##Ibunya ialah Netsy Betsy Mogot dan ayahnya AHH Kawilarang juga seorang
tentara KNIL atau tentara Hindia Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor, tahun
1943 ditangkap oleh Jepang, dimasukan dalam kamp tawanan perang. Tanggal 18
September 1944, Kapal Junjo Maru yang mengangkut tawanan perang dari
Tanjung Priok ke Padang, dekat Muko-Muko kapal itu ditorpedo oleh kapal selam
sekutu yang tidak mengetahui kalau kapal tersebut mengangkut tawanan perang.
“ZAMAN BELANDA”
1
##Mata pelajaran yang ia sukai selama menjadi kadet KMA adalah mata pelajaran
khas militer seperti pendidikan infanteri, serangan, pertahanan, taktik mendekati
musuh, memperlambat pertempuran sambil mundur, perang gerilya dan anti
gerilya, menembak, latihan mars jauh dan cepat, halang-rintangan, anggar sabel
dan floret, senapan mendapat angka bagus serta mendapat predikat satu-satunya
lulusan KMA yang mendapat predikat “ahli segala senjata” (meester ini alle
wapens).
“ZAMAN JEPANG”
##Pada suatu hari naas baginya, pada bulan November 1943, sewaktu masih
tidur, pagi-pagi Kenpetai menangkap AEK dalam suatu razia menangkapi orang-
orang Menado, Ambon, Indo dan lainnya. Sebagai tawanan diperiksa dan disiksa,
untungnya pemeriksaanya Cuma sekali dan diperbolehkan kembali bekerja
ditempat semula.
“PERANG KEMERDEKAAN”
##Dengan secarik kertas surat yang menyebutkan bahwa AEK dari PKR, tanggal 8
Oktober 1945 naik Kapal Motor ke Jakarta, sesampainya di Jakarta ia mencari
rumah familinya keluarga Kawilarang, disana ia bertemu dengan Daan Mogot,
yang mengingatkan ia bahwa orang Manado, jangan berbuat yang bukan-bukan.
Awas hati-hati! Kita mesti benar-benar menunjukan, dipihak mana kita berada.
Tapi kemudian Daan Mogot gembira ketika AEK memperlihatkan lencana merah
putih di kemejanya, dan menganjurkan agar pergi ke Jl. Cilacap no. 5 pusat
pertemuan pemuda-pemuda yang ingin jadi tentara di kantor Departemen
Keamanan yang juga markas BKR (Badan Keamanan Rakyat) Karesidenan Jakarta.
##Mayor Daan Mogot (famili AEK dari garis Ibu) Direktur KMA Tangerang,
kemudian gugur sebagai pahlawan kesuma bangsa dalam pertempuran Lengkong
yang terkenal pada tanggal 25 Januari 1946, bertempur dengan gagah berani
melawan pasukan Jepang untuk memperebutkan gudang senjata, gugur
bersamanya Letnan Soebianto, Letnan Soetopo dan 33 Taruna KMA Tangerang.
##AEK merasa perihatin melihat situasi saat itu yang menimpa orang-orang
Menado atau Ambon, karena dicurigai sebagai antek Belanda. Dimana di banyak
tempat sering terjadi anarkis, dengan tuduhan mata-mata, anti merah putih, tapi
yang menyedihkannya ialah ada yang dituduh hanya karena orang Menado,
Ambon atau beragama kristen. Sehingga KRIS tergerak untuk menyelamatkan
orang-orang Menado diberbagai pelosok untuk dipindahkan ke kota-kota besar.
3
##Jadi anggota KRIS saja atau memberitahukan saja bahwa kita pro merah putih
itu belum cukup menunjukan kenasionalisan kita, orang Menado atau juga orang
Ambon harus membuktikan kenasionalisan kita di medan pertempuran, jika
bertempur harus berada dibarisan paling depan, berani mati dan berani
berkorban untuk merah putih
##AEK ditetapkan sebagai Wakil Seksi II, pekerjaannya hilir mudik Purwakarta-
Jakarta untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kebanyakan menyangkut
soal internasional dan belum mendapat pangkat. Tanggal 11 Desember 1945
dipanggil Mayjen Didi dan mengatakan sudah waktunya you dapat pangkat,
Kapten bersama Mokoginta dan Kusno Utomo. Tapi sepuluh menit kemudian
ketika diketahui kalau AEK adalah lulusan KMA satu kelas lebih tinggi, pangkatnya
dinaikan menjadi Mayor atas persetujuan Menteri Pertahanan Amir Syarifudin.
“BERGERILYA DI JABAR”
##Januari 1946 AEK diangkat menjadi Kepala Staf Resimen Bogor/Divisi II yang
bermarkas di Dramaga, sebelah barat Kota Bogor. Tugas ini adalah pengalaman
pertamanya dalam kesatuan TKR, Komandan Resimennya ialah LetKol Hidayat
Sukarmadidjaja. Membawahi 4 Batalyon, Batalyon I Komandannya Mayor
Ibrahim Adjie, Batalyon II Komandannya Mayor Toha dan Batalyon III
Komandannya Mayor Dasuki Bakri dan Batalyon IV Komandannya Abing Sarbini.
##Keadaan di Bogor ganjil sekali, Tentara Sekutu (Inggeris) yang telah mendarat
dengan Pemerintah RI bisa mengadakan hubungan, Polisi kita juga masih bisa
mengatur ketertiban masyarakat, mereka bersama Pemerintah setempat sering
4
kali mengadakan rapat dengan Tentara Sekutu, yang hasilnya selalu diteruskan
kepada TKR. Sementara diluar ruang rapat atau dilapangan Tentara kita kucing-
kucingan dengan Tentara Sekutu, saling mencegat dan saling menembak.
##Di Pondok Gede, Cigombong dekat Lido ada sebuah Kamp Tentara Jepang yang
memiliki gudang senjata, AEK bersama pasukannya dan Lasykar Pejuang pada
waktu itu sedang berusaha mendapatkan senjata dari Tentara Jepang. Dan Jepang
pada pertengahan bulan April 1946 meninggalkan kamp tersebut, tetapi senjata
yang diinginkan tak didapat, Jepang hanya mau menyerahkan beberapa pucuk
senjata pistol saja sedangkan daftar selengkapnya diberikan kepada Sekutu.
##Alih-alih mendapat senjata, AEK malah mendapat masalah ada seorang Tentara
Australia yang mencari kriminal perang Jepang dalam PD II ditembak oknum
pasukan kita pimpinan Letnan Bustomi, yang salah satu anggotanya ada orang
Jepang. Sehingga pemerintah Australia yang sebenarnya pro RI tidak senang ada
anggota AUnya dibunuh. Dimana menurut laporan resmi ybs dihadang orang
Jepang dibantu beberapa orang Indonesia. AEK tidak setuju adanya laporan
seperti itu, tapi akhirnya orang Jepang itu diserahkan melalui Komandemen untuk
diteruskan ke Sekutu, tetapi tidak kesampaian karena ybs bunuh diri dalam
tahanan. Dan dokumen yang dibawanya oleh AEK diserahkan ke Mayjen Didi
Kartasasmita dan Residen Bogor Barnas Wiratanuningrat untuk dikembalikan
kepada Australia.
##Sementara itu disekitar Kamp Tentara Jepang telah ditemukan guci harta karun,
setelah dibuka berisi emas permata dan berlian, AEK hendak menyerahkan harta
karun kepada Residen Bogor, tetapi beliau meminta mengirimkannya kepada
Kementerian Dalam Negeri. Kemudian guci harta karun itu diterima oleh Mr.
Sumarman Sekretaris Kementerian Dalam Negeri.
5
##April 1946 AEK diangkat menjadi Komandan Resimen Bogor menggantikan
LetKol Hidayat Sukarmadidjaja dan pada bulan Mei 1946 pangkatnya naik menjadi
LetKol, sementara itu markas Resimen sudah pindah ke Cicurug , dikarenakan
musuh maju terus dan TKR terdesak. Tetapi penghadangan terhadap Sekutu dan
KL, KNIL-NICA terus dilakukan. Dimana mereka sering dihadang di jalan besar,
Pasukan kita menyerang dari balik bukit kecil atau dari ketinggian pinggir jalan.
##Komandemen Jawa Barat pada bulan Mei 1946 dilikuidasi dan dibentuklah
Divisi Siliwangi pada tanggal 20 Mei 1946 dengan Komandan pertama Mayjen
A.H. Nasution, pemberian nama Siliwangi itu diilhami sejarah kebesaran Jawa
Barat dimasa lampau dibawah Pimpinan Prabu Siliwangi yang sangat tenar. Dan
Resimen Bogorpun pada bulan Juni 1946, sesuai susunan organisasi militer yang
baru dibentuk Brigade II yang diberi nama Suryakencana, Raja Sunda (Pajajaran)
terakhir diabad 16.
##Disamping itu ada Batalyon Depot dibawah Komandan Kapten Kemal Idris, yang
bertugas melatih Kompi-Kompi secara bergiliran dimana disetiap bulannya dilatih
1 Kompi dari tiap Batalyon bersama eks Lasykar Perjuangan yang sejak tahun
1947 dimasukan kedalam organisasi Biro Perjuangan.
6
##Karena di Sukabumi masyarakatnya terhitung kuat keislamannya, AEK yang
beragama Kristen Protestan semula berfikir bisa jadi sebagai Komandan Brigade
ada permasalahan hubungan dengan masyarakat setempat, tetapi kemudian
secara pribadi tidak merasakan sesuatu gangguan apapun, karena ia mendapat
bantuan dari Stafnya untuk mengatasi soal yang ada hubungan dengan masalah
keagamaan ini. Malah AEK diterima baik oleh masyarakat Sukabumi dan
sekitarnya, hal itu berkat jasa Kapten Sayuti Widjaya, Kepala Seksi I Brigade yang
menjelaskan kepada Pondok-Pondok Pesantren serta Kyai-Kyai tentang tugas
yang diembannya. Selain itu AEK memiliki hobi bermain sepakbola, sehingga
disetiap ada waktu yang luang selalu menyempatkan diri bermain sepakbola di
Sukabumi.
##Pasukannya di bulan April 1947 diperkuat 1 Batalyon TRIP yang baru terbentuk
dan berkedudukan di Sukabumi, oleh AEK Pasukan ini ditempatkan dibawah Seksi
I Brigade II/Suryakencana dibawah Pimpinan Kapten Sayuti Widjaja dan Letnan
Dua Adang Ibrahim Martalegawa. Komandan Batalyon I TRIP Jawa Barat adalah
Soebarna, mereka ditugaskan membantu dengan laporan hasil penyelidikan dan
menjalankan tugas sebagai kurir, kemudian menjelang Aksi I, Batalyon TRIP ini
ditugaskan ke front Maseng-Bogor, Gekbrong (perbatasan Cianjur), gunung Gede,
dan Munjul Cibeber Selatan.
##Hal yang tidak mengenakan adalah ketika Polisi Tentara menghadapkan hasil
tangkapannya yaitu seorang mata-mata Belanda, yang sudah banyak melaporkan
para pejuang kita kepada TIVG (Territoriale Inlichtingen en Veiligheidup Groep =
Grup Informasi Teritorial dan Keamanan), sehingga banyak pejuang yang
ditangkap Belanda. Tapi karena belum pernah menghukum mati musuh diluar
pertempuran, AEK berbicara dulu dengan Kepala Stafnya dan ingat kata-kata
Benyamin Franklin (Presiden AS dimasa perang kemerdekaan negara tersebut),
“Barang siapa meninggalkan kemerdekaan hakiki untuk mendapatkan sedikit
keamanan sementaraa, tidak patut memperoleh kemerdekaan maupun
keamanan.” Tidak lama kemudian memberikan jawaban kepada Polisi Tentara
“tembak.”
7
#Saat menjabat menjadi Komandan Brigade II/Suryakencana pada tanggal 21Juli
1947 terjadilah “Agresi I” atau “Aksi Polisionil I” yang dilakukan Belanda terhadap
Republik Indonesia, yang kita sebut sebagai “Perang Kemerdekaan I.” Sukabumi
dan daerah sekitarnya diduduki Tentara Belanda. Dan AEK memerintahkan semua
Pasukannya untuk melakukan perang gerilya dan memimpinnya sampai saat
diperintahkan melakukan hijrah.
8
##Direncanakan bila terjadi “Aksi II” maka Divisi Siliwangi akan kembali ke Jawa
Barat dengan melakukan “Long March,” bergerilya di daerah sendiri dengan batas
penugasannya Brigade I di daerah sebelah Timur dan Brigade II di daerah sebelah
Barat. Tetapi kemudian setelah AEK pindah tugas ke Tapanuli, mendengar kabar
bahwa setelah Divisi Siliwangi menjalankan tugas operasi penumpasan
pemberontakan PKI-Muso, kekuatannya menjadi 5 Brigade yang lengkap
persenjataannya.
##Akhir bulan Mei 1946 AEK mendapat Surat Keputusan dari Wakil Presiden yang
juga Menteri Pertahanan ad interim Mohammad Hatta, memerintahkan segera
menghadap Panglima Komando Sumatera Letjen Suhardjo Hardjowardojo, ia
dipersiapkan menjadi Komandan Brigade yang sedang disusun di Tapanuli dan
Sumatera Timur.
##Menurut petunjuk Bung Hatta “di Tapanuli dan Sumatera Timur” harus ada
Komandan yang bukan berasal dari Jawa atau Sumatera, disana harus dilakukan
pembersihan, banyak saling menyerobot dan saling melucuti, kurang disiplin dan
banyak yang melakukan korupsi. Alhasil AEK merasa terpilih menjadi tukang
melaksanakan pembersihan, jadilah tantangan itu diterimanya.
9
Kolonel A. Tahir, dan Divisi Aceh dbp Kolonel Husein Yusuf, dengan Markas
Komandemen mula-mula di Palembang, kemudian beripindah-pindah ke Lahat,
Bukittinggi, Prapat dan kembali Ke Bukittinggi.
##Saat bertugas di Sumatera terjadilah “Aksi II,” dimana sebelumnya AEK sudah
menduga akan terjadi seperti itu, sehingga perintah-perintah persiapan kepada
pasukannya menghadapi “Aksi II” telah dilakukannya. Belanda memulai aksinya
tanggal 18 Desember 1948 dan diketahuinya ketika Angkatan Udara musuh
menembaki dan membom Lapangan Terbang Pinongsari, rakyat menjadi gelisah
disangkanya perang saudara berkobar kembali, padahal yang terjadi adalah
serangan Belanda, AEK mengajak semua pihak “sekarang kita semua mesti
bersatu melawan Belanda.”
##Terus memimpin gerilya selaku Komandan Sub Teritorial VII yang meliputi
Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan, yang dibagi dalam beberapa Sektor dengan
10
kedudukan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan untuk menghadapi
perang gerilya. Sektor I Tapanuli Selatan dbp Mayor Bejo, Sektor II Tapanuli Utara
dbp Mayor Liberty Malau, Sektor III` Dairi dbp Mayor Slamet Ginting, Sektor IV
Sibolga Selatan dbp Kapten O. Sarumpaet kemudian diganti Mayor Maraden
Panggabean. Sektor S Aek Raisan dbp Mayor Husein Lubis kemudian digantikan
Letkol ALRI Simanjuntak. Disamping itu AEK juga memegang jabatan Wakil
Gubernur Militer Aceh untuk Tanah Karo serta Wakil Gubernur Militer Tapanuli
dan Sumater Timur Selatan. Saat itu Gubernur Militer Aceh dijabat Teuku Daud
Beureuh dan Gubernur Militer Tapanuli dan Sumetera Timur Selatan dijabat dr.
Ferdinand Lumban Tobing.
##Setelah “Aksi II” berjalan selama 8 bulan, mulai pukul 00.00 tanggal 15 Agustus
1949 berlakulah “gencatan senjata.” Penghentian tembak-menembak sudah
diumumkan dan diketahui kedua belah pihak yang harus ditaati. Sesudah
“gencatan senjata” diterima oleh kedua belah pihak, suasana di Tapanuli berubah
11
menjadi aman, seluruh kesatuan mematuhi perintah. AEK mendapat kabar bahwa
Mayor P.E. Hendriksz, Territorial Hoofd Officier (THO) atau Perwira Teritorial dari
Troepen en Territoriaal Commando Noord Soematra (Komando Pasukan dan
Teritorial Soematra Oetara) di Medan, ingin bertemu. Hal itu saya rundingkan
dahulu dengan Staf dan Mayor Maraden Panggabean dan sementara itu di Jakarta
telah berlangsung perundingan Roem-Royen. AEK mengira “Belanda ingin
mengajak melakukan local cease fire dan mengajak kerjasama memelihara
keamanan, kalau ada ajakan seperti itu tentu tidak dapat dipenuhi, tapi kalau
sekedar untuk bertemu dan mendengar usulannya tidak ada salahnya.”
##Pertemuan itu berlangsung pada waktu dan tempat sesuai kesepakatan, AEK
didampingi Mayor Maraden Panggabean, Letnan S. Pohan, Letnan P. Hasibuan,
Ajudan K. Pri bangun, dengan dikawal Pasukan berkekuatan 20 orang. Dari pihak
Belanda Mayor Hendrisz dan Sersan Mayor Syahril anggota IVG (Inlichtingen &
Veilighdeids Groep) yakni bagian Intel dan Sekuriti, memang di Sektor IV diantara
kedua belah pihak selalu berusaha mencari data atas lawannya.
##Pada permulaan pertemuan sudah ada ajakan dari Mayor Hendriksz atas hal
yang diduga sebelumnya, tetapi ajakan tersebut ditolak AEK dan sesudahnya tidak
disinggung lagi, akhirnya pembicaraan diantara kedua belah pihak lebih banyak
bicara mengenai kenalan dan famili. Dan ternyata istri Mayor Hendriksz adalah
anak Letkol dokter KNIL Kawilarang kakak ayah AEK.
12
“PASCA PERANG KEMERDEKAAN/SETELAH PENYERAHAN KEDAULATAN”
##Negara Bagian Sumatera Timur (NST) yang dipimpin oleh Walinegara Tengku
Mansur memiliki 4 Batalyon Keamanan (Veiligheids Batalyon) yang disebut
Blauwpijpers, dbp Kolonel Djomat Purba dan wakilnya Mayor Manus Manik.
Karena mereka akan di ADRISkan bersama anggota KNIL lainnya dan tahu
dibawah komando TTSU, mereka menghadap AEK dan diresmikan tanggal 27
Desember 1949. Sesudah “Pengakuan Kedaulatan,” diadakan timbang terima
tugas keamanan dan territorial dari Komando Pasukan Belanda di Sumatera Utara
Mayor Jenderal P. Scholten kepada AEK selaku Panglima TTSU.
13
##Sementara itu AEK menganggap perlu adanya “Pasukan Khusus” di TTSU,
serupa Pasukan Komando (Green Berets) Inggeris waktu Perang Dunia II, maka
dibentuklah 1 Kompi dbp Kapten B. Nainggolan dibulan Februari 1950. Tanda
Kompi disematkan pada lengan baju dengan tulisan KIPASKO, yang artinya Kompi
Pasukan Komando. Baru pada bulan April tahun yang sama diadakan pendidikan
dan latihan, sayangnya dibulan itu juga AEK dipindahkan ke Indonesia Timur.
Kesatuan tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah Batalyon, tetapi
beberapa lama kemudian latihan komando dihentikan dan Pasukan itu dijadikan
Batalyon Infanteri biasa.
14
Diponegoro terhadap pasukan yang akan diberangkatkan ke Makassar. Yaitu
Brigade Garuda Mataram dbp Letkol Soeharto (kelak menjadi Presiden RI ke 2),
yang terdiri dari 2 Batalyon yang dipimpin Mayor Daryatmo dan Mayor Sudjono,
serta Batalyon Pasukan Seberang dbp Mayor Andi Matalatta. Dengan
menggunakan kapal laut, Brigade Garuda Mataram diberangkatkan menuju
Makassar dan Batalyon Matalatta menuju Pare-Pare.
##Selain itu masih ada 1 Batalyon dari TT- V yang diperbantukan dbp Mayor
Abdulah dengan wakilnya Kapten Broer Tumbelaka yang akan didaratkan di
Bonthain dan 1 Batalyon dari TT-III/ Siliwangi dbp Mayor Sukendro sebagai
Pasukan Cadangan Taktis, dimana jika Sulsel sudah aman, maka Batalyon ini akan
ditugaskan ke Kupang Nusa Tenggara, dimana pasukan disana akan dipimpin oleh
Letkol R.A. Kosasih yang untuk sementara menjadi Staf AEK di Makassar.
##Harapan rakyat disana terhadap TNI ialah membebaskan dari rasa tidak aman,
walaupun ada Pemerintah Indonesia Timur tapi tidak memiliki alat-alat kekuasaan
sendiri karena dibawah pengaruh tentara asing yang masih berkuasa, sehingga
rakyat merasa gelisah atau merasa tidak ada yang melindungi.
##Yang dianggap lawan ialah Pasukan eks KNIL dan pemberontakan sudah
dimulai pada tanggal 5 April 1950, yang dipimpin oleh Kapten Andi Azis. Beberapa
hari setelah dilantik bersama Kompi Pasukan KNIL masuk APRIS, ia menyerang
15
Markas-Markas TNI dan menangkap Perwira-Perwira TNI termasuk Letkol A.Y.
Mokoginta. Kapten Andi Azis adalah bekas Ajudan Walinegara Indonessia Timur
(NIT) Sukawati, yang juga mengancam akan membinasakan siapa saja yang akan
datang dari luar masuk Pelabuhan Makassar terutama bila ada TNI dari Jawa.
##Tanggal 23 April 1950, AEK berangkat bersama Staf dengan kapal terbang
amfibi Catalina ke pulau karang De Brill, tempat rendezvous dengan kapal-kapal
perang ALRI tanggal 24 April 1950. Tetapi sampai disana kapal perang Hang Tuah
dbp Mayor E. Martadinata, yang akan dipakai sebagai kapal komando belum tiba
maka pesawat Catalina diarahkan ke Balikpapan. Baru keesokan harinya terbang
ke Pelabuhan Makassar dan mendarat ditepi kapal perang Hang Tuah yang sudah
berada disana, langsung memimpin Rapat Staf, para Komandan Pasukan dan
Komandan beserta Staf Hang Tuah.
##Kepada semua Komandan Pasukan dan Staf, AEK meminta agar waspada
terhadap semua kemungkinan yang terjadi seperti sabotase, bijak tehadap
pasukan gerilya setempat, berlaku sopan terhadap rakyat, jangan sekali-kali
mengecewakan rakyat, menjaga semua jembatan untuk kelancaran perhubungan,
kuasai Lapangan Terbang Mandai dan sikap terhadap KNIL-KL sesuai KMB.
##Tanggal 3 mei 1950 diterima kabar bahwa sebagian besar anggota KNIL di
Manado memisahkan diri dan membentuk Batalyon 3 Mei dbp Mayor Mengko
dan wakilnya kapten Bolang, dengan komandan-komandan kompi Kapten
Angkouw, Kapten Tumonggor, Kapten Pontoh, Kapten Laurens Serang.
Sebenarnya kekuatan di Minahasa masih lebih dari 1 batalyon, yaitu ada Kompi
Mamengko dan Kompi Mantiri.
##Sulut aman, kemudian dari Jakarta datang Staf Belanda Mayjen Pareira dengan
beberapa Perwira, mereka mengusulkan “supaya KNIL yang berontak dan jadi
APRIS kembali ke KNIL, karena KNILah yang nanti mereorganisasi dan mengatur
anggotanya yang akan masuk APRIS, jika dengan berontak administrasi menjadi
kacau, tidak ketahuan berapa lama masa dinasnya dan sulit urusan pensiun dan
lain sebagainya.” Tetapi AEK dan Staf mengatakan “dokumen eks KNIL
ditangannya jadi reorganisasi menjadi urusan kami.”
##Kemudian diberlakukan “cease fire,” atas upaya perwira PBB yang sudah
seminggu di Makassar, tetapi malam harinya terjadi lagi tembak menembak,
kemuian berhenti beberapa jam, kemudian mulai lagi begitu sterusnya, akhirnya
tanggal 18 Mei diberlakukan lagi “cease fire.” KNIL dikonsinyir di Asrama.
##Permulaan Juni Pasukan APRIS sudah di Sulawesi dan Maluku Utara, jadi sudah
waktunya dikirim pasukan ke Nusa Tenggara, sebagai Komandan Komando
Pasukan Nusa Tenggara Letkol R.A. Kosasih, dengan Batalyon Mayor Soekendro
dan Batalyon Mayor Abdulah.
##AEK kemudian ke Bali karena termasuk TT-VII Indonesia Timur, disana aman
saja. Bekas KNIL di Bali tergabung dalam Pasukan Prajoda dbp Mayor Sitanala
teman di CORO dan bertemu pula dengan Kapten Amini teman sekelas di KMA.
##Dari Jawa sudah dikirim lagi Batalyon Mayor Suradji dan Batalyon Pelupesy
yang akan dikirim ke Maluku Selatan, sebagai Komandan Komando Pasukan
18
Maluku Selatan Letkol Slamet Rijadi. Bulan Juli TNI sudah mendarat di P. Buru, P.
Piru, P. Amahai dan P. Seram.
##Sampai malam hari pertempuran terus berlangsung disekitar Asrama KIS, Letkol
Soeharto menarik pasukan-pasukan dari luar kota untuk memperkuat diri dari
19
serangan berikutnya, AURI di Mandai dimintakan bantuan untuk melakukan
tembakan dari udara, juga ALRI dimintakan bantuan tembakan dari laut.
Sedangkan Pasukan Artileri dbp Letnan Jogasara diberi tugas untuk siap
menembak kedudukan musuh dari Telo.
##Yang lebih penting lagi bagaimana caranya tercapai “cease fire,” dengan syarat
sesudah itu Belanda harus secepatnya menyerahkan kendaraan lapis baja karena
TNI belum memilikinya, kemudian syarat lainnya supaya semua senjata
diserahkan secara bertahap dan secepatnya Pasukan KNIL-KL meninggalkan
Sulsel. Pembicaraan dilakukan dengan Mayjen Scheffelaar, Letkol Tijman dan 2
Perwira UNCI (United Nations Commission for Indonesia). Akhirnya “gencatan
senjata” disepakati, dan kendaraan lapis baja diserahkan dan yang luka-luka
dibawa ke Rumah Sakit Tentara. Mayjen Schefflaar berjabat tangan dengan AEK
sambil berkata “Laat dit niet beschouwd worden al seen overgave, maar als een
overeenkomst tussen twee gentlemen.” (hendaknya ini jangan dianggap sebagai
sikap menyerah, melainkan sebagai suatu persetujuan antara 2 gentlemen).
##Sesudah itu keesokan harinya , tanggal 10 Agustus 1950 pagi mulai diserahkan
senjata dan peluru dari pihak KNIL-KL Asrama Boomstraat kepada TNI dengan
disaksikan perwira UNCI, namun menurut Letkol Tijman bahwa tidak semua
senjata diserahkan masih ada yang dipegang sebagai tindakan untuk menjaga
20
keselamatan. Dan mereka meminta Kapten Buhar Ardikusuma Komandan
Batalyon agar bertanggung jawab atas keselamatan 400 anggota KNIl-KL disana.
##Nampaknya mereka tidak percaya, AEK menjawab dengan santun “Saya jamin
tidak akan ada apa-apa setelah senjata anda diserahkan kepada kami, asal anda
jangan berbuat yang aneh-aneh.” Setelah itu perundingan dilanjutkan lagi
mengenai pelaksanaan pengangkutan anggota-anggota KNIL-KL, pada tanggal 14-
18-20 Agustus 1950 diangkut kapal Zuiderkruis, Oud Hoorn, Waterman dan Kota
Intan dari pelabuhan Makassar.
21
dbp Letkol Soeharto kembali ke Jateng karena tugasnya telah selesai, selanjutnya
tanggung jawab militer di Sulsel dan Sektor Makassar dipegang oleh Letkol
Suprapto Sukowati.
“MENUMPAS RMS”
##Sejak mendarat di Makassar pada tanggal 26 April 1950, AEK sudah mendengar
tentang diproklamasikannya “Republik Maluku Selatan” di Ambon oleh Dr.
Soumokil, jelas RMS telah mengikuti “Peristiwa Andi Azis, yaitu berusaha
mendirikan negara dalam negara. Ia berusaha menghasut di Ambon agar
melepaskan diri dari dari RIS pada waktu itu.
##Untuk menyelesaikan kasus RMS perlu didatangkan pasukan lagi dari Jawa,
maka dikirimlah Batalyon Suradji dari Solo dan Batalyon Pelupessy. AEK
menganggap cukup pasukan untuk mendarat dulu di P. Buru dan P. Seram Selatan
untuk mengisolasi RMS di Ambon.
##Ada kejadian lucu ketika latihan LCInya kandas sebelum mencapai pantai
dengan kedalaman paling sedikit sedada, AEK bersama Kapten Leo Lopulisa dan
Mayor Laut Alex Langkay turun bersama para Perajurit Batalyon Suradji. Ketika
melangkah kedarat terdengar suara seorang prajurit berteriak pada temannya
“Loh air laut asin,” tidak heran mereka berasal dari Solo belum pernah melihat
laut, AEK jadi berfikir bahwa pasukan pendaratan ini belum benar-benar
merupakan “seaborne forces.”
##Keesokan harinya tiba dengan Kapal Korvet Letkol Slamet Riyadi, Komandan
Pasukan Maluku. Maka direncanakan untuk menduduki P. Piru oleh Batalyon 3
Mei, dimana sebelumnya dikirimkan 3 orang Tentara untuk mengajak Pasukan
RMS bergabung atau menyerah saja, ternyata setelah P. Piru diduduki Tentara
kita ketiga orang itu sudah ditembak mati oleh Nussy Komandan Pasukan RMS di
P. Piru, salah satunya Lestiluhu Komandan Pasukan RMS di P. Buru yang telah
menyeberang mantan anggota Baret Hijau, ia banyak memiliki teman di Batalyon
23
3 Mei dimana salah satu Peletonnya terdiri dari mantan anggota Baret Hijau dan
Baret Merah.
##Dua hari kemudian dua Kompi Batalyon Suradji mendarat di teluk sebelah
utara Amahai, Letkol Slamet Riyadi selalu memimpin didepan, sesudah bertempur
selama dua jam Amahai dapat diduduki.
##Beberapa hari setelah pendaratan di Tulehu, Menteri dr. Leimena, Ir. Putuhena
dan dr. Rehatta tiba disana dikirim Pemerintah Pusat untuk ketiga kalinya guna
menyelesaikan peristiwa ini dengan damai, sayang mereka tiba terlambat karena
pertempuran sudah mulai sejak 28 September. AEK merasa kemungkinan besar
Pimpinan RMS tidak mau berunding, padahal rakyat Maluku Selatan sudah
menderita karena terkena blokade yang terpaksa dilakukan Pemerintah Pusat.
##Sementara itu bantuan pasukan dari Jawa datang lewat Makassar, lantas ke P.
Buru terus ke Tulehu. Serangan ke Ambon dimulai tanggal 3 November 1950,
Pasukan Kapten Poniman mendarat di selatan Kota Ambon, Pasukan Mayor Lukas
Kustaryo mendarat di sebelah utara Kota Ambon, Pasukan Batalyon 3 Mei
menduduki sebelah tenggara Kota Ambon, Pasukan Mayor Yusmin dan Mayor
Subandrio menyerang dari Telaga Kodok ke jurusan Paso. Dan dari Waitatiri
beregerak majuPasukan Kapten Claproth, Mayor Worang, Kapten Mahmud Pasha,
Mayor Suradji. Letkol Slamet Riyadi dan Kapten Muskita ikut bersama pasukan
yang berangkat dari Waitatiri, AEK berangkat dari Tulehu menggunakan Kapal
Laut, bersama dengan Pasukan Mayor Achmad Wiranatakusumah dan Letkol
Daan Yahya yang diperbantukan kepada AEK.
25
##Kekuatan Laut yang dikerahkan sebanyak 3 korvet, ialah “PATIUNUS” dbp
Mayor Laut Rais, sebagai kapal komando tempat AEK berada, “BANTENG” dan
“RAJAWALI” yang bertugas mengangkut dan melindungi pendaratan pasukan,
dengan Liason Officer ALRI adalah Mayor Alex Langkay. Selain itu dikerahkan pula
2 Pesawat Udara AURI Pembom B-25, dengan pilot Kapten Udara Noordraven dan
Letnan Udara Ismail.
##Malam hari tanggal 2 November 1950, sebelum AEK berangkat masih sempat
bertemu dengan Menteri dr. Leimena, Ir. Putuhena dan dr. Rehatta. Mereka
berharap tugas kita cepat selesai dengan sedikit korban, supaya rakyat Maluku
yang tidak bersalah tidak menjadi korban pertempuran. Sayangnya harapan itu
tidak terlaksana, pertempuran selalu membawa korban jiwa dan harta-benda.
##Pasukan dari Waitatiri sudah sampai di Paso, bertemu dengan Detasemen Faah,
kemudian bertemu juga dengan pasukan yang dari Telaga Kodok. LetKol Slamet
Riyadi sampai dekat Halong hari itu, dan keesokan harinya meneruskan gerakan
ke Ambon sampai di sebelah utara kota pukul 15.00 tanggal 4 November 1950.
##Tapi keadaan sudah berubah, pada pukul 12.00 Pasukan RMS dengan Panser
mengadakan serangan dan merebut kembali benteng Victoria. Ada pasukan kita
yang terpisah di Batumerah sebelah utara Kota Ambon, untung kemudian datang
Pasukan yang dipimpin Letkol Slamet Riyadi yang bergerak dari Galala ke
Batumerah untuk membantu Pasukan Mayor Achmad Wiranatakusumah, terus
bergerak memasuki Kota Ambon. Letkol Slamet Riyadi berada di depan duduk
diatas Tank, tertembak peluru Bren yang dilepaskan seorang anggota RMS yang
mengakibatkan luka parah dan akhirnya gugur sebagai kesuma bangsa.
##Hari ketiga setelah pasukan mendarat, AEK memanggil Letkol Warouw untuk
segera datang ke Ambon dan pada hari kelima AEK memeriksa keadaan Kota
26
Ambon dan bertemu dengan Letkol Warouw yang selanjutnya memegang
Komandan Pasukan Maluku.
##Tanggal 25 November 1950, AEK kembali ke Ambon, keadaan sudah lebih baik
sedikit, kota sudah kembali ramai, walau masih banyak terlihat lubang-lubang
peluru di tiang telepon dan listrik. AEK bertemu dengan dr. Sitanala ayah Mayor
Sitanala komandan di Bali, ia berkata bahwa “tahun 1942 Jepang datang di
Ambon selama dua hari mengambil barang milik rakyat,” tahun 1945 Australia
datang selama tujuh hari mengambil barang rakyat,” tahun 1950 TNI datang dan
setelah empat belas hari mengambil barang baru diambil tindakan.” AEK tidak
dapat mengatakan apa-apa karena memang banyak avonturir dalam pasukan kita.
##Tahun 1951 sisa Gerilya RMS berada di Pulau Seram, sementara Komandan
Pasukan Maluku pada pertengahan tahun 1951 sudah dipegang Letkol Suprapto
Sukowati, AEK bersamanya memeriksa pasukan di-pasukan di P. Seram.
Memeriksa Batalyon Matalatta dan Batalyon Rivai di P. Seram. AEK gerakan-
gerakan anggota pasukan dengan cara “antigerilya,” disiplin menembak
(vuurdiscipline-nya) hebat dan tidak memberikan pasukan musuh beristirahat.
##Yang tidak mengetahui ilmu itu, kadang-kadang mereka mau jalan pintas,
supaya cepat, padahal di lapangan yang terbuka sering kali itu berbahaya. Sebab
lebih baik mengambil jalan keliling tetapi aman, dan bisa menyerang mendadak
27
daripada jalan pintas tetapi terbuka serta gampang ditembak atau disergap
musuh.
##P. Seram luas sekali dan lebat lebat, antigerilya setengah mati mencari gerilya
disana dan memakan waktu lama. Waktu AEK berangkat, tugas di P. Seram belum
selesai, baru pada tanggal 12 Desember 1963 akhirnya Soumokil tertangkap di
dekat Wahai, P. Seram Utara bagian Tengah oleh Batalyon Siliwangi dbp Endjo.
##Disamping soal Andi Azis, KNIL-KL dan RMS, masih ada satu soal lain yang harus
diselesaikan yaitu soal Kahar Muzakar dan pengikutnya, yang ternyata
berkepanjangan. Sebenarnya persoalan ini sudah lama, yakni masalah yang
menyangkut gerilyawan di Sulsel.
##Kahar Muzakar pada tanggal 30 April 1950 berkirim surat kepada Pemerintah
Pusat dan Pimpinan APRIS di Jakarta, yang isinya antara lain meminta agar
kepadanya diberikan tugas untuk berdinas lagi di Sulsel setelah peristiwa Andi
Azis. Ia seperti ingin membereskan keadaan di Sulsel, walau sebenarnya Kahar
Muzakar jauh sebelum ini pernah dipecat dari dinas ketentaraan.
##Menurut C. Van Dijk yang menulis buku Darul Islam (1983), bahwa Kahar
Muzakar diperintahkan kembali ke Sulsel begitu pemberontakan Andi Azis
meletus. Ia naik Kapal Korvet Hang Tuah yang dikirim Pemerintah Pusat dan tiba
di Makassar tanggal 9 April 1950, tapi Van Dijk tidak menjelaskan siapa yang
memerintahnya. Diceritakan lagi Kahar Muzakar tanggal 16 April 1950 dipanggil
lagi ke Jakarta sesudah Andi Azis menyerah atau seminggu lebih sebelumnya
ekspedisi militer mendarat di Sulsel. Kemudian Kahar Muzakar muncul lagi di
Makassar tanggal 22 Juni 1950.
##Kahar Muzakar datang bersama Mayor Mursito, setelah berbicara dengan AEK
dia keliling Sulsel, katanya untuk meyakinkan para gerilyawan agar menerima
syarat yang diusulkan Tentara Republik, yaitu “mereka diakui sebagai prajurit dulu
baru sesudah itu dijalankan rasionalisasi.”
##Di bulan Juli 1950, sebenarnya masalah gerilyawan di Sulsel sudah dianggap
selesai dengan dikeluarkannya pengumuman KTT-VII, no. 90027/7/50, yang
29
menyebutkan bahwa gerilya dibagi dalam empat kategori, yakni gerilya patriot
sejati, gerilya provokator, gerilya penjahat dan lainnya.
##Kemudina AEK mengemukakan bahwa sesuai hasil peneilitian tahun 1951 yang
diadakan di Makassar, korban di pihak Indonesia antara tahun 1945-1949 yang
diakibatkan operasi Tentara Belanda kurang lebih 1.700 orang, terjadi antara
pertengahan tahun 1946-1947. Dari angka itu 700 orang adalah korban “Depot
Speciale Troepen” (Pasukan Khusus) atau lebih dikenal dengan singkatan DST,
bersama “Barisan Penjaga Kampung” yang dipersenjatai DST hasil rampasan dari
gerilyawan. Dari angka itu 500 orang adalah korban “Barisan Penjaga Kampung.”
Komandan Pasukan Belanda di Sulsel mencatat 1000 orang gerilyawan dibunuh
pasukannya diluar Makassar antara tahun 1946-1947. Gerilyawan selama tahun
1946 telah menyelesaikan kurang lebih 1000 orang rakyat Sulsel yang dianggap
penghianat, “menyedihkan.”
##Dan lagi sesudah akhir 1946 sampai permulaan 1947, setelah selama kurang
lebih 3 bulan Kapten R.P.P. Westerling dengan DSTnya, kemudian bersama
Paratroepennya (Pasukan Para) dijadikan Korps Speciale Tropen (Korps Pasukan
Khusus) Tentara Belanda, beroperasi di Makassar dan sekitarnya. Boleh dikatakan
tidak ada lagi operasi gerilya yang berarti terhadap pihak Belanda sampai APRIS
datang tahun 1950.
##Korps Cadangan Nasional terdiri dari 5 batalyon, yakni Batalyon “Batu Putih”
dbp Kaso Gani, Batalyon “Wolter Monginsidi” dbp Andi Sose, Batalyon “40.000”
dbp Syamsul bakhri, Batalyon “Arief Rate” dbp Azis Taba dan Batalyon Bau
Massepe dbp Andi selle.
##Tepat tanggal 17 Agustus 1951, pukul 06.30 sesuai rencana semua wakil
organisasi, pembesar sipil dan sipil diantaranya Mendagri Mr. Iskaq khusus datang
dari Jakarta, Panglima TT-VII dan Gubernur Sudiro serta yang lain sudah hadir di
Lapangan Hasanudin untuk menyaksikan pelantikan CTN, tapi sampai waktu yang
ditetapkan tidak ada satupun CTN yang hadir.
##Melihat kejadian itu AEK berang, mencela tindakan itu dan mengumumkan
akan mengambil tindakan sesuai keadaan. Perbuatan itu mengacaukan
penyelesaian, mengganggu keamanan, menghambat pembangunan serta
menyinggung kehormatan negara. Sebenarnya AEK sudah mengira kalau Kahar
Muzakar tidak akan datang, karena ia bukanlah orang bisa menepati janjinya.
##Di akhir bulan Agustus 1951, Perdana Menteri yang baru, Sukiman
mengeluarkan ultimatum, memberikan waktu 5 hari kepada para pemberontak
itu untuk melapor. AEK harus menyabar-nyabarkan diri, tunduk menunggu 5 hari,
setelah waktu ultimatum berakhir, operasi militer dilancarkan kembali, uang 2
juta rupiah itu tidak sedikit membantu musuh kita waktu itu.
32
Kahar Muzakar kena tembakan Kopda Ili Sadeli dari Yon 330 Kujang I-Siliwangi
mengakhiri hidupnya.
##Tetapi tidak ada waktu untu latihan Sabel, mesti Floret dulu baru setelah itu
Sabel. Ya sudahlah kalau tidak bisa Sabel Floretpun jadilah, itu juga saran
Suratman seorang akhli Pemain Anggar dan Instruktur.
##Ternyata AEK bisa masuk Regu Floret Sulsel, sangat menyenangkannya karena
Regu Floret Sulsel jadi nomor dua setelah Jabar dalam pertandingan PON itu. Dan
lebih merasakan kebanggaan yang luar biasa sebagai seorang olaharagawan
ketika menjadi Juara perseorangan Floret yang diikuti 55 orang peserta, yang
masuk final ialah Kuron bekas Guru Anggar di Akademi Militer, Suparman bekas
Guru Anggar di HBS V Bandung, Sengkey Instruktur kira-kira satu bulan lamanya di
Makassar, Kasban dari Surabaya, Walanda dari Medan dan AEK. Dalam final AEK
mengalahkan guru-gurunya sehingga mendapatkan medali emas, waktu itu AEK
berusia 31 tahun sedangkan guru-gurunya empat puluh tahunan lebih.
##Kemudian dengan SK no. 215 tahun 1951, ditanda tangani oleh Presiden RI
Soekarno dan Menteri Pertahanan Sewaka, AEK pada tanggal 2 November 1951
ditetapkan sebagai Panglima TT-III/Siliwangi-Jabar dengan pangkat Kolonel dan
dibebaskan tugaskan sebagai Panglima TT-VII/Indonesia Timur.
33
##Pada waktu meninggalkan Makassar untuk melaksanakan timbang terima
jabatan di Bandung, Kolonel Gatot Subroto yang menggantikan AEK belum tiba di
Makassar, oleh karena itu timbang terima dilakukan AEK dengan Kepala Stafnya
Letkol R.A. Kosasih.
“MEMIMPIN SILIWANGI”
##Akhir tahun 1951 Kota Bandung masih terasa sejuk, ditengah udara yang segar
AEK sering naik kuda mengelilingi Kota atau Tegallega, kenangan lama muncul
apalagi bila lewat gedung HBS V tempat bersekolah dahulu dan tempat lain yang
memiliki kenangan khusus seperti bekas Kamp tawanan jaman Jepang dimana ia
pernah meringkuk sebagai tawanan. Namun demikian kenyamanan tersebut
tersisihkan oleh tugas menghadapi gerombolan DI-TII yang melakukan kekacauan
disejumlah tempat terutama di daerah Priangan Timur
##Kepala Staf AEK ialah Letkol dr. Erie Sudewo kemudian diganti Letkol Taswin,
Kepala seksi I Mayor Djuhro, Kepala Seksi II Mayor Umar Wirahadikusumah,
Kepala Seksi III Mayor Suwarto, Kepala Seksi IV Mayor Pung Suparto, Kepala Seksi
V Mayor Mashudi denga Wakilnya Kapten Nawawi Alif.
34
##Para Danyon pada akhir tahun 1951 ialah Mayor Darsono, Mayor Mustafa,
Mayor Kaharudin Nasution, Kapten Ishak Djuarsa, Mayor Mung Pahardimulyo,
Mayor Sitorus, Mayor Sumardja, Kapten Sunaryo, Kapten Somali, Kapten Suyoto,
Mayor Oesman Ismail, Kapten Dodong, Mayor Lukas Kustaryo, Mayor Mursyid,
Mayor Malau, Mayor Bedjo, Kapten Syafei, Mayor Supardjo, Kapten Daan Anwar,
Kapten Poniman, Kapten Djauhari, Kapten Charis Suhud, Kapten Machmud Pasha,
Kapten Mardjono dan Kapten komir Kartaman.
##AEK mengunjungi Priangan Timur daerah paling rawan DI saat itu, juga
mengunjungi Batalyon Depot dbp. Kapten Paikun, untuk menegaskan cara “anti
gerilya” sampai rinci terutama bagi pasukan-pasukan yang masih kurang paham.
Mengajarkan patroli antigerilya dengan pasukan-pasukan kecil dalam melawan
gerombolan yang punya senjata sama baiknya dan masih punya hubungan
dengan masyarakat. Tiap patroli biar berkekuatan satu regu, tetapi teratur, rapat
dan kompak dalam daerah tertutup atau terpencar di daerah terbuka, dapat
melihat ke segala arah tetapi jangan sampai bisa dilihat, dengan kekuatan
senjatan satu bren, sepuluh senapan dan satu sten (senjatan otomatis) serta
granat tangan, merupakan satu kesatuan yang sangat kuat apalagi satu peleton.
Unsur pendadakan selalu harus bisa dicapai jika ada kontak senjata dengan
musuh, patroli harus selalu mencari, mendekati dan menyergap musuh, seperti
Macan mencari, mendekati dan menyergap mangsanya. Tentu cara ini sangat
meletihkan dan perlu kesabaran, moto kita adalah “Lebih baik keluar banyak
keringat daripada darah.”
35
##Pos-pos peleton terpencil di daerah DI harus dibangun secara teratur, pos itu
harus ditempatkan yang agak tinggi, supaya memiliki ketiga posisi, yakni posisi
“darurat” (“alarmstelling”), posisi “tempur” (“gevechtstelling”) dan “boxstelling.”
Yang disebut posisi “darurat” ialah dekat ruangan tidur, dapur, pancuran,
lapangan kecil dsb jika diserang musuh. Posisi “tempur” ialah posisi yang lebih
baik dan taktis bila menghadapi serangan. Dan “boxstelling” ialah dimana setiap
regu dapat menembak ke segala jurusan jika musuh sudah masuk ketengah-
tengah kita.
##AEK berfikir tentara kita harus punya doktrin “antigerilya,” yang harus diajarkan
di Batalyon Depot dan di BTC (Battle Training Centre) yang dibangun di Lembang
dan Pangalengan. Selain itu AEK mengajarkan “hinderlaag” (“penghadangan”),
yang sering terjadi di malam hari di tengah hutan, di sawah dan di tempat-
tempat lainnya. Sering musuh berjalan dengan dua-tiga orang di depan, jika
dibiarkan yang dua-tiga orang tadi lewat, gerombolan dalam jumlah besar akan
menyusul, mereka ini harus disergap.
##Maka cara gerak antigerilya ini harus sering diajarkan secara intensif di daerah
yang masih dikuasai oleh musuh (DI), dimana taktik menghadapi DI ialah harus
sering berpatroli dan jangan memberikan kesempatan musuh kita bisa bernapas,
jangan paksa penduduk melawan DI jika memasuki desanya, karena ia sudah
lemah tidak memiliki senjata untuk melawan. Juga jangan memaksa penduduk
untuk memberikan makanan dan minuman kepada tentara jika memasuki desa,
karena penduduk sudah serba kekurangan. AEK memberikan pengertian bahwa
tentara harus baik-baik terhadap rakyat, dimana Petani, Pedagang, Guru, Alim-
Ulama, Pegawai atau kita tentara semuanya adalah rakyat biasa tidak ada
diantara kita yang menjadi Warga Negara istimewa. Tetapi kita harus
mendapatkan laporan dari rakyat, dimana adanya atau ke arah mana perginya
gerombolan itu, dan kita harus bisa sampai kepelosok-pelosok walau dengan
kekuatan yang terbatas.
## Karena itu para Danyon sendiri harus mengerti cara-cara dan taktik antigerilya,
kepada merekapun diberikan latihan itu. AEK memimpin sendiri latihan bergerak
dengan satu peleton tang 80 % terdiri dari para Danyon dimana AEK bertindak
36
sebagai Danton di daerah Garut Selatan. Dengan tujuan agar para Danyon itu ikut
merasakan beratnya melakukan patroli taktik “antigerilya” yang biasa dilakukan
peleton dan regu, karena para Danki dan Danyon biasanya hanya
mengkoordinasikan dan mengawasi patroli-patroli di daerahnya. Kelak yang
menyempurnakan cara ini di akhir tahun 50an antara lain Mayor Banuarli dan
Mayor Sanip.
##AEK berkenalan dengan Visser, bekas Sersan Komando Belanda waktu PD II, di
bulan September 1944 pernah mendarat secara gliderborne bersama Divisi Para
ke 82 Amerika Serikat dbp. Mayjen James Gavin di Grave Belanda, waktu operasi
besar-besaan Tentara Sekutu terhadap Nazi Jerman dengan sandi Market Garden.
Dan bulan November 1944 ia bersama Komando Inggeris pernah mendarat secara
seaborne di Walcheren Belanda. Jadi Ia sudah berpengalaman dan terakhir
berpangkat Kapten dengan jabatan Komandan Pendidikan Para (School tot
Opleiding van Parachutisten) di Cimahi, pensiun tahun 1949. Ia sudah menjadi
WNI dan tinggal di Lembang sebagai Petani.
##Pada permulaan tahun 1952 mulailah Mayor Suwarto yang saat itu
bertanggung jawab atas Pendidikan TT-III/Siliwangi bekerja merealisasikan
pembentukan Pasukan Komando, M. Ijon Jambi diangkat sebagai Komandan
37
kesatuan, bersama Lettu Marzuki Sulaiman, yang kemudian jadi Kapten, sebagai
Perwira Pendidikan merangkap Pelatih Utama. Kesatuan Komando ini dinamakan
Kesko (Kesatuan Komando) TT-III/Siliwangi.
##Pada langkah pertama didatangkan dua orang pembantu yang telah lulus
latihan Combat Intelligence dan mendapat brevet penerjun, yaitu Letda Hang
Haryono dan Serma Trisno Yuwono, yang pandai mengarang pula. Kemudian
ditetapkan pula Komandan Kompinya Kapten Supomo berasal dari Yon 304 dbp
Kapten Ishak Djuarsa. Mengingat baru ada dua orang Pelatih, maka diambil
tenaga sukarela dari SKI (Sekolah Kader Infanteri) dan Depot Batalyon, dengan
pertimbangan mereka sudah memiliki kualifikasi sebagai Pelatih Infanteri, jadi
tinggal diberi tambahan pengetahuan dan latihan tambahan dalam waktu pendek
untuk melatih yang lain. Latihan dimulai dengan 15 orang Bintara di SKI Cimahi
lalu pindah ke Batujajar, setelah 22 bulan penggemblengan, hasilnya lulus 8 orang
menjadi Pelatih Khusus Komando, diantaranya seperti dimuat dalam buku
“Siliwangi dari masa ke masa,” Serma Sitompul, Serma Tendi Sutendi, Serma
Suwandi dan Kopral Tasdik.
##AEK menaruh perhatian besar pada latihan Komando ini, seperti memimpikan
beberapa malam yang menyenangkan : Kesatuan tangkas, cepat, sigap, berani
dan penuh percaya diri. Ia sering mengunjungi latihan Komando, supaya
mengetahui dengan benar kemampuan kesatuan itu, Iapun pernah mengikuti
halang rintangan dengan tembakan (stormbaan) bersama Letda Yogie S. Memed
yang waktu itu masih ajudan, yang dua puluh tiga tahun kemudian menjadi
Komandan di kesatuan ini selama tujuh tahun lebih.
##Dari latihan pertama ini menghasilkan satu Kompi Operasional yang diberi
nama Kompi A, dipimpin oleh Kapten Supomo. Kepada mereka yang lulus diberi
ijazah, Baret Coklat dan sebuah badge dengan tulisan “Komando” yang dipasang
di pundak kiri dan kanan. Tahun 1953 Kompi A disertakan dalam operasi-operasi
menghancurkan DI/TII di daerah TT-III/Siliwangi, hasilnya sangat memuaskan
terutama pada penyergapan konsentrasi gerombolan di G. Rakutak.
##Kekurangan terutama pada peralatan, seperti tali untuk mendaki gunung batu,
alat perhubungan untuk pergerakan regu maupun kelompok kecil. Setelah
38
peralatan bertambah, seperti perahu-perahu karet, maka dilakukan latihan
pendaratan yang dipimpin langsung Komandan Kesko Mayor M. Ijon jambi yang
pernah punya pengalaman ini.
“MENGEJAR KARTOSUWIRYO”
##Hari paskah kedua 1953, sesudah ikut pertandingan tenis di Bogor, AEK diminta
singgah di Pos Komando Cianjur dbp. Mayor Achmad Wiranatakusumah.
Dilaporkan di Pagelaran Cianjur Selatan, satu peleton kita dipukul mundur
gerombolan DI yang berjumlah 600 orang. DI itu berada di pegunungan, mulai
dari pasir Angin sampai Pasir Kuda.
##Dalam kesempatan lain di bulan Oktober 1955, AEK ikut gerakan yang dipimpin
oleh Komandan Kompi Lettu Fadilah, yang kelak gugur dalam pertempuran
melawan PRRI di Sumbar, Mayor Ijon Jambi juga turut serta. Pada waktu pasukan
sudah sampai disuatu tempat yang dikatakan persembunyian Kratosuwiryo, tetapi
waktu itu terhalang banjir besar, sehingga tidak bisa mengambil resiko karena
beberapa bulan sebelumnya dua anggota Komando hanyut dalam suatu operasi.
Maka pasukan menjauh lagi dari Kartosuwiryo yang mungkin diseberang sana.
39
“BERSAMA BUNG KARNO”
##Sebelum menjadi Panglima Siliwangi, AEK baru 5 kali bertemu BK. Pertama kali
saat hijrah tahun 1948 dalam sebuah resepsi di Istana Yogya untuk menyambut
tokoh dari Indonesia Timur dan Kalimantan yang baru dibebaskan Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 23 Januari saat menjadi Panglima TT-I/Sumut, ketika BK
singgah sebentar di Lapangan Terbang Polonia Medan dalam perjalanan ke India.
Lantas ketika BK berkunjung ke Makassar, Menado di akhir bulan Juli 1950 dan di
Bali ketika BK bersama Nehru berkunjung kesana saat menjadi Panglima TT-
VII/Indonesia Timur. Dan sekali lagi di Istana Jakarta bersama dengan Pimpinan
AD dan para Panglima setelah selesai Rapat Panglima di Bandung bulan Maret
1951.
##AEK pernah merasa menjadi anak emas BK, mulai pertemuan Juli 1950 di
Makassar, seminggu sesudah pendaratan di Buru, Piru, Amahai. Pada bulan Maret
1951 masih Panglima TT-VII, sesudah Rapat Panglima di Bandung selesai, KSAD
dan para Panglima diundang ke Istana Jakarta untuk makan malam sambil
menonton film. Waktu film diputar BK mengajak AEK untuk duduk didekatnya,
padahal disekelilingnya masih ada perwira yang lebih senior. BK bertanya soal
teknis militer sewaktu diputar film “Halls of Montezuma,” yang menceritakan
tentang Marinir Amerika melawan Jepang.
##Bulan Mei 1955, setelah makan siang di Istana Bogor naik mobil Kepresidenan
menuju Istana Cipanas, AEK dan BK duduk di belakang, duduk di depan Pak
Pringgodigdo disebelah Sopir. Waktu itu mobil Kepresidenan sama sekali tidak
dikawal, malahan boleh dikatakan bebas saja hanya berempat yang duduk di
dalam mobil. Di jalan menurun Ciloto-Puncak, mobil Presiden selip menabrak
40
tanggul sehingga mogok. Kami bertiga keluar dari mobil dan berdiri di pinggir
jalan, sambil menunggu kami berbincang tentang bagusnya pertunjukan “Holiday
on Ice” di Gelanggang Tertutup IKADA dan tentang hebatnya Kesebelasan
“Locomotiv” dari Rusia, yang hanya sekali kebobolan oleh Pemain Persib, Rukma.
##Menurut AEK, BK paling berjasa dalam cita-cita “Satu Bangsa Indonesia, Satu
Bahasa Indonesia.” Sekarang tujuh belas tahun sesudah BK wafat, untuknya masih
berlaku “Und wenn ein Stern erlischt, bleibt unser doch sein Leuchten”
(“walaupun bintang sudah tiada, tetapi cahayanya masih tetap gemerlapan”),
begitu Ernst Krauss dalam buku Anna Pavlova, 1931.
##Sebelum terjadinya peristiwa “17 Oktober,” pagi hari tanggal 16 Oktober 1952,
AEK melangsungkan pernikahan di Catatan Sipil (Burgerlijk Stand) Jakarta.
Siangnya bersama istri kembali ke Bandung, sebab malam harinya diadakan
resepsi pernikahan.
##Esok harinya AEK berangkat ke Jakarta lagi, karena bersama para Panglima akan
hadir dalam rapat di SUAD, ada pembicaraan intern AD yang kemudian
selanjutnya disebut “Peristiwa 17 Oktober 1952.” Hal itu bermula dengan
tindakan Kolonel Bambang Supeno yang telah menulis surat yang copynya
dikirimkan kemana-mana, antara lain Parlemen yang didalamnya masih banyak
orang BFO, parlemen yang ditunjuk tahun 1949.
##Hal itu dijadikan peluru oleh beberapa anggota parlemen untuk menjelek-
jelekan dan menyerang AD, sehingga membuat AD tidak senang terhadap
parlemen. Ketika Kolonel Simatupang datang ke Bandung, AEK bertanya
kepadanya “mengapa ribut saja di parlemen?” tapi Ia balik bertanya “apakah
pernah menghadiri sidang parlemen?.” AEK menjawab “tidak.” Maka Ia
melanjutkan “Het lijk of ze allemaal gekken zijn” (“mereka itu semua sudah gila”).
##Tanggal 17 Oktober 1952 pagi diadakan Rapat di SUAD yang dihadiri semua
Panglima kecuali Panglima TT-VI Kolonel Sadikin sakit dan diwakili oleh Letkol
Gani. Rapat memutuskan akan pergi ke Istana menghadap Presiden untuk
menyampaikan isi hati kami seperti yang sudah dituangkan dalam sebuah
41
pernyataan. Saat Rapat datanglah KSAP Kolonel Simatupang, menasihati agar
tetap tenang dan hendaknya bertemu dulu dengan Menteri Pertahanan Sultan
Hamengku Buwono IX, meminta izinnya untuk bertemu dengan Presiden. Ia juga
mengingatkan “Stop. Dit ruikt al naar een Coup. Kritiek, ok maar geen coup”
(S”top. Ini sudah berbau sebuah kup. Kritik, ok, tetapi jangan kup”).
42
Republik kita, apabila tidak ada stabilitas politik dalam negeri. Keadaan partai
dewasa itu salah satu yang menyebabkan labilnya politik di dalam negeri.
##Setelah peristiwa “17 Oktober” 1952 itu ekornya panjang, Kolonel Nasution
diberhentikan sebagai KSAD, yang dianggap memimpin percobaan “Setengah
Kup,” digantikan Kolonel Bambang Sugeng. Kemudian terrjadi semacam
perpecahan dalam tubuh AD, terjadi pendaulatan Panglima Teritorium, II, V dan
VII, yang mendaulat mengatakan yang bersangkutan pro 17 Oktober. AEK
mendengar beberapa partai politik menginginkan terjadinya pendaulatan atas
dirinya, tapi tidak terjadi, sejak itu Ia merasakan tidak lagi menjadi “anak emas
BK.” Dan AEK tetap harus menghadapi kekacauan yang dilakukan gerombolan DI-
TII, tetapi yang menjengkelkannya adalah adanya tekanan-tekanan politik
terhadap kami. Peristiwa ini kemudian diceritakan BK dalam bukunya “Bung
karno, Penyambung Lidah Rakyat-Cindy Adams mengenai peristiwa “17 Oktober
1952.”
43
“DIPERIKSA SOAL KE SINGAPURA”
##Setelah kunjungan Kolonel Mander, Kepala Intelligence dari Far Eastern Land
Force yang berpusat di Singapura pada bulan Mei 1954 ke Bandung, kemudian
kunjungan Letjen Loewen, Commander in Chief of Far Eastern Land-Forces pada
bulan Juni 1954. Waktu cuti, AEK melakukan kunjungan balasan ke Singapura
untuk melihat latihan Pasukan Gurkha dan mengunjungi daerah yang rawan yaitu
di Kuantan Malaya. Di Singapura ia bertemu dengan Barkah, Ajudan AEK ketika
Aksi I menjadi Atase Militer disana. Namun sepulangnya dari Singapura, AEK harus
menghadap Menteri Pertahanan Iwa Kusumasumantri untuk diperiksa. Karena
ada pertanyaan di parlemen, “Kawilarang sedang berbuat apa di Singapura?,
kalau menyelundupkan emas atau candu, supaya tembak mati ditempat!. ”
##Menjelang Konfrensi Asia Afrika pada bulan April 1955, AEK sibuk menjaga
keamanannya, terdapat tanda-tanda adanya usaha DI untuk mengadakan
pengacauan. AEK khawatir DI akan mengacau di Bandung, sehingga dikerahkan
semua kekuatan yang ada. Mayor Kosasih Ardiwinata yang memimpin Seksi I
mengkoordinasi kekuatan-kekuatan kita, Ia betul-betul berjasa waktu Konfrensi
AA.
##Ternyata tidak pernah terjadi orang dihadang di jalan raya. DI bisa saja
mengadakan penghadangan di jalan raya waktu itu, tetapi kenyataannya tidak
pernah terjadi, padahal gerombolan ada disekitar Cianjur dan Cipanas. Sehingga
seluruh acara Konfrensi AA berjalan sesuai rencana dan keadaan Bandung-Jakarta
dan sekitarnya tetap aman.
44
(PASCA PERISTIWA 17 OKTOBER 1952)
##Zulkifli Lubis membentuk tim yang terdiri dari 6 Kolonel dan Letkol, untuk
memecahkan persoalan dan memutuskan supaya Mayjen Bambang Utoyo
mengundurkan diri sebagai KSAD, agar Pemerintah memberhentikan dengan
hormat Mayjen bambang Utoyo dari jabatannya sebagai KSAD. PM Ali
Sastroamidjojo ngotot dan mendesak supaya diuji, AD resmi menolak tawaran
Pemerintah, sementara Pemerintah membatalkan skorsing Zulkifli Lubis. Akhirnya
PM Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri, sebelumnya Menteri Pertahanan Iwa
Kusumasumantri juga mengundurkan diri.
45
##Maka munculah persoalan siapa yang akan menggantikan Bambang Utoyo
sebagai KSAD, di bulan Oktober 1955 MBAD mengajukan 5 calon KSAD yaitu
Kolonel Simbolon, Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Kawilarang, Kolonel Jatikusumo
dan Kolonel Nasution. Lalu Presiden memanggil Nasution yang diangkat sebagai
KSAD yang baru atau untuk kedua kalinya, diumumkan Perdana Menteri tanggal
28 Oktober 1955 dengan kenaikan pangkat Mayjen.
46
tempat itu berjumpa dengan perwira-perwira kita disana, dengan Kepala
Pendidikan maupun para Instrukturnya.
##Belum lama AEK bertugas di Washington, terjadi perang “100 jam” di Timur
Tengah, Mesir diserang Pasukan Israel, Inggeris dan Perancis. Indonesia bersama
Negara lain mengirim Pasukan ke Sinai sebagai bagian dari Pasukan UNEF (United
Nations Emergency Force). Komandannya Letjen Burns dari Kanada, Wakilnya
Brigjen Martola dari Finlandia. AEK pernah Rapat di Kantor PBB yang dipimpin
Ralph Bunce, Brigjen Martola hadir. Walaupun Rapat Militer tetapi lebih
merupakan Rapat Diplomat, karena Brigjen Martola harus mencapai konsensus
dari semua negara. Ada disinggung kalau terjadi penggantian Komandan salah
satu Pasukan dari UNEF agar sebelumnya memberitahukan kepada Komandan
UNEF. AEK malu rupanya ada penggantian Komandan Pasukan Indonesia tanpa
memberitahukan kepada Letjen Burns maupun Stafnya. Peristiwa penting lainnya
adalah Tank-Tank Rusia menyerbu Hongaria. Peristiwa Timur Tengah maupun
Hongaria ini untuk AEK penting, karena dapat mempelajari cara bagaimana
Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dalam waktu singkat dapat disiap-siagakan.
##Perkembangan situasi politik dan rasa kurang puas daerah-daerah sampai pada
terbentuknya dewan-dewan seperti Dewan Gajah di Sumut, Dewan Banteng di
47
Sumbar, Dewan Garuda di Sumsel, Dewan Mangkurat di Kalsel, Front Pemuda
Sunda di jabar dan Permesta di Indonesia Timur (pada tanggal 2 Maret 1957) yang
lambat laun hanya di Sulut.
48
menjadi tegang dan banyak pihak yang merasa terancam akan ditangkap,
menghilang dari Jakarta lari ke tempat aman di daerah atau ke luar negeri.
##Sebenarnya tidak ada kaitan “Peristiwa Cikini” dan hasil Munas, pelaku-
pelakunya juga dapat ditangkap dan diadili, mereka tidak ada hubungannya
dengan Zulkifli Lubis atau daerah bergolak. Keputusan Munas diabaikan
Pemerintah Pusat dengan alasan “Peristiwa Cikini,” yang dipersalahkan daerah-
daerah.
##Sebelum ultimatum habis, tanggal 12 Februari 1958 Padang dibom AURI. Dan
tanggal 15 Februari 1958 di Padang diproklamasikan berdirinya PRRI sebagai
Pemerintah Tandingan terhadap Pemerintah Pusat. Tanggal 17 Februari 1958 di
Manado, Permesta menyatakan solider dengan PRRI dan tidak lama kemudian
Manado dibom.
49
Militer,” serta penangkapan-penangkapan orang dari pihak daerah bergolak
dengan dalih “Peristiwa Cikini.”
3. Akibatnya meningkatkan ketegangan situasi politik yang berujung
timbulnya PRRI dan Permesta.
## Bulan Maret 1958, AEK menghadap Dubes Mukarto, mengatakan akan ke Sulut
dan sebelumnya mengirimkan kawat ke KSAD, mengabarkan meletakan jabatan
berhubung tidak setuju tindakan Pemerintah Pusat. Tinggalkan Washington DC,
meninggalkan kehidupan aman dan tenang menuju kehidupan serba gelap dan
tak menentu. Untuk daerah memang nasi sudah menjadi bubur, “deburan hati
pula yang saya ikuti.” Tiga tahun lebih konflik bersenjata yang berakhir dengan
Permesta kembali kepangkuan Ibu Pertiwi. AEK menganggap kehidupannya
sebagai tentara berakhir di tahun 1958. Kembali Ke Jakarta melihat hari depannya
sangat gelap begitu juga bagi Indonesia sangat gelap. Barulah setelah peristiwa
Oktober 1965, AEK dan teman-teman bisa bernapas lega dan kehidupan menjadi
lebih terang. Di tahun 1966 ada seorang Wartawan bertanya “Apakah sudah
direhabilitasi?,” AEK menjawab “Siapa yang harus merehabilitasi siapa?.” *****
##BUKU INI SARAT DENGAN PENGALAMAN SEORANG MILITER PROFESIONAL YANG
MENGISAHKAN PERJALANAN PENGABDIANNYA DI BIDANG MILITER YANG SANGAT IA CINTAI,
SEJAK KECIL IA TELAH BERCITA-CITA INGIN MENJADI MILITER, MEMBACA BUKU MILITERPUN
SUDAH IA LAKUKAN SEJAK USIA 12 TAHUN. SELEPAS HBS IA MASUK PENDIDIKAN CORO
DILANJUTKAN KE KMA SAMPAI LULUS DAN BERTUGAS MENJADI TENTARA KNIL SEBENTAR
SEBELUM JEPANG MASUK. SELAMA JAMAN JEPANG TUMBUH RASA NASIONALISMENYA.
SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN IA TIDAK RAGU MEMILIH MERAH PUTIH, MASUK
MENJADI TENTARA REPUBLIK INDONESIA, BERJUANG MENGANGKAT SENJATA DALAM
PERANG KEMERDEKAAN MELAWAN BELANDA. IA TIDAK PERNAH PUTUS MENDAPATKAN
PENUGASAN MEMIMPIN PASUKAN SEJAK TAHUN 1946 S/D 1956. MULAI MENJADI KEPALA
STAF RESIMEN, KOMANDAN RESIMEN, KOMANDAN BRIGADE DIVISI SILIWANGI. KOMANDAN
SUB TERITORIUM DAN KOMANDAN TERITORIUM DI SUMATERA TIMUR/UTARA. KOMANDAN
EKSPEDISI INDONESIA TIMUR DAN PANGLIMA TT-VII/INDONESIA TIMUR. PANGLIMA TT-
III/SILIWANGI. ILMU MILITER DAN PENGALAMAN MEMIMPIN OPERASI MILITER YANG
DIMILIKINYA SUNGGUH LUAR BIASA, BEGITU JUGA KEPERIBADIAN DAN KEPEMIMPINANNYA
BENAR-BENAR MENUNJUKAN SEORANG PRAJURIT TULEN SAMPAI KETULANG SUMSUMNYA.
JADI BUKU INI PATUT DIBACA PEMINAT BUKU TERUTAMA DARI KALANGAN TNI UNTUK
MENARIK PELAJARAN DARINYA.***** (MOHAMAD ACHWANI).
50