PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................... 1
B. Identifikasi Masalah........................................ 5
C. Tujuan Kegiatan............................................. 6
D. Ruang Lingkup Kegiatan................................. 7
E. Kerangka Konsepsional................................... 8
F. Metode Analisis dan Evaluasi Hukum............. 10
G. Sistematika Penulisan.................................... 15
H. Keanggotaan................................................... 16
I. Jadwal Kegiatan............................................. 16
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan.................................................... 111
B. Rekomendasi Umum...................................... 112
C. Rekomendasi Khusus..................................... 114
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sumber : BPS, Susenas dan Vivi Alatas (Perhitungan Bank Dunia, 2014)
1
dan Jusuf Kalla. Sembilan agenda tersebut dijabarkan dalam
strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2015-2019
yang terdiri dari empat bagian utama yakni: (1) norma
pembangunan; (2) tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi perlu
agar pembangunan dapat berlangsung; serta (4) program-program
quick wins. Tiga dimensi pembangunan dan kondisi perlu dari
strategi pembangunan memuat sektor-sektor yang menjadi
prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang selanjutnya
dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2016. Dua dimensi
yang paling berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan adalah
dimensi Pembangunan Manusia dan dimensi Pemerataan dan
Kewilayahan.
Keterkaitan Nawa Cita dengan pembangunan pada dimensi
Pembangunan Manusia diprioritaskan pada sektor pendidikan
dengan melaksanakan Program Indonesia Pintar; sektor kesehatan
dengan melaksanakan Program Indonesia Sehat; perumahan
rakyat; melaksanakan revolusi karakter bangsa; memperteguh
kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia; dan
melaksanakan revolusi mental. Program-program pembangunan
dalam dimensi ini adalah penjabaran dari cita kelima yaitu
meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, cita kedelapan
yaitu melakukan revolusi kharakter bangsa, dan cita kesembilan
yaitu memperteguh kebhinekaan dan restorasi sosial Indonesia
dari Nawacita RPJMN 2015-2019.
Selain itu penanggulangan kemiskinan juga berkaitan dengan
dimensi Pembangunan, Pemerataan dan Kewilayahan dengan
prioritas pada upaya pemerataan antar kelompok pendapatan,
pengurangan kesenjangan pembangunan antarwilayah. Program-
program pembangunan dalam dimensi ini merupakan penjabaran
dari Cita Ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran
2
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka
negara kesatuan, Cita Kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia, dan Cita Keenam yaitu meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional. Dalam
dimensi ini penanggulangan kemiskinan bermaksud
meminimalkan kesenjangan pembangunan antar kelompok
pendapatan dan antar daerah.
Dimensi pembangunan, nawacita dan penanggulangan
kemiskinan terkait secara implisit. Namun program
penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN tidak disebutkan
secara eksplisit. Hal ini menunjukan bahwa penanggulangan
kemiskinan adalah bagian dari target keseluruhan program
pembangunan di semua bidang yang tidak perlu disebutkan
tersirat. Adapun prioritas dimensi program unggulan dalam
RPJMN 2015-2019 dan RKP 2016 adalah pembangunan
infrastruktur, meliputi kedaulatan pangan, ketenagalistrikan,
industri, ilmu pengetahuan dan teknologi, pariwisata, dan
kemaritiman. Koordinasi program penanggulangan kemiskinan
sebagaimana dijalankan oleh pemerintahan terdahulu tergantikan
oleh pembangunan infrastruktur yang ditujukan untuk menopang
pertumbuhan ekonomi. Implikasi dari tidak masuknya
penanggulangan kemiskinan secara spesifik dalam program
nasional adalah melambatnya penurunan angka kemiskinan.
Pelambatan ini dikawatirkan semakin parah jika penanggulangan
kemiskinan tidak diletakkan sebagai prioritas yang harus
dipercepat penanganannya.
Seperti diketahui, program Pemerintahan Jokowi-JK selama
tahun 2015 difokuskan kepada pembangunan infrastruktur dan
pertanian. Bahkan dalam 5 tahun kedepan akan membangun 49
waduk yang dibangun secara bertahap, 13 diantaranya
3
direalisasikan di tahun 2015. Di segi infrastruktur pembangunan
jalan tol dan pelabuhan menjadi prioritas. Pembangunan
infrastruktur skala makro akan efektif dan memiliki life time lebih
panjang jika melibatkan masyarakat setempat untuk
pemeliharaan dan pemanfaatan. Demikian juga infrastruktur-
infrastruktur skala mikro untuk kepentingan penanggulangan
kemiskinan akan berfungsi efektif jika dikawal oleh lembaga
masyarakat.
Pada era pemerintahan presiden SBY-Boediono, untuk
meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan,
pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun
2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang
merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2009 Tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.
Perbaikan kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan telah
dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K). Perbaikan-perbaikan tersebut mencakup pengembangan
Basis Data Terpadu sebagai upaya perbaikan menyasar program-
program berbasis rumah tangga dan individu. Perbaikan juga
dilakukan pada desain program mekanisme distribusi dari
masing-masing program.
Menurut TNP2K tren penurunan angka kemiskinan terputus
saat Indonesia dihantam krisis keuangan Asia 1997-1998. Mulai
awal tahun 2000, tren penurunan tingkat kemiskinan mulai
kembali lagi namun dengan penurunan yang melambat
dibandingkan dengan periode pra krisis 1997-1998. Perlambatan
penurunan tingkat kemiskinan ini terus berlanjut hingga awal
dumulainya periode pemerintahan SBY-Boediono pada tahun 2009
seperti ditunjukan pada Gambar 1.
4
Gambar 1
Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin Nasional 1976-1915
B. Identifikasi Masalah
5
penanggulangan kemiskinan. Adapun permasalahan dalam
kegiatan ini adalah:
C. Tujuan Kegiatan
Analisis dan evaluasi hukum dalam rangka penanggulangan
kemiskinan ini bertujuan untuk :
1. Untuk menilai kesesuaian prinsip NKRI, Berkelanjutan,
Keadilan, Demokrasi, Kepastian Hukum dan Pencegahan
Korupsi serta indikatornya terhadap peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan.
2. Untuk menganalisis dan evaluasi peraturan perundang-
undangan yang berpotensi disharmoni/tumpang tindih
terkait penanggulangan kemiskinan dengan 4 (empat) aspek
kewenangan pemerintah, hak dan kewajiban, perlindungan
dan penegakan hukum.
6
3. Untuk menganalisis persoalan di lapangan yaitu mengenai
kendala dan/atau efektifitas penerapan peraturan terkait
perundang-undangan Penanggulangan Kemiskinan.
4. Untuk memberikan rekomendasi terhadap peraturan
perundang-undangan terkait penanggulangan kemiskinan.
7
2. Jenis Peraturan Pemerintah
1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
(Peraturan Pelaksana Pasal 8, 11, 12, 18, 35, 45 dan 50
Undang-Undang Nomor 11 Nomor 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial)
2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2013 Tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin
Melalui Pendekatan Wilayah (Peraturan Pelaksana Pasal 26
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Fakir
Miskin).
3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2015 Tentang Tata Cara Pengumpulan Dan Penggunaan
Sumbangan Masyarakat Bagi Penanganan Fakir Miskin
(Peraturan Pelaksana Pasal 37 UU ttg Fakir Miskin)
E. Kerangka Konsepsional
Untuk menghindari multitafsir atas istilah kemiskinan yang
digunakan dalam analisis dan evaluasi ini, maka dibuat dalam
kerangka konsepsional. Pengertian kemiskinan secara harfiah,
8
berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-benda
(Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas,
kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidak
mampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok
sehingga kondisi rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial
yang lain.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi
kekurangan sandang, pangan, dan papan. Akan tetapi,
kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya
dan asset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan
hidup, antara lain: ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan
modal.
Badan Pusat Statistik mendefinisikan garis kemiskinan dari
besarnya nilai rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimum seperti makanan dan nonmakanan
yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap berada pada
kehidupan yang layak. Penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan
dikatagorikan sebagai penduduk miskin. Garis kemiskinan
makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum
makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per
hari.2 konsumsi setara dengan 2.100 kalori per hari ditambah
kebutuhan pokok lainnya seperti sandang pangan, perumahan,
kesehatan.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan,
pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi
tiga pengertian, yaitu :
2
Badan Pusat Statistik, Penghitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia, 2015.
9
1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke
dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya
berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu : pangan,
sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
2. Kemiskinan Relative. Seseorang yang tergolong miskin
relative sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan
tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
3. Kemiskinan kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya
sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
10
Mahkamah Konstitusi serta dokumen hukum lainnya yang
berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti risalah sidang, dokumen
penyusunan peraturan yang terkait dengan penelitian dan hasil-
hasil penelitian, kajian, jurnal dan hasil pembahasan dalam
berbagai media.
3. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah kamus dan
ansiklopedi untuk membantu memberikan keterangan
tambahan data dalam rangka melakukan analisis dan evaluasi
hukum.
Metode yuridis normatif ini dilengkapi dengan fokus group
discussion, rapat dengan narasumber, juga telah dilakukan
diskusi publik di Palu Sulawesi Tengah dalam rangka
mempertajam analisis. Instrumen analisis dan evaluasi empiris
berupa matrik masalah-masalah yang terkait dengan
penanggulangan kemiskinan. Analisis dan evaluasi hukum ini
menggunakan beberapa dimensi penilaian, yaitu penilaian
berdasarkan kesesuaian ketentuan pasal terhadap asas/prinsip;
penilaian terhadap potensi disharmoni baik antara peraturan
perundang-undangan, maupun antarpasal dalam suatu peraturan
perundang-undangan; dan penilaian berdasarkan efektivitas
implementasi perturan perundang-undangan. Penggunaan
penilaian ketiga dimensi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Penilaian berdasarkan kesesuaian antara Norma dengan Prinsip
dan Indikator Analisis dan Evaluasi
Penilaian ini dilakukan untuk memastikan bahwa norma atau
ketentuan peraturan perundang-undangan yang akan dianalisis
dan dievaluasi sudah sesuai dengan prinsip dan indikator yang
11
ditentukan. Sedangkan prinsip dan indikator yang dipilih dalam
analisis dan evaluasi ini adalah :
a. Indikator dalam Prinsip NKRI
1. Adanya aturan yang jelas tentang pembatasan pengaruh
asing dalam pengelolaan bidang sosial budaya;
2. Adanya aturan yang jelas tentang peningkatan
kesempatan dan kemampuan daya olah dalam bidang
sosial budaya di dalam negeri demi peningkatan
kesejahteraan dan kemandirian bangsa;
3. Adanya aturan yang jelas tentang pembatasan hak dan
kewajiban individu dan korporasi dalam bidang sosial
budaya;
4. Adanya pembagian kewenangan dan pedoman hubungan
tata kerja antara Pusat dan daerah agar sejalan dengan
kebijakan dan kepentingan nasional.
b. Indikator dalam Prinsip Keadilan
1. Adanya aturan yang jelas yang menjamin pola
pembangunan bidang sosial budaya yang sesuai dengan
generasi kini dan akan datang;
2. Adanya aturan yang jelas tentang keterlibatan mayarakat
hukum adat, masyarakat lokal, perempuan dan
masyarakat marginal lainnya.
c. Indikator dalam Prinsip Demikrasi
1. Adanya aturan yang menjadikan semangat perlindungan
rakyat;
2. Adanya aturan yang menjamin kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan
berkumpul dan kebebasan beragama;
3. Adanya aturan yang memberikan pengakuan pada hak
minoritas;
12
4. Adanya aturan yang jelas tentang akses informasi publik;
5. Adannya aturan yang menjamin peluang yang sama bagi
setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap
jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis;
6. Adanya aturan yang jelas tentang partisipasi substantiv
masyarakat, termasuk masyarakat adat dan marginal;
7. Adanya aturan yang menjamin sistem kerja yang
kooperatif dan kolaboratif.
d. Indikator dalam Prinsip Kepastian Hukum
1. Adanya aturan yang jelas mengenai asas, norma, dan
kaidah penyelengaraan bidang sosial budaya yang adil
serta dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu,
menampung dinamika, aspirasi dan peran serta
masyarakat, serta menyelesaikan konflik;
2. Pembentukan aturan perundang-undangan di bidang
sosial budaya yang berdasarkan kajian ilmiah (scientific
based);
3. Adanya aturan mengenai tindakan atas peraturan
perundang-undangan yang bertentangan atau tumpang
tindih di bidang sosial budaya.
e. Indikator dalam Prinsip Pencegahan Korupsi
1. Adanya pernyataan yang jelas terkait mekanisme
pencegahan korupsi (seperti transparansi dan
akuntabilitas);
2. Aturan yang jelas mengenai pencegahan korupsi.
13
Kewenangan; 2. Hak dan kewajiban; 3. Perlindungan, dan 4.
Penegakan hukum.
14
kewenangan antar sektor pemerintahan, hak dan kewajiban
antar pemangku kepentingan (stakeholder), perlindungan, dan
penegkan hukum;
4. Melakukan analisis dan penilaian terhadap efektivitas
Implementasi peraturan perundang-undangan berdasarkan
temuan normative dan empiris terkait penanggulangan
kemiskinan;
5. Penyusunan simpulan dan rekomendasi.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka
Penanggulangan Kemiskinan ini meliputi :
1. Bab I adalah Pendahuluan, menguraikan tentang latar
belakang masalah, pemilihan isu aktual disertai data awal
permasalahan yang dihadapi. Selain itu, didalam
pendahuluan berisikan tujuan dan kegunaan kegiatan,
kerangka konsepsional, metode serta sistimatika penulisan.
2. Bab II adalah Politik Hukum Penanggulangan Kemiskinan,
menguraikan tentang kebijakan pemerintah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan melalui berbagai kebijakan
yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
3. Bab III adalah Penilaian Norma Peraturan Perundang-
undangan terhadap Kesesuaian Asas-asas/Prinsip-prinsip.
Bab ini akan menguraikan kesesuaian ketentuan pasal-
pasal dengan indikator yang ada dalam suatu peraturan
perundang-undangan terkait Penanggulangan Kemiskinan
4. Bab IV mengenai Analisis dan Evaluasi berdasarkan potensi
disharmoni peraturan perundang-undangan. Bab ini akan
menguraikan analisis dan evaluasi berdasarkan potensi
15
disharmoni, baik antar pasal maupun antar peraturan
perundang-undangan.
5. Bab V mengenai Analisis dan Evaluasi Berdasarkan
Efektifitas Implementasi Peraturan Perundang-undangan.
Bab ini menguraikan analisis dan evaluasi efektifitas
peraturan perundang-undangan terkait penanggulangan
kemiskinan.
6. Bab VI Penutup, mengenai simpulan dan saran dari analisis
dan evaluasi. rekomendasi terdiri dari rekomendasi umum
yang berisi saran terkait dengan substansi hukum, struktur
hukum atupun budaya hukum, sedangkan rekomendasi
khusus berisi saran terhadap ketentuan pasal perpasal yang
bermasalah berdasarkan hasil analisis dan evaluasi.
H. Keanggotaan
Penanggung Jawab : Pocut Eliza, S.Sos., S.H., M.H.
Ketua : Eko Suparmiyati, SH., MH.
Sekertaris : Fabian Adiasta Nusabakti B, S.H.
Anggota :
1. Erna Prilliasari, S.H., M.H.
2. Alice Angelica, S.H., M.H.
3. Nurdin Rudiyono, S.H.
4. Sakti Maulana Alkautsar, S.H.
I. Jadwal Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan agenda sebagaimana dalam
tabel berikut :
NO Agenda 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 Rapat Internal Pokja
2 Rapat Pokja dengan
Narasumber
16
3 Diskusi Publik
4 Focus Group
Discussion
5 Penyusunan Laporan
Keterangan :
1. Rapat internal pokja dilaksanakan sebanyak 5 (lima) kali
pada :
a. Selasa, 3 Maret 2016;
b. Jumat, 1 April 2016;
c. Senin, 17 Oktober 2016;
d. Rabu, 19 Oktober 2016;
e. Rabu, 26 Oktober 2016.
2. Rapat dengan Narasumber dilaksanakan sebanyak 3 (tiga)
kali, pada :
a. Selasa, 24 Mei 2016, Narasumber : Ruddy Gobel, SE.,
ME.(Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Informasi
TNP2K);
b. Kamis, 18 Agustus 2016, Narasumber : DR. Andi
Patunruang (Kepala Bagian Program dan Pelaporan
Sekretaris Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin,
Kementerian Sosial);
c. Senin, 9 September 2016, Narasumber : Hananta
Sugama, S.H. (Kepala Seksi Pegelolaan Data dan
Informasi Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Undangan, Kementerian Hukum dan HAM)
3. Diskusi Publik dilaksanakan pada Kamis, 21 Juli 2016 di
Palu (Sulawesi Tengah) dengan Narasumber :
a. Prof. DR. Patta Tope, MA (Sekretaris Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Sulawesi
Tengah);
17
b. Abdul Haris Yotolembah, SH.,M.Si (Kepala Biro Hukum
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah);
c. DR. Moh. Tavip, S.H. (Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum
Universitas Tadulako, Provinsi Sulawesi Tengah)
4. Focus Grup Discussion dilaksanakan pada Senin, 26
September 2016 di Badan Pembinaan Hukum Nasional,
dengan Narasumber :
a. Tomy Risqi, S.H., M.H. (Konsultan Legal Drafting
Kerjasama Dalam Negeri pada Kementerian Dalam Negeri
dan Konsultan Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan);
b. Karim, S.Ant., MA. (Direktorat Penanggulangan
Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian
PPN/Bappenas);
18
BAB II
POLITIK HUKUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DI INDONESIA
3
Perbandingan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Indonsia 1980-2014, BPS,
Susenas dan Vivi Alatas (Perhitungan Bank Dunia, 2014.
19
Dalam konteks upaya penanggulangan kemiskinan, pada
periode sebelum dan sesudah reformasi, adalah pada adanya
instrumen untuk mendukung prioritas pembangunan yang
meliputi berbagai kebijakan, baik berupa peraturan perundang-
undangan, peraturan pemerintah, peraturan presiden, instruksi
presiden maupun peraturan menteri terkait sampai dengan
peraturan daerah. Namun demikian, perbedaan mendasar dari
kebijakan pemerintah pra reformasi dan pasca reformasi adalah
dalam hal pendekatan program. Upaya penanggulangan
kemiskinan di masa lalu cenderung bersifat project oriented dan
sektoral berdasarkan instruksi khusus dari presiden, misalnya
melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), sehingga sulit untuk
mempertahankan keberlanjutannya. Kebijakan pasca reformasi
ditandai dengan dikembangkannya pendekatan program secara
nasional dan lintas sektor dengan kerangka kebijakan dan
graduasi yang lebih jelas melalui pengembangan strategi khusus
dan target kepada kelompok masyarakat miskin.
20
Tugas awal dari KPK ini adalah untuk melakukan kajian-
kajian yang melibatkan berbagai pihak. Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS yang
pada saat itu dijabat oleh Kwik Kian Gie ditugaskan untuk
melakukan penjabaran kebijakan dalam rangka perencanaan
program serta penentuan alokasi anggaran yang diperlukan. Pada
proses selanjutnya, kemudian dibentuk Tim Koordinasi Penyiapan
Penyusunan Perumusan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan
(TKP3KPK) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, yang menghasilkan Dokumen Sementara
Strategi Penanggulangan kemiskinan (Interim Poverty Reduction
Strategy Papers) pada tahun 2002-2003. Dokumen tersebut
memuat prinsip dan langkah yang harus dilakukan dalam
penyusunan Strategi Nasional Penganggulangan Kemiskinan
(SNPK).
21
Secara politis, periode transisi ini sangat penting karena di
dalam dokumen SNPK juga telah disepakati bahwa kemiskinan
adalah masalah multidimensi yang merupakan tanggung jawab
semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat sipil,
lembaga penelitian, dan perguruan tinggi, maupun lembaga
kemasyarakatan. Oleh karena itu, upaya penanggulangan
kemiskinan harus dilakukan semua pihak dalam rangka
perwujudan keadilan dan kesetaraan gender, percepatan
pembangunan perdesaan, perkotaan, kawasan pesisir, dan
kawasan khusus dan tertinggal.
22
Prinsip utamanya menekankan bahwa Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan harus diintegrasikan dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005
– 2009, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2006. Di dalam
dokumen RPJMN maupun RKP, nomenklatur berbagai program
penanggulangan kemiskinan dapat diidentifikasi mulai dari
tingkat urgensi penanggulangan kemiskinan di dalam prioritas
pembangunan nasional, kementerian/lembaga pelaksana, nama
program dan kegiatan, dan sasaran, serta alokasi anggaran yang
dibutuhkan.
23
perlindungan sosial; (ii) Peningkatan akses masyarakat miskin
terhadap pelayanan dasar; (iii) Pemberdayaan masyarakat, dan (iv)
Pembangunan yang inklusif.
24
cluster, ada empat cluster program penanggulangan kemiskinan,
namun sekarang pendekatan melalui 3 strategi yaitu:
25
sebelumnya difokuskan pada pengembangan infrastruktur dasar
di tingkat masyarakat.4
Dengan tiga program ini pemerintah akan merubah
paradigma yang baru dimana sebelumnya memiliki banyak
program sehingga susah untuk proses evaluasi keberhasilan dan
kegagalannya. Seiring dengan meningkatnya porsi transfer dana
dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (UU Desa, DAK dll),
peluang pemerintah daerah semakin besar untuk mempercepat
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan SLA yang
didasarkan pada pembangunan Pentagonal Asset (5 aset utama)
livelihoods, yaitu: aset manusia, aset fisik, aset SDA, aset sosial
dan aset finansial. Selan itu, yang semula target utama adalah
komunitas, SLA ini mengedepankan pendekatan berbasis
keluarga atau rumah tangga pada wilayah-wilayah yang menjadi
kantong kemiskinan (bukan seluruh wilayah ala PNPM mandiri).
4
Penanggulangan Kemiskinan di dalam Dokumen RPJMN 2015-2019
Sumber: Bappenas, 2015
26
bermartabat, serta untuk memenuhi hak atas kebutuhan
dasar warga negara demi tercapainya kesejahteraan sosial,
negara menyelenggarakan pelayanan dan pengembangan
kesejahteraan sosial secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan.
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang
Penanganan Fakir Miskin
Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, negara mempunyai
tanggung jawab untuk memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, selanjutnya negara
juga bertanggung jawab dalam penanganan fakir miskin
guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak dan
bermartabat kemanusiaan secara terencana, terarah, dan
berkelanjutan, sehingga diharapkan dapat memeberikan
keadilan sosial bagi warga negara;
27
Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana,
terarah, dan berkesinambungan.
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Dalam konsideran undang-undang disebutkan bahwa setiap
orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan
martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia
yang sejahtera, adil, dan makmur. Untuk dapat memberikan
jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan
Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat
Indonesia yang diharapkan mampu mensinkronisasikan
penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang
dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan
manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.
28
upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan
ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional. Selanjutnya bahwa setiap hal yang menyebabkan
terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia
akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi
negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan
negara.
29
bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan dana
jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta
30
BAB III
PENILAIAN NORMA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERHADAP KESESUAIAN ASAS-ASAS/PRINSIP-PRINSIP
Telah memenuhi
indikator
2. Pasal 2 (j) Adanya aturan Dalam penjelasan asas
Pasal 3 yang jelas tentang keberlanjutan
(d,e) peningkatan penyelengaraan
kesempatan dan kesehjahteraan sosial
kemampuan daya mengandung makna
olah dalam dalam peningkatan
bidang sosial kemampuan
budaya di dalam penyelenggaraan
negeri demi kesehjahteraan sosial
peningkatan dilaksanakan melalui
kesejahteraan dan pendidikan, pelatihan
kemandirian dan keterampilan yang
bangsa berkesinambungan
melembaga sampai pada
kemandirian,
merupakan wujud
adanya kesempatan
peningkatan daya olah
dalam mencapai tujuan
undang-undang.
Telah memenuhi
indikator
3. Pasal 1 Adanya aturan Pembagaian hak dan
Butir (6) yang jelas tentang kewajiban dalam hal ini
pembatasan hak terjadi antara negara oleh
dan kewajiban Kementerian Sosial
individu dan sebagai penangungjawab
korporasi dalam penyelenggaraan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya dengan pelaku
penyelenggara
Kesejahteraan Sosial,
beberpa pelaku diantara
adalah individu dan
badan usaha (korporasi),
kedudukan individu dan
korporasi adalah sama
disisi negara yaitu
sebagai pelaku dengan
demikian individu dan
korporasi memiliki hak
dan kewajiban yang sama
kepada negara sebagai
penyelenggara hanya saja
korporasi berdasarkan
pasal 40 penyelenggaraan
kesejahteraan social
32
merupakan
kewajibannya, sedangkan
individu dilakukan secara
voluntary.
Telah memenuhi
indikator
4. Pasal 24 Adanya Penetapan kebijakan
pembagian penyelenggaran pada
kewenangan dan tingkat daerah harus
pedoman selaras dengan kebijakan
hubungan tata pembangunan nasional
kerja antara Pusat dengan penyempurnaan
dan daerah agar peningkatan kualitas
sejalan dengan birokasi dan tata kelola
kebijakan dan kerja sama kelembagaan
kepentingan pemerintahan yang efektif
nasional dan efisien serta
meningkatkan kulalitas
pelayanan publik dengan
penetapan standar
pelayanan yang
terkoordinasi, ini telah
termuat dalam pasal 26
sebagai standar
hubungan tata kerja
antara psat dan daerah
didasarkan kepentingan
nasional.
Telah memenuhi
indikator
5. Pasal 2 Berkelanjut Pasal 2 yang dimaksud
an dengan “asas
keberlanjutan” adalah
dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sosial
dilaksanakan secara
berkesinambungan,
sehingga tercapai
kemandirian
Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalammakna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
33
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.
Telah memenuhi
indikator
6 Pasal 2 Keadilan Adanya aturan Pasal 2 yang dimaksud
yang jelas yang dengan “asas keadilan”
menjamin pola adalah dalam
pembangunan penyelenggaraan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya yang harus menekankan pada
sesuai dengan aspek pemerataan,
generasi kini dan tidak diskriminatif dan
akan datang; keseimbangan antara
hak dan kewajiban
pasal 6 Undang-Undang
12 Tahun 2011 Yang
dimaksud dengan “asas
keadilan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-
undangan harus
mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi
setiap warga negara.
Aspek kesimbangan
antara hak dan
kewajiban mencerminkan
keadilan proposional
Telah memenuhi
indikator
34
kelompok rentan yang
temarginalkan.
Telah memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
9 Pasal 38 Adanya aturan Kesempatan berperan
yang menjamin dalam penyelenggaraan
kebebasan kesehjahteraan sosial
mengeluarkan membuktikan ada
pendapat,kebebas kebebasan dalam
an persurat berkumpul dan
kabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul dan Telah memenuhi
kebebasan indikator
beragama
Telah memenuhi
indikator
11 Pasal 2 Adanya aturan penyelenggaraan
yang jelas tentang kesehjahteraan sosial
akses informasi berdasarkan asas
public keterbukaan didalam
penjelasannya
memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan penyelenggaraan
kesejahteraan social
35
Telah memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
14. Pasal 2 Adanya aturan Penyelenggaraan
yang menjamin kesejahteraan social
Sistem kerja yang menjadi tanggungjawab
kooperatif dan pemerintah dengan
kolaboratif mengikutsertakan
masyarakat, lembaga,
dan organisasi
merupakan bentuk
sistem kerja kooperatif
dan kolaboratif
Telah memenuhi
indikator
36
15 Pasal 1 Kepatian Adanya aturan Definisi penyelenggaraan
(2) Hukum yang jelas kesehjahteraan sosial
mengenai asas, dalam pasal 1
norma, dan menunjukan suatu
kaidah sistem yang lengkap
penyelenggaraan sebagai landasan hukum
bidang sosial normatif ditambah
budaya yang adil, dengan peran mayarakat
serta dilakukan dan organisasi sosial
dengan cara mewakili dinamika
terkoordinasi, aspirasi.
terpadu,
menampung Telah memenuhi
dinamika, aspirasi indikator
dan peran serta
masyarakat, serta
menyelesaikan Catatan;
konflik; Belum menjelaskan
mekanisme penyelesaian
konflik
16 Pasal 25 pembentukan pembentukan peraturan
(i) aturan berdasarkan naskah
perundang- akademik
undangan di
bidang sosial Penelitian kesehjahteraan
budaya yang sosial dapat dijadikan
berdasarkan bahan ilmiah dalam
kajian ilmiah mengakomodir
(scientific based) pembentukan peraturan
perundang-undangan
bidang kesehjahteraan
sosia
Telah memenuhi
indikator
Catatan; diperlukan
kajian ilmiah bidang
kesehjahteraan
sosialdalamprespektif
hukum
17 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka mengenai indikator
n pasal tindakan atas
yang peraturan-
sesuai peraturan-
indikator peraturan yang
bertentangan atau
tumpang tindih di
bidang sosial
budaya
37
18 Pasal 2 Pencegaha Adanya penyataan Secara asas (keterbukaan
n Korupsi yang jelas terkait dan akuntabilitas)
mekanisme menunjukan adanya
pencegahan maksud dari pencegahan
korupsi (seperti korupsi namun demikian
transparansi dan tidak disebutkan secara
akuntabilitas); tegas pasal yang
menunjukan pencegahan
korupsi ataupun
sanksinya
Telah memenuhi
indikator
PEMENUHAN
NO CATATAN/RINGKAS
PASAL
. ASAS/PRINSI INDIKATOR AN ANALISIS
P
Telah memenuhi
38
indikator
tidak memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
5 Berkelanjuta Berkelanjutan dalam
n pelaksanaan
penanganan fakir
miskin mengandung
makna tuntas
mandiri dan terus
menerus
Telah memenuhi
indikator
Catatan:
Indikator
berkelanjutan masih
dalam tahap
pengembangan
termasuk dalam
makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal
6 Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa
materi muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa
dan negara.
40
6 Pasal 2 Keadilan Adanya aturan Dalam Pasal 2 yang
Pasal 3 yang jelas yang dimaksud dengan
menjamin pola asas “keadilan sosial”
pembangunan adalah dalam
bidang sosial penanganan fakir
budaya yang miskin harus
sesuai dengan memberikan keadilan
generasi kini dan secara proporsional
akan datang; bagi setiap warga
negara tanpa kecuali.
pasal 6 Undang-
Undang 12 Tahun
2011 Yang dimaksud
dengan “asas
keadilan” adalah
bahwa setiap Materi
Muatan Peraturan
Perundang-undangan
harus mencerminkan
keadilan secara
proporsional bagi
setiap warga negara
Telah memenuhi
indikator
41
8 Pasal 3 Demokrasi Adanya aturan Penanganan fakir
Pasal 7 yang menjadikan miskin memberikan
semangat hak kepada rakyat
perlindungan miskin mendapatkan
rakyat perlindungan dan
jaminan sosial
Telah memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
10 Pasal 24 Adanya aturan Pencantuman budaya,
yang memberikan adat istiaday dan
pengakuan pada kearifan lokal dalam
hak minoritas pasal 24 adalah wujud
pengakuan hak
minoritas
Telah memenuhi
indikator
42
11 Pasal 17 Adanya aturan namun demikian
Pasal 41 yang jelas tentang akses informasi publik
akses informasi dalam undang-undang
public ini hanya
menyebutkan terkait
penyediaan akses
informasi lapangan
kerja
Telah memenuhi
indikator
Dengan catatan
tersebut diatas
Telah memenuhi
indikator
43
13 Pasal 41 Adanya aturan Pasal 41 sebagai hak
yang jelas tentang partispasi masyarakat
partisipasi secara substantive
substantive termasuk masyrakat
masyarakat, adat dan marginal
termasuk sebagai wakil dari
masyarakat adat organisasi masyarakat
dan marginal
Telah memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
15 Pasal 2 Kepastian Adanya aturan Dalam pasal 2
Pasal 5 Hukum yang jelas Penanganan fakir
Pasal 41 mengenai asas, miskin berasaskan
norma, dan keadilan menunjukan
kaidah penyelenggaran
penyelenggaraan beradasarkan atas
bidang sosial keadilan
budaya yang adil,
serta dilakukan Dalam pasal 5
dengan cara penanganan fakir
terkoordinasi, miskin dilaksanakan
terpadu, secara terarah,
menampung terpadu dan
dinamika, aspirasi berkelanjutan ini
dan peran serta menunjukan akan
masyarakat, serta adanya koordinasi
menyelesaikan yang terpadu dalam
konflik; penanganan fakir
miskin
Dalam pasal 41
secara tegas
disebutkan bahwa
masyarakat dapart
berperan dalam
penyelengaraan dan
pengawasan dalam
44
penaganan fakir
miskin
Telah memenuhi
indikator
45
18 Pasal 40 Pencegahan Adanya penyataan Pengawasan terhadap
ayat (1) , Korupsi yang jelas terkait penyelenggaraan
(2). mekanisme penanganan fakir
pencegahan miskin yang
korupsi (seperti dilaksanakan
transparansi dan berdasarkan
akuntabilitas); ketentuan peraturan
perundang-undangan
sebagai mekanisme
pencegahan korupsi
Telah memenuhi
indikator
19 Pasal 42, Adanya aturan Aturan pidana dalam
Pasal 43 yang jelas pasal 42 dan 43
ayat (1), mengenai merupakan atuaran
(2). pencegahan yang tegas dan jelas
korupsi. dalam pencegahan
korupsi
Telah memenuhi
indikator
Telah memenuhi
indikator
46
2 Pasal 5 Adanya aturan Sistem pendidikan
ayat (5) yang jelas tentang nasional harus mampu
peningkatan menjamin pemerataan
kesempatan dan kesempatan
kemampuan daya pendidikan,
olah dalam dalam peningkatan mutu serta
bidang sosial relevansi dan efisiensi
budaya di dalam manajemen pendidikan
negeri demi untuk menghadapi
peningkatan tantangan sesuai
sejahteraan dan dengan tuntutan
kemandirian perubahan kehidupan
bangsa. lokal, nasional, dan
global sehingga perlu
dilakukan
pembaharuan
pendidikan secara
terencana, terarah, dan
berkesinambungan
Telah memenuhi
indikator
3 Adanya aturan tidak memenuhi
yang jelas tentang indikator
pembatasan hak
dan kewajiban
individu dan
korporasi dalam
bidang sosial
budaya
Telah memenuhi
indikator
5 Tidak Berkelanjuta - tidak memenuhi
ditemuka n indikator
n pasal
yang
sesuai
indikator
47
6 Pasal 4 Keadilan Adanya aturan Pemerintah harus
ayat (1) yang jelas yang bertanggungjawab
menjamin pola terhadap bidang
pembangunan pendidikan yang
bidang sosial diselenggarakan
budaya yang dengan jalur-jalur
sesuai dengan pendidikan pada
generasi kini dan program yang tetap
akan datang berorientasi pada
pembudayaan,
pembentukan watak
dan kepribadian serta
berbagai kecakapan
hidup.
undang-undang ini
telah memenuhi
indikator.
7 tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka yang jelas indikator
n pasal tentang
keterlibatan
sesuai
masyarakat
indikator hukum adat,
masyarakat
lokal, perempuan
dan masyarakat
marginal lainnya.
Telah memenuhi
indikator
9 Pasal 24 Adanya aturan Kesempatan berperan
ayat (1) yang menjamin dalam penyelenggaraan
kebebasan kesehjahteraan sosial
mengeluarkan membuktikan ada
pendapat,kebebas kebebasan dalam
an berkumpul dan
persuratkabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul dan Telah memenuhi
kebebasan indikator
beragama.
Telah memenuhi
indikator
11 Pasal 7 Adanya aturan penyelenggaraan
ayat (1) yang jelas tentang pendidikan
akses informasi berdasarkan asas
publik kejelasan informasi
memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan
penyelenggaraan
pendidikan
Telah memenuhi
indikator
12 tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuka yang menjamin indikator
n pasal peluang yang
sama bagi setiap
sesuai
orang untuk
indikator memberikan
penilaian terhadap
jalannya proses
politik dan
pemerintahan
secara logis
Telah memenuhi
indikator
15 Pasal 4 Kepastian Adanya aturan pemerintah dalam
ayat (1) Hukum yang jelas menyelenggarakan
mengenai asas, pendidikan telah
norma, dan dilakukan secara
49
kaidah demokratis dan tidak
penyelenggaraan diskriminatif dengan
pendidikan yang tetap menjunjung
adil, serta tinggi hak asasi
dilakukan dengan manusia.
cara
terkoordinasi,
terpadu,
menampung
dinamika, aspirasi telah memenuhi
dan peran serta indikator
masyarakat,
kurang memenuhi
indikator
memenuhi indikator
52
4 Tidak Adanya tidak memenuhi
ditemuk pembagian indikator
an pasal kewenangan dan
pedoman
yang
hubungan tata
sesuai kerja antara
indikato Pusat dan
r daerah agar
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional;
Memenuhi indikator
6. Pasal 2 Keadilan Adanya aturan asas manfaat dalam
yang jelas yang pola pembangunan
menjamin pola sisitem jaminan sosial
pembangunan nasional
bidang sosial menggambarkan
budaya yang pengelolaan yang
sesuai dengan efisien dan efektif,
generasi kini untuk menjamin
dan akan kelangsungan program
datang; dan hak peserta.
memenuhi indikator
7 Pasal 14 Adanya aturan sebagai perlindungan
ayat (2) yang jelas kepada warga negara
tentang yang termarginalkan
keterlibatan Pemerintah telah
masyarakat secara bertahap
hukum adat, mendaftarkan
masyarakat penerima bantuan
lokal, iuran sebagai peserta
perempuan dan kepada Badan
masyarakat Penyelenggara Jaminan
marginal Sosial.
lainnya.
memenuhi indikator
53
8 Pasal 1 Demokrasi Adanya aturan
angka 1, yang menjadikan
angka 3 semangat
perlindungan
rakyat
54
13. Pasal 23 Adanya aturan Penentuan persyaratan
yang menjamin pelayanan kesehatan
Sistem kerja dilakukan secara
yang kooperatif bersama dengan
dan kolaboratif instansi terkait
memenuhi indikator
14. Pasal 2 Kepastian Adanya aturan Sistem Jaminan Sosial
hukum yang jelas Nasional pada dasarnya
mengenai asas, merupakan program
norma, dan Negara yang bertujuan
kaidah memberi kepastian
penyelenggaraan perlindungan dan
bidang sosial kesejahteraan sosial
budaya yang bagi seluruh rakyat
adil, serta Indonesia.
dilakukan Melalui program ini,
dengan cara setiap penduduk
terkoordinasi, diharapkan dapat
terpadu, memenuhi kebutuhan
menampung dasar hidup
dinamika, yang layak apabila
aspirasi dan terjadi hal-hal yang
peran serta dapat mengakibatkan
masyarakat, hilang atau
serta berkurangnya
menyelesaikan pendapatan, karena
konflik; menderita sakit,
mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan,
memasuki
usia lanjut, atau
pensiun.
15. Tidak pembentukan tidak memenuhi
ditemuk aturan indikator
an pasal perundang-
undangandi
yang
bidang sosial
sesuai budaya yang
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific based)
16. Pasal 1, Adanya aturan Perlu dilakukan
Pasal 5 mengenai harmonisasi terkait
ayat (3) tindakan atas definisi
peraturan- Pasca putusan MK
peraturan- Nomor 007/PUU-
peraturan yang III/2005 yang
bertentangan membatalkan Pasal 5
atau tumpang ayat (2), (3)[7], dan (4)
tindih di bidang UU SJSN maka
sosial budaya keempat PT tersebut
bukan merupakan
bagian dari badan
55
penyelenggara jaminan
sosial yang
dimaksudkan dalam UU
SJSN
56
4 Pasal 49 Adanya Tanggung jawab
ayat (1), pembagian pemerintah dan
Pasal 50 kewenangan dan pemerintah daerah
pedoman dilaksanakan melalui
ayat (1)
hubungan tata program kesehatan
kerja antara berdasarkan asas yang
Pusat dan sama dalam undang-
daerah agar undang maka
sejalan dengan hubungan tata kerja
kebijakan dan seyogyanya sistematis
kepentingan dan terstruktur dari
nasional; pusat ke daerah.
memenuhi indikator
5 - Berkelanjutan Penjelasan Setiap kegiatan dalam
umum upaya untuk
setiap kegiatan memelihara dan
dan upaya
meningkatkan derajat
untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat
derajat yang setinggi-tingginya
kesehatan dilaksanakan
masyarakat yang berdasarkan prinsip
setinggi- nondiskriminatif,
tingginya partisipatif, dan
dilaksanakan
berkelanjutan dalam
berdasarkan
prinsip rangka pembentukan
nondiskriminatif sumber daya manusia
, partisipatif, Indonesia, serta
perlindungan, peningkatan ketahanan
dan dan daya saing bangsa
berkelanjutan bagi pembangunan
yang sangat nasional;
penting artinya
bagi memenuhi indikator
pembentukan
sumber daya
manusia
Indonesia,
peningkatan
ketahanan dan
daya saing
bangsa, serta
pembangunan
nasional.
57
menjamin pola peningkatannya secara
pembangunan terus menerus agar
bidang sosial masyarakat yang sehat
budaya yang sebagai investasi dalam
sesuai dengan pembangunan dapat
generasi kini hidup produktif secara
dan akan sosial dan ekonomis.
datang;
memenuhi indikator
7 Pasal 16 Adanya aturan Untuk dapat
yang jelas terselenggaranya
tentang pelayanan kesehatan
keterlibatan yang merata kepada
masyarakat masyarakat,
hukum adat, diperlukan
masyarakat ketersediaan tenaga
lokal, kesehatan yang
perempuan dan merata dalam arti
masyarakat pendayagunaan dan
marginal penyebarannya harus
lainnya. merata ke seluruh
wilayah sampai ke
daerah terpencil
sehingga
memudahkan
masyarakat dalam
memperoleh layanan
kesehatan.
Daerah terpencil
biasanya dihuni oleh
masyarakat adat dan
marginal.
memenuhi indikator
8 Pasal 2, Demokrasi Adanya aturan Asas pelindungan
Pasal yang menjadikan berarti bahwa
178, semangat pembangunan
perlindungan kesehatan harus dapat
Pasal
rakyat; memberikan
179 ayat pelindungan dan
(1) kepastian hukum
kepada pemberi dan
penerima pelayanan
kesehatan
9 Pasal 14 Adanya aturan Agar upaya kesehatan
ayat (1), yang menjamin berhasil guna dan
(2). kebebasan berdaya guna,
mengeluarkan
Pemerintah perlu
pendapat,kebeba
san merencanakan,
persuratkabaran, mengatur, membina
kebebasan dan mengawasi
berkumpul dan penyelenggaraan upaya
kebebasan kesehatan ataupun
58
beragama sumber dayanya secara
serasi dan seimbang
dengan melibatkan
peran serta aktif
masyarakat. Peran
masyarakat sebagai
jaminan kebebasan
menyampaikan
pendapat
memenuhi indikator
memenuhi indikator
memenuhi indikator
59
13 Pasal 1 Adanya aturan Pelayanan kesehatan
angka yang jelas tradisional dan Peran
16, tentang serta aktif masyarakat
partisipasi
Pasal 18 dalam upaya kesehatan
substantive
masyarakat, merupakan partisipasi
termasuk subtantive masyarakat
masyarakat adat di bidang kesehatan,
dan marginal kesehatan tradisional
biasanya berlaku pada
masyrakat adat yang
marginal
Memenuhi indikator
60
berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific based)
Perlu dilakukan
harmonisasi terkait
defini
memenuhi indikator
61
f. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011Tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR
62
4 Pasal 8 Adanya bahwa untuk
pembagian memberikan
kewenangan perlindungan terhadap
dan pedoman warga negaranya maka
hubungan tata dibentuk BPJS di daearah
kerja antara
Pusat dan memenuhi indikator
daerah agar
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional
memenuhi indikator
6 Tidak Keadilan Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang jelas yang indikator
an pasal menjamin pola
pembangunan
yang
bidang sosial
sesuai budaya yang
indikato sesuai dengan
r generasi kini
dan akan
datang
7 Pasal 19 Adanya aturan Penerima bantuan dari
ayat (4) yang jelas Pemerintah adalah fakir
tentang miskin.
keterlibatan
masyarakat memenuhi indikator
hukum adat,
masyarakat
lokal,
perempuan
dan
masyarakat
marginal
lainnya.
63
8 Pasal 2 Demokrasi Adanya Sistem jaminan sosial
aturan yang nasional merupakan
menjadikan program negara yang
semangat bertujuan memberikan
perlindungan kepastian perlindungan
rakyat dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat
9 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal kebebasan
mengeluarkan
yang
pendapat,kebe
sesuai basan
indikato persuratkabara
r n, kebebasan
berkumpul dan
kebebasan
beragama
memenuhi indikator
12 Tidak Adanya aturan Tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal peluang yang
yang sama bagi
sesuai setiap orang
indikato untuk
r memberikan
penilaian
terhadap
64
jalannya
proses politik
dan
pemerintahan
secara logis
65
untuk mengalihkan
penyelenggaraan program
jaminan pemeliharaan
kesehatan ke BPJS
Kesehatan.
memenuhi indikator
66
(Persero), dan PT ASABRI
(Persero) menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan
Sosial.
memenuhi indikator
67
g. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013
Tentang Perubahan atas Undang-Undan Nomor 23 Tahun
2006 Tentng Administrasi Kependudukan
Undang ini terdiri dari 103 pasal, penilaian terhadap
kesesuaian norma dalam indikator prinsip/asas dapat
dilihat pada tabel dibawah :
PEMENUHAN
CATATAN/RINGKASAN
NO PASAL
ANALISIS
ASAS/PRINSIP INDIKATOR
Memenuhi indikator.
2 Pasal 5 Adanya aturan Bahwa negara telah
yang jelas memberikan kesempatan
tentang kepada penduduk untuk
peningkatan ikut serta dalam semua
kesempatan bidang penyelenggaraan
dan pemerintahan.
kemampuan
daya olah
dalam dalam
bidang sosial
budaya di
dalam negeri
demi
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 77 Adanya aturan Sudah seharusnya
yang jelas masalah perlindungan
tentang dan pengakuan atas
pembatasan
status hukum atas
hak dan
kewajiban Peristiwa Kependudukan
individu dan tidak diserahkan
korporasi perorangan atau
68
dalam bidang korporasi.
sosial budaya
Memenuhi indikator.
4 Pasal 6 Adanya Dalam undang-ndang
pembagian Administrasi
kewenangan Kependudukan telah
dan pedoman mengatur tentang
hubungan tata pembagian kewenangan
kerja antara dalam mengatur
Pusat dan administrasi
daerah agar kependudukan.
sejalan dengan
kebijakan dan
kepentingan
nasional
5 Berkelanjutan - -
69
satu bentuk
perlindungan kepada
masyarakat.
memenuhi indikator
memenuhi indikator.
11 Pasal 1 Adanya aturan Dalam menciptakan
angka 1, yang jelas kepemilikan KTP
21; tentang akses Pemerintah sudah
informasi seharusnya memberikan
Pasal 8
publik keamanan dan
huruf f; pengendalian dengan
Pasal 63 sistem informasi yang
ayat (6) dapat diakses oleh
seluruh wrga negara.
memenuhi indikator
70
12 Tidak Adanya aturan tidak ada pasal yang
ditemuk yang menjamin mengatur adanya
an pasal peluang yang peluang bagi setiap orang
sama bagi dapat meliani jalannya
yang
setiap orang proses politik dalam
sesuai untuk pelaksanaan admistrasi
indikato memberikan kependudukan.
r penilaian
terhadap tidak memenuhi
jalannya indikator
proses politik
dan
pemerintahan
secara logis
71
serta
menyelesaikan
konflik;
72
2. PENILAIAN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH
73
nasional;
Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalam makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.
5 Pasal 25 Keadilan Adanya aturan Berkelanjutan dapat
yang jelas diartikan pembangunan
yang sosial budaya yang terus
menjamin pola menerus dan
pembangunan terregenerasi sampai
bidang sosial pada generasi berikutnya
budaya yang melalui pengembangan
sesuai dengan ekonomi lokal
generasi kini berdasarkanbudaya, dat
dan akan istiadat dan kearifan
datang; lokal
Memenuhi indikator
6 Pasal 25 Adanya Pengembangan ekonomi
aturan yang lokal yang disesuiakan
jelas tentang dengan keadaan budaya
keterlibatan adat istiadat dan kearifan
masyarakat lokal setempat
hukum adat, menunujukan adanya
masyarakat keterlibatan masyarkat
lokal, lokal hukum adat
perempuan
dan Memenuhi indikator
masyarakat
marginal
lainnya.
74
7 Pasal Demokrasi Adanya aturan Penanganan fakir miskin
30 yang memberikan hak kepada
menjadikan rakyat miskin
semangat
mendapatkan
perlindungan
rakyat perlindungan dan
pendayagunaan sumber
daya lokal
Memenuhi indikator
Memenuhi indikator
10 Pasal 9 Adanya aturan Pasal 9 (a) menyebutkan
yang jelas secara tegas pemerintah
tentang akses berkewajiban
informasi menyediakan sarana
public prasarana akses
informasi dalam upaya
penanganan fakir miskin
Memenuhi indikator
11 Tidak Adanya aturan tidak memenuhi
ditemuk yang menjamin indikator
an pasal peluang yang
sama bagi
yang
setiap orang
sesuai untuk
indikato memberikan
r penilaian
terhadap
jalannya
proses politik
dan
pemerintahan
75
secara logis
Memenuhi indikator
14 Pasal 42 Kepastian Adanya aturan Penyelenggaraan
ayat (1), Hukum yang jelas penanganan fakir miskin
(2), (3) mengenai dilaksanakan dalam
asas, norma, bentuk rencana aksi
dan kaidah nasional yang
penyelenggara sebelumnya
an bidang dikoordinasikan dengan
sosial budaya antar kementerian dan
yang adil, lembaga ini memenuhi
serta unsur adil, terkoordinasi,
dilakukan terpadu dan dapat
dengan cara mengurangi konflik
terkoordinasi, karena telah
terpadu, disinkronisasi dalam
menampung keterpaduan program,
dinamika, unsur dinamika peran
aspirasi dan serta masyrakat
peran serta termasuk dalam asas
masyarakat, keadilan dalam undang-
serta undang No/13 tentang
menyelesaikan fakir miskin sebagai
konflik; induk peraturan
pemerintah ini
Memenuhi indikator
76
15 Tidak pembentukan tidak memenuhi
ditemuk aturan indikator
an pasal perundang-
undangandi
yang
bidang
sesuai pendidikan
indikato berdasarkan
r kajian ilmiah
(scientific
based)
Memenuhi indikator
2 Pasal 1 Adanya Hakekatnya
ayat (1), aturan yang penyelengaraan
(5); jelas tentang kesejahteraan sosial
peningkatan adalah meningkatkan
kesempatan daya olah kemandirian
dan melaluia berbagai
Pasal 15- kemampuan program pemberdayaan
daya olah masyrakat miskin menuju
57
dalam dalam sejahtera
bidang sosial
budaya di
dalam negeri
demi Memenuhi indikator
peningkatan
sejahteraan
dan
kemandirian
bangsa.
3 Pasal 51 Adanya Pembagaian hak dan
aturan yang kewajiban dalam hal ini
jelas tentang terjadi antara negara oleh
pembatasan Kementerian Sosial
hak dan sebagai penangungjawab
kewajiban penyelenggaraan
individu dan kesejahteraan social
korporasi dengan pelaku
dalam bidang penyelenggara
sosial budaya Kesejahteraan Sosial,
beberapa pelaku diantara
adalah individu dan
badan usaha (korporasi),
kedudukan individu dan
korporasi adalah sama
disisi negara yaitu sebagai
pelaku dengan demikian
individu dan korporasi
78
memiliki hak dan
kewajiban yang sama
berdasarkan pasal 51
penyelenggaraan
kesejahteraan
socialperorangan dan
badan usaha memiliki
hak berperan seluas-
luasnya dilakukan secara
voluntary.
Memenuhi indikator
4 Pasal 57, Adanya
Pasal 58, pembagian Penyelengaraan
Pasal 61 kewenangan kesejahteraan soisal
dan pedoman dimulai dengan kebijakan
hubungan dari pemerintah pusat
tata kerja diteruskan secara hirarkis
antara Pusat oleh pemerintah daerah
dan daerah sesuai dengan wilayah
agar sejalan kewenangannya
dengan
kebijakan Memenuhi indikator
dan
kepentingan
nasional;
5 Pasal 1 Berkelanjutan Pasal 2 Undang-Undang
ayat (1) No. 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan
Sosial yang dimaksud
dengan “asas
keberlanjutan” adalah
dalam menyelenggarakan
kesejahteraan sosial
dilaksanakan secara
berkesinambungan,
sehingga tercapai
kemandirian, tentu
makna berkelanjutan
dalam pasal 1(1) tersebut
mengambil dasar makna
dalam “asas
keberlanjutan” tersebut.
Catatan:
Indikator berkelanjutan
masih dalam tahap
pengembangan termasuk
dalam makna asas
keseimbangan,
keselarasan dan
keserasian pada pasal 6
Undang-Undang 12
79
Tahun 2011 dengan
penjelasan bahwa materi
muatan harus
mengakomodir
kepentingan individu,
masyarakat, dan
kepentingan bangsa dan
negara.
Memenuhi indikator
7 Pasal 2 Adanya Penyelengaraan sosial
aturan yang ditujukan kelompok
jelas tentang dengan prioritas yang
keterlibatan memiliki kriteria sosial,
masyarakat keterpencilan
hukum adat, diantaranya masyrakat
masyarakat hukum adat,
lokal, diskriminasi dan
perempuan perlindungan tindak
dan kekerasan kepada
masyarakat perempuan dan
marginal kelompok rentan yang
lainnya. temarginalkan
Memenuhi indikator
8 Pasal 3, Demokrasi Adanya Semangat perlindungan
Pasal 28 aturan yang rakyat tercermin dalam
menjadikan lingkup penyelengaraan
semangat kesehjahteraan sosial
perlindungan melalui advokasi sosial,
rakyat bantuan hukum dan
bantuan sosial.
Memenuhi indikator
9 Pasal 51, Adanya Kesempatan berperan
Pasal 52, aturan yang berupa pemikiran,
Pasal 53. menjamin prakarsa dalam suatu
kebebasan lembaga sosial
80
mengeluarka penyelenggaraan
n kesehjahteraan sosial
pendapat,keb membuktikan ada
ebasan kebebasan dalam
persurat berkumpul dan
kabaran, berpendapat
kebebasan
berkumpul Memenuhi indikator
dan
kebebasan
beragama
10 Pasal 2, Adanya Pemberdayaan sosial
Pasal 23 aturan yang ditujukan kepada
memberikan komunitas adat terpencil
pengakuan yang tergolong minoritas,
pada hak ini bukti adanya
minoritas pengakuan terhadap hak
kelompok minoritas.
Memenuhi indikator
11 Pasal 29 Adanya Penyelenggaraan
ayat (2), aturan yang kesehjahteraan sosial
Pasal 31 jelas tentang berdasarkan asas
akses keterbukaan didalam
informasi penjelasannya
public memberikan akses
informasi kepada
masyarakat terkait
dengan penyelenggaraan
kesejahteraan social,
pasal 31 (d) mengandung
makna tersebut
Memenuhi indikator
12 Pasal 52, Adanya Berdasarkan pasal 53 (a)
aturan yang masyarakat memiliki
Pasal 53 menjamin kesempatan berperan
peluang yang dalam bentuk saran dan
sama bagi pertimbangan
setiap orang Penyelenggaraan
untuk Kesejahteraan Sosial ini
memberikan menjadi sarana penilaian
penilaian jalannya proses politik
terhadap dan pemerintahan logis
jalannya
proses politik Memenuhi indikator
dan
pemerintahan
secara logis.
13 Pasal 53 Adanya Peran masyrakat dalam
(b), Pasal aturan yang bentuk saran dan
23 ayat jelas tentang pertimbangan
partisipasi Penyelenggaraan
substantive Kesejahteraan Sosial
81
(1) masyarakat, Sebagai wujud partispasi
termasuk substantive masyarakat
masyarakat yang nyata termasuk
adat dan masyrakat adat dan
marginal kaum marginal.
Memenuhi indikator
14 Pasal 29 Adanya Koordinasi
ayat (4), aturan yang Penyelenggaraan
menjamin kesejahteraan social
Pasal 54 Sistem kerja dengan Kementerian,
ayat (1), yang Badan Nasional
kooperatif Penanganan Bencana,
Pasal 59
dan masyarakat, lembaga, dan
ayat (6), kolaboratif organisasi merupakan
Pasal 60 bentuk sistem kerja
ayat (2), kooperatif dan kolaboratif
Pasal 79.
Memenuhi indikator
15 Pasal 1 Kepastian Adanya Definisi penyelenggaraan
ayat (1), Hukum aturan yang kesehjahteraan sosial
Pasal 51 jelas dalam pasal 1
mengenai menunjukan suatu
ayat (1),
asas, norma, sistem yang lengkap
Pasal 52. dan kaidah sebagai landasan hukum
penyelenggar normatif ditambah
aan bidang dengan peran mayarakat
sosial budaya dan organisasi sosial
yang adil, mewakili dinamika
serta aspirasi.
dilakukan
dengan cara
terkoordinasi Memenuhi indikator
, terpadu,
menampung
dinamika,
aspirasi dan
peran serta
masyarakat,
serta
menyelesaika
n konflik
16 Tidak ada Pembentuka tidak memenuhi indikator
pasal n aturan
yang perundang-
undangandi
sesuai
bidang sosial
dengan budaya yang
indikotor berdasarkan
kajian ilmiah
(scientific
based)
82
17 Tidak ada Adanya tidak memenuhi indikator
pasal aturan
yang mengenai
tindakan
sesuai
atas
dengan peraturan-
indikotor peraturan-
peraturan
yang
bertentangan
atau
tumpang
tindih di
bidang sosial
budaya
18 Pasal 78 Pencegahan Adanya Efeisen, efektif,
ayat Korupsi penyataan transparan, dan
(1),(2),(3), yang jelas akuntabel melalui
terkait pelaporan dan evaluasi
Pasal 79.
mekanisme sebagai unsur dari
pencegahan pencegahaan korupsi
korupsi
(seperti
transparansi Memenuhi indikator
dan
akuntabilitas
);
19 Tidak adanya tidak memenuhi indikator
ditemuka aturan yang
n pasal jelas
mengenai
yang
pencegahan
sesuai korupsi
indikator
Pasal Pemenuhan
No. Catatan/Ringkasan
Asas/Prinsip Indikator
1 Pasal 5, 6, Kepastian Adanya aturan Definisi dan substansi
7. Hukum yang jelas dasar Penanggulangan
mengenai asas, kemiskinan yang
norma, dan terkoordinasi dalam
83
kaidah prinsip harmonisasi
penyelenggaraan program pada Pasal 5, 6
bidang sosial dan 7 Perpres
budaya yang Nomor 13 Tahun 2009
adil, serta seharusnya masih
dilakukan digunakan, bahkan
dengan cara ditambahkan satu kategori
terkoordinasi, lagi. Sebab ketiga pasal
terpadu, tersebut memberi batasan
menampung apa yang dimaksud
dinamika, dengan kelompok
aspirasi dan Perlindungan sosial,
peran serta pemberdayaan masyarakat
masyarakat, dan Pemberdayaan usaha
serta mikro dan kecil.
menyelesaikan
konflik.
Pasal Pemenuhan
No. Catatan/Ringkasan
Asas/Prinsip Indikator
1. Pasal 2 Kepastian Adanya aturan untuk mempercepat
ayat (1) hukum yang jelas penanggulangan
mengenai asas, kemiskinan Pemerintah
norma, dan hanya mendukung
kaidah program perlindungan
penyelenggaraan sosial saja, program-
bidang sosial program yang lain yang
budaya yang seperti program
adil, serta pemberdayaan tidak
dilakukan termasuk yang dianggap
dengan cara mempercepat
terkoordinasi, penanggulangan
terpadu, kemiskinan.
menampung
dinamika, Dengan berlakuknya
aspirasi dan Perpres 166 Tahun 2014
peran serta tetapa memrintahkan
masyarakat, untuk berkoordinasi
serta secara berkala atau
menyelesaiakan insidentil dengan bahasan
84
konflik. yang berbeda, hasilnya
menjadi pedoman bagi
pelaksanaan tugas Tim
Penanggulangan
Kemiskinan Tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota.
2. Pasal Peraturan Presiden ini
2,3,4,5,6,7 menguatkan pencapaian
dan 8 pendistribusian Program
Simpanan Keluarga Sehat,
Program Keluarga Pintar
dan Program Keluarga
Sehat. Tidak memberikan
perlindungan pada aspek
pemberdayaan masyarakat
dan pemberdayaan
ekonomi rakyat.
Koordinasi
penanggulangan
kemiskinan adalah sarana
untuk penegakan hukum
itu sendiri.
85
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN POTENSI
DISHARMONI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang – Undang :
86
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial;
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahunn 2006 Tentang Admintrasi
Kependudukan.
Peraturan Pemerintah :
Peraturan Presiden :
87
A. Persandingan ketentuan mengenai kewenangan penegakan hukum terkait Penanggulangan Kemiskinan
terhadap beberapa UU terkait:
Peraturan Peraturan
Peraturan
Undang-Undang Undang-Undang Pemerintah Nomor Peraturan Presiden Presiden Nomor
Pemerintah Nomor Nomor 15 Tahun
Nomor 11 Tahun Nomor 13 Tahun 63 Tahun 2013 166 Tahun 2014
39 Tahun 2012 2010 Tentang
2009 Tentang 2013 Tentang Tentang Tentang Program
Tentang
Kesejahteraan Penanggulangan Pelaksanaan Upaya Percepatan Percepatan
Penyelenggaraan
Sosial Fakir Miskin Penanggulangan Penanggulangan Penanggulangan
Kesejahteraan Sosial Kemiskinan
Fakir Miskin Kemiskinan
90
sebagai stimulan kebijakan dan Pasal 41 (1) dapat dilakukan oleh:
kepada strategi Bupati/walikota a. perseorangan;
masyarakat yang penanganan fakir mengoordinasikan b. keluarga;
pelaksanaan c. organisasi
menyelenggaraka miskin lintas
Penanganan Fakir keagamaan;
n kesejahteraan kabupaten/kota; Miskin pada tingkat d. organisasi sosial
sosial; c. mengawasi dan kabupaten/kota. kemasyarakatan;
e. mendorong mengendalikan e. lembaga swadaya
dan memfasilitasi pelaksanaan Bedasarkan pasal masyarakat;
masyarakat serta kebijakan, strategi, 39-41 menunjukan f. organisasi profesi;
dunia usaha dan program dalam adanya hubungan g. badan usaha;
hirakis kewenangan h. Lembaga
dalam penanganan fakir
dan koordinasi tata Kesejahteran Sosial;
melaksanakan miskin lintas kerja dari tingkat dan
tanggung jawab kabupaten/kota; pusat dan daerah. i. Lembaga
sosialnya; d. mengevaluasi Kesejahteraan Sosial
f. meningkatkan pelaksanaan Pasal 1 (2) Asing.
kapasitas kebijakan, strategi, Penanganan Fakir (3) Peran
kelembagaan dan dan program Miskin adalah upaya sebagaimana
yang terarah, dimaksud pada ayat
sumber penyelenggaraan
terpadu, dan (2)
daya manusia di penanganan fakir berkelanjutan yang dilakukan untuk
bidang miskin lintas dilakukan mendukung
kesejahteraan kabupaten/kota; Pemerintah, keberhasilan
sosial; dan Pemerintah Daerah, Penyelenggaraan
g. menetapkan e. mengalokasikan dan/atau Kesejahteraan Sosial.
masyarakat dalam
standar dana yang Pembagaian hak dan
bentuk kebijakan,
pelayanan, memadai dan program dan kewajiban dalam hal
registrasi, mencukupi dalam kegiatan ini terjadi antara
akreditasi, dan anggaran pemberdayaan, negara oleh
sertifikasi pendapatan dan pendampingan, serta Kementerian Sosial
pelayanan belanja daerah fasilitasi untuk sebagai
91
kesejahteraan untuk memenuhi penangungjawab
sosial; penyelenggaraan kebutuhan dasar penyelenggaraan
h. melaksanakan penanganan fakir setiap warga negara. kesejahteraan social
dengan pelaku
analisis dan audit miskin.
Berkelanjutan dalam penyelenggara
dampak sosial (2) Dalam pelaksanaan Kesejahteraan Sosial,
terhadap melaksanakan penanganan fakir beberapa pelaku
kebijakan dan tugas sebagaimana miskin mengandung diantara adalah
aktivitas dimaksud pada makna tuntas individu dan badan
pembangunan; ayat (1), mandiri dan terus usaha (korporasi),
i. pemerintah daerah menerus. kedudukan individu
dan korporasi adalah
menyelenggaraka provinsi berwenang Catatan: sama disisi negara
n pendidikan dan menetapkan Indikator yaitu sebagai pelaku
penelitian kebijakan, strategi, berkelanjutan masih dengan demikian
kesejahteraan dan program dalam tahap individu dan
sosial; tingkat provinsi pengembangan korporasi memiliki
j. melakukan dalam bentuk termasuk dalam hak dan kewajiban
makna asas yang sama
pembinaan dan rencana
keseimbangan, berdasarkan pasal 51
pengawasan serta penanganan fakir keselarasan dan penyelenggaraan
pemantauan dan miskin di daerah keserasian pada kesejahteraan
evaluasi terhadap dengan pasal 6 Undang- socialperorangan dan
penyelenggaraan berpedoman pada Undang 12 Tahun badan usaha memiliki
kesejahteraan kebijakan, strategi, 2011 dengan hak berperan seluas-
penjelasan bahwa luasnya dilakukan
sosial; dan program
materi muatan harus secara voluntary.
k. nasional. Bagian mengakomodir
mengembangkan Ketiga Pemerintah kepentingan
jaringan kerja Daerah individu,
dan koordinasi Kabupaten/Kota masyarakat, dan
lintas Pasal 31 kepentingan bangsa
pelaku (1) Dalam dan negara.
92
penyelenggaraan penyelenggaraan
kesejahteraan penanganan fakir Pasal 25
sosial tingkat miskin, pemerintah Pengembangan
ekonomi lokal
nasional dan daerah
bertumpu pada
internasional kabupaten/kota pemanfaatan sumber
dalam bertugas: daya alam, budaya,
penyelenggaraan a. memfasilitasi, adat istiadat, dan
kesejahteraan mengoordinasikan, kearifan lokal secara
sosial; dan berkelanjutan.
l. memelihara menyosialisasikan
Berkelanjutan dapat
taman makam pelaksanaan
diartikan
pahlawan dan kebijakan, strategi, pembangunan sosial
makam dan program budaya yang terus
pahlawan penyelenggaraan menerus dan
nasional; penanganan terregenerasi sampai
m. melestarikan kemiskinan, pada generasi
nilai dengan berikutnya melalui
pengembangan
kepahlawanan, memperhatikan
ekonomi lokal
keperintisan, dan kebijakan provinsi berdasarkanbudaya,
kesetiakawanan dan kebijakan dat istiadat dan
sosial; dan nasional; kearifan lokal.
n. b. melaksanakan
mengalokasikan pemberdayaan Pengembangan
ekonomi lokal yang
anggaran untuk pemangku
disesuiakan dengan
penyelenggaraan kepentingan dalam keadaan budaya adat
kesejahteraan penanganan fakir istiadat dan kearifan
sosial dalam miskin pada lokal setempat
Anggaran tingkat menunujukan
Pendapatan kabupaten/kota; adanya keterlibatan
93
dan Belanja c. melaksanakan masyarkat lokal
Negara. pengawasan dan hukum adat.
pengendalian
Pasal 30
Pasal 26 terhadap
Pemeliharaan,
kebijakan, strategi, perlindungan, dan
Wewenang serta program pendayagunaan
Pemerintah dalam penanganan sumber daya lokal
dalam fakir miskin pada dilakukan dengan
penyelenggaraan tingkat cara:
kesejahteraan kabupaten/kota; a. bimbingan sosial
dan/atau pelatihan
sosial meliputi: d. mengevaluasi
untuk kelestarian
a. penetapan kebijakan, strategi, dan pemanfaatan
kebijakan dan dan program pada sumber daya lokal
program tingkat guna mendukung
penyelenggaraan kabupaten/kota; pengembangan
kesejahteraan e. menyediakan ekonomi masyarakat;
sosial selaras sarana dan b. advokasi
pelestarian dan
dengan kebijakan prasarana bagi
pemanfaatan nilai
pembangunan penanganan fakir budaya, sosial, dan
nasional; miskin; ekonomi, serta
b. penetapan f. mengalokasikan sumber daya lokal
standar dana yang cukup lainnya;
pelayanan dan memadai c. fasilitasi
pendaftaran hak
minimum, dalam anggaran
kekayaan intelektual
registrasi, pendapatan dan atas sumber daya
akreditasi, dan belanja daerah lokal; dan/atau
sertifikasi untuk d. membudidayakan
pelayanan menyelenggarakan sumber daya
kesejahteraan penanganan fakir unggulan setempat
94
sosial; miskin. dengan
c. koordinasi (2) Dalam memperhatikan
pelaksanaan melaksanakan kearifan lokal.
program tugas sebagaimana
Penanganan fakir
penyelenggaraan dimaksud pada
miskin memberikan
kesejahteraan ayat (1),
hak kepada rakyat
sosial; pemerintah daerah
miskin mendapatkan
d. pelaksanaan kabupaten/kota
perlindungan dan
kerja sama dalam berwenang
pendayagunaan
penyelenggaraan menetapkan
sumber daya lokal.
kesejahteraan kebijakan, strategi,
sosial dengan dan program Pasal 29 (1)
negara lain, dan tingkat Penguatan
lembaga kabupaten/kota kelembagaan
kesejahteraan dalam bentuk dimaksudkan untuk
sosial, baik rencana memperkuat
kelembagaan
nasional maupun penanganan fakir
masyarakat yang
internasional; miskin di daerah dilakukan dengan
e. pemberian izin dengan cara:
dan pengawasan berpedoman pada a. memberikan
pengumpulan kebijakan, strategi, bimbingan dan/atau
sumbangan dan dan program pelatihan
penyaluran nasional. kepemimpinan dan
manajemen
bantuan sosial;
(3) Pemerintah desa organisasi;
f. pendayagunaan b. membangun
dana yang melaksanakan
jaringan antar
berasal dari penanganan fakir kelembagaan
dunia usaha miskin sesuai masyarakat, dan
dan masyarakat; dengan ketentuan antara kelembagaan
95
g. pemeliharaan peraturan masyarakat dengan
taman makam perundang- pemerintah desa
pahlawan dan undangan. untuk memperkuat
keserasian sosial;
makam
dan/atau
pahlawan c. advokasi
nasional; dan peningkatan peran
h. pelestarian lembaga ekonomi
nilai masyarakat.
kepahlawanan,
keperintisan, dan Masyarakat memiliki
kesetiakawanan hak untuk
sosial. membentuk lembaga
dalam penanganan
fakir miskin, melalui
Pasal 27
organisasi sosial,
Tanggung jawab yayasan, lembaga
pemerintah swadaya masyarakat,
provinsi dalam dan organisasi
menyelenggaraka kemasyarakatan
n kesejahteraan sebagai bentuk
sosial meliputi: kebebasan
berkumpul dan
a.
berpendapat
mengalokasikan
anggaran untuk Pasal 24
penyelenggaraan Upaya Penanganan
kesejahteraan Fakir Miskin di
wilayah
sosial dalam
tertinggal/terpencil
anggaran dilakukan melalui:
pendapatan a. pengembangan
dan belanja ekonomi lokal
96
daerah; bertumpu pada
b. melaksanakan pemanfaatan sumber
penyelenggaraan daya alam, budaya,
adat istiadat, dan
kesejahteraan
kearifan lokal secara
sosial lintas berkelanjutan;
kabupaten/kota, d.keterpencilan;
termasuk e.ketunaan sosial
dekonsentrasi dan penyimpangan
dan perilaku;
tugas f. korban bencana;
dan/atau
pembantuan;
g.korban tindak
c. memberikan kekerasan,
bantuan sosial eksploitasi dan
sebagai stimulan diskriminasi.
kepada
masyarakat yang Subjek upaya
menyelenggaraka penanganan fakir
miskin diantaranya
n kesejahteraan
adat istiadat, korban
sosial; diskriminasi
d. memelihara merupakan
taman makam kelompok minoritas
pahlawan; dan ini wujud pengakuan
e. melestarikan hak minoritas
nilai Pasal 9
kepahlawanan, Peningkatan
keperintisan, dan pembangunan
kesetiakawanan sarana dan
sosial. prasarana dilakukan
dengan cara:
97
Pasal 28 a. membuka akses
Wewenang transportasi,
pemerintah informasi,
komunikasi, dan
provinsi dalam
energi;
penyelenggaraan b. memfasilitasi
kesejahteraan pengembangan
sosial meliputi: jaringan antar
a. penetapan kelompok usaha
kebijakan antardesa, dan
penyelenggaraan antara desa dengan
kota;
kesejahteraan
c. penyediaan sarana
sosial yang dan prasarana
bersifat lintas pelayanan sosial dan
kabupaten/kota pelayanan umum;
selaras d. memfasilitasi
dengan kebijakan pembangunan pasar
pembangunan tradisional; dan/atau
e. penyediaan sarana
nasional di
dan prasarana dasar
bidang permukiman
kesejahteraan perdesaan.
sosial;
b. penetapan Pasal 9 (a)
kebijakan kerja menyebutkan secara
tegas pemerintah
sama dalam
berkewajiban
penyelenggaraan menyediakan sarana
kesejahteraan prasarana akses
sosial dengan informasi dalam
lembaga upaya penanganan
kesejahteraan fakir miskin
98
sosial nasional;
c. pemberian izin Pasal 42
dan pengawasan (1) Upaya
Penanganan Fakir
pengumpulan
Miskin dilaksanakan
sumbangan dan secara terencana,
penyaluran terarah, terukur, dan
bantuan sosial terpadu dengan
sesuai berdasarkan pada
dengan rencana aksi
kewenangannya; nasional Penanganan
Fakir Miskin.
d. koordinasi
(2) Menteri
pelaksanaan
mengoordinasikan
program
penyusunan rencana
penyelenggaraan
aksi nasional
kesejahteraan
sebagaimana
sosial;
dimaksud pada ayat
e. pemeliharaan
(1), bersama
taman makam
menteri/pimpinan
pahlawan; dan
lembaga terkait
f. pelestarian
sesuai tugas dan
nilai
fungsinya.
kepahlawanan,
keperintisan, dan (3) Rencana aksi
kesetiakawanan nasional Penanganan
sosial. Fakir Miskin
Pasal 29 sebagaimana
Tanggung jawab dimaksud pada ayat
(1) merupakan
pemerintah
sinkronisasi dan
kabupaten/kota keterpaduan
99
dalam program dan
menyelenggaraka kegiatan
n kesejahteraan antarkementerian/le
mbaga dalam upaya
sosial meliputi:
Penanganan Fakir
a. Miskin.
mengalokasikan Penyelenggaraan
anggaran untuk penanganan fakir
penyelenggaraan miskin dilaksanakan
kesejahteraan dalam bentuk
sosial dalam rencana aksi
nasional yang
anggaran
sebelumnya
pendapatan dan dikoordinasikan
belanja daerah; dengan antar
b. melaksanakan kementerian dan
penyelenggaraan lembaga ini
kesejahteraan memenuhi unsur
sosial di adil, terkoordinasi,
terpadu dan dapat
wilayahnya/bersi
mengurangi konflik
fat lokal, karena telah
termasuk tugas disinkronisasi dalam
pembantuan; keterpaduan
c. memberikan program, unsur
bantuan sosial dinamika peran serta
masyrakat termasuk
sebagai stimulan
dalam asas keadilan
kepada dalam undang-
masyarakat yang undang No/13
menyelenggaraka tentang fakir miskin
n kesejahteraan sebagai induk
sosial; peraturan
100
d. memelihara pemerintah ini
taman makam
pahlawan; dan
e. melestarikan
nilai
kepahlawanan,
keperintisan, dan
kesetiakawanan
sosial.
Pasal 30
Wewenang
pemerintah
kabupaten/kota
dalam
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial meliputi:
a. penetapan
kebijakan
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial yang
bersifat lokal
selaras dengan
kebijakan
pembangunan
nasional dan
provinsi di bidang
101
kesejahteraan
sosial;
b. koordinasi
pelaksanaan
program
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial di
wilayahnya;
c. pemberian izin
dan pengawasan
pengumpulan
sumbangan dan
penyaluran
bantuan sosial
sesuai
dengan
kewenangannya;
d. pemeliharaan
taman makam
pahlawan; dan
e. pelestarian
nilai
kepahlawanan,
keperintisan, dan
kesetiakawanan
sosial.
Pasal 31
102
Pemerintah dan
pemerintah
daerah
melakukan
koordinasi dalam
perencanaan,
pelaksanaan, dan
pengendalian
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial.
103
B. Analisis
Apabila dirunut mulai dari landasan hukum tertinggi, maka
dasar hukum penanggulangan kemiskinan dapat ditemukan
dalam Pasal 27, 31, 32 dan 34 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Kelima pasal tersebut mengatur
hak-hak tiap warganegara untuk mendapatkan akses dan layanan
dari negara. Akses terhadap hak atau layanan tersebut antara lain
terkait dengan pekerjaan, penghidupan yang layak, kemerdekaan
berserikat, mengutarakan pendapat, pendidikan, perekonomian
dan kemakmuran rakyat. Selengkapnya bunyi klausul tersebut
adalah :
a. Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
b. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang.
c. Pasal 31 ayat (1) mengatur bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Sedangkan ayat (2) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional, yang diatur denagn undang-undang.
d. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Ayat (2) mengatur tentang cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasi oleh negara. Sedangkan ayat (3) menyebutkan bahwa
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
104
e. Pasal 34 menyebutkan bahwa Fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar dipelihara oleh negara.
Kemudian peraturan dibawah Undang-undang mengatur
tentang tata cara pelaksanaan penanggulangan kemiskinan
sebagai implementasi amanah 5 Pasal penting tentang
kesejahteraan sosial dalam UUD 1945 tersebut, adalah peraturan
pemerintah sampai peraturan presiden. Pelaksanaanya melalui
program-program yang dikoordinasikan oleh Tim Nasional
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau yang sering disebut
dengan TNP2K di tingkat pusat dan TKPKD di tingkat Provinsi
maupun di tingkat Kabupaten/Kota. Untuk meningkatkan
koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah menerbitkan
Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan
dari Peraturan Prsiden Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan. Dalam Peraturan Presiden tersebut
diamanatkan untuk membentuk Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat yang
keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia
usaha, dan pemangku kepentingan lainnya. Sedangkan di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Tim tersebut mengkoordisir pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan secara horizontal maupun vertikal.
106
BAB V
ANALISIS DAN EVALUASI BERDASARKAN EFEKTIVITAS
IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 6 : Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial meliputi :
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
d. perlindungan sosial.
3. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun Ketentuan Pasal 5 ini layak untuk
2010 Tentang Percepatan dipertahankan.
Penanggulangan Kemiskinan. Koordinasi penanggulangan
kemiskinan adalah sarana untuk
pasal 5 : Program percepatan penegakan hukum itu sendiri.
penanggulangan kemiskinan terdiri Semakin terkoordinasi
dari 4 kelompok : penanggulangan kemiskinan antar
sektor, maka semakin efektif dan
1. program bantuan sosial terpadu tepat sasaran.
berbasis keluarga, bertujuan
untuk melakukan pemenuhan Efektifitas dan ketepatan sasaran
hak dasar, pengurangan beban tersebut adalah target dari
hidup, dan perbaikan kualitas penegakan hukum
hidup masyarakat miskin; penanggulangan kemiskinan.
Semakin efektif dan tepat sasaran
108
2. program penanggulangan maka penanggulangan kemiskinan
kemiskinan berbasis makin sesuai dengan tujunnya
pemberdayaan masyarakat, untuk meningkatkan
bertujuan untuk kesejahteraan sosial, mengurangi
mengembangkan potensi dn laju angka kemiskinan,
memperkuat kapasitas meningkatkan IPM dan
masyarakat miskin untuk mengurangi laju indik Gini.
terlibat dalam pembangunan
yang didasarkan pada prinsip-
prinsip pemberdayaan
masyarakat;
3. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi
mikro dan kecil, bertujuan
untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku
usaha;
Seluruh pasal
110
BAB VI
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Pelaksanaan penanggulangan kemiskinan membutuhkan
landasan yuridis yang menjamin kepastian hukum.
Landasan yuridis penanggulangan kemiskinan secara
substansi, struktur dan kultur harus saling menunjang
sebagai satu kesatuan sistem hukum. Untuk percepatan
penanggulangan kemiskinan Pemerintah menetapkan
program perlindungan sosial yang terdiri dari : Program
Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia
Pinter (PIP), Program Indonesia Sehat (PIS).
2. Penanggulangan kemiskinan bukan hanya perlindungan
sosial yang mengutamakan program charity kepada
masyarakat kelompok sasaran terbawah (sangat miskin).
Pada pemerintahan yang lalu masyarakat miskin sebagai
kelompok sasaran dibagi menjadi rentan (hampir) miskin,
kelompok miskin (berada digaris kemiskinan), dan sangat
miskin (dibawah garis kemiskinan). Sehingga seluruh
sasaran kelompok harus terkoordinasi dalam seluruh
sasaran program penanggulangan kemiskinan.
3. Implikasi dari tidak terkoordinasi penanggulangan
kemiskinan, masing-masing sektor erjalan sendiri,
harmonisasi dan sinergi penanggulangan kemiskinan
terhambat. Laju penurunan angka kemiskinan melambat
dan laju kenaikan Indek Pembangunan Manusia melambat,
sementara target pembangunan ditentukan oleh IPM yang
dicapai.
4. Struktur pelaksanaan koordinasi penanggulangan
kemiskinan adalah Tim Nasional Percepatan
111
Penanggulangan Kemiskinan dan Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD. Namun
kewenangan mereka pasca berlakunya Peraturan Presiden
Nomor 166 Tahun 2014 tidak lagi efektif. Kalupun ada
koordinasi tidak berjalan secara resmi, koordinasi hanya
pada progres dan capaian kartu-kartu, baik itu Kartu
Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan
Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 166
Tahun 2014. Terkait dengan pemahaman, kepatuhan, akses
informasi, penegakan, partisipasi masyarakat, serta etika
pelayanan kepada masyarakat, memperlihatkan bahwa
pelaksanaan penanggulangan kemiskinan tidak lagi berjalan
secara terkoordinasi. Ketiadaan koordinasi dengan program
lain dapat mengakibatkan tumpang tindih penerima
manfaat dan kurang sinerginya penanganan.
B. REKOMENDASI UMUM
1. Koordinasi dalam penanggulangan kemiskinan mutlak
diperlukan agar sinergi kebijakan dan peran para pemangku
kepentingan (stakeholders) tetap berkesinambungan.
Regulasi yang menunjang koordinasi dipertahankan seperti
pasal-pasal tertentu dalam Peraturan Presiden Nomor 13
Tahun 2009 sehingga dapat dipindahkan ke Peraturan
Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
2. Regulasi yang menunjang koordinasi dipertahankan seperti
pasal-pasal tertentu dalam Peraturan Presiden Nomor 15
Tahun 2010 Tentang percepatan Penanggulangan
Kemiskinan. Praturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014
112
Tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
sebaiknya dicabut. Sebab selain kontraproduktif juga hanya
menunjang program charity saja. Selengkapnya termuat
dalam tabel sbb :
113
C. Rekomendasi Khusus
Rekomendasi ini dilakukan berdasarkan analisis sebagaimana dijelaskan dalam Bab III, Bab IV, dan Bab V.
Rekomendasi ini dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :
Rekomendasi Pasal
NO UU Pasal Rekomendasi Umum
Revisi Cabut Tetap
1 Undang-Undang Pasal 4 : v Substansi Pasal 4 Undang-Undang Nomor
Republik Negara bertanggungjawab 11 Tahun 2009 harus menjadi acuan dalam
Indonesia Nomor atas penyelenggaraan sosial. pembangunan di semua sektor. Sehingga
11 Tahun 2009 semua sektor berorientasi pada
Tentang kesejahteraan rakyat, terutama bagi
Kesejahteraan sasaran warga miskin.
Sosial
2 Undang-Undang Pasal 5 v Pasal 5 dan Pasal 6 merupakan landasan
Republik (1) Penyelenggaraan yuridis program penanggulangan
Indonesia Nomor kesejahteraan sosial kemiskinan yang harus difungsikan sebagai
11 Tahun 2009 ditujukan kepada: klausul payung penyelenggaraan program.
Tentang a. perseorangan;
Kesejahteraan b. keluarga; Kedua pasal tersebut mengidentifikasi
Sosial c. kelompok; dan/atau kelompok sasaran program peningkatan
d. masyarakat. kesejahteraan dan atau program
penanggulangan kemiskinan yang. Apabila
(2) Penyelenggaraan penanggulangan kemiskinan masih
kesejahteraan sosial menggunakan pola terdahulu yang
diprioritaskan kepada membagi ke dalam 4 kluster maka Pasal 5
mereka yang memiliki dan pasal 6 adalah landasan Yuridis bagi
kehidupan yang tidak layak Perpres no 13 Tahun 2009 dan Perpres no
secara kemanusiaan dan 15 Tahun 2010 yang mengkoordinasikan
memiliki kriteria masalah upaya penanggulangan kemiskinan
114
sosial:
a. kemiskinan;
b. ketelantaran;
c. kecacatan;
d. keterpencilan;
e. ketunaan sosial dan
penyimpangan perilaku;
f. korban bencana;
dan/atau
g. korban tindak kekerasan,
eksploitasi dan
diskriminalisasi.
3 Pasal 6 v
Penyelenggaraan
kesejahteraan sosial
meliputi:
a. rehabilitasi sosial;
b. jaminan sosial;
c. pemberdayaan sosial; dan
perlindungan sosial.
115
masyarakat miskin;
2. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan
masyarakat, bertujuan
untuk mengembangkan
potensi dan memperkuat
kapasitas masyarakat
miskin untuk terlibat
dalam pembangunan yang
didasarkan pada prinsip-
prinsip pemberdayaan
masyarakat;
3. program penanggulangan
kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil,
bertujuan untuk
memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi
pelaku usaha berskala
mikro dan kecil ;
4. program-program lainnya
yang baik secara langsung
ataupun tidak langsung
dapat meningkatkan
kegiatan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat
miskin.
116
5 Peraturan v Substansi dasar Penanggulangan
Presiden Nomor kemiskinan terkoordinasi dalam prinsip
166 Tahun 2014 harmonisasi program pada Pasal 5, 6 dan 7
Tentang Program Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010
Percepatan seharusnya masih digunakan, bahkan
Penanggulangan ditambahkan satu kategori lagi untuk
Kemiskinan. dimasukkan ke Pasal 5;
117
DAFTAR PUSTAKA
118
13. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka
Jakarta, 2006.
14. Kadir Ruslan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Metode
Baru, yang Terbaik dan yang Tercepat? Kompasiana 8 Nov
2015.
15. Luhur Fajar Martha, Memaknai Indeks Pembangunan
Manusia yang Baru, Litbang Kompas, 9 September 2015,
16. Turiman Fachturahman Nur, Memahamni Konsep
Koordinasi Dalam Pemerintahan Daerah; 2012.
17.Tomy Risqi, et al, Konsep Kebijakan Penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan
Rencana Kegiatan Pembangunan (RKP) Desa, Kementerian
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, 2015.
18. Tomy Risqi et al, Konsep Kebijakan Pembangunan Desa :
Aspek Perencanaan, Pengangguran dan Pengelolaan
APBDesa, Kementerian Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, 2015.
19.www.tnp2k.go.id situs Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
20.www.bps.go.id situs Badan Pusat Statistik (BPS)
119