Anda di halaman 1dari 14

SYARAT – SYARAT HADITS SHAHIH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Revisi Mata Kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu: Alfi Qanita Badiah, M.Si

Disusun Oleh:

Fitri Irmawati 111-14-118

Aisya Mirani W 111-14-125

Diah Putri Permatasari 111-14-138

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 0


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberika
rahmat dan hidayah – Nya sehingga tugas pembuatan makalah yang membahas
tentang Shalat Jama’ dan Shalat Qashar dapat terelesaikan tepat pada waktunya.

Makalah yang bejudul Syarat-Syarat Hadis Shahih ini memuat tentang


penjelasan – penjelasan, syarat – syarat suatu hadis dapat dikatakan menjadi hadis
shahih.

Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan ataupun penyampaian


makalah ini dimungkinkan terdapat kekurangan – kekurangan yang perlu
disempurnakan. Oleh karena itu, saran dan masukan dari semua pihak akan
diterima dengan senang hati.

Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Salatiga, 28 Oktober 2015

Pemakalah

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 1


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3

C. Tujuan ................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Sahih ............................................................... 4

B. Syarat-Syarat Hadis Sahih ............................................................... 5

C. Pembagian Hadis Sahih ...................................................................... 11

D. Kehujjahan Hadis Sahih ............................................................... 12

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 14

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 2


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehadiran hadits menjadi sumber hukum islam yang kedua
merupakan suatu kabar gembira bagi umat islam. Karena kita bisa
mengetahui lebih banyak hal mengenai agama selain dari yang tercantum
didalam Al – Qur’an. Akan tetapi, sebelum menggunakannya sebagai
sumber hukum yang kedua kita harus mengetahui apakah hadits yang akan
kita gunakan layak atau tidak. Kita harus tahu seperti apa kedudukan
hadits tersebut jika dilihat dari berbagai segi.
Sesuai dengan perjalanan hadits ternyata tidak semua yang disebut
hadits itu benar – benar berasal dari nabi. Tidak semua hadits dapat kita
gunakan, karena ada hadits tertentu yang lemah kedudukannya. Ada pula
hadits yang mempunyai masalah dengan sanadnya, rowinya dan lain
sebagainya. Mengamalkan hadits yang tidak seharusnya diamalkan dapat
berakibat buruk bagi kehidupan
Mengingat akan kehati – hatian dalam memakai hadits sebagai
sumber hukum yang kedua itu penting, maka kita harus mengetahui seperti
apa syarat – syarat hadits yang dapat kita pergunakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dari hadits shahih?
2. Bagaimanakah syarat sebuah hadist sehingga dapat disebut sebagai
hadits shahih?
3. Bagaimana pembagian dari hadis shahih?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari hadits shahih
2. Mengetahui syarat sebuah hadist sehingga dapat disebut sebagai hadits
shahih
3. Mengetahui pembagian hadis shahih

BAB II

PEMBAHASAN

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 3


A. Pengertian Hadits Shahih
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum dalam agama Islam.1 Dalam Ilmu Hadits , arti Al – Hadits adalah
segala sesuatu yang berupa berita, yang dikatakan oleh Nabi, baik berita
itu berupa ucapan, tindakan, pembiaran (taqrir), keadaan, kebiasaan, dan
lain – lain.2 Maka sesuatu hadis yang sampai kepada Nabi dinamakan
marfu’, yang sampai kepada sahabat dinamakan mauquf, yang sampai
kepada tabi’in saja dinamakan maqth’.3
Kata Shahih (‫ )الصحيح‬dalam bahasa diartikan sehat lawan dari

kata as-sakqim (‫ )السسسقيم‬orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadits


shahih adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan
cacat.4 Selain itu hadits shahih disebut juga sebagai hadits yang sejahtera
lafadznya dari kebururkan susunannya, sejahtera maknanya dari menyalahi
ayat, atau khabar mutawatir atau ijma’ dan segala perawinya orang yang
adil.5 Menurut Al Hafidh Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits shahih
ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna keras
ingatannya, bersambung – sambung sanadnya kepada Nabi SAW, tidak ada
sesuatu yang cacat dan tidak bersalahan riwayat itu dengan riwayat orang
yang lebih rajin dari padanya.6
Ibn Al – Shalah (wafat 643H = 1277 M ), salah seorang ulama
hadits al – muta’akhirin yang memiliki banyak pengaruh dikalangan
ulama hadits sezamannya dan sesudahnya, telah memberikan definisi atau

1
http://www.islam2u.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=102:pengertian-hadits&catid=20:fatwa&Itemid=65
2
Muh Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 1.
3
Hasbi ash – shidieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang,
1988), hlm. 23.
4
http://ad-dai.blogspot.co.id/2011/03/apa-itu-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif.html
5
Hasbi Ash – Shiddieqy, Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits. (Jakarta: Bulan Bintang,
1981), hlm. 109.
6
Hasbi Ash – Shiddieqy, Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits. (Jakarta: Bulan Bintang,
1981), hlm. 110.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 4


pengertian hadits shahih sebagai berikut: Hadits shahih ialah hadits yang
nyambung sanadnya (sampai kepada nabi), diriwayatkan oleh (periwayat)
yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, (didalam hadits itu) tidak
terdapat kejanggalan (syudzudz) atau cacat (ilat).7

B. Syarat – Syarat Hadits Shahih


Dari definisi mengenai hadits shahih yang disepakati oleh
mayoritas ulama, maka dapat kita nyatakan syarat – syarat hadits shahih
adalah sebagai berikut:
a. Sanadnya Bersambung
Sanadnya bersambung, semenjak dari nabi, sahabat, hingga
periwayat terakhir.8
Maksudnya ialah tiap – tiap periwayat dalam sanad hadits
menerima riwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan
itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadits itu. 9 Dalam
hal persambungan sanad, ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan persambungan sanad adalah antara periwayat satu dengan
periwayat berikutnya harus betul – betul “serah terima” hadits.
Peristiwa ini dapat dilihat dengan cara “serah terima” tersebut,
misalnya dengan redaksi ‫ حدثنى‬atau ‫ سمعت‬atau ‫ اخبرنا‬, tidak cukup hanya
dengan ‫ عن‬, sebab kata ‫ عن‬tidak menjamin bahwa proses perpindahan
hadits itu secara langsung. Artinya, belum tentu masing – masing
periwayat yang disebut didalam sanad hadits benar – benar bertemu.
Sementara ada juga ulama’ yang berpendapat bahwa perpindahan
hadits dengan ‫ عن‬dapat dinilai bahwa sanadnya bersambung apabila
antara periwayat pemberi dengan penerima hadits hidup semasa.
Indikatornya, apabila selisih waktu kematian pemberi hadits dengan
penerimanya menggambarkan bahwa diantara mereka ada
kemungkinan “serah terima” hadits. Misalnya, ketika pemberi hadits
7
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
hlm.124.
8
Muh Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 89.
9
Syahudi Ismail, Op.Cit., hal. 127

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 5


itu meninggal, si penerima berumur sepuluh tahun. Itu sebabnya,
didalam ilmu hadits ada persyaratan usia orang ketika menerima
hadits, yaitu paling sedikit usia mumayiz. 10 Usia mumayiz adalah
sudah dapat membedakan sesuatu yg baik dan sesuatu yg buruk (kira-
kira umur 7 tahun).11 Dengan demikian sebuah hadits yang dinyatakan
bersambung sanadnya oleh seorang ulama, belum tentu dinilai
bersambung oleh ulama yang lain.
b. Periwayat Bersifat Adil
Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah,
jujur, lurus, dan tulus. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap
yang bebas dari diskriminasi, ketidakjujuran. Dengan demikian orang
yang adil adalah orang yang sesuai dengan standar hukum baik hukum
agama, hukum positif (hukum negara), maupun hukum sosial (hukum
adat) yang berlaku. Dalam Al Quran, kata ‘adl disebut juga dengan
qisth (QS Al Hujurat 49:9).12 Pengertian keadilan
menurut Aristoteles yang mengatakan bahwa keadilan adalah tindakan
yang terletak diantara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang
dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan
apa yang menjadi haknya.13
Dimaksud dengan orang yang adil ialah orang yang lurus keadaan
agamanya, baik pekertinya, tidak berbuat maksiat, dan memelihara
hafalannya.14
Butir – butir syarat sebagai unsur kaedah periwayatan yang adil
ialah beragama:
1. islam;
2. mukalaf;
3. melaksanakan ketentuan agama;
10
Muh Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 89 - 90.
11
http://www.artikata.com/arti-341583-mumayiz.html
12
https://id.wikipedia.org/wiki/Adil
13
http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-keadilan-macam-macam-
keadilan.html#_
14
Hasbi Ash – Shiddieqy, Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits. (Jakarta: Bulan Bintang,
1981), hlm. 111.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 6


4. memelihara muru’ah; maksudnya memelihara rasa malu
5. seluruh sahabat nabi dinilai bersifat adil15
Secara Umum, Ulama telah mengemukakan cara penetapakan
keadilan periwayat hadits, yakni, berdasarkan:
1. Dengan Karena telah terkenal dalam masyarakat bahwa perawi
tersebut adalah seorang yang adil, yaitu seperti Al Imam Malik,
Syu’bah, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsauri dan Sufyan Ibn Uyainah
Al Hilali Al Laits, Ahmad Ibn Hambal, Yahya Ibn Ma’ien, Ali
Al Madini dan ulama – ulama yang setingkat dengan mereka.
2. Dengan dinashkan oleh seorang Ahli yang diterima
perkataannya, bahwa perawi tersebut seseorang yang ahli .
Ibnush Shalah menetapkan, bahwa diperlukan dua orang ulama
untuk mentazkiyahkan ( menetapkan keadilan) seorang perawi,
yakni untuk menerangkan bahwa perawi itu orang yang adil.16
Jadi penetapan keadilan periwayat diperlukan kesaksian dari
ulama, dalam hal ini ulama ahli kritik periwayat. Khusus para sahabat
nabi, hampir semua ulama berpendapat mereka bersifat adil.
Karenanya dalam proses penilaian periwayat hadits, priadi sahabat
nabi tidak dikritik oleh ulama hadis dari segi keadilan sahabat.17
c. Periwayat Bersifat Dhabith
Pengertian dhabith menurut bahasa ialah yang kokoh, yang kuat,
yang tepat, yang hafal, dengan sempurna. Menurut istilah orang yang
dhabith adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah
didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya itu kapan saja dia
menghendakinya. Ada pula ulama yang menyatakan, orang dhabith
ialah orang yang mendengarkan pembicaraan sebagaimana seharusnya;
dia memahami arti pembicaraan itu secara benar, kemudian dia

15
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.
134 – 135.

16
Hasbi Ash – Shiddieqy, Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits Jilid 2, cet 4, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1967), hlm. 19.
17
Ibid., hlm. 134 – 135.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 7


menghafalnya dengan sungguh – sungguh, kemudian dia berhasil hafal
dengan sempurna, sehingga dia mampu menyampaikan kepada orang
lain dengan baik.18
Adapun cara menentukan ke – dhabith – an seorang periwayat,
menurut berbagai pendapat ulama, dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Kedhabithan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian para
ulama
2. Kedhabithan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesesuaian
riwayatnya yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah
dikenal kedhabithannya.
3. Apabila seorang periwayat sekali – sekali mengalami kekeliruan,
maka dia masih dinyatakan sebagai periwayat yang dhabith. Tetapi
apabila kesalahan itu sering terjadi, maka periwayat yang
bersangkutan tidak lagi disebut sebagai periwayat yang dhabith.19
Karena bentuk kedhabithan para periwayat yang dinyatakan
bersifat dhabith tidak sama, maka seharusnya istilah yang digunakan
untuk menyifati mereka dibedakan juga. Perbedaan istilah itu dapat
berupa sebagai berikut:
1. Istilah dhabith diperuntukkan bagi periwayat yang:
a) Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya
b) Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu
kepada orang lain
2. Istilah Tamm al dhabth yang bila di Indonesia dapat di pakai istilah
dhabith plus, diperuntukkan bagi periwayat yang:
a) Hafal dengan sempurna hadits yang diterimanya
b) Mampu menyampaikan dengan baik hadits yang dihafalnya itu
kepada orang lain, dan
c) Paham dengan baik hadits yang dihafalkannya itu
Klasifikasi ini akan sangat berguna bagi bahan analisis di pembahasan,
misalnya ke – syadz – an dan ke – ‘allat – an sanad.
d. Terhindar dari Syudzudz ( Ke – Syadz – an)
Menurut bahasa kata syadz artinya yang jarang, yang menyendiri,
yang asing, yang menyalahi aturan, yang menyalahi orang banyak.
18
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.
135.
19
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.
137.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 8


Maksudnya, informasi yang terkandung didalamnya tidak bertentangan
dengan informasi lain yang dibaawa oleh orang – orang yang lebih
berkualitas , atau dalil lain yang lebih kuat. Sebab, sungguh pun
sebuah hadis diriwayatkan oleh orang – orang “berkualitas” dan
bersambung sanadnya sehingga hadis itu dapat dikatakan shahih
sanadnya, kalau kandungan hadisnya (matan) ternyata syadz maka
hadis itu menjadi tidak shahih.20
Menurut As – Syafi’i suatu hadits dinyatakan mengandung syadz
bila hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang siqat itu
bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh banyak periwayat
yang juga bersifat siqat.Hadis yang mengandung syudzudz disebut
hadits syadz dan lawan dari hadis syadz adalah hadis mahfuzh.21
Berikut skema sanad – sanad hadis yang mahfuz
1. Nabi –> Ibn Abbas –> Awjasah –> ‘Amr bin Dinar –> Sufyan bin
Uyaiynah
2. Nabi –> Ibn Abbas –> ‘Awjasah –> Amr bin Dinar –> Ibn Juraij
3. Nabi –> Ibn Abbas –> ‘Awjasah –> Amr bin Dinar –> Para
periwayat lainnya
Skema sanad hadis yang syadz
1. Nabi – – – – – – > ‘awjasah –> Amr bin Dinar –> Hamzah
bin zayd
Dari contoh hadis yang sanadnya berkualitas syadz diatas maka
dapatkah dinyatakan bahwa kesyadz-an sanad hadis baru dapat
diketahui seletah diadakan penelitian sebagai berikut:
a) Semua sanad yang mnegandung matan hadis yang pokok
masalahnya memiliki kesamaan dihimpun dan diperbandingkan;
b) Para periwayat diseluruh sanad diteliti kualitasnya;
c) Apabila seluruh periwayat bersifat siqat dan ternyata ada seorang
periwayat yang sanadnya menyalahi sanad – sanad lainnya, maka
sanadnya menyalahi itu disebut sanad syadz sedang sanad – sanad
lainnya disebut sanad mahfudz.22
20
Muh Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 89.
21
Syahudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm.
139.
22
Ibid., hlm. 144.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 9


Maka dari itu, sebelum kita menggunakan sebuah hadis sebagai
dalil syara’ karena alasan keshahihannya, kita juga harus
memperhatikan mengenai ada atau tidaknya ke – syadz – an dari hadis
tersebut.
e. Terhindar dari ‘Illat
‘Illat menurut bahasa artinya cacat, kesalahan baca, penyakit dan
keburukan. Menurut Istilah ‘illat artinya sebab yang tersembunyi yang
merusak kualitas hadis.23 Hadis yang diriwayatkan itu tidak cacat,
seperti tidak ada pengelabuhan dengan cara menyambung sanad hadis
yang sebenarnya memang tidak bersambung, atau mengatas namakan
dari Nabi, padahal sebenarnya bukan dari Nabi.24

C. Pembagian Hadis Shahih

Hadis Shahih sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:


1. Shahih lidzatih adalah sebuah hadis yang telah memenuhi semua
syarat hadis shahih dan tingkatan rawi berada pada tingkatan tertinggi.

‫نعسسبن الندببسسىى ص ع نحددثنننا شمنسدددد نقانل نحددثنننا يننحنيى نعنن ششسسنعبنةن نعسسنن قنتنسساندةن نعسسنن أنننسس س‬
‫س‬
‫س نعبن الندببىى صلى ا عليه وسلم‬ ‫نقانل نونعنن شحنسنيسن انلشمنعلىبم نقانل نحددثنننا قننتاندةش نعنن أننن س‬:
ِ‫ب لنبخيبه نما يشبح ب‬
(‫ب لبنننفبسبه )رواه البخارى‬ ‫ل يشنؤبمشن أننحشدشكنم نحدتى يشبح د‬
2. Shahih lighayrih adalah hadis yang tidak menetapi persyaratan hadis
shahih secara sempurna, misalnya, rawi kurang memiliki ingatan
hafalan yang kuat sehingga digolongkan sebagai hadis hasan, namun
karena didukung oleh hadis lain yang satu tema dan kualitasnya
seimbang atau bahkan lebih tinggi maka hadis tersebut dinamakan
shahih lighayrih. Contoh hadis ini adalah sebagai berikut:
Hadis dari Muhammad bin Amr dari Abi Salamah dari Abi Hurairah
bahwa Nabi bersabda:

23
Ibid,. hlm. 147.
24
Muh Zuhri, Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya), (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,
1997), hlm. 89.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 10


‫ب نحددثنننا نعنبندةش نبشن شسلننينمانن نعنن شمنحدمبد نببن نعنمسرو نعسنن أنببسسى نسسسلننمةن نع نن‬
‫نحددثنننا أنشبوُ شكنرني س‬
‫ق نعلنسسى أشدمتبسسى‬
‫ لنسسنوُلن أننن أنششسس د‬: ‫اب صلى ا عليسسه وسسسلم‬ ‫أنببى هشنرنينرةن نقانل نقانل نرشسوُشل د‬

‫لننمنرتشهشنم ببالىسنوُا ب‬
‫ك بعننند شكىل ن‬
(‫صلنسة )رواه الترمذى‬
Hadis ini termasuk kategori shahih lighayrih menurut Ibn Shalah,
karena Muhammad bin Amr bin Alqamah adalah orang yang lemah
dalam hafalan dan kecerdasannya. Namun demikian, hadis di atas
dikuatkan oleh jalur lain, yaitu oleh al-A'raj bin Hurmuz dan Sa'id al
Maqbari maka bisa dikategorikan shahih lighayrih.25

D. Kehujjahan Hadis Sahih

Para ulama ahli hadits dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli fiqh
sepakat menjadikan hadits shahih sebagai hujjah yang wajib beramal
dengannya. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan
penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang
berhubungan dengan aqidah (keyaqinan).

Perlu diketahui bahwa martabat hadits shahih ini tergantung kepada ke-
dhabit-an dan keadilan para perawinya. Semakin ‘dhabit dan ‘adil si
perawi, makin tinggi pula tingkatan kualitas hadits yang
diriwayatkannya.26

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

25
http://wildanesia.blogspot.co.id/2012/12/pengertianhaditsshahihpembagiandanc
ontohnya.html
26
http://ediichwanun.blogspot.co.id/

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 11


Hadits shahih ialah hadits yang nyambung sanadnya (sampai kepada
nabi), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabith sampai akhir
sanad, (didalam hadits itu) tidak terdapat kejanggalan (syudzudz) dan tidak
terdapat cacat (‘illat).
Hadis shahih dibagi menjadi dua yakni Sahih Lidzatihi dan Sahih
Lighairihi. Para ulama ahli hadits dan sebagian ulama ahli ushul serta ahli
fiqh sepakat menjadikan hadits shahih sebagai hujjah yang wajib beramal
dengannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ash – Shiddieqy, Hasbi. 1981. Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta:
Bulan Bintang
Ash – Shiddieqy, Hasbi . 1967. Pokok – Pokok Ilmu Dirayah Hadits Jilid 2.
Jakarta: Bulan Bintang.
Ash – shidieqy, Hasbi.1988. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.

Ismail, Syahudi. 1995. Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang.
Zuhri, Muh. 1997. Hadis Nabi (Sejarah dan Metodologinya). Yogyakarta: PT
Tiara Wacana.

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 12


http://www.islam2u.net/index.php?
option=com_content&view=article&id=102:pengertian-
hadits&catid=20:fatwa&Itemid=65

http://ad-dai.blogspot.co.id/2011/03/apa-itu-hadits-shahih-hasan-dan-dhaif.html

http://www.artikata.com/arti-341583-mumayiz.html

http://ediichwanun.blogspot.co.id/

https://id.wikipedia.org/wiki/Adil

http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-keadilan-macam-macam-
keadilan.html#_
http://wildanesia.blogspot.co.id/2012/12/pengertianhaditsshahihpembagiandancon
tohnya.html

Revisi Syarat-Syarat Hadis Sahih | 13

Anda mungkin juga menyukai