Di Susun Oleh :
Kelompok 7
Anggota :
Nurindra A. (5101419054)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Semen
Semen adalah material yang mengeras apabila dicampur dengan
air dan setelah mengeras tidak mengalami perubahan kimia jika dikenai
air. Semen yang dikenal sekarang ini yang juga disebut sebagai semen
Portland, terbuat dari campuran kalsium, silika, alumina, dan oksida besi.
Kalsium bisa didapat dari bahan berbasis kapur, seperti batu kapur,
marmer, batu karang, dan cangkang keong. Sedangkan silika, alumina,
dan zat besi dapat ditemukan pada lempung dan batuan serpih. Selain itu,
silika juga dapat dijumpai pada pasir, alumina pada bauksit, sedangkan
oksida besi diperoleh dari biji besi. Proporsi dari zat-zat pencampuran
tersebut menentukan sifat-sifat dari semen yang dihasilkan.
Senyawa-senyawa pada semen portland terdiri atas C3S, C2S, C3A
dan C4AF. Dari keempat senyawa utama semen, C3S dan C2S adalah
senyawa- senyawa yang paling penting, yang merupakan sumber
timbulnya kekuatan pasta semen yang telah terhidrasi. Adanya C 3A
didalam semen sebenarnya tidak diinginkan, dan hanya memberikan
2
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
sumbangan kecil pada kekuatan kecuali pada umur dini, namun C 3A
berfungsi sebagai penurun temperatur pembakaran pada klinker. C 4AF
berjumlah sedikit dan tidak terlalu mempengaruhi perilaku semen.
Panas Hidrasi
Hidrasi senyawa semen bersifat eksotermal (mengeluarkan panas).
Jumlah panas (dalam joule) per gram semen yang belum terhidrasi yang
dikeluarkan sampai hidrasi yang komplit pada temperatur tertentu,
didefinisikan sebagai panas hidrasi. Tidak ada hubungan antara panas
hidrasi dan sifat pengikatan dari senyawa-senyawa individual semen.
Kekuatan semen yang telah terhidrasi tidak dapat diramalkan atas dasar
kekuatan masing-masing senyawa.
Kehalusan Semen
Hidrasi dimulai pada permukaan partikel semen, maka luas permukaan
total memberikan material yang tersedia untuk hidrasi. Oleh karena itu laju
hidrasi tergantung dari kehalusan partikel semen dan untuk memperoleh
pertumbuhan kekuatan yang cepat diperlukan kehalusan yang tinggi.
3
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
m2/kg
Ketahanan terhadap sulfat cukup
baik Panas hidrasi tidak tinggi
Semen Tipe III (semen cepat mengeras)
Kandungan C3S > 55%
Kandungan C3A > 12%
Kehalusan ≥ 500 m2/kg
Laju pengerasan awal
tinggi
Untuk rasio air semen yang sama, penggunaan semen tipe III akan
menghasilkan kuat tekan 28 hari yang lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan semen tipe I
Tidak baik untuk semen mutu tinggi
Semen Tipe IV (semen panas
rendah) Kandungan C3S
maksimum 35% Kandungan C3A
maksimum 7% Kandungan C2S 40-
50%
Kehalusan butirnya lebih kasar dari tipe I
Digunakan bila menginginkan panas hidrasi yang rendah
Semen Tipe V (semen tahan sulfat)
Kandungan C3S 45-55%
Kandungan C3A < 5% (tapi > 4% untuk proteksi
tulangan) Kehalusan ≥ 300 m2/kg
Panas hidrasi rendah
Ketahanan terhadap sulfat
tinggi Laju pengerasan
rendah
4
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1.1.2 Agregat
Agregat mengisi 60-80% dari volume beton. Oleh karena itu,
karakteristik kimia, fisik dan mekanik agregat yang digunakan dalam
pencampuran sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton yang
dihasilkan, seperti kuat tekan, kekuatan, durabilitas, berat, biaya produksi,
dan lain-lain. Agregat alam dapat diperoleh dari proses pelapukan dan
abrasi atau pemecahan massa batuan induk yang lebih besar. Sifat
agregat yang bergantung dari sifat induknya, antara lain: komposisi kimia
dan mineral, klasifikasi petrografik, berat jenis, kekerasan (hardness),
kekuatan, stabilitas fisik dan kimia, struktur pori, dan lain-lain. Sifat yang
tidak bergantung dari sifat batuan induk, antara lain: ukuran dan bentuk
partikel, tekstur, dan absorpsi permukaan. Berat agregat yang digunakan
menentukan berat beton yang dihasilkan:
Beton ringan 1360 - 1840 kg/m3
Beton normal 2160 – 2560 kg/m3
Beton berat 2800 – 6400 kg/m3
Secara umum agregat yang baik haruslah agregat yang
mempunyai bentuk yang menyerupai kubus atau bundar, bersih, keras,
kuat, bergradasi baik dan stabil secara kimiawi.
Modulus kehalusan
Didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif yang tertahan pada
saringan seri standar, dibagi 100. Seri standar terdiri dari saringan yang
masing-masing mempunyai ukuran sebesar 2 kali ukuran saringan
sebelumnya yaitu 150,300,600μm, 1.18, 2.36, 5.00 mm. biasanya modulus
kehalusan dihitung untuk agregat halus, nilai tipikalnya berkisar antara 2.3
dan 3, dimana nilai yang lebih tinggi menyatakan gradasi yang lebih kasar.
Nilai modulus kehalusan berguna dalam mendeteksi variasi kecil pada
agregat yang berasal dari sumber yang sama, yang dapat mempengaruhi
workability beton segar.
Persyaratan gradasi
5
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Gradasi mempengaruhi workability (kelecakan) campuran beton, namun
tidak mempengaruhi kekuatan.
Zeolites
Mineral Lempung
8
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Lekatan yang terbentuk antara agregat dan pasta semen terdiri atas:
Ikatan fisik, yaitu ikatan yang bersumber dari kekasaran permukaan
agregat. Agregat yang mempunyai permukaan yang kasar dapat
mengembangkan ikatan yang baik dengan pasta semen.
Ikatan kimia, yaitu ikatan yang bersumber dari reaksi kimiawi yang terjadi
antara unsur yang ada pada agregat dengan pasta semen. Agregat
yang mengandung silika dapat mengikat dengan pasta semen secara
kimiawi.
Ikatan antara agregat dengan pasta semen sering menjadi bagian
terlemah dari beton.
Kekuatan
Informasi mengenai kekuatan partikel agregat harus diperoleh dari
pengujian tak langsung antara lain dari pengujian tekan sample batuan,
nilai crushing tumpukan agregat atau performansi agregat dalam beton.
Kekuatan tekan agregat yang dibutuhkan pada beton umumnya lebih
tinggi daripada kekuatan tekan betonnya sendiri. Hal ini dikarenakan
tegangan sebenarnya yang bekerja pada titik kontak masing-masing
partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi daripada tegangan yang bekerja
pada beton. Agregat dengan kekuatan moderat atau rendah dan yang
mempunyai modulus elastisitas rendah bersifat baik dalam
mempertahankan integritas beton pada saat terjadi perubahan volume
akibat perubahan suhu atau sebab lainnya. Tegangan yang timbul pada
pasta semen biasanya lebih rendah jika agregat lebih kompresibel.
Toughness dapat didefinisikan sebagai daya tahan agregat
terhadap kehancuran akibat beban impak.
Hardness atau daya tahan terhadap keausan agregat merupakan
sifat yang penting bagi beton yang digunakan untuk jalan atau permukaan
lantai yang harus memikul lalu lintas berat.
Los Angeles Test mengkombinasikan proses atrisi dan abrasi dan
memberikan hasil yang menunjukan korelasi yang baik dengan keausan
aktual agregat pada beton dan juga kekuatan tekan dan lentur beton yang
9
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
dibuat dengan agregat yang bersangkutan.
Sifat fisik
Sifat fisik agregat biasanya dibutuhkan dalam perhitungan proporsi
agregat dalam campuran beton. Sifat-sifat fisik agregat antara lain:
- Specific gravity: perbandingan massa (atau berat diudara) dari
suatu unit volume bahan terhadap massa air dengan volume
yang sama pada temperature tertentu
- Apparent specific gravity: perbandingan massa agregat kering
(yang dioven pada 110 derajat selama 24 jam) terhadap massa
air dengan volume yang sama dengan agregat tersebut.
10
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1.1.3 Admixtures
Additive : Bahan yang ditambahkan pada semen pada
tahap pembuatannya.
Admixture:
Bahan yang ditambahkan pada campuran beton pada tahap
pencampurannya. Hal ini dilakukan untuk mengubah beberapa sifat
semen yang biasa digunakan.
Suatu material, selain air, agregat, semen, dan fiber yang digunakan
sebagai bahan pencampuran beton. Bahan ini ditambahkan ke dalam
batch sebelum , selama, atau setelah proses pencampuran.
11
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
sebagai mineral admixture
Chemical Admixture:
Biasanya digunakan dalam jumlah yang sedikit pada campuran beton.
Tujuan penggunaannya adalah untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu
dari campuran.
Penggunaan admixture harus mengikuti spesifikasi yang ditetapkan
produsennya. Trial Mix sebelum penggunaan sangat dianjurkan.
12
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
13
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Admixture ini digunakan untuk mengurangi setting time. Contohnya
adalah Sodium Carbonate yang biasa digunakan untuk memperoleh flash
set pada shot creting. Penggunaan bahan ini dapat menimbulkan efek
negatif terhadap kekuatan beton.
14
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
melalui eksperimen atau percobaan laboratorium
Kesimpulan
15
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB II
PEMERIKSAAN PARAMETER MATERIAL
PEMBENTUK BETON
2.1.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % berat contoh
b. Talam kapastitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm yang ujungnya
bulat, terbuat dari baja tahan karat
d. Mistar perata
e. Sekop
16
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
f. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang
2.1.3 Bahan
Bahan yang digunakan adalah agregat kasar atau agregat halus
17
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2. Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1 mm (1,5”) dengan cara
penusukan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W 1).
b. Wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal. Setiap
lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat yang ditusukkan sebanyak
25 kali secara merata.
c. Permukaan diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat benda wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W 2)
e. berat benda uji dihitung (W 3 = W2 - W 1).
3. Berat isi pada agregat ukuran butir antara 38,1 mm (1,5”)samapi 101,1
mm (4”) dengan cara penggoyangan
a. berat wadah ditimbang dan dicatat (W 1).
b. wadah diisi dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.
c. setiap lapisan dipadatkan dengan cara menggoyang-goyangkan
wadah dengan prosedur sebagai berikut:
wadah diletakkan di atas tempat yang kokoh dan datar, salah satu sisinya
diangkat kira-kira setinggi 5 cm kemudian lepaskan.
18
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
hal ini diulangi pada sisi yang berlawanan. lapisan dipadatkan
sebanyak 25 kali untuk setiap sisi.
permukaan benda uji diratakan dengan menggunakan mistar perata.
d. berat wadah beserta benda uji ditimbang dan dicatat (W 2)
e. berat benda uji dihitung (W 3 = W2 – W 1)
2.1.5 Perhitungan
Berat isi agregat = M3 (kg/m3); V = isi wadah (m3)
V
19
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Observasi II
Tabel 2.3 Pemeriksaan Berat Volume Agregat Kasar
2.1.8 Kesimpulan
Berat volume agregat kasar pada keadaan padat ialah 1,530
kg/ltr Berat volume agregat kasar pada keadaan gembur
ialah 1,300 kg/ltr Berat volume agregat halus pada keadaan
padat ialah 1,710 kg/ltr Berat volume agregat halus pada
keadaan gembur ialah 1,530 kg/ltr Pemadatan dapat
menambah berat volume agregat.
2.2.2 Peralatan
21
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
a. Saringan-saringan dengan ukuran 25 mm, 19 mm, 9,5 mm, 4,75
mm, dan 2,38 mm
b. Oven yang dilengkapi pengatur suhu untuk pemanasan sampai (110 ± 5)
C
c. Timbangan dengan ketelitian 0,2% berat contoh
d. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat
e. Sekop
f. Wadah pencuci benda uji dengan kapasitas yang cukup besar
sehingga pada waktu diguncang – guncangkan benda uji/air
tidak tumpah
2.2.3 Bahan
Berat minimum contoh agregat tergantung pada ukuran maksimum
dengan batasan sebagai berikut :
2.38 mm (No.8) =100 gram
4.75 mm (No.4) = 500 gram
9.5 mm (3/8”) = 2000 gram
19.00 mm (3/4”) = 2500 gram
25.00 mm (1.5”) = 5000 gram
Berdasarkan batasan bahwa diameter maksimum agregat kasar
adalah yang lolos saringan ¾” , maka berat minimum contoh agregat
adalah 2500 gram.
22
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.2.5 Perhitungan
Jumlah bahan lewat saringan No.8 = (W 1-W 4)/W1 x
100% W 1 = Berat uji semula (gram)
W2 = Berat bahan tertahan saringan No.8 (gram)
23
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Analisis Saringan Agregat Kasar
Berat Contoh 2500
gr
Ukuran Berat Persenta Persenta Persenta SPE
Saringa Tertaha se se se Lolos C
n (mm) n (gr) Tertaha Tertahan Kumulatif ASTM
n Kumulatif C33-
90
25,0 0 0% 0% 100% 100
batas atas
batas bawah
24
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
25
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.2.8. Kesimpulan
Gradasi agregat kasar tidak memenuhi standar dan kurang layak
digunakan dalam pembuatan beton.
2.3.2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca ketelitian 0,2% dari berat benda uji.
b. Seperangkat saringan dengan ukuran:
26
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 2.5 Spesifikasi Saringan
Nomor Ukuran Lubang Keterangan
Saringan mm inci
- 9,5 3/8 Perangkat
No. 4 4,75 - saringan
2.3.3. Bahan
Benda uji (agregat halus) yang diperoleh dari alat pemisah contoh atau
dengan cara perempatan. Berat benda uji dapat dilihat pada tabel
perangkat saringan.
27
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15
menit.
2.3.5. Perhitungan
Menghitung persentase berat benda uji yang bertahan di atas
masing-masing saringan terhadap berat total benda uji.
Menghitung Modus Kehalusan:
28
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
29
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
100
95
90
85
persentase lolos kumulatif (%)
80
75
70
65
60
55
50
0,01
30
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
31
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.3.8. Kesimpulan
Modulus kehalusan agregat halus yang diperoleh adalah sebesar
2,888. Agregat yang diuji termasuk dalam rentang agregat halus ideal.
Meskipun pada kurva gradasi agregat halus terdapat titik yang berada di
luar batas maksimum dan minimum. Namun, hal tersebut tidak terlalu
berpengaruh signifikan terhadap keidealan agregat halus.
2.4.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
b. Oven yg bersuhu sampai 110,5oC
c. Talam logam tahan karat berkapasitas cukup besar bagi tmp
pengeringan benda uji
2.4.3 Bahan
32
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Berat minimum contoh agregat dengan diameter maksimum 5 mm
adalah 500 gram.
33
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.4.5 Perhitungan
34
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
air hujan. Kadar air yang baik untuk agregat halus berkisar antara 3%
sampai 5%. Hal ini disebabkan sifat dari agregat halus itu sendiri yang
mudah untuk menyerap air.
2.4.8 Kesimpulan
Kadar air agregat kasar = 2,56
% Kadar air agregat halus =
14,547%
Agregat halus menyerap air lebih banyak daripada agregat kasar.
35
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.2 Peralatan
a. Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram dengan kapasitas minimum
sebesar 1000 gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 gram
c. Cetakan kerucut pasir (sand cone mold)
d. Tongkat pemadat dari logam untuk cetakan kerucut pasir
2.5.3 Bahan
Berat contoh agregat halus disiapkan sebanyak 500 gram. Contoh
diperoleh dari bahan yang diproses melalui alat pemisah atau cara
perempatan.
36
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.5 Perhitungan
Apparent Specific-Gravity = E / (E + D -
C) Bulk Specific-Gravity Kondisi Kering = E / (B + D -
C) Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = B / (B + D -
C)
Persentase Absorpsi = ( B – E ) / E x 100%
Keterangan:
A = Berat piknometer
B = Berat contoh kondisi SSD
C = Berat piknometer + contoh +
air D = Berat piknometer + air
E = Berat contoh kering
37
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 3,209
Bulk Specific-Gravity Kondisi = 2,494
Kering 5
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,717
3
Persentase Absorpsi = 8,93
%
2.6.2 Peralatan
a. Timbang dengan ketelitian 0,5 gram dan kapasitas minimum 5 Kg
b. Keranjang besi dengan diameter 203,2 mm (8”) dan tinggi 63,5 mm (2,5”)
c. Alat penggantung keranjang
38
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
d. Oven
e. Handuk atau kain pel
2.6.3 Bahan
Sebelas liter agregat dalam keadaan SSD, yang didapat dari cara
pengambilan sample dengan alat pemisah atau cara perempatan. Untuk
agregat lewat saringan No 4 tidak diperkenankan sebagai benda uji.
39
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.6.5 Perhitungan
A
B
A
B
A C
100%
Persentase
C
absorbsi
40
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Keterangan:
A = berat (gram) contoh SSD
B = berat (gram) contoh dalam
air C = berat (gram) kering di
udara
2.5.8 Kesimpulan
Apparent Specific-Gravity = 2,754
Bulk Specific-Gravity Kondisi = 2,819
Kering
Bulk Specific-Gravity Kondisi SSD = 2,604
Persentase Absorpsi = 3,38
%
2.6.2 Peralatan
a. Gelas ukur
b.Alat
pengaduk
2.6.3 Bahan
42
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Contoh pasir secukupnya dalam kondisi lapangan, dengan bahan pelarut
biasa.
2.6.5 Perhitungan
V2
Kada lumpur
100
r
% (V1 V2 )
43
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Keterangan:
V2 = tinggi lumpur pada gelas ukur (
mm) V1 = tinggi pasir pada gelas ukur
( mm)
2.6.8 Kesimpulan
Agregat dengan kadar lumpur 1,786 % cukup baik untuk mix design beton.
44
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2.7.2 Peralatan
a. Botol gelas tidak berwarna dengan volume sekitar 350 ml yang
mempunyai tutup dari karet gabus atau lainnya yang tidak larut dalam
NaOH
b. Standard warna (Organik Plate)
c. Larutan NaOH 3%
2.7.3 Bahan
Contoh pasir dengan volume 115 ml (1/3 volume botol).
2.7.7 Kesimpulan
Pasir yang digunakan (nomor 2) layak digunakan untuk campuran beton.
46
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB III
RANCANGAN CAMPURAN BETON
3.1 Pendahuluan
Rancangan campuran beton adalah rancangan komposisi beton
yang akan dibuat agar mendapatkan komposisi beton yang ekonomis dan
memenuhi persyaratan kelecakan, kekuatan, dan durabilitas/ ketahanan.
Komposisi/jenis beton yang akan diproduksi biasanya tergantung pada
beberapa hal yaitu:
Sifat-sifat mekanis beton keras yang diinginkan yang ditentukan oleh
perencana struktur.
Sifat-sifat beton segar yang diinginkan yang dikendalikan oleh jenis
konstruksi, teknik penempatan/ pengecoran, dan pemindahan.
Tingkat pengendalian (kontrol) di lapangan.
Untuk mendapatkan komposisi campuran beton tersebut perlu
dilakukan proses yang dimulai dari suatu perancangan campuran dan
kemudian diikuti oleh pembuatan campuran awal. Sifat-sifat yang
dihasilkan dari campuran kemudian diperiksa terhadap persyaratan yang
ada, dan jika perlu, dilakukan penyesuaian/ perubahan komposisi sampai
didapat hasil yang memuaskan.
47
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
pemilihan agregat.
Nilai perbandingan air-semen merupakan parameter dalam
perancangan campuran beton. Sifat-sifat beton, seperti kuat tekannya,
biasanya membaik dengan menurunnya nilai perbandingan air - semen
yang digunakan dalam campuran. Nilai perbandingan air-semen yang
sering digunakan di lapangan berkisar antara 0,40 sampai dengan 0,45.
Untuk nilai perbandingan air : semen <
0.4 dibutuhkan adanya penambahan superplastisizer. Mengurangi nilai air
: semen suatu campuran merupakan cara termurah untuk mendapatkan
beton dengan mutu yang lebih baik. Sifat-sifat beton merupakan fungsi
dari nilai perbandingan air : semen. Jika nilai air : semen menurun maka
harga fc’ akan naik. Selain itu, porositas atau kepadatan beton juga
merupakan fungsi dari nilai perbandingan air
: semen.
48
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.2 Tujuan
Tujuan dirancangnya campuran beton ini adalah untuk menentukan
komposisi campuran beton dengan perhitungan yang sesuai dengan
rencana kekuatan, durabilitas dan kelecakan.
Sekop
Timbangan
Saringan
Mixer
Kerucut slump
Karung
Bekisting
Penggaris
Tongkat pengaduk
Ember besar
Semen
Agregat kasar (batu pecah)
Agregat halus (pasir)
Air
49
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Slump menentukan kelecakan adukan campuran beton. Nilai slump
dapat dipilih dari tabel 3.1 berikut untuk berbagai jenis pengerjaan
kontruksi.
50
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Slump (mm)
Jenis Konstruksi
Maksimu Minimum
m
Dinding fondasi, footing, sumuran, 75 25
dinding
Basement
Dinding dan balok 100 25
Kolom 100 25
Perkerasan dan lantai 75 25
Beton dalam jumlah besar (misalnya 50 25
DAM)
51
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Sehingga didapat ukuran maksimum agregat sebesar 2 cm.
52
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
an Udara Yang
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0,3
Terseka
p
(%)
25-50 180 175 165 160 150 140 135
75-100 200 190 180 175 160 155 150
Dengan
150-175 215 205 190 180 170 165 160
Penambah
Kandunga
an Udara
n Udara
(air
Yang
entrained 8 7 6 5 4,5 4 3,5
disaranka
concrete)
n
(%)
54
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.3 Hubungan Rasio Air Semen dan Kuat Tekan Beton
55
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
fm = fc’ + 1,34 Sd
Keterangan:
fm = nilai kuat tekan beton rata-rata
fc’ = nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
Sd = stndar deviasi (dapat diambil berdasarkan table 3.4)
Nilai 1,34 menyebabkan galat pada praktikum tidak melebihi 5 %.
Tabel 3.4Klasifikasi Standar Deviasi untuk Berbagai
Kondisi Pengerjaan
Standar Deviasi (MPa)
Kondisi
Lapanga Laboratoriu
Pengerjaan
n m
Sempurna <3 < 1,5
Sangat 3 - 3,5 1,5 – 1,75
Baik
Baik 3,5 – 4 1,75 - 2
Cukup 4–5 2 – 2,5
Kurang >5 > 2,5
Baik
56
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.4.6 Estimasi Kandungan Agregat Kasar dan Modulus Agregat Halus
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didpat dengan
menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar (atas dasar
berat isi kering/ dry rodded unit weight) per satuan volume beton. Data
eksperimen menunjukan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar
ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat
kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton
dengan kelecakan yang baik.
57
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.5 Volume Agregat Kasar Per Satuan Volume Beton Untuk
Beton dengan Slump 75-100 mm
Ukuran Rodded)
58
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Tabel 3.6 Faktor Koreksi Tabel 3.5 untuk Nilai Slump yang Berbeda
Slump Faktor Koreksi Untuk Berbagai Ukuran Maksimum
(mm) Agregat
10 mm 12,5 mm 20 mm 25 mm 40 mm
25 - 50 1,08 1,06 1,04 1,06 1,09
75 - 100 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
150-175 0,97 0,98 1,00 1,00 1,00
59
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Urutan rancangan beton dilakukan berdasarkan kondisi agregat
yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix, air pencampur yang
dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung
dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk
mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil tau
diperbesar.
60
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
61
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1. Kategori Jenis Struktur : Kolom
2. Rencana Slump (Tabel 3.1) : 7,5 cm
3. Rencana Kuat Tekan Beton : 207,289Kg
4. Modulus Kehalusan Agregat Halus
Berdasarkan tabel 2.6, modulus kehalusan agregat halus pada
percobaan ini adalah 2,888.
62
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
63
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
64
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
65
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
39. Air =0,038 x 1,2 x147,8751 = 5,645042 kg
40. Agregat kasar kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x928,509 = 35,4319 kg
41. Agregat halus kondisi lapangan = 0,038 x 1,2 x972,7323 = 37,11946 kg
66
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
67
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
17 volume air 0,2 m3
18 volume agregat kasar 0,35956 m3
19 volume udara 0,02 m3
20 volume agregat halus/m3 beton 0,33601 m3
21 semen 265,957 kg
22 air 200,00 kg
23 agregat kasar kondisi ssd 936,36 kg
24 agregat halus kondisi ssd 913,0705 kg
25 faktor semen ( 1 zak = 40 kg) 6,649 zak
26 kadar air asli/kelembapan agregat kasar 2,56%
27 penyerapan air kondisi ssd agregat kasar 3,38%
28 kadar air asli/ kelembapan agregat halus 14,55%
29 penyerapan air kondisi ssd agregat halus 8,93%
30 tambahan air adukan dari kondisi agg.kasar 7,851 kg
31 tambahan agg.kasar untuk kondisi -7,851 kg
lapangan
32 tambahan air adukan dari kondisi agg. - 59,976 kg
Halus
68
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Komposisi akhir unsur untuk perencanaan lapangan/m3 beton
34 semen 265,97 kg
35 air 147,87 kg
36 aggregat kasar kondisi 928,50 kg
lapangan
37 aggregat halus kondisi 972,73 kg
lapangan
38 semen 10,14 kg
39 air 5,64 kg
40 aggregat kasar kondisi 35,43 kg
lapangan
41 aggregat halus kondisi 37,12 kg
lapangan
69
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
jumlah air sesungguhnya
70
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3.7 Analisis
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, didapat jumlah air dibutuhkan
adalah sebesar 5.64, semen sebesar 10.14, agregat kasar sebesar
35.43 dan agregat halus sebesar 37.12. dari data ini dapat kita buat
perbandingannya, dan hasil perbandingan dari air : semen : agregat
kasar : agregat halus adalah sebesar 1 : 1,7 : 6,27 : 6,57. Jika
dibandingkan dengan perbandingan normal material
pembentuk beton, yaitu 1:2:3:4, cukup berbeda. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kekurangtelitian praktikan
dalam menghitung.
3.8 Kesimpulan
71
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB IV
UJI KEKUATAN BETON
4.1 Pengertian
Uji kekuatan beton adalah menguji beton yang telah dicetak dalam
bekisting silinder dan didiamkan selama 7,14, dan 28 hari dan
mengetesnya pada hari ke 7, 14, dan 28 untuk melihat kekuatan beton
yang telah dibuat.
2. Oven
3. Ayakan pasir
4. Sekop
5. Serokan kecil
6. Timbangan
7. Molen
8. Ember
9. Kuas
72
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
1. UTM (Universal Testing Machine)
2. Timbangan
73
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
4. Beton yang nilai slump nya sudah sesuai, dicetak dengan cara
memasukkan beton segar ke dalam bekisting silinder. Cara
memasukkannya adalah dimasukkan dulu sekitar ¼ silinder lalu di
tekan- tekan menggunakan tangkai besi untuk memadatkan beton
dan menghindari adanya ruang udara. Lalu di tambah lagi ¼
silinder dan di tekan-tekan lagi, dan begitu seterusnya.
74
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Luas
Bidan Beba σb σb
Tangg Tangg Umur Slum
No Kode g n silinder kubus
al al (Hari) p
Tekan Maks (kg/cm2 28 hari
Cor Tes (cm)
(cm2) (ton) ) (kg/cm2
)
28-09- 05-10-
1 K-175 7 7,5 176,7 13000 73.56 136.34
2010 2010 1
28-09- 05-10-
2 K-175 7 7,5 176,7 21100 119,4 221.31
2010 2010 1 0
28-09- 12-10-
3 K-175 14 7,5 176,7 20400 115,4 158.04
2010 2010 1 4
28-09- 12-10-
4 K-175 14 7,5 176,7 19500 110,3 151.07
2010 2010 1 5
28-09- 26-10-
5 K-175 28 7,5 176,7 27600 156,1 188.16
2010 2010 1 8
28-09- 26-10-
6 K-175 28 7,5 176,7 26400 149,3 179.98
2010 2010 1 9
4.5 Perhitungan
75
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
2. Mencar nilai standar deviasi
n–1
76
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
3. Mencari perbandingan nilai kuat tekan beton dengan kuat tekan percobaan
fc = fc′ + 1,34S
172,49 = fc′ + 1,34 x 3.05
fc′ = 168,4
Sehingga perbandingan antara kuat tekan rencana dan kuat tekan percobaan :
168,4/ 175 x100% = 96.23%
96,23% > 75 % , karena syarat rancangan beton dapat diterima
adalah perbandingannya lebih dari 75%, maka rancangan beton ini
dapat diterima.
77
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
0 5 15
78
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
Analisis grafik :
Grafik diatas menunjukkan hubungan antara kuat tekan beton dengan
jumlah hari. Dapat dilihat bahwa semakin hari, kekuatan beton semakin
meningkat.
79
Laporan Praktikum Beton
Kelompok 7
BAB 5
KESIMPULAN
80