Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN PRAKTIKUM ADDITIVE

( BETON & MORTAR )

Di Susun Oleh :

Kelompok 7

Anggota :

Nurindra A. (5101419054)

Salsabila Amanda T. (5101419046)

Gerald Ardian (5101419051)

PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN UNNES 2019


Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi
bangunan. Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-
sifat material pembentuk beton, parameter-parameter material pembentuk
beton, perencanaan dan percobaan pembuatan campuran beton dengan
kekuatan tekan tertentu, dan pengujian kuat tekan beton, serta sifat
mekanik dari material beton tersebut melalui praktikum atau eksperimen.
Beton terbentuk dari beberapa material yaitu semen, agregat halus dan
agregat kasar, air, dan bahan tambahan (admixtures).

1.1.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan
air dan setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai
air. Semen yang dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen
Portland, terbuat dari campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi.
Kalsium bisa didapat dari bahan berbasis kapur, seperti batu kapur,
marmer, batu karang, dan cangkang keong. Sedangkan silika, alumina,
dan zat besi dapat ditemukan pada lempung dan batuan serpih. Selain itu,
silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada bauksit, sedangkan
oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat pencampuran
tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.
Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A
dan C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah
senyawa- senyawa yang paling penting, yang merupakan sumber
timbulnya kekuatan pasta semen yang telah terhidrasi. Adanya C 3A
didalam semen sebenarnya tidak diinginkan, dan hanya memberikan

2
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada umur dini, namun C 3A
berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada klinker. C 4AF
berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.

Panas Hidrasi
Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas).
Jumlah panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang
dikeluarkan sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu,
didefinisikan sebagai panas hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas
hidrasi dan sifat pengikatan dari senyawa-senyawa individual semen.
Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak dapat diramalkan atas dasar
kekuatan masing-masing senyawa.

Kehalusan Semen
Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan
total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju
hidrasi tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh
pertumbuhan kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.

Berbagai jenis semen berdasarkan perbedaan komposisinya


(ASTM C- 150), yaitu:
 Semen Tipe I (semen biasa/normal)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A 8-12%
Kehalusan ≥ 350-400
m2/kg
 Semen Tipe II (semen panas sedang)
Kandungan C3S 40-45%
Kandungan C3A 5-
7% Kehalusan ≥ 300

3
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
m2/kg
Ketahanan terhadap sulfat cukup
baik Panas hidrasi tidak tinggi
 Semen Tipe III (semen cepat mengeras)
Kandungan C3S > 55%
Kandungan C3A > 12%
Kehalusan ≥ 500 m2/kg
Laju pengerasan awal
tinggi
Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan semen tipe I
Tidak baik untuk semen mutu tinggi
 Semen Tipe IV (semen panas
rendah) Kandungan C3S
maksimum 35% Kandungan C3A
maksimum 7% Kandungan C2S 40-
50%
Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
 Semen Tipe V (semen tahan sulfat)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi
tulangan) Kehalusan ≥ 300 m2/kg
Panas hidrasi rendah
Ketahanan terhadap sulfat
tinggi Laju pengerasan
rendah

4
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1.1.2 Agregat
Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu,
karakteristik kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam
pencampuran sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang
dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi,
dan lain-lain. Agregat alam dapat diperoleh dari proses pelapukan dan
abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Sifat
agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain: komposisi kimia
dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan (hardness),
kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat yang
tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk
partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan
menentukan berat beton yang dihasilkan:
 Beton ringan 1360 - 1840 kg/m3
 Beton normal 2160 – 2560 kg/m3
 Beton berat 2800 – 6400 kg/m3
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang
mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras,
kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi.

Modulus kehalusan
Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada
saringan seri standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang
masing-masing mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan
sebelumnya yaitu 150,300,600μm, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus
kehalusan dihitung untuk agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3
dan 3, dimana nilai yang lebih tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar.
Nilai modulus kehalusan berguna dalam mendeteksi variasi kecil pada
agregat yang berasal dari sumber yang sama, yang dapat mempengaruhi
workability beton segar.

Persyaratan gradasi
5
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun
tidak mempengaruhi kekuatan.

Ukuran agregat maksimum


Semakin besar ukuran partikel agregat, semakin kecil luas permukaan
yang harus dibasahi per unit massa. Untuk tingkat workability tertentu
rasio air-semen dapat dikurangi dan konsekuensinya kekuatan meningkat.
Tetapi walaupun begitu ada batas atas ukuran agregat maksimum agregat
dimana peningkatan kekuatan akibat berkurangnya kebutuhan air masih
dapat mengimbangi efek negative yang timbuk dengan berkurangnya luas
permukaan lekatan dengan adanya diskontinuitas akibat penggunaan
agregat berukuran besar yang menyebabkan sifat heterogenitas beton
menjadi menonjol. Sifat heterogenitas inilah yang member pengaruh
negative terhadap kekuatan beton. Untuk beton structural dibatasi ukuran
agregat maksimum pada 25 mm sampai 40 mm Karena pertimbangan
ukuran penampang beton dan jarak antara tulangan yang umum
digunakan.
Beton dapat terdiri dari partikel agregat yang biasanya berada
diantara ukuran 10 mm sampai 50 mm. Ukuran 20 mm merupakan ukuran
tipikal. Gradasi merupakan distribusi ukuran partikel.

Agregat (ASTM C-33):


 Kasar
Batas bawah pada ukuran 4.75 mm atau ukuran saringan no.4 (ASTM)
 Halus
Batas bawah = 0.075 mm atau
no.200 Batas atas = 4.75 mm
atau no. 4
Dari segi petrografi agregat dapat dibagi kedalam beberapa
kelompok batuan yang mempunyai karakteristik masing-masing sebagai
berikut:
 Kelompok Basalt
6
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
 Kelompok Gabbro
 Kelompok Gritstone
 Kelompok Limestone
 Kelompok Quartzite
 Kelompok Flint
 Kelompok Granit
 Kelompok Hornfels
 Kelompok Porphyry
 Kelompok Schist

Mineral terpenting dalam agregat (ASTM Standart C 294-69)


 Mineral Silika
 Mineral Micaceous
 Mineral Sulphate
 Mineral Ferromagnesian
 Mineral Ion Oksida Besi
 Feldspar
 Mineral Carbonate
 Mineral Iron Sulphide

 Zeolites
 Mineral Lempung

Karakteristik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan


tekstur permukaan memegang peranan penting terhadap sifat beton segar
yang sudah mengeras. Berikut ini adalah klasifikasi bentuk partikel
agregat:
 Rounded
 Flaky
 Elongated
 Irrenguler
7
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
 Angular
 Flaky & Elongated

Partikel dengan rasio luas permukaan terhadap volume yang tinggi


menurunkan workability campuran beton (flaky dan elongated).
Berikut ini klasifikasi tekstur permukaan agregat:
 Glassy
 Granular
 Crystalline
 Smooth
 Rough
 Honeycombed

Bentuk dan tekstur permukaan agregat sangat berpengaruh terhadap


sifat-sifat beton segar seperti kelecakan, kelecakan adalah sifat
distribusi dari aggregate. Bentuk dan tekstur permukaan agregat,
terutama agregat halus, sangat mempengaruhi kebutuhan air
campuran beton. Semakin banyak kandungan void pada agregat yang
tersusun secara tidak padat, semakin tinggi kebutuhan air.
Gaya Lekat
Bentuk dan tekstur permukaan agregat mempengaruhi kekuatan
beton, terutama untuk beton berkekuatan tinggi. Dalam hal ini, kekuatan
lentur lebih dipengaruhi oleh bentuk-bentuk tekstur agregat daripada
kekuatan tekan.semakin kasar tekstur, semakin besar daya lekat agregat
dengan matriks semen. Biasanya pada agregat dengan daya lekat yang
baik akan banyak dijumpai partikel agregat yang pecah dalam beton yang
diuji tekan sampai kapasitasnya. Namun, terlalu banyak partikel agregat
yang pecah menandakan bahwa agregat bersifat terlalu lemah.

8
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
 Ikatan fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan
agregat. Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat
mengembangkan ikatan yang baik dengan pasta semen.
 Ikatan kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi
antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat
yang mengandung silika dapat mengikat dengan pasta semen secara
kimiawi.
Ikatan antara agregat dengan pasta semen sering menjadi bagian
terlemah dari beton.
Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari
pengujian tak langsung antara lain dari pengujian tekan sample batuan,
nilai crushing tumpukan agregat atau performansi agregat dalam beton.
Kekuatan tekan agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih
tinggi daripada kekuatan tekan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan
tegangan sebenarnya yang bekerja pada titik kontak masing-masing
partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi daripada tegangan yang bekerja
pada beton. Agregat dengan kekuatan moderat atau rendah dan yang
mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume
akibat perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada
pasta semen biasanya lebih rendah jika agregat lebih kompresibel.
Toughness dapat didefinisikan sebagai daya tahan agregat
terhadap kehancuran akibat beban impak.
Hardness atau daya tahan terhadap keausan agregat merupakan
sifat yang penting bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan
lantai yang harus memikul lalu lintas berat.
Los Angeles Test mengkombinasikan proses atrisi dan abrasi dan
memberikan hasil yang menunjukan korelasi yang baik dengan keausan
aktual agregat pada beton dan juga kekuatan tekan dan lentur beton yang
9
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
dibuat dengan agregat yang bersangkutan.
Sifat fisik
Sifat fisik agregat biasanya dibutuhkan dalam perhitungan proporsi
agregat dalam campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain:
- Specific gravity: perbandingan massa (atau berat diudara) dari
suatu unit volume bahan terhadap massa air dengan volume
yang sama pada temperature tertentu
- Apparent specific gravity: perbandingan massa agregat kering
(yang dioven pada 110 derajat selama 24 jam) terhadap massa
air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.

10
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

- Bulk spesifi gravity: perbandingan massa agregat SSD


(Saturated and surface dry) terhadap massa air dengan volume
yang sama denga agregat tersebut.
- Bulk density: massa actual yang akan mengisi suatu
penampang/wadah dengan volume satuan. Berguna untuk
merubah ukuran massa menjadi ukuran volume.
- Porositas dan absorpsi: porositas, permeabilitas, dan absorpsi
agregat mempengaruhi daya lekat antara agregat dan pasta
semen, daya tahan beton terhadap pembekuan dan pencairan,
stabilitas kimia, daya tahan terhadap abrasi dan specific gravity.
- Berat isi: berat agregat yang ditempatkan didalam wadah 1 m3.
Berat isi agregat untuk beton normal berkisar 1200-1760 kg.

1.1.3 Admixtures
Additive : Bahan yang ditambahkan pada semen pada
tahap pembuatannya.
Admixture:
 Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap
pencampurannya. Hal ini dilakukan untuk mengubah beberapa sifat
semen yang biasa digunakan.
 Suatu material, selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan
sebagai bahan pencampuran beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam
batch sebelum , selama, atau setelah proses pencampuran.

Admixture dibagi dua:


 Chemical Admixture
Bahan-bahan admixture yang dapat larut dalam air digolongkan
sebagai chemical admixtue
 Mineral Admixture
Bahan-bahan admixture yang tidak dapat larut dalam air digolongkan

11
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
sebagai mineral admixture

Chemical Admixture:
 Biasanya digunakan dalam jumlah yang sedikit pada campuran beton.
Tujuan penggunaannya adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu
dari campuran.
 Penggunaan admixture harus mengikuti spesifikasi yang ditetapkan
produsennya. Trial Mix sebelum penggunaan sangat dianjurkan.

12
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Berbagai jenis admixture yang umum digunakan :


1. Accelerator
Admixture yang mempercepat proses pengerasan atau
pertumbuhan kekuatan pada umur dini dari beton. Admixture ini
sebenarnya tidak mempunyai efek tertentu terhadap setting time sekali
pun demikian, dalam praktek, setting time juga berkurang.
Yang biasa digunakan sebagai accelerator : Calcium Chlorida (CaCl 2 )
CaCl 2 mungkin bertindak sebagai katalisator di dalam proses
hidrasi C 3 S dan C 2 S atau berfungsi sebagai pereduksi sifat alkalinitas
dari larutan sehingga mempercepat hidrasi silikat. Dengan menggunakan
CaCl 2 proses hidrasi C 3 A diperlambat , tetapi proses hidrasi normal dari
semen tidak berubah.
CaCl 2 dapat ditambahkan untuk digunakan bersama semen tipe III
(rapid hardening) dan juga semen biasa/ Ordinary Portland Cement (tipe
I). CaCl 2 tidak boleh digunakan dengan semen yang mempunyai
kandungan alumina yang tinggi. Jumlah CaCl 2 yang ditambahkan pada
campuran harus dikontrol secara hati-hati.
Asumsi :
Penambahan 1 % CaCl 2 (terhadap massa semen) mempengaruhi
kecepatan pengerasan seperti kenaikan temperatur sebesar 6º C.
Penambahan 1- 2% CaCl 2 umumnya cukup. CaCl 2 harus terdistribusi
secara seragam pada campuran di larutkan pada air pencampur.
Pengaruh CaCl 2 menurunkan daya
tahan terhadap serangan sulfat terutama untuk campuran kurus (lean mix)
dan meningkatkan resiko reaksi alkali – agregat bagi agregat yang reaktif.
Kemungkinan korosi tulangan pada beton bertulang menjadi besar dengan
adanya ion chlorida Cl pada campuran. Accelerator yang tidak
mempunyai resiko ini: Calcium formate.

2. Set Accelerating Admixtures

13
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Admixture ini digunakan untuk mengurangi setting time. Contohnya
adalah Sodium Carbonate yang biasa digunakan untuk memperoleh flash
set pada shot creting. Penggunaan bahan ini dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kekuatan beton.

1.2 Perencanaan Beton


Penentuan parameter material pembentuk beton:
1. Semen
 Pemeriksaan berat jenis semen
 Pemeriksaan konsistensi normal semen hidrolis
 Penentuan waktu pengikatan dari semen hidrolis

2. Agregat Halus (Pasir) dan Agregat Kasar


 Analisis saringan agregat halus
 Pemeriksaan bahan lolos saringan #200
 Pemeriksaan zat organic dalam agregat halus
 Pemeriksaan kadar Lumpur dalam agregat halus
 Analisis specific gravity dan penyerapan agregat
halus Perencanaan campuran beton:
 Penentuan komposisi material pembentuk beton
 Pemeriksaan kualitas adukan beton (Percobaan nilai slump
beton) Pemeriksaan kekuatan hancur benda uji beton:
 Penentuan tegangan hancur beton

1.3 Tujuan Praktikum


 Menambah pengetahuan mengenai sifat-sifat material pembentuk beton
 Mengetahui parameter-parameter material pembentuk beton
 Perencanaan dan percobaan pembuatan campuran beton dengan
kekuatan tekan tertentu
 Pengujian kuat tekan beton serta sifat mekanik dari material beton tersebut

14
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
melalui eksperimen atau percobaan laboratorium

1.4 Metodologi Praktikum


Penentuan Parameter Dari Material Beton
Agregat Halus dan Agregat Kasar
(Analisis saringan, pemeriksaan bahan lolos saringan #200, zat organik dalam
agregat halus, analisis specific gravity dan penyerapan agregat halus)

Penetapan Variabel Perencanaan

Kategori jenis struktur


Rencana slump
Kekuatan tekan rencana beton
Ukuran maksimum agregat kasar
Perbandingan air semen
Kandungan agregat kasar
Kandungan agregat halus

Pelaksanaan Praktikum Campuran Beton

Pengukuran slump aktual


Pembuatan benda uji
silinder
Pencatatan hal-hal yang menyimpang dari perencanaan
Perawatan Benda Uji

Pemeriksaan Kekuatan Tekan Hancur Beton

Kesimpulan

15
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

BAB II
PEMERIKSAAN PARAMETER MATERIAL
PEMBENTUK BETON

2.1 Pemeriksaan Berat Volume Agregat


agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu, karakteristik
kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam pencampuran
sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang dihasilkan, seperti
kuat tekan, dll.
Keuntungan dalam penggunaan agregat pada beton adalah:
- menghasilkan beton yang murah
- menimbulkan sifat volume beton yang stabil
- mengurangi susut
- mengurangi rangkak
- memperkecil pengaruh suhu

2.1.1 Tujuan Praktikum


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan berat volume agregat
halus, kasar, atau campuran yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara berat material kering dengan volumenya.

2.1.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat contoh
b. Talam kapastitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya
bulat, terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
16
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang

2.1.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah agregat kasar atau agregat halus

2.1.4 Prosedur Pemeriksaan


Masukkan agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak
kapasitas wadah sesuai dengan table di atas. Keringkan dengan oven
pada suhu (110±5) C sampai berat menjadi tetap untuk digunakan
sebagai benda uji.

17
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

1. Berat Isi Lepas


a. Ditimbang dan dicatat berat wadah yang dipakai
b. benda uji dimasukkan dengan hati-hati sehingga tidak terjadi
pemisahan dengan menggunakan sendok atau sekop sampai penuh.
c. permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W 2).
e. berat benda uji dihitung (W 3 = W2 – W 1).

2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara
penusukan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W 1).
b. Wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak
25 kali secara merata.
c. Permukaan diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat benda wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W 2)
e. berat benda uji dihitung (W 3 = W2 - W 1).

3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”)samapi 101,1
mm (4”) dengan cara penggoyangan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W 1).
b. wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.
c. setiap lapisan dipadatkan dengan cara menggoyang-goyangkan
wadah dengan prosedur sebagai berikut:
 wadah diletakkan di atas tempat yang kokoh dan datar, salah satu sisinya
diangkat kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.
18
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
 hal ini diulangi pada sisi yang berlawanan. lapisan dipadatkan
sebanyak 25 kali untuk setiap sisi.
 permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W 2)
e. berat benda uji dihitung (W 3 = W2 – W 1)

2.1.5 Perhitungan
Berat isi agregat = M3 (kg/m3); V = isi wadah (m3)
V

19
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.1.6 Laporan Hasil


Pengamatan Observasi I
Tabel 2.2 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Halus

Observasi Pada Gembur


t
A Volume wadah = 2,781 ltr = 2,781 ltr
B Berat Wadah = 2,702 kg = 2,702 kg
C Berat Wadah + Benda = 7,475 kg = 7,250 kg
Uji
D Berat benda uji = 4,773 kg = 4,580 kg
Berat Volume ( M3 ) = 1,710 kg/ltr = 1,640 kg/ltr

Observasi II
Tabel 2.3 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar

Observasi Padat Gembur


A Volume wadah = 2,781 ltr = 2,781 ltr
B Berat Wadah = 2,702 kg = 2,702 kg
C Berat Wadah + Benda = 6,957 kg = 6,318 kg
Uji
D Berat benda uji = 4,225 kg = 3,616 kg
Berat Volume ( M3) = 1,530 kg/ltr = 1,300 kg/ltr

2.1.7 Analisis Data


Pada praktikum ini diperoleh berat volume agregat yang padat lebih
besar dibandingkan dengan berat volume agregat yang gembur. Hal ini
berlaku pada 2 jenis agregat baik kasar maupun halus. Hal ini terjadi
20
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
karena pada agregat yang gembur tidak dilakukan pemadatan seperti
yang dilakukan pada keadaan padat. Pada keadaan padat dilakukan
penumbukan sebanyak 25 kali pada setiap lapisan kira-kira tiap 1/3 dari
volume wadah. Pemadatan dilakukan dengan cara penumbukan.
Penumbukan ini berguna untuk memadatkan pori-pori / celah sewaktu
pemasukan agregat ke dalam wadah. Penumbukan ini berguna untuk
mengurangi volume wadah yang kosong sehingga makin banyak agregat
yang masuk (semakin padat) sehingga menyebabkan berat volume
membesar (W makin besar, V tetap). Pada agregat yang gembur tidak
dilakukan penumbukan sama sekali sehingga volume udara yang tersisa
lebih banyak dibandingkan pada keadaan padat.Keadaan ini
menyebabkan berat volume agregat pada keadaan gembur menjadi lebih
kecil.

2.1.8 Kesimpulan
Berat volume agregat kasar pada keadaan padat ialah 1,530
kg/ltr Berat volume agregat kasar pada keadaan gembur
ialah 1,300 kg/ltr Berat volume agregat halus pada keadaan
padat ialah 1,710 kg/ltr Berat volume agregat halus pada
keadaan gembur ialah 1,530 kg/ltr Pemadatan dapat
menambah berat volume agregat.

2.2 Analisis Saringan Agregat Kasar


Analisis saringan adalah proses untuk membagi suatu contoh
agregat kedalam fraksi-fraksi dengan ukuran partikel yang sama dengan
maksud untuk menentukkan gradasi atau distribusi ukuran agregat.

2.2.1 Tujuan Praktikum


Untuk menentukkan pembagian butir (gradasi) agregat kasar yang
diperlukan dalam perencanaan adukan beton.

2.2.2 Peralatan
21
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
a. Saringan-saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75
mm, dan 2,38 mm
b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)
C
c. Timbangan dengan ketelitian 0,2% berat contoh
d. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
e. Sekop
f. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar
sehingga pada waktu diguncang – guncangkan benda uji/air
tidak tumpah

2.2.3 Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum
dengan batasan sebagai berikut :
 2.38 mm (No.8) =100 gram
 4.75 mm (No.4) = 500 gram
 9.5 mm (3/8”) = 2000 gram
 19.00 mm (3/4”) = 2500 gram
 25.00 mm (1.5”) = 5000 gram
Berdasarkan batasan bahwa diameter maksimum agregat kasar
adalah yang lolos saringan ¾” , maka berat minimum contoh agregat
adalah 2500 gram.

22
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.2.4 Prosedur Pemeriksaan


1. contoh agregat yang beratnya 1.25 kali berat minimum benda uji
dimasukkan ke dalam talam. Keringkan dalam oven dengan suhu
(110±5)oC sampai mencapai berat tetap
2. benda uji agregat dimasukkan ke dalam wadah, dan air pencuci
secukupnya sehingga benda uji terendam.
3. Wadah diguncang-guncangkan dan air cucian dituangkan ke
dalam susunan saringan-saringan yang ada.
4. air pencuci baru dimasukkan dan pekerjaan 3 diulangi sampai air
cucian menjadi jernih
5. Semua bahan tertahan saringan dikembalikan ke dalam wadah,
kemudian seluruh bahan tersebut dimasukka ke dalam talam
yang telah diketahui beratnya (W 2). dimasukkan dalam oven
dengan suhu (110±5)oC sampai mencapai berat tetap
6. Setelah kering ditimbang dan dicatat beratnya (W 3)
7. berat kering tersebut dihitung (W 4= W 3-W 2).

2.2.5 Perhitungan
Jumlah bahan lewat saringan No.8 = (W 1-W 4)/W1 x
100% W 1 = Berat uji semula (gram)
W2 = Berat bahan tertahan saringan No.8 (gram)

2.2.6 Laporan Hasil Pengamatan


2.2.6.1 Analisis Gradasi Saringan

Tabel 2.4 Analisis Saringan Agregat Kasar

23
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Analisis Saringan Agregat Kasar
Berat Contoh 2500
gr
Ukuran Berat Persenta Persenta Persenta SPE
Saringa Tertaha se se se Lolos C
n (mm) n (gr) Tertaha Tertahan Kumulatif ASTM
n Kumulatif C33-
90
25,0 0 0% 0% 100% 100

19,0 615,28 24,86% 24,86% 75% 90-100

9,5 1523,85 61,57% 86,43% 13,57% 20-55

4,75 273,98 11,07% 97,50% 2,50% 0-10

2,38 62,12 2,51% 100% 0% 0-5

2.2.6.2 Kurva Gradasi agregat kasar


persentase lolos kumulatif (%)

batas atas

batas bawah

24
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Grafik 2.1 Kurva Gradasi Agregat Kasar

Keadaan agregat kasar berdasarkan kurva gradasi yang dibuat


kurang ideal karena berada diluar batas batas kurva gradasi ideal agregat
kasar. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian butir (gradasi) agregat
kasar yang ada cenderung tidak heterogen. Grafik presentase lolos
kumulatif yang berada dibawah batas bawah kurva agregat ideal
menunjukkan bahwa sampel agregat berukuran lebih besar daripada
agregat ideal yang sudah ditentukan.

2.2.7 Analisis Data


Hasil grafik yang diperoleh sebagian besar berada di bawah batas
minimum agregat kasar. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran agregat
kasar tidak

25
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

memenuhi standar dan kurang layak digunakan dalam pembuatan beton,


ketidaklayakan ini akibat terjadinya segregasi (pemisahan) pada agregat.
Untuk mengatasinya dilakukan pemilihan ukuran agregat kasar dengan
komposisi yang lebih memenuhi standar.

2.2.8. Kesimpulan
Gradasi agregat kasar tidak memenuhi standar dan kurang layak
digunakan dalam pembuatan beton.

2.3 Analisis Saringan Agregat Halus


2.3.1. Tujuan Praktikum
Menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus

2.3.2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca ketelitian 0,2% dari berat benda uji.
b. Seperangkat saringan dengan ukuran:

26
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 2.5 Spesifikasi Saringan
Nomor Ukuran Lubang Keterangan
Saringan mm inci
- 9,5 3/8 Perangkat
No. 4 4,75 - saringan

No. 6 2,36 - untuk


agregat
No. 16 1,18 -
halus
No. 30 0,60 -
No. 50 0,00 -
Berat
3
minimum
No. 0,15 -
contoh:
100 0
500 gr
No. 0,07 -
200 5

c. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5) C


d. Alat pemisah contoh (sample spliter)
e. Mesin penggetar saringan
f. Talam-talam
g. Kuas, sikat kawat, sekop, dan alat-alat lainnya

2.3.3. Bahan
Benda uji (agregat halus) yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau
dengan cara perempatan. Berat benda uji dapat dilihat pada tabel
perangkat saringan.

2.3.4. Prosedur Pemeriksaan


a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5) C
sampai beratnya konstan
b. Contoh dicurahkan pada perangkat saringan, susunan saringan
dimulai dari saringan paling besar di atas. Perangkat saringan

27
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15
menit.

2.3.5. Perhitungan
Menghitung persentase berat benda uji yang bertahan di atas
masing-masing saringan terhadap berat total benda uji.
Menghitung Modus Kehalusan:

persentase tertaℎan kumulatif


modulus keℎalusan = = 2,888
100

28
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.3.6. Laporan Hasil Pengamatan


2.3.6.1. Analisis Gradasi Saringan

Tabel 2.6 Analisis Saringan Agregat Halus


Analisis Saringan Agregat Halus
Berat Contoh 500 gr

Ukuran Berat Persenta Persenta


Persenta
Saringa Tertaha se se Lolos SPEC
se (%)
n (mm) n (gr) Tertahan Kumulatif ASTM
Kumulatif C33-
90
9,5 0 0 0 100 100
4,75 35 7 7 93 95 – 100
2,36 77 15,4 22.4 77.6 80 – 100
1,18 87 17,4 39.8 60.2 50 – 85
0,60 99 19,8 59.6 40.4 25 – 60
1
0,00 62 12,4 72 28 10 – 30
3
0,15 80 16 88 12 2 – 10
0
0,07 36 7.2 95.2 4.8 -
5
PAN 24 4,8 100 0 -
500 - -
Modulus kehalusan :
2,888

29
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.3.6.2. Kurva Gradasi Agregat Halus

100
95
90
85
persentase lolos kumulatif (%)

80
75
70
65
60
55
50

0,01

Grafik 2.2 Kurva Gradasi Agregat Halus

Keadaan agregat halus tersebut berdasarkan kurva gradasi yang


dibuat cukup ideal karena berada diantara batas batas kurva gradasi
ideal agregat halus. Hal ini menunjukkan bahwa agregat halus yang
ada merupakan heterogen. Hal ini juga menunjukan bahwa pembagian
butir (gradasi) agregat cukup merata.

30
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.3.7. Analisis Data


Dalam perhitungan modulus kehalusan ini yang diambil hanya data
persentase tertahan kumulatif dari saringan dengan ukuran 9,5 mm
sampai 0,15 mm karena disesuaikan dengan analisis saringan agregat
kasar.
Dari hasil perhitungan di atas, didapat modulus kehalusan sebesar 2,888.
Nilai ini sudah berada di dalam rentang modulus kehalusan ideal yaitu 2,3-3,0.
Pada grafik terdapat hasil pengamatan, kurva masih berada diluar
batas minimum dan batas maksimal diujungnya, walaupun demikian, hal
tersebut dapat diabaikan, karena tidak terlalu berpengaruh. Secara
keseluruhan, gradasi agregat merata.

31
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.3.8. Kesimpulan
Modulus kehalusan agregat halus yang diperoleh adalah sebesar
2,888. Agregat yang diuji termasuk dalam rentang agregat halus ideal.
Meskipun pada kurva gradasi agregat halus terdapat titik yang berada di
luar batas maksimum dan minimum. Namun, hal tersebut tidak terlalu
berpengaruh signifikan terhadap keidealan agregat halus.

2.4 Pemeriksaan Kadar Air Agregat


2.4.1 Tujuan Praktikum
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya kadar air
yang terkandung dalam agregat dengan cara pengeringan. Kadar air
agregat merupakan perbandingan antara berat agregat dalam kondisi
kering terhadap berat semula yang dinyatakan dalam persen dan
berfungsi sebagai koreksi terhadap pemakaian air untuk campuran beton
yang disesuaikan dengan kondisi agregat lapangan. Jadi, nilai kadar air
dipakai sebagai koreksi takaran air untuk adukan beton pada agregat
kondisi lapangan.

2.4.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
b. Oven yg bersuhu sampai 110,5oC
c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tmp
pengeringan benda uji

2.4.3 Bahan

32
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm
adalah 500 gram.

2.4.4 Prosedur Pemeriksaan


a. berat talam ditimbang dan dicatat (W 1)
b. benda uji dimasukkan ke dalam talam, kemudian berat talam
ditambah benda uji ditimbang. Catat berat sebagai W2.
c. berat benda uji dihitung W3 = W2 - W1
d. contoh benda uji dikeringkan bersama talam dalam oven pada
suhu (110 ± 5)oC

33
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

e. Setelah kering contoh ditimbang dan dicatat berat benda uji


beserta talam (W 4)
f. berat benda uji kering dihitung W5 = W4 - W1

2.4.5 Perhitungan

Kadar air dalam agregat = C–D X100%


D

C: berat benda uji (B –


A) D: berat benda uji
kering

2.4.6 Laporan Hasil


Pengamatan Observasi I (Pasir)
Tabel 2.7 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Halus
A Berat wadah 95 gram
B Berat wadah + benda uji 1095 gram
C Berat benda uji (B-A) 1000 gram
D Berat benda uji kering 873 gram
kadar air = (C-D)/D * 14,547%
100% [KA1]
Observasi II (Batu)
Tabel 2.8 Pemeriksaan Kadar Air Agregat Kasar
A Berat wadah 59 gram
B Berat wadah + benda uji 1059 gram
C Berat benda uji (B-A) 1000 gram
D Berat benda uji kering 975 gram
kadar air = (C-D)/D * 2,56 % [KA2]
100%

34
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.4.7 Analisis Data


Dari data di atas dapat dilihat bahwa persentase kadar air agregat
kasar lebih kecil dari agregat halus. Hal ini disebabkan karena agregat
kasar lebih susah untuk menyerap air dibandingkan dengan agregat halus.
Kadar air agregat kasar yang didapat pada percobaan ini sesuai untuk
digunakan dalam penggunaan beton, sedangkan pada agregat halus tidak
didapatkan sedemikian. Hal ini disebabkan karena agregat halus yang
digunakan tidak dalam keadaan benar-benar kering karena pada saat
percobaan agregat halus berada di luar ruangan dan sempat terkena

air hujan. Kadar air yang baik untuk agregat halus berkisar antara 3%
sampai 5%. Hal ini disebabkan sifat dari agregat halus itu sendiri yang
mudah untuk menyerap air.

2.4.8 Kesimpulan
Kadar air agregat kasar = 2,56
% Kadar air agregat halus =
14,547%
Agregat halus menyerap air lebih banyak daripada agregat kasar.

2.5 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Halus


2.5.1 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan bulk and apparent
Specific- Gravity dan penyerapan (absorpsi) agregat halus menurut
prosedur ASTM C128. Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besarnya
komposisi volume agregat dalam campuran beton.

35
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum
sebesar 1000 gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
c. Cetakan kerucut pasir (sand cone mold)
d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir

2.5.3 Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 500 gram. Contoh
diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara
perempatan.

2.5.4 Prosedur Pemeriksaan


a. Agregat halus yang jenuh air dikeringkan sampai diperoleh kondisi
kering dengan indikasi contoh tercurah dengan baik.
b. Sebagian dari contoh dimasukkan ke dalam cetakan kerucut pasir (metal
sand cone mold). Benda uji lalu dipadatkan dengan tongkat pemadat
(tamper) dengan jumlah tumbukan sebanyak 25 kali setiap satu dari tiga
bagian yang terisi. Kondisi SSD diperoleh ketika butir-butir pasir
longsor/runtuh ketika cetakan tersebut diangkat.
c. Contoh agregat halus sebesar 500 gram dimasukkan ke dalam piknometer.

Kemudian piknometer diisi dengan air sampai 90% penuh. Bebaskan


gelembung-gelembung udara dengan cara menggoyang- goyangkan
piknometer. Rendamlah piknometer dengan suhu air 73,43o F selama 24
jam. Timbang berat piknometer yang berisi contoh dengan air.
d. benda uji dipisahkan dari piknometer dan dikeringkan pada suhu
213,13o F. Langkah ini harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.
e. berat piknometer yang berisi air ditimbang sesuai dengan kapasitas
kalibrasi pada temperatur 73,43o F dengan ketelitian 0,1 gram.

36
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.5.5 Perhitungan
Apparent Specific-Gravity = E / (E + D -
C) Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D -
C) Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D -
C)
Persentase Absorpsi = ( B – E ) / E x 100%

Keterangan:
A = Berat piknometer
B = Berat contoh kondisi SSD
C = Berat piknometer + contoh +
air D = Berat piknometer + air
E = Berat contoh kering

2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan


Tabel 2.9 Penentuan Specific Gravity Agregat Halus
Penentuan Specific Gravity Agregat Halus
OBSERVASI I
A. Berat Piknometer = 140 gram
B. Berat contoh kondisi SSD = 500 gram
C. Berat piknometer + contoh + air = 953 gram
D. Berat piknometer + air = 637 gram
E. Berat contoh kering = 459 gram
Apparent Specific-Gravity = E / (E + D - C) = 3,209
Bulk Specific-Gravity Kondisi = E / (B + D - C) = 2,4945
Kering
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D - C) = 2,7173
Persentase Absorpsi =(B–E)/Ex 8,93 %
100%=

37
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.5.7 Analisis Data


Dari percobaan pengamatan dan perhitungan menurut prosedur
ASTM C128, diperoleh ukuran Apparent Specific-Gravity = 3,209, Bulk
Specific-Gravity Kondisi Kering = 2,4945, Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD
= 2,7173, dan Persentase Absorpsi = 8,93%. Selisih kondisi SSD dan
kondisi kering menunjukan kandungan air pada agregat. Pada saat
percobaan, pengovenan dilakukan lebih dari 24 jam agar contoh benar-
benar kering.

2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 3,209
Bulk Specific-Gravity Kondisi = 2,494
Kering 5
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,717
3
Persentase Absorpsi = 8,93
%

2.6 Analisis Specific-Gravity dan Penyerapan Agregat Kasar


2.6.1 Tujuan Praktikum
Percobaan ini bertujuan menentukan bulk dan apparent specific
grafity dan penyerapan/absorbsi dari agregat kasar menurut ASTM C 127.
Nilai ini diperlukan untuk menetapkan besaran komposisi volume agregat
dalam adukan beton.

2.6.2 Peralatan
a. Timbang dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg
b. Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
c. Alat penggantung keranjang
38
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
d. Oven
e. Handuk atau kain pel

2.6.3 Bahan
Sebelas liter agregat dalam keadaan SSD, yang didapat dari cara
pengambilan sample dengan alat pemisah atau cara perempatan. Untuk
agregat lewat saringan No 4 tidak diperkenankan sebagai benda uji.

2.6.4 Prosedur Pemeriksaan


1. Benda uji direndam selama 24 jam
2. Benda uji digulung dengan handuk, sehingga air permukaan habis,
tetapi harus masih tampak lembab ( kondisi SSD ) , kemudian timbang
benda uji.
3. Benda uji dimasukkan kedalam keranjang dan rendam kembali kedalam
air. Temperatur air (73,4 3) 0F dan kemudian timbang kembali.
Sebelum

menimbang, container diisi dengan benda uji, lalu digoyang –


goyangkan didalam air untuk melepaskan udara yang terperangkap.
4. benda uji dikeringkan pada temperatur (212 130) 0F, kemudian
didinginkan dan ditimbang

39
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.6.5 Perhitungan

Apparent Specific grafity C

Bulk Specific grafity kondisi C


kering Bulk Specific grafity B
kondisi SSD C

A
B

A
B

A C
100%
Persentase
C
absorbsi

40
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Keterangan:
A = berat (gram) contoh SSD
B = berat (gram) contoh dalam
air C = berat (gram) kering di
udara

2.5.6 Laporan Hasil Pengamatan


Tabel 2.10 Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar
Penentuan Specific Gravity Agregat Kasar
Observasi I
A. Berat contoh SSD = 3000 gram
B. Berat contoh dalam air = 1848 gram
C. Berat contoh kering di udara = 2902 Gram
Apparent Spesific Gravity = C/(C-B) = 2,754
Bulk Spesific Gravity (Kering) = C/(A-B) = 2,819
Bulk Spesific Gravity (SSD = A/(A-B) = 2,604
Presentase Absorpsi Air =((A-C)/C)x = 3,38 %
100%

2.6.7 Analisis Data


Dari percobaan ini diperoleh apparent specific gravity dari sampel
adalah 2.754, bulk specificic gravity (kering) adalah 2,819 serta bulk specific
gravity (SSD) adalah 2,604, dan persentase absorpsi air adalah 3.38 %,.
Dengan kata lain perbandingan antara massa agregat kering (yang dioven
pada 110° selama 24 jam) terhadap masa air dengan massa air dengan
volume yang sama dengan agregat

tersebut adalah 2,754. Perbandingan antara massa agregat SSD (Saturated


41
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
and Surface Dry) terhadap massa air dengan volume yang sama dengan
agregat tersebut adalah 2,604.

2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 2,754
Bulk Specific-Gravity Kondisi = 2,819
Kering
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,604
Persentase Absorpsi = 3,38
%

2.6 Pemeriksaan Kadar Lumpur dalam Agregat Halus


Kadar lumpur merupakan salah satu parameter agregat halus dalam
keadaan baik atau tidak untuk digunakan dalam pencampuran beton.
Kandungan lumpur yang baik adalah < 5%.

2.6.1 Tujuan Praktikum


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase
kadar lumpur dalam agregat halus yang digunakan sebagai campuran
beton. Kandungan lumpur < 5% merupakan ketentuan bagi penggunaan
agregat halus untuk pembuatan beton.

2.6.2 Peralatan
a. Gelas ukur
b.Alat
pengaduk

2.6.3 Bahan
42
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan, dengan bahan pelarut
biasa.

2.6.4 Prosedur pemeriksaan


1. contoh agregat halus dimasukkan kedalam gelas ukur
2. air ditambahkan kedalam gelas ukur untuk melarutkan lumpur
3. gelas ukur dikocok untuk mencuci pasir dari lumpur
4. gelas ukur disimpan pada tempat yang datar dan biarkan selama 24 jam
5. tinggi lumpur ( V1) dan tinggi pasir ( V2) diukur

2.6.5 Perhitungan

V2
Kada lumpur
100
r
% (V1 V2 )

43
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Keterangan:
V2 = tinggi lumpur pada gelas ukur (
mm) V1 = tinggi pasir pada gelas ukur
( mm)

2.6.6 Laporan Hasil Pengamatan


Tabel I.15 Kadar Lumpur pada Agregat Halus
Tinggi pasir setelah 24 jam = 165
Tinggi lumpur setelah 24 = 3
jam

Kadar lumpur = V2 x 100% = 3/ 168 x 100% = 1,786%

2.6.7 Analisis Data


Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil sebagai mana diatas.
Kadar lumpur dalam agregat halus adalah 1,786 % dan jauh dibawah 5 %.
Artinya agregat ini cukup baik bagi mix design beton.

2.6.8 Kesimpulan
Agregat dengan kadar lumpur 1,786 % cukup baik untuk mix design beton.

2.7 Pemeriksaan Zat Organik dalam Agregat Halus


2.7.1 Tujuan Praktikum
Pemeriksaan zat organik pada agregat halus dimaksudkan untuk
menentukan adanya bahan organik dalam agregat halus yang akan
digunakan pada campuran beton. Kandungan bahan organik yang melebihi
batas dapat mempengaruhi mutu beton yang direncanakan.

44
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

2.7.2 Peralatan
a. Botol gelas tidak berwarna dengan volume sekitar 350 ml yang
mempunyai tutup dari karet gabus atau lainnya yang tidak larut dalam
NaOH
b. Standard warna (Organik Plate)
c. Larutan NaOH 3%

2.7.3 Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol).

2.7.4 Prosedur pemeriksaan


1. 115 ml pasir dimasukkan ke dalam botol tembus pandang (kurang
lebih 1/3 isi botol)
2. larutan NaOH 3%. ditambahkan Setelah dikocok, isinya harus
mencapai kira-kira ¾ volum botol
3. botol gelas tersebut ditutup dan dikocok hingga lumpur yang
menempel pada agregat Nampak terpisah dan biarkan selama 24
jam agar lumpur tersebut mengendap
4. Setelah 24 jam, warna cairan yang terlihat dibandingkan dengan
standar warna no. 3 pada organic plate (bandingkan apakah lebih
tua atau muda).

2.7.5 Laporan Hasil Pengamatan


Warna air di atas pasir yang terdapat di dalam botol berubah menjadi
berwarna kuning seperti air seni. Bila dibandingkan dengan organic plate
maka sesuai dengan organic plate nomor 2.

2.7.6 Analisis Data


Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil percobaan berupa
45
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
warna larutan yang berwarna kuning agak tua (nomor 2) Warna larutan
yang tidak menunjukkan warna hitam mengindikasikan bahwa pasir
memiliki kandungan bahan organik dalam batas wajar. Agregat halus
mengandung kadar organik yang masih layak sehingga agregat halus
berdasarkan kandungan zat organik terbilang layak untuk campuran
beton

2.7.7 Kesimpulan
Pasir yang digunakan (nomor 2) layak digunakan untuk campuran beton.

46
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

BAB III
RANCANGAN CAMPURAN BETON

3.1 Pendahuluan
Rancangan campuran beton adalah rancangan komposisi beton
yang akan dibuat agar mendapatkan komposisi beton yang ekonomis dan
memenuhi persyaratan kelecakan, kekuatan, dan durabilitas/ ketahanan.
Komposisi/jenis beton yang akan diproduksi biasanya tergantung pada
beberapa hal yaitu:
 Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan yang ditentukan oleh
perencana struktur.
 Sifat-sifat beton segar yang diinginkan yang dikendalikan oleh jenis
konstruksi, teknik penempatan/ pengecoran, dan pemindahan.
 Tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.
Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu
dilakukan proses yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan
kemudian diikuti oleh pembuatan campuran awal. Sifat-sifat yang
dihasilkan dari campuran kemudian diperiksa terhadap persyaratan yang
ada, dan jika perlu, dilakukan penyesuaian/ perubahan komposisi sampai
didapat hasil yang memuaskan.

Hal utama yang harus diperhatikan dalam perancangan campuran


beton adalah kekuatan beton yang disyaratkan. Biasanya, kekuatan yang
disyaratkan adalah kekuatan beton umur 28 hari. Namun, ada
pertimbangan lain (misalnya: waktu pelepasan bekisting) yang dapat
menjadi alasan untuk memilih kekuatan beton umur selain 28 hari sebagai
syarat yang harus dipenuhi. Faktor-faktor lainnya adalah rasio air-semen,
tipe dan kandungan semen, durabilitas, kelecakan, kandungan air, dan

47
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
pemilihan agregat.
Nilai perbandingan air-semen merupakan parameter dalam
perancangan campuran beton. Sifat-sifat beton, seperti kuat tekannya,
biasanya membaik dengan menurunnya nilai perbandingan air - semen
yang digunakan dalam campuran. Nilai perbandingan air-semen yang
sering digunakan di lapangan berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,45.
Untuk nilai perbandingan air : semen <
0.4 dibutuhkan adanya penambahan superplastisizer. Mengurangi nilai air
: semen suatu campuran merupakan cara termurah untuk mendapatkan
beton dengan mutu yang lebih baik. Sifat-sifat beton merupakan fungsi
dari nilai perbandingan air : semen. Jika nilai air : semen menurun maka
harga fc’ akan naik. Selain itu, porositas atau kepadatan beton juga
merupakan fungsi dari nilai perbandingan air
: semen.

48
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

3.2 Tujuan
Tujuan dirancangnya campuran beton ini adalah untuk menentukan
komposisi campuran beton dengan perhitungan yang sesuai dengan
rencana kekuatan, durabilitas dan kelecakan.

3.3 Alat dan bahan percobaan

 Sekop
 Timbangan
 Saringan
 Mixer
 Kerucut slump
 Karung
 Bekisting
 Penggaris
 Tongkat pengaduk
 Ember besar
 Semen
 Agregat kasar (batu pecah)
 Agregat halus (pasir)
 Air

3.4 Tahapan Rancangan Campuran Beton

3.4.1 Pemilihan Angka Slump

49
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Slump menentukan kelecakan adukan campuran beton. Nilai slump
dapat dipilih dari tabel 3.1 berikut untuk berbagai jenis pengerjaan
kontruksi.

50
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Tabel 3.1Nilai Slump yang Disarankan untuk Berbagai Jenis


Pekerjaan Konstruksi

Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimu Minimum
m
Dinding fondasi, footing, sumuran, 75 25
dinding
Basement
Dinding dan balok 100 25
Kolom 100 25
Perkerasan dan lantai 75 25
Beton dalam jumlah besar (misalnya 50 25
DAM)

Dalam praktikum ini kami memilih jenis konstruksi Kolom dengan


nilai slump 7,5 cm.

3.4.2 Pemilihan Ukuran Maksimum Agregat Kasar


Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan
gradasi yang baik dengan ukuran maksimum yang besar akan
menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat
dengan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil. Hal ini akan
menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan
beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan
dengan dimensi struktur. Sebagai contoh, Karena beton akan dibuat
menggunakan bekisting, maka persyaratan yang dipakai adalah:
d
D≤
5

51
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Sehingga didapat ukuran maksimum agregat sebesar 2 cm.

3.4.3 Estimasi Kebutuhan Air Pancampur dan Kandungan Udara


Jumlah air pencampur per satuan volume beton yang dibutuhkan
untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran
maksimum agregat, bentuk gradasi agregat, dan jumlah kebutuhan
kandungan udara pada campuran.
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak terpengaruh oleh
jumlah kandungan semen dalam campuran.Tabel 3.2 memperlihatkan
informasi mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump
dan ukuran maksimum agregat.

52
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Tabel 3.2 Kebutuhan Air Pencampuran dan Udara


untuk Berbagai Nilai Slump dan Ukuran maksimum
Agregat
Slump Air (Kg/m3)
Jenis
(mm) 10 12,5 20 25 40 50 75
Beton
mm mm mm mm mm mm mm
25-50 205 200 185 180 160 155 140
75-100 225 215 200 190 175 170 155
150-175 240 230 210 200 185 175 170
Tanpa
Penambah Udara

an Udara Yang
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
Terseka
p
(%)
25-50 180 175 165 160 150 140 135
75-100 200 190 180 175 160 155 150
Dengan
150-175 215 205 190 180 170 165 160
Penambah
Kandunga
an Udara
n Udara
(air
Yang
entrained 8 7 6 5 4,5 4 3,5
disaranka
concrete)
n
(%)

Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana air adukan sebesar


200 kg/m3 dengan 2% udara yang terperangkap.

3.4.4 Pemilihan Nilai Perbandingan Air Semen


Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi
53
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu, hubungan
rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya
dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunkan
dalam pencampuran. Terlepas dari hal di atas, Tabel 3.3 berikut bisa
dijadikan pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen

54
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Tabel 3.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton

Rasio Air Semen (dalam Perbandingan Berat)


Kuat Tekan
Tanpa Dengan
Beton umur 28
Penambaha Penambaha
hari (Mpa)
n Udara n Udara
48 0,3 -
3
40 0,4 0,3
1 2
35 0,4 0,4
8
28 0,5 0,4
7 8
20 0,6 0,5
8 9
14 0,8 0,7
2 4

Dalam Praktikum ini, kuat tekan rencana adalah 207,289 kg


Dengan interpolasi 4 data, didapat rasio air semen tanpa penambahan
udara 0,752.
Nilai kuat beton yang digunakan pada tabel 3.3 di atas adalah nilai
kuat tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu:

55
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
fm = fc’ + 1,34 Sd
Keterangan:
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc’ = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
Sd = stndar deviasi (dapat diambil berdasarkan table 3.4)
Nilai 1,34 menyebabkan galat pada praktikum tidak melebihi 5 %.
Tabel 3.4Klasifikasi Standar Deviasi untuk Berbagai
Kondisi Pengerjaan
Standar Deviasi (MPa)
Kondisi
Lapanga Laboratoriu
Pengerjaan
n m
Sempurna <3 < 1,5
Sangat 3 - 3,5 1,5 – 1,75
Baik
Baik 3,5 – 4 1,75 - 2
Cukup 4–5 2 – 2,5
Kurang >5 > 2,5
Baik

Dalam Praktikum ini kami menentukan rencana kondisi pengerjaan


baik dengan standar deviasi di laboratorium adalah sebesar 3,05.

3.4.5 Perhitungan Kandungan Semen


Berat semen yang dibutuhkan per m3 adalah sama dengan jumlah
berat air pencampur (3.2.3) dibagi dengan nilai rasio air semen (3.2.4).
Berat semen yang dibutuhkan per m3 dalam praktikum ini = 200 kg/ 0,752
= 265,957 kg.

56
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.4.6 Estimasi Kandungan Agregat Kasar dan Modulus Agregat Halus
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didpat dengan
menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar
berat isi kering/ dry rodded unit weight) per satuan volume beton. Data
eksperimen menunjukan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar
ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat
kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton
dengan kelecakan yang baik.

Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu


(slump = 75-100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan per satuan
volume beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar
dan modulus kehalusan agregat halus.

57
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.5 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton Untuk
Beton dengan Slump 75-100 mm

Volume Agregat Kasar (Dry

Ukuran Rodded)

Maksimum Per Satuan Volume untuk

Agregat Kasar Berbagai Nilai Modulus

(mm) Kehalusan Pasir


2,4 2,6 2,8 3
10 0,5 0,48 0,46 0,4
4
12,5 0,5 0,57 0,55 0,5
9 3
20 0,6 0,64 0,62 0,6
6
25 0,7 0,69 0,67 0,6
1 5
40 0,7 0,73 0,71 0,6
5 9
50 0,7 0,76 0,74 0,7
8 2
75 0,8 0,8 0,78 0,7
2 6
150 0,8 0,85 0,83 0,8
7 1

58
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Berdasarkan tabel 3.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3)


per 1 m3 beton adalah sama dengan fraksi volume yang didapat dari tabel
3.5. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat
kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang
dimaksud.
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75-100 mm, volume
agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada
tabel 3.6.

Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda
Slump Faktor Koreksi Untuk Berbagai Ukuran Maksimum
(mm) Agregat
10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25 - 50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75 - 100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00

Dalam Praktikum ini karena modulus kehalusan agregat halus


adalah 2,888. Dengan interpolasi data, didapat volume agregat kasar (dry
rodded) per satuan volume senilai 0,612/ m3 beton.

3.4.7 Koreksi Kandungan Air Pada Agregat


Pada Umumnya, stok agregat di lapangan berada dalam kondisi
basah atau tidak dalam kondisi jenuh dan kering permukaan SSD.
Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang
diperoleh bisa lebih besar bahkan lebih kecil dari harga yang telah
ditentukan berdasarkan langkah 4 dan berat SSD agregat (kondisi jenuh
dan kering permukaan) menjadi lebih kecil dari atau lebih besar dari harga
estimasi.

59
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Urutan rancangan beton dilakukan berdasarkan kondisi agregat
yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix, air pencampur yang
dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung
dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk
mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil tau
diperbesar.

3.5 Prosedur Perencanaan Campuran Beton

Dalam prosedur perencanaan campuran beton terdiri dari beberapa


langkah yaitu:
1. Penetapan variabel perencanaan, variabel perencanaan terdiri dari:
katagori jenis struktur, rencana slump, rencana kuat tekan beton,
modulus kehalusan

60
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

agregat halus, ukuran maksimum agregat kasar, spesific gravity


agregat kasar kondisi SSD, spesific gravity agregat halus kondisi SSD,
dan berat volume/ isi agregat kasar.
2. Perhitungan komposisi unsur beton, unsur beton yang dihitung adalah :
rencana air adukan untuk 1 m3 beton, persentase udara yang
terperangkap, w/c rasio, w/c rasio maksimum, berat semen, volume
agregat kasar/ m3 beton, berat agregat kasar, volume semen, volume
air, volume agregat kasar, volume udara, dan volume agregat halus/ m3
beton.
3. Komposisi Berat unsur adukan/ m3 beton, yang terdiri dari: semen, air,
agregat kasar kondisi SSD, agregat halus kondisi SSD, faktor semen.
4. Komposisi jumlah air dan betat unsur untuk perencanaan lapangan,
terdiri dari: kadar air asli/ kelembaban aggregat kasar, penyerapan air
kondisi SSD agggregat kasar, kadar air asli/ kelembaban aggregat
halus, penyerapan air kondisi SSD agggregat halus, tambahan air
adukan dari kondisi aggregat kasar, tambahan aggregat kasar untuk
kondisi lapangan, tambahan air adukan dari kondisi aggregat halus,
dan tambahan aggregat halus untuk kondisi lapangan.
5. Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan, unsur yang
dihitung adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
6. Komposisi unsur campuran beton/ kapasitas mesin molen, unsur yang
dihitung adalah air, semen, agregat kasar, dan agregat halus.
7. Data-data setelah pengadukan/ pelaksanaan, data yang dihitung
diantaranya adalah: sisa air campuran, tambahan air selama
pengadukan, jumlah air sesungguhnya yang digunakan, nilai slump
hasil pengukuran, dan berat isi beton basah waktu pelaksanaan.

3.6 Perhitungan Perencanaan Campuran Beton


 Penetapan Variabel Perencanaan

61
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1. Kategori Jenis Struktur : Kolom
2. Rencana Slump (Tabel 3.1) : 7,5 cm
3. Rencana Kuat Tekan Beton : 207,289Kg
4. Modulus Kehalusan Agregat Halus
Berdasarkan tabel 2.6, modulus kehalusan agregat halus pada
percobaan ini adalah 2,888.

5. Ukuran Maksimum Agregat Kasar


Berdasarkan tabel 3.2. ukuran maksimum agregat kasar adalah 2 cm
dimana semua agregat lolos dalam saringan.

62
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

6. Specific Gravity Agregat Kasar Kondisi SSD


Berdasarkan tabel 2.10, specific gravity agregat kasar SSD yaitu 2,5609167.

7. Specific Gravity Agregat Halus Kondisi SSD


Berdasarkan tabel 2.9, specific gravity agregat kasar SSD yaitu 2,717391.

8. Berat Volume/ Isi Agregat Kasar


Berdasarkan Tabel 2.3, berat volume/ isi agregat kasar yaitu 1,53
kg/l = 1530 kg/m3.

Perhitungan Komposisi Unsur Beton:


9. Rencana air adukan untuk 1 m3 beton : berdasarkan tabel 3.2 tanpa
penambahan udara = 200 kg
10. Persentase udara yang terperangkap : berdasarkan tabel 3.2 tanpa
penambahan udara = 2%
11. W/C rasio : berdasarkan tabel 3.3 = 0,752
12. W/C rasio maksimum = 0,752
13. Berat semen yang diperlukan : (9) / (11) = 200 / 0,752 = 265,957 kg
14. Volume agregat kasar perlu/ m3 beton : berdasarkan tabel 3.5 dan 3.6 = 0,612
15. Berat agregat kasar perlu : (14) x (8) = 0,612 x 1530 = 936,36 kg
16. Volume semen : 0,001 x (13) / 3,15 = 0,001 x 265,957 / 3,15 = 0,08443 m3
17. Volume air : 0,001 x (9) = 0,001 x 200 = 0,2 m 3
18. Volume agregat kasar : 0,001 x (15) / (6) = 0,001 x 936,36 / 2,609167 =
0,35956 m3
19. Volume udara : (10) = 0,02 m3
20. Volume agregat halus perlu/ m3 beton : 1- [(16)+(17)+(118)+(19)] =
0,33601 m3

63
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Komposisi Berat Unsur Adukan / m3


Beton : 21. Semen : (13) = 265,957 kg
22. Air : (9) = 200 kg
23. Agregat kasar kondisi SSD : (15) = 936,36 kg
24. Agregat halus kondisi SSD : (20) x (7) x 1000 = 0,33601 x 2,717391 x 1000 =
913,0705
25. Faktor semen : (21) / 50 (1 zak = 50 kg) = 6,649 zak

64
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Komposisi Jumlah Air dan Berat Unsur untuk Perencanaan Lapangan


26. Kadar air asli/kelembaban agregat kasar (mk): berdasarkan tabel 2.8 = 2,56 %
27. Penyerapan air kondisi SSD agregat kasar (ak): berdasarkan tabel 2.10 = 3,38
%
28. Kadar air asli/kelembaban agregat halus (mh): berdasarkan tabel 2.7 = 14,55
%
29. Penyerapan air kondisi SSD agregat halus (ah): berdasarkan tabel 2.9 = 8,93
%
30. Tambahan air adukan dari kondisi agregat kasar : (23)x[(ak-mk)/(1-
mk)] = (936,36) x [(3,38-2,56)/(1-2,56)] = +7,851 kg
31. Tambahan agregat kasar untuk kondisi lapangan : (23)x[(mk-ak)/(1-
mk)] = (936,36) x [(2,56-3,38)/(1-2,56)] = -7,851 kg
32. Tambahan air adukan dari kondisi agregat halus : (24)x[(ah-mh)/(1-
mh)] = (913,0705) x [(8,93-14,55)/(1-14,55)] = -59,976 kg
33. Tambahan agregat halus untuk kondisi lapangan : (24)x [(mh-ah)/(1-
mh)] = (913,0705) x [(14,55-8,93)/(1-14,55)] = +59,975 kg

Komposisi Akhir Unsur untuk Perencanaan Lapangan / m3 Beton


34. Semen : (13) = 265,977 kg
35. Air : (22)+(30)+(32) = 200+7,851+(-59,976) = 147,8751 kg
36. Agregat kasar kondisi lapangan : (23)+(31) = 936,36+(-7,851) = 928,509 kg
37. Agregat halus kondisi lapangan : (24)+(33) =913,0705+59,975 = 972,7323 kg

KomposisiUnsur Campuran Beton / Kapasitas Mesin Molen : 0,038


Nilai 1,2 didapat dari 120% x perbandingan volume kubus (a=15
cm) dengan silinder (d=15 dan t=15). Tambahan 20% untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
38. Semen = 0,038 x 1,2 x 265,977 = 10,149 kg

65
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
39. Air =0,038 x 1,2 x147,8751 = 5,645042 kg
40. Agregat kasar kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x928,509 = 35,4319 kg
41. Agregat halus kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x972,7323 = 37,11946 kg

Data-data Setelah Pengadukan/ Pelaksanaan


42. Sisa air campuran (jika ada) = 1,36 kg
43. Tambahan air selama pengadukan (jika ada) = -
44. Jumlah air sesungguhnya yang digunakan = 5,645042-1,36= 4,285042 kg
45. Nilai slump hasil pengukuran = 7,5 cm
46. Berat isi beton basah waktu pelaksanaan = -

66
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Secara keseluruhan perencanaan campuran beton dipaparkan melalui


tabel berikut ini :

Penetapan variabel perencanaan

1 kategori jenis struktur Kolom


2 rencana SLUMP 7,5 cm
3 rencana kuat tekan beton 207,289 kg
4 modulus kehalusan agregat halus 2,888
5 ukuran maksimum agregat kasar 2,00 cm
6 spesific gravity agregat kasar kondisi 2,609167
ssd
7 spesific gravity agregat halus kondisi 2,717391
ssd
8 berat volume / isi agregat kasar 1,53 kg/ltr

Perhitungan komposisi unsur beton

9 rencana air adukan untuk 1 m3 200 kg


beton
10 persentase udara terperangkap 2,00%
11 w/c ratio berdasarkan grafik 2 0,752
12 w/c ratio maksimum berdasarkan 0,752
13 berat semen yang diperlukan 265,957 kg
14 volume agregat kasar perlu/m3 0,612 m3
15 berat agregat kasar perlu 936,36 kg
16 volume semen 0,08443 m3

67
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
17 volume air 0,2 m3
18 volume agregat kasar 0,35956 m3
19 volume udara 0,02 m3
20 volume agregat halus/m3 beton 0,33601 m3

Komposisi berat unsur adukan/m3 beton

21 semen 265,957 kg
22 air 200,00 kg
23 agregat kasar kondisi ssd 936,36 kg
24 agregat halus kondisi ssd 913,0705 kg
25 faktor semen ( 1 zak = 40 kg) 6,649 zak
26 kadar air asli/kelembapan agregat kasar 2,56%
27 penyerapan air kondisi ssd agregat kasar 3,38%
28 kadar air asli/ kelembapan agregat halus 14,55%
29 penyerapan air kondisi ssd agregat halus 8,93%
30 tambahan air adukan dari kondisi agg.kasar 7,851 kg
31 tambahan agg.kasar untuk kondisi -7,851 kg
lapangan
32 tambahan air adukan dari kondisi agg. - 59,976 kg
Halus

68
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan/m3 beton

34 semen 265,97 kg
35 air 147,87 kg
36 aggregat kasar kondisi 928,50 kg
lapangan
37 aggregat halus kondisi 972,73 kg
lapangan

Komposisi unsur campuran beton/kapasitas mesin molen : 0,038 M

38 semen 10,14 kg
39 air 5,64 kg
40 aggregat kasar kondisi 35,43 kg
lapangan
41 aggregat halus kondisi 37,12 kg
lapangan

Data-data setelah pengadukan/pelaksanaan

42 sisa air campuran 1,36 kg


43 tambahan air selama pengadukan -

69
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
jumlah air sesungguhnya

44 yang digunakan 4,28 kg


45 nilai slump hasil pengukuran 7,5 cm
46 berat isi beton basah waktu -
pelaksanaan

70
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

3.7 Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapat jumlah air dibutuhkan
adalah sebesar 5.64, semen sebesar 10.14, agregat kasar sebesar
35.43 dan agregat halus sebesar 37.12. dari data ini dapat kita buat
perbandingannya, dan hasil perbandingan dari air : semen : agregat
kasar : agregat halus adalah sebesar 1 : 1,7 : 6,27 : 6,57. Jika
dibandingkan dengan perbandingan normal material
pembentuk beton, yaitu 1:2:3:4, cukup berbeda. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kekurangtelitian praktikan
dalam menghitung.

3.8 Kesimpulan

Komposisi unsur campuran beton yang di butuh kan untuk


menghasilkan beton K-175 adalah :
 Semen = 10,14 kg
 Air = 5,64 kg
 Agregat kasar = 35,4 kg
 Agregat halus = 37,1 kg

71
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

BAB IV
UJI KEKUATAN BETON

4.1 Pengertian
Uji kekuatan beton adalah menguji beton yang telah dicetak dalam
bekisting silinder dan didiamkan selama 7,14, dan 28 hari dan
mengetesnya pada hari ke 7, 14, dan 28 untuk melihat kekuatan beton
yang telah dibuat.

4.2 Alat yang digunakan


4.2.1 Pembuatan beton
1. Silinder pencetak beton

2. Oven

3. Ayakan pasir

4. Sekop

5. Serokan kecil

6. Timbangan

7. Molen

8. Ember

9. Kuas

4.2.2 Pengujian kuat tekan beton

72
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1. UTM (Universal Testing Machine)

2. Timbangan

3. Alat untuk capping

4.3 Prosedur pengujian


4.3.1. Prosedur pembuatan benda uji
1. Rancangan campuran beton/mix design dibuat berdasarkan kuat
tekan yang ingin dicapai.

2. Agregat kasar, agregat halus, air, dan semen, ditimbang


berdasarkan mix design yang telah dibuat.

73
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

3. Semua bahan dimasukkan ke dalam molen dan dicampur. Seletah


pasta dirasa cukup tercampur, dilakukan slump tes. Jika sudah
sesuai, beton sudah boleh di cetak.

4. Beton yang nilai slump nya sudah sesuai, dicetak dengan cara
memasukkan beton segar ke dalam bekisting silinder. Cara
memasukkannya adalah dimasukkan dulu sekitar ¼ silinder lalu di
tekan- tekan menggunakan tangkai besi untuk memadatkan beton
dan menghindari adanya ruang udara. Lalu di tambah lagi ¼
silinder dan di tekan-tekan lagi, dan begitu seterusnya.

5. Setelah selesai dimasukkan ke dalam cetakan, maka beton


didiamkan dulu selama satu hari sampai mengeras. Setelah satu
hari, beton yang sudah mengeras di keluarkan dari cetakan dan di
cure dengan cara di rendam di dalam air. perendaman ini
berlangsung terus sampai tiba waktunya untuk di uji tekan yaitu
pada hari ke 7, 14 dan 28.

4.3.2 Prosedur Pengujian


1. Benda uji diambil.

2. Benda uji diletakkan pada mesin tekan secara simetris

3. Mesin tekan dijalankan. Tekanan dinaikkan secara perlahan-lahan

4. Pembebanan dilakukan sampai beton retak, catat besar beban

5. Ulangi untuk beton yang lain

74
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

4.4. Data Hasil Percobaan


Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Uji Tekan

Luas
Bidan Beba σb σb
Tangg Tangg Umur Slum
No Kode g n silinder kubus
al al (Hari) p
Tekan Maks (kg/cm2 28 hari
Cor Tes (cm)
(cm2) (ton) ) (kg/cm2
)
28-09- 05-10-
1 K-175 7 7,5 176,7 13000 73.56 136.34
2010 2010 1
28-09- 05-10-
2 K-175 7 7,5 176,7 21100 119,4 221.31
2010 2010 1 0
28-09- 12-10-
3 K-175 14 7,5 176,7 20400 115,4 158.04
2010 2010 1 4
28-09- 12-10-
4 K-175 14 7,5 176,7 19500 110,3 151.07
2010 2010 1 5
28-09- 26-10-
5 K-175 28 7,5 176,7 27600 156,1 188.16
2010 2010 1 8
28-09- 26-10-
6 K-175 28 7,5 176,7 26400 149,3 179.98
2010 2010 1 9

4.5 Perhitungan

1. Mencari nilai kuat tekan beton rata-rata


fm28hari= (136.34 + 221.31 + 158.04 + 151.07 + 188.16 + 179.98) / 6
=172,49 kg/cm2 = 17,249 MPa

75
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2. Mencar nilai standar deviasi

standar deviasi = s2 = ∑(x − x̅)2


1

n–1

s2 = 1 [(136,34 − 172,49)2 + (221,31 − 172,49)2 + (158,04 − 172,49)2 +


6–1

(151,07 − 172,49)2 + (188,16 − 172,49)2 + (179,98 − 172,49)2] = 931.896


s = 3.05

76
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Tabel 4.2 Klasifikasi Standar Deviasi untuk berbagai kondisi pekerjaan


Standar Devisiasi (MPa)
Kondisi Lapangan
Lapanga Laboratoriu
n m
Sempurna <3 < 1.5
Sangat 3-3.5 1.5-1.75
Baik
Baik 3.5-4 1.75-2
Cukup 4-5 2-2.5
Kurang >5 > 2.5
Baik

Berdasarkan tabel diatas, standar deviasi yang didapat adalah 3,05.


Maka kondisi pengerjaan termasuk sangat baik.

3. Mencari perbandingan nilai kuat tekan beton dengan kuat tekan percobaan
fc = fc′ + 1,34S
172,49 = fc′ + 1,34 x 3.05
fc′ = 168,4
Sehingga perbandingan antara kuat tekan rencana dan kuat tekan percobaan :
168,4/ 175 x100% = 96.23%
96,23% > 75 % , karena syarat rancangan beton dapat diterima
adalah perbandingannya lebih dari 75%, maka rancangan beton ini
dapat diterima.

77
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

0 5 15

Grafik 4.1 Kuat Tekan Beton

78
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

Analisis grafik :
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan
jumlah hari. Dapat dilihat bahwa semakin hari, kekuatan beton semakin
meningkat.

4.6. Analisis hasil tekan


Dari perhitungan fm (28 hari) (kuat tekan beton rata-rata) di dapatkan
hasil 17,249 MPa, bila hasil ini dibandingkan dengan K-175, terdapat
selisih kekuatan sebesar 2,51 kg/cm2. kesalahan ini didapatkan karena
adanya udara yang terperangkap sehingga menggangu proses penyatuan
agregat dengan pasta semen sehingga menyebabkan berkurangnya
kekuatan tekan beton. Hal lain yang menyebabkan kesalahan ini adalah
penggetaran beton segar saat sedang di cetak terlalu lama sehingga
aggregat menumpuk di bawah.

79
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7

BAB 5
KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, praktikan dapat mengetahui


bahan- bahan pokok pembuatan beton, yaitu agregat kasar, agregat
halus, air dan semen, serta mengenal perannya dalam pembuatan beton,
seperti air dan semen digunakan untuk membuat pasta semen, lalu
agregat digunakan sebagai bahan penguat beton dan pasta semen
digunakan untuk mengikat agregat.
Selain itu juga mengetahui parameter-parameter material
pembentuk beton, antara lain kadar air, kadar Lumpur dan kadar zat
organic pada material pembentuk beton. parameter material ini diperlukan
agar saat membuat beton, campurannya sesuai dengan kebutuhan
sehingga menghasilkan beton sesuai dengan yang diinginkan. Dari dua
hal tersebut, praktikan mengetahui cara merencanakan pembuatan beton,
yaitu dengan membuat perhitungan kebutuhan bahan-bahan pembuatan
beton sesuai dengan kekuatan yang diinginkan. Dan setelah di
rencanakan, praktikan dapat mengetahui cara membuat beton, seperti
mencampur bahan-bahan dan mencetaknya di bekisting. Hal-hal yang
perlu diperhatikan saat mencetak beton adalah penumbukan untuk
memastikan udara yang tersimpan keluar, penggetaran untuk memastikan
agregat merata dan pelapisan oli pada bekisting agar beton yang sudah
jadi tidak menempel pada dinding bekisting.
Terakhir adalah praktikan dapat mengetahui cara merawat beton,
yaitu dapat dengan direndam dalam air untuk mengurangi panas hidrasi,
dan melakukan uji tekan untuk menguji kuat tekan beton dan menguji sifat
mekanik beton tersebut.

80

Anda mungkin juga menyukai