanaan
pemberdayaan a. memberdayakan Penanganan Fakir Pasal 51
sosial, dan pemangku Miskin pada tingkat (1) Masyarakat
perlindungan kepentingan dalam nasional. mempunyai
sosial sesuai penanganan fakir kesempatan yang
Pasal 40 (1) seluas-luasnya untuk
dengan miskin lintas Gubernur berperan dalam
ketentuan kabupaten/kota; mengoordinasikan Penyelenggaraan
peraturan b. memfasilitasi, pelaksanaan Kesejahteraan Sosial.
perundang- mengoordinasi, Penanganan Fakir (2) Peran masyarakat
undangan; serta Miskin pada tingkat dalam
d. memberikan menyosialisasikan provinsi. Penyelenggaraan
bantuan sosial pelaksanaan Kesejahteraan Sosial

90
sebagai stimulan kebijakan dan Pasal 41 (1) dapat dilakukan oleh:
kepada strategi Bupati/walikota a. perseorangan;
masyarakat yang penanganan fakir mengoordinasikan b. keluarga;
pelaksanaan c. organisasi
menyelenggaraka miskin lintas
Penanganan Fakir keagamaan;
n kesejahteraan kabupaten/kota; Miskin pada tingkat d. organisasi sosial
sosial; c. mengawasi dan kabupaten/kota. kemasyarakatan;
e. mendorong mengendalikan e. lembaga swadaya
dan memfasilitasi pelaksanaan Bedasarkan pasal masyarakat;
masyarakat serta kebijakan, strategi, 39-41 menunjukan f. organisasi profesi;
dunia usaha dan program dalam adanya hubungan g. badan usaha;
hirakis kewenangan h. Lembaga
dalam penanganan fakir
dan koordinasi tata Kesejahteran Sosial;
melaksanakan miskin lintas kerja dari tingkat dan
tanggung jawab kabupaten/kota; pusat dan daerah. i. Lembaga
sosialnya; d. mengevaluasi Kesejahteraan Sosial
f. meningkatkan pelaksanaan Pasal 1 (2) Asing.
kapasitas kebijakan, strategi, Penanganan Fakir (3) Peran
kelembagaan dan dan program Miskin adalah upaya sebagaimana
yang terarah, dimaksud pada ayat
sumber penyelenggaraan
terpadu, dan (2)
daya manusia di penanganan fakir berkelanjutan yang dilakukan untuk
bidang miskin lintas dilakukan mendukung
kesejahteraan kabupaten/kota; Pemerintah, keberhasilan
sosial; dan Pemerintah Daerah, Penyelenggaraan
g. menetapkan e. mengalokasikan dan/atau Kesejahteraan Sosial.
masyarakat dalam
standar dana yang Pembagaian hak dan
bentuk kebijakan,
pelayanan, memadai dan program dan kewajiban dalam hal
registrasi, mencukupi dalam kegiatan ini terjadi antara
akreditasi, dan anggaran pemberdayaan, negara oleh
sertifikasi pendapatan dan pendampingan, serta Kementerian Sosial
pelayanan belanja daerah fasilitasi untuk sebagai

91
kesejahteraan untuk memenuhi penangungjawab
sosial; penyelenggaraan kebutuhan dasar penyelenggaraan
h. melaksanakan penanganan fakir setiap warga negara. kesejahteraan social
dengan pelaku
analisis dan audit miskin.
Berkelanjutan dalam penyelenggara
dampak sosial (2) Dalam pelaksanaan Kesejahteraan Sosial,
terhadap melaksanakan penanganan fakir beberapa pelaku
kebijakan dan tugas sebagaimana miskin mengandung diantara adalah
aktivitas dimaksud pada makna tuntas individu dan badan
pembangunan; ayat (1), mandiri dan terus usaha (korporasi),
i. pemerintah daerah menerus. kedudukan individu
dan korporasi adalah
menyelenggaraka provinsi berwenang Catatan: sama disisi negara
n pendidikan dan menetapkan Indikator yaitu sebagai pelaku
penelitian kebijakan, strategi, berkelanjutan masih dengan demikian
kesejahteraan dan program dalam tahap individu dan
sosial; tingkat provinsi pengembangan korporasi memiliki
j. melakukan dalam bentuk termasuk dalam hak dan kewajiban
makna asas yang sama
pembinaan dan rencana
keseimbangan, berdasarkan pasal 51
pengawasan serta penanganan fakir keselarasan dan penyelenggaraan
pemantauan dan miskin di daerah keserasian pada kesejahteraan
evaluasi terhadap dengan pasal 6 Undang- socialperorangan dan
penyelenggaraan berpedoman pada Undang 12 Tahun badan usaha memiliki
kesejahteraan kebijakan, strategi, 2011 dengan hak berperan seluas-
penjelasan bahwa luasnya dilakukan
sosial; dan program
materi muatan harus secara voluntary.
k. nasional. Bagian mengakomodir
mengembangkan Ketiga Pemerintah kepentingan
jaringan kerja Daerah individu,
dan koordinasi Kabupaten/Kota masyarakat, dan
lintas Pasal 31 kepentingan bangsa
pelaku (1) Dalam dan negara.

92
penyelenggaraan penyelenggaraan
kesejahteraan penanganan fakir Pasal 25
sosial tingkat miskin, pemerintah Pengembangan
ekonomi lokal
nasional dan daerah
bertumpu pada
internasional kabupaten/kota pemanfaatan sumber
dalam bertugas: daya alam, budaya,
penyelenggaraan a. memfasilitasi, adat istiadat, dan
kesejahteraan mengoordinasikan, kearifan lokal secara
sosial; dan berkelanjutan.
l. memelihara menyosialisasikan
Berkelanjutan dapat
taman makam pelaksanaan
diartikan
pahlawan dan kebijakan, strategi, pembangunan sosial
makam dan program budaya yang terus
pahlawan penyelenggaraan menerus dan
nasional; penanganan terregenerasi sampai
m. melestarikan kemiskinan, pada generasi
nilai dengan berikutnya melalui
pengembangan
kepahlawanan, memperhatikan
ekonomi lokal
keperintisan, dan kebijakan provinsi berdasarkanbudaya,
kesetiakawanan dan kebijakan dat istiadat dan
sosial; dan nasional; kearifan lokal.
n. b. melaksanakan
mengalokasikan pemberdayaan Pengembangan
ekonomi lokal yang
anggaran untuk pemangku
disesuiakan dengan
penyelenggaraan kepentingan dalam keadaan budaya adat
kesejahteraan penanganan fakir istiadat dan kearifan
sosial dalam miskin pada lokal setempat
Anggaran tingkat menunujukan
Pendapatan kabupaten/kota; adanya keterlibatan

93
dan Belanja c. melaksanakan masyarkat lokal
Negara. pengawasan dan hukum adat.
pengendalian
Pasal 30
Pasal 26 terhadap
Pemeliharaan,
kebijakan, strategi, perlindungan, dan
Wewenang serta program pendayagunaan
Pemerintah dalam penanganan sumber daya lokal
dalam fakir miskin pada dilakukan dengan
penyelenggaraan tingkat cara:
kesejahteraan kabupaten/kota; a. bimbingan sosial
dan/atau pelatihan
sosial meliputi: d. mengevaluasi
untuk kelestarian
a. penetapan kebijakan, strategi, dan pemanfaatan
kebijakan dan dan program pada sumber daya lokal
program tingkat guna mendukung
penyelenggaraan kabupaten/kota; pengembangan
kesejahteraan e. menyediakan ekonomi masyarakat;
sosial selaras sarana dan b. advokasi
pelestarian dan
dengan kebijakan prasarana bagi
pemanfaatan nilai
pembangunan penanganan fakir budaya, sosial, dan
nasional; miskin; ekonomi, serta
b. penetapan f. mengalokasikan sumber daya lokal
standar dana yang cukup lainnya;
pelayanan dan memadai c. fasilitasi
pendaftaran hak
minimum, dalam anggaran
kekayaan intelektual
registrasi, pendapatan dan atas sumber daya
akreditasi, dan belanja daerah lokal; dan/atau
sertifikasi untuk d. membudidayakan
pelayanan menyelenggarakan sumber daya
kesejahteraan penanganan fakir unggulan setempat

94
sosial; miskin. dengan
c. koordinasi (2) Dalam memperhatikan
pelaksanaan melaksanakan kearifan lokal.
program tugas sebagaimana
Penanganan fakir
penyelenggaraan dimaksud pada
miskin memberikan
kesejahteraan ayat (1),
hak kepada rakyat
sosial; pemerintah daerah
miskin mendapatkan
d. pelaksanaan kabupaten/kota
perlindungan dan
kerja sama dalam berwenang
pendayagunaan
penyelenggaraan menetapkan
sumber daya lokal.
kesejahteraan kebijakan, strategi,
sosial dengan dan program Pasal 29 (1)
negara lain, dan tingkat Penguatan
lembaga kabupaten/kota kelembagaan
kesejahteraan dalam bentuk dimaksudkan untuk
sosial, baik rencana memperkuat
kelembagaan
nasional maupun penanganan fakir
masyarakat yang
internasional; miskin di daerah dilakukan dengan
e. pemberian izin dengan cara:
dan pengawasan berpedoman pada a. memberikan
pengumpulan kebijakan, strategi, bimbingan dan/atau
sumbangan dan dan program pelatihan
penyaluran nasional. kepemimpinan dan
manajemen
bantuan sosial;
(3) Pemerintah desa organisasi;
f. pendayagunaan b. membangun
dana yang melaksanakan
jaringan antar
berasal dari penanganan fakir kelembagaan
dunia usaha miskin sesuai masyarakat, dan
dan masyarakat; dengan ketentuan antara kelembagaan

95
g. pemeliharaan peraturan masyarakat dengan
taman makam perundang- pemerintah desa
pahlawan dan undangan. untuk memperkuat
keserasian sosial;
makam
dan/atau
pahlawan c. advokasi
nasional; dan peningkatan peran
h. pelestarian lembaga ekonomi
nilai masyarakat.
kepahlawanan,
keperintisan, dan Masyarakat memiliki
kesetiakawanan hak untuk
sosial. membentuk lembaga
dalam penanganan
fakir miskin, melalui
Pasal 27
organisasi sosial,
Tanggung jawab yayasan, lembaga
pemerintah swadaya masyarakat,
provinsi dalam dan organisasi
menyelenggaraka kemasyarakatan
n kesejahteraan sebagai bentuk
sosial meliputi: kebebasan
berkumpul dan
a.
berpendapat
mengalokasikan
anggaran untuk Pasal 24
penyelenggaraan Upaya Penanganan
kesejahteraan Fakir Miskin di
wilayah
sosial dalam
tertinggal/terpencil
anggaran dilakukan melalui:
pendapatan a. pengembangan
dan belanja ekonomi lokal
96
daerah; bertumpu pada
b. melaksanakan pemanfaatan sumber
penyelenggaraan daya alam, budaya,
adat istiadat, dan
kesejahteraan
kearifan lokal secara
sosial lintas berkelanjutan;
kabupaten/kota, d.keterpencilan;
termasuk e.ketunaan sosial
dekonsentrasi dan penyimpangan
dan perilaku;
tugas f. korban bencana;
dan/atau
pembantuan;
g.korban tindak
c. memberikan kekerasan,
bantuan sosial eksploitasi dan
sebagai stimulan diskriminasi.
kepada
masyarakat yang Subjek upaya
menyelenggaraka penanganan fakir
miskin diantaranya
n kesejahteraan
adat istiadat, korban
sosial; diskriminasi
d. memelihara merupakan
taman makam kelompok minoritas
pahlawan; dan ini wujud pengakuan
e. melestarikan hak minoritas
nilai Pasal 9
kepahlawanan, Peningkatan
keperintisan, dan pembangunan
kesetiakawanan sarana dan
sosial. prasarana dilakukan
dengan cara:

97
Pasal 28 a. membuka akses
Wewenang transportasi,
pemerintah informasi,
komunikasi, dan
provinsi dalam
energi;
penyelenggaraan b. memfasilitasi
kesejahteraan pengembangan
sosial meliputi: jaringan antar
a. penetapan kelompok usaha
kebijakan antardesa, dan
penyelenggaraan antara desa dengan
kota;
kesejahteraan
c. penyediaan sarana
sosial yang dan prasarana
bersifat lintas pelayanan sosial dan
kabupaten/kota pelayanan umum;
selaras d. memfasilitasi
dengan kebijakan pembangunan pasar
pembangunan tradisional; dan/atau
e. penyediaan sarana
nasional di
dan prasarana dasar
bidang permukiman
kesejahteraan perdesaan.
sosial;
b. penetapan Pasal 9 (a)
kebijakan kerja menyebutkan secara
tegas pemerintah
sama dalam
berkewajiban
penyelenggaraan menyediakan sarana
kesejahteraan prasarana akses
sosial dengan informasi dalam
lembaga upaya penanganan
kesejahteraan fakir miskin

98
sosial nasional;
c. pemberian izin Pasal 42
dan pengawasan (1) Upaya
Penanganan Fakir
pengumpulan
Miskin dilaksanakan
sumbangan dan secara terencana,
penyaluran terarah, terukur, dan
bantuan sosial terpadu dengan
sesuai berdasarkan pada
dengan rencana aksi
kewenangannya; nasional Penanganan
Fakir Miskin.
d. koordinasi
(2) Menteri
pelaksanaan
mengoordinasikan
program
penyusunan rencana
penyelenggaraan
aksi nasional
kesejahteraan
sebagaimana
sosial;
dimaksud pada ayat
e. pemeliharaan
(1), bersama
taman makam
menteri/pimpinan
pahlawan; dan
lembaga terkait
f. pelestarian
sesuai tugas dan
nilai
fungsinya.
kepahlawanan,
keperintisan, dan (3) Rencana aksi
kesetiakawanan nasional Penanganan
sosial. Fakir Miskin
Pasal 29 sebagaimana
Tanggung jawab dimaksud pada ayat
(1) merupakan
pemerintah
sinkronisasi dan
kabupaten/kota keterpaduan
99
dalam program dan
menyelenggaraka kegiatan
n kesejahteraan antarkementerian/le
mbaga dalam upaya
sosial meliputi:
Penanganan Fakir
a. Miskin.
mengalokasikan Penyelenggaraan
anggaran untuk penanganan fakir
penyelenggaraan miskin dilaksanakan
kesejahteraan dalam bentuk
sosial dalam rencana aksi
nasional yang
anggaran
sebelumnya
pendapatan dan dikoordinasikan
belanja daerah; dengan antar
b. melaksanakan kementerian dan
penyelenggaraan lembaga ini
kesejahteraan memenuhi unsur
sosial di adil, terkoordinasi,
terpadu dan dapat
wilayahnya/bersi
mengurangi konflik
fat lokal, karena telah
termasuk tugas disinkronisasi dalam
pembantuan; keterpaduan
c. memberikan program, unsur
bantuan sosial dinamika peran serta
masyrakat termasuk
sebagai stimulan
dalam asas keadilan
kepada dalam undang-
masyarakat yang undang No/13
menyelenggaraka tentang fakir miskin
n kesejahteraan sebagai induk
sosial; peraturan

100
d. memelihara pemerintah ini
taman makam
pahlawan; dan
e. melestarikan
nilai
kepahlawanan,
keperintisan, dan
kesetiakawanan
sosial.

Pasal 30
Wewenang
pemerintah
kabupaten/kota
dalam
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial meliputi:
a. penetapan
kebijakan
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial yang
bersifat lokal
selaras dengan
kebijakan
pembangunan
nasional dan
provinsi di bidang
101
kesejahteraan
sosial;
b. koordinasi
pelaksanaan
program
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial di
wilayahnya;
c. pemberian izin
dan pengawasan
pengumpulan
sumbangan dan
penyaluran
bantuan sosial
sesuai
dengan
kewenangannya;
d. pemeliharaan
taman makam
pahlawan; dan
e. pelestarian
nilai
kepahlawanan,
keperintisan, dan
kesetiakawanan
sosial.

Pasal 31
102
Pemerintah dan
pemerintah
daerah
melakukan
koordinasi dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan
pengendalian
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial.

103
B. Analisis
Apabila dirunut mulai dari landasan hukum tertinggi, maka
dasar hukum penanggulangan kemiskinan dapat ditemukan
dalam Pasal 27, 31, 32 dan 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Kelima pasal tersebut mengatur
hak-hak tiap warganegara untuk mendapatkan akses dan layanan
dari negara. Akses terhadap hak atau layanan tersebut antara lain
terkait dengan pekerjaan, penghidupan yang layak, kemerdekaan
berserikat, mengutarakan pendapat, pendidikan, perekonomian
dan kemakmuran rakyat. Selengkapnya bunyi klausul tersebut
adalah :
a. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
b. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
c. Pasal 31 ayat (1) mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Sedangkan ayat (2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur denagn undang-undang.
d. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Ayat (2) mengatur tentang cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasi oleh negara. Sedangkan ayat (3) menyebutkan bahwa
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.

104
e. Pasal 34 menyebutkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara.
Kemudian peraturan dibawah Undang-undang mengatur
tentang tata cara pelaksanaan penanggulangan kemiskinan
sebagai implementasi amanah 5 Pasal penting tentang
kesejahteraan sosial dalam UUD 1945 tersebut, adalah peraturan
pemerintah sampai peraturan presiden. Pelaksanaanya melalui
program-program yang dikoordinasikan oleh Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau yang sering disebut
dengan TNP2K di tingkat pusat dan TKPKD di tingkat Provinsi
maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Untuk meningkatkan
koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan
dari Peraturan Prsiden Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan. Dalam Peraturan Presiden tersebut
diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang
keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia
usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Tim tersebut mengkoordisir pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan secara horizontal maupun vertikal.

Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 Tentang


Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten/Kota bertugas melakukan koordinasi penanggulangan
kemiskinan di daerah masing-masing sekaligus mengendalikan
pelaksanaan kebijaksan dan program penanggulangan
kemiskinan. Koordinasi kemiskinan adalah sarana untuk
105
penegakan hukum itu sendiri, semakin terkoordinasi
penanggulangan kemiskinan antar sektor maka semakin efektif
dantepat sasaran. Efektifitas dan ketepatan sasaran adalah target
dari penegakan hukum penanggulangan kemiskinan. Semakin
efektif dan tepat sasaran maka penanggulangan kemiskinan
makin sesuai dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial.
Koordinasi berimplikasi pada kebijakan yang dirumuskan terkait
penanggulangan kemiskinan. Apabila program penanggulangan
kemiskinan yang tersebar melalui banyak sektor dikoordinasikan
maka implementasinya akan semakin efisien dan sinergis. Namun
sebaliknya apabila program penanggulangan kemiskinan tidak
dikoordinasikan maka akan sulit bersinergi, tumpang tindih dan
tidak efisien.

106
BAB V
ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN EFEKTIVITAS
IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus


mempunyai kejelasan tujuan yang hendak dicapai serta
berdayaguna dan berhasilguna sebagaimana dimaksud dalam asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang
tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
Demikian halnya pada saat evaluasi peraturan perundang-
undangan. Evaluasi atau Penilaian ini perlu dilakukan untuk
melihat sejauh mana manfaat dari pembentukan suatu peraturan
perundang-undangan terkait penanggulangan kemiskinan sesuai
dengan yang diharapkan. Penilaian ini perlu didukung dengan
data empiris yang terkait dengan implementasi peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penanggulangan
kemiskinan.
Data empiris dalam kegiatan analisis dan evaluasi hukum
diperoleh dari beberapa kegiatan yaitu Rapat dengan Narasumber
yang memiliki keahlian terkait bidang penanggulangan
kemiskinan, diskusi publik terkait penanggulangan kemiskinan
dan Focus Group Discussion. Analisis dan Evaluasi
penanggulangan kemiskinan dengan penjabaran sebagai berikut:

TABEL EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PERATURAN


PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PENANGGULANGAN
KEMISKINAN
PERATURAN PERUNDANG-
NO PERMASALAHAN IMPLEMENTASI
UNDANGAN

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun Subtansi Pasal 4 Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2009 ini harus
menjadi acuan dalam
107
2009 Tentang Kesejahteraan Sosial pembangunan disemua sektor,
sehingga semua sektor berorientasi
Pasal 4 : Negara bertanggung jawab pada kesejahteraan rakyat,
atas penyelenggaraan kesejahteraan terutama bagi sasaran warga
sosial. miskin.

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun Pasal 5 dan Pasal 6 merupakan


2009 Tentang Kesejahteraan Sosial landasan yuridis program
Pasal 5 ayat (1) : Penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan yang
kesejahteraan sosial ditujukan harus difungsikan sebagai klausal
kepada : payung penyelenggaraan program.
a. perseorangan;
b. keluarga;
c. kelompok; dan/atau Kedua pasal tersebut
d. masyarakat. mengidentifikasi kelompok sasaran
(2) Penyelenggaraan kesejahteraan program peningkatan
sosial diprioritaskan kepada mereka kesejahteraan dan atau program
yang memiliki kehidupan yang tidak penanggulangan kemiskinan yang
layak secara kemanusiaan dan apabila penanggulangan
memiliki kriteria masalah sosial : kemiskinan masih menggunakan
pola terdahulu yang membagi ke
a. kemiskinan;
dalam 4 klaster maka Pasal 5 Pasal
b. ketelantaran;
dan Pasal 6 adalah landasan
c. kecacatan;
yuridis bagi Peraturan Presiden
d. keterpencilan;
Nomor 15 Tahun 2010 yang
e. ketunaan sosial dan
mengkoordinasikan upaya
penyimpangan perilaku;
penanggulangan kemiskinan.
f. korban bencana; dan/atau
g. korban tindak kekerasan,
eksploitasi dan diskriminasi.

Pasal 6 : Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi :
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
d. perlindungan sosial.
3. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun Ketentuan Pasal 5 ini layak untuk
2010 Tentang Percepatan dipertahankan.
Penanggulangan Kemiskinan. Koordinasi penanggulangan
kemiskinan adalah sarana untuk
pasal 5 : Program percepatan penegakan hukum itu sendiri.
penanggulangan kemiskinan terdiri Semakin terkoordinasi
dari 4 kelompok : penanggulangan kemiskinan antar
sektor, maka semakin efektif dan
1. program bantuan sosial terpadu tepat sasaran.
berbasis keluarga, bertujuan
untuk melakukan pemenuhan Efektifitas dan ketepatan sasaran
hak dasar, pengurangan beban tersebut adalah target dari
hidup, dan perbaikan kualitas penegakan hukum
hidup masyarakat miskin; penanggulangan kemiskinan.
Semakin efektif dan tepat sasaran
108
2. program penanggulangan maka penanggulangan kemiskinan
kemiskinan berbasis makin sesuai dengan tujunnya
pemberdayaan masyarakat, untuk meningkatkan
bertujuan untuk kesejahteraan sosial, mengurangi
mengembangkan potensi dn laju angka kemiskinan,
memperkuat kapasitas meningkatkan IPM dan
masyarakat miskin untuk mengurangi laju indik Gini.
terlibat dalam pembangunan
yang didasarkan pada prinsip-
prinsip pemberdayaan
masyarakat;

3. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi
mikro dan kecil, bertujuan
untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku
usaha;

4. program-program lainnya yang


baik secara langsung ataupun
tidak langsung dapat
meningkatkan kegiatan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat
miskin.

4. Peraturan Presiden Nomor 166 Koordinasi intensif ada pada


Tahun 2014 Tentang Program progrs dan capaian kartu-kartu,
Percepatan Penanggulangan baik itu Kartu Indonesia Sehat
Kemiskinan (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar
(KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera
Pasal 4 ayat (1) : dalam pelaksanaan (KKS), hal ini tidak menunjang
program perlindungan sosial penanggulangan kemiskinan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal secara komprehensif karena aspek
2 Pemerintah menerbitkan kartu pemberdayaan tidak mendapat
identitas bagi penerima program dukungan.
perlindungan sosial.

(2) Kartu identitas sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. Kartu Keluarga Sejahtera untuk
penerima Program Simpanan
Keluarga Sejahtera;
b. Kartu Indonesia Pintar untuk
penerima Program Indonesia
Pinter;
c. Kartu Indonesia Sehat untuk
penerima Program Indonesia
Sehat.

5. Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun dipertahankan karena hanya


2015 Tentang Perubahan ats memuat pergantian struktur
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun TNP2K berdasarkan nomenklatur
109
2010 Tentang Penanggulangan Kementerian.
Kemiskinan

Seluruh pasal

110
BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN
1. Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan membutuhkan
landasan yuridis yang menjamin kepastian hukum.
Landasan yuridis penanggulangan kemiskinan secara
substansi, struktur dan kultur harus saling menunjang
sebagai satu kesatuan sistem hukum. Untuk percepatan
penanggulangan kemiskinan Pemerintah menetapkan
program perlindungan sosial yang terdiri dari : Program
Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia
Pinter (PIP), Program Indonesia Sehat (PIS).
2. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya perlindungan
sosial yang mengutamakan program charity kepada
masyarakat kelompok sasaran terbawah (sangat miskin).
Pada pemerintahan yang lalu masyarakat miskin sebagai
kelompok sasaran dibagi menjadi rentan (hampir) miskin,
kelompok miskin (berada digaris kemiskinan), dan sangat
miskin (dibawah garis kemiskinan). Sehingga seluruh
sasaran kelompok harus terkoordinasi dalam seluruh
sasaran program penanggulangan kemiskinan.
3. Implikasi dari tidak terkoordinasi penanggulangan
kemiskinan, masing-masing sektor erjalan sendiri,
harmonisasi dan sinergi penanggulangan kemiskinan
terhambat. Laju penurunan angka kemiskinan melambat
dan laju kenaikan Indek Pembangunan Manusia melambat,
sementara target pembangunan ditentukan oleh IPM yang
dicapai.
4. Struktur pelaksanaan koordinasi penanggulangan
kemiskinan adalah Tim Nasional Percepatan

111
Penanggulangan Kemiskinan dan Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD. Namun
kewenangan mereka pasca berlakunya Peraturan Presiden
Nomor 166 Tahun 2014 tidak lagi efektif. Kalupun ada
koordinasi tidak berjalan secara resmi, koordinasi hanya
pada progres dan capaian kartu-kartu, baik itu Kartu
Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan
Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 166
Tahun 2014. Terkait dengan pemahaman, kepatuhan, akses
informasi, penegakan, partisipasi masyarakat, serta etika
pelayanan kepada masyarakat, memperlihatkan bahwa
pelaksanaan penanggulangan kemiskinan tidak lagi berjalan
secara terkoordinasi. Ketiadaan koordinasi dengan program
lain dapat mengakibatkan tumpang tindih penerima
manfaat dan kurang sinerginya penanganan.

B. REKOMENDASI UMUM
1. Koordinasi dalam penanggulangan kemiskinan mutlak
diperlukan agar sinergi kebijakan dan peran para pemangku
kepentingan (stakeholders) tetap berkesinambungan.
Regulasi yang menunjang koordinasi dipertahankan seperti
pasal-pasal tertentu dalam Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2009 sehingga dapat dipindahkan ke Peraturan
Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
2. Regulasi yang menunjang koordinasi dipertahankan seperti
pasal-pasal tertentu dalam Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 Tentang percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Praturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014

112
Tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
sebaiknya dicabut. Sebab selain kontraproduktif juga hanya
menunjang program charity saja. Selengkapnya termuat
dalam tabel sbb :

113
C. Rekomendasi Khusus
Rekomendasi ini dilakukan berdasarkan analisis sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, Bab IV, dan Bab V.
Rekomendasi ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Rekomendasi Pasal
NO UU Pasal Rekomendasi Umum
Revisi Cabut Tetap
1 Undang-Undang Pasal 4 : v Substansi Pasal 4 Undang-Undang Nomor
Republik Negara bertanggungjawab 11 Tahun 2009 harus menjadi acuan dalam
Indonesia Nomor atas penyelenggaraan sosial. pembangunan di semua sektor. Sehingga
11 Tahun 2009 semua sektor berorientasi pada
Tentang kesejahteraan rakyat, terutama bagi
Kesejahteraan sasaran warga miskin.
Sosial
2 Undang-Undang Pasal 5 v Pasal 5 dan Pasal 6 merupakan landasan
Republik (1) Penyelenggaraan yuridis program penanggulangan
Indonesia Nomor kesejahteraan sosial kemiskinan yang harus difungsikan sebagai
11 Tahun 2009 ditujukan kepada: klausul payung penyelenggaraan program.
Tentang a. perseorangan;
Kesejahteraan b. keluarga; Kedua pasal tersebut mengidentifikasi
Sosial c. kelompok; dan/atau kelompok sasaran program peningkatan
d. masyarakat. kesejahteraan dan atau program
penanggulangan kemiskinan yang. Apabila
(2) Penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan masih
kesejahteraan sosial menggunakan pola terdahulu yang
diprioritaskan kepada membagi ke dalam 4 kluster maka Pasal 5
mereka yang memiliki dan pasal 6 adalah landasan Yuridis bagi
kehidupan yang tidak layak Perpres no 13 Tahun 2009 dan Perpres no
secara kemanusiaan dan 15 Tahun 2010 yang mengkoordinasikan
memiliki kriteria masalah upaya penanggulangan kemiskinan

114
sosial:
a. kemiskinan;
b. ketelantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku;
f. korban bencana;
dan/atau
g. korban tindak kekerasan,
eksploitasi dan
diskriminalisasi.
3 Pasal 6 v
Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
meliputi:
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
perlindungan sosial.

4 Peraturan Pasal 5 v Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 15


Presiden Program Percepatan Tahun 2010 Tentang Koordinasi
Nomor 15 Tahun Penanggulangan kemiskinan Penanggulangan Kemiskinan ini telah
2010 Tentang dibagi menjadi 3 : mengakomodasi klasifikasi kelompok
Koordinasi 1. Kelompok program program lebih luas, sehingga semakin
Penanggulangan bantuan sosial terpadu memiliki pengertian yang lebih
Kemiskinan berbasis keluarga komprehensif terkait pola koordinasi dalam
bertujuan untuk penanggulangan kemiskinan
melakukan pemenuhan
hak dasar, pengurangan
beban hidup, serta
perbaikan kualitas hidup

115
masyarakat miskin;
2. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan
masyarakat, bertujuan
untuk mengembangkan
potensi dan memperkuat
kapasitas masyarakat
miskin untuk terlibat
dalam pembangunan yang
didasarkan pada prinsip-
prinsip pemberdayaan
masyarakat;

3. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil,
bertujuan untuk
memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi
pelaku usaha berskala
mikro dan kecil ;

4. program-program lainnya
yang baik secara langsung
ataupun tidak langsung
dapat meningkatkan
kegiatan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat
miskin.

116
5 Peraturan v Substansi dasar Penanggulangan
Presiden Nomor kemiskinan terkoordinasi dalam prinsip
166 Tahun 2014 harmonisasi program pada Pasal 5, 6 dan 7
Tentang Program Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
Percepatan seharusnya masih digunakan, bahkan
Penanggulangan ditambahkan satu kategori lagi untuk
Kemiskinan. dimasukkan ke Pasal 5;

Substansi Pasal 5, 6 dan 7 Pada Peraturan


Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
tidak tercantum lagi dalam Peraturan
Presiden Nomor 166 Tahun 2014, bahkan
direduksi oleh Pasal 2 hanya tinggal
program-program perlindungan sosial.

Peraturan v Dipertahankan karena hanya memuat


Presiden pergantian struktur Tim Nasional
Nomor 96 Tahun Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
2015 Tentang berdasarkan nomenklatur Kementerian.
Perubahan atas
Peraturan
Presiden Nomor
15 Tahun 2010
Tentang
Koordinasi
Penanggulangan
Kemiskinan

117
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.


2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial.
3. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014.
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2015-2019.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nom or 13 Tahun
2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia N0mor 15 Tahun
2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 166 Tahun
2014 Tentang Program Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun
2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 Tentang Percepatan Penngulangan Kemiskinan.
9. Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum,
Granit, Jakarta, 2010.
10. Amiruddin, pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2012.
11. Handoko, T. Hani, Manajemen Sumber Daya Manusia.
BPEE Yogyakarta. 2003.
12. Hasibuan, Melayu, Manajemen Sumber Daya Manusia.
Bumi Aksara, Jakarta 2007.

118
13. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka
Jakarta, 2006.
14. Kadir Ruslan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Metode
Baru, yang Terbaik dan yang Tercepat? Kompasiana 8 Nov
2015.
15. Luhur Fajar Martha, Memaknai Indeks Pembangunan
Manusia yang Baru, Litbang Kompas, 9 September 2015,
16. Turiman Fachturahman Nur, Memahamni Konsep
Koordinasi Dalam Pemerintahan Daerah; 2012.
17.Tomy Risqi, et al, Konsep Kebijakan Penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan
Rencana Kegiatan Pembangunan (RKP) Desa, Kementerian
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2015.
18. Tomy Risqi et al, Konsep Kebijakan Pembangunan Desa :
Aspek Perencanaan, Pengangguran dan Pengelolaan
APBDesa, Kementerian Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, 2015.
19.www.tnp2k.go.id situs Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
20.www.bps.go.id situs Badan Pusat Statistik (BPS)

119

Anda mungkin juga menyukai