Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering

ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di

bidang kesehatan seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar luas

di masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah

mengalami ISK selama hidupnya. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta

kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum.

Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh

bakteri Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih

dan menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi

oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih,

kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. Ilmu kesehatan modern

saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga

dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan

antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra.

System urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal

berfungsi untuk membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya

berfungsi untuk mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh

memproduksi zat-zat sisa seperti urea, kreatinin dan ammonia yang harus

diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan menyebabkan toksik bagi

tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah tubuh, regulasi

elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa, dan

regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal,

sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran

kemih bagian bawah.

Gambar 1. Struktur saluran kemih manusia


Ginjal memiliki tiga bagian penting yaitu korteks, medulla dan pelvis

renal. Bagian paling superfisial adalah korteks renal, yang tampak bergranula. Di

sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung

ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis

renal bercabang dua atau tiga, disebut kaliks mayor yang masing-masing bercabang

membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks minor, urin masuk ke kaliks mayor,

ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya ditampung di dalam kandung

kemih.

Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung

dari ginjal ke kandung kemih (vesika urinaria). Panjangnya kira-kira 25-30

cm, dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen

dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.

Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin

mengalir dari ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar

(peritonium).

Gambar.2 Struktur anatomi ginjal


Bagian akhir saluran keluar yang menghubungkan kandung

kemih denganluar tubuh ialah uretra. Uretra pria sangat berbeda dari uretra wanita.

Pada laki- laki, sperma berjalan melalui uretra waktu ejakulasi. Uretra pada laki-

laki merupakan tuba dengan panjang kira-kira 17-20 cm dan memanjang dari

kandung kemih ke ujung penis.

Uretra pada laki-laki mempunyai tiga bagian yaitu : uretra

prostatika, uretra membranosa dan uretra spongiosa. Uretra wanita jauh lebih

pendek daripada pria, karena hanya 2,5-4 cm panjangnya dan memanjang dari

kandung kemih ke arah ostium diantara labia minora kira-kira 2,5 cm di sebelah

belakang klitoris.

Gambar 3. Vesika urinaria dan uretra pada perempuan dan laki-laki

.
2.2 Definisi

Beberapa istilah yang perlu dipahami:

 Bakteriuria bermakna (significant backteriuri) adalah keberadaan

mikroorganisme murni (tidak terkontaminasi flora normal dari uretra) lebih

dari 105 colony forming units per mL (cfu/ml) biakan urin dan tanpa

lekosituria.

 Bakteriuria simtomatik adalah bakteriuria bermakna dengan manifestasi

klinik

 Bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria) adalah bakteriuria

bermakna tanpa manifestasi klinik.

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan untuk

menunjukkan bakteriuria patogen dengan colony forming units per mL CFU/ ml

urin > 105, dan lekositouria >10 per lapangan pandang besar, disertai manifestasi

klinik. ISK akhir-akhir ini juga didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi

tubuh terhadap invasi mikroorganisme pada urothelium.

2.3 Epidemilogi

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering

ditemukan di praktik umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan

perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,

kecuali disertai factor predisposisi.


Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami

ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan

pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat

menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik

meningkat mencapai

30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor

predisposisi.

Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di

tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda

yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun. Insiden

ISK pada laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan

pada laki-laki yang sudah disirkumsisi (0,11%).

Tabel 2.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin
2.4 Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan oleh mikroorganisme (MO) tunggal seperti:

 Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien

dengan ISK simtomatik maupun asimtomatik

 Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33%

ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan

koagulase negatif

 Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai,

kecuali pasca kateterisasi

Gambar. 4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau pili
Tabel 2.2 Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih

2.5 Patogenesis

Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari

patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri

masuk ke saluran kemih (bacterial entry) .


2.5.1 Peranan Patogenisitas Bakteri (agent)

Tidak semua bakteri dapat menginfeksi dan melekat pada jaringan saluran kemih.

Bakteri tersering yang menginfeksi saluran kemih adalah E.coli yang bersifat

uropathogen.

Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon

manusia. Beberapa strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan

masuk ke vesika urinaria. Strain E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak

memberikan gejala klinis memiliki strain yang sama dengan strain E. coli pada

usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke saluran kemih

manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa strain

bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli

di usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik

E.coli (UPEC) yang memiliki faktor virulensi.

Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai

Virulence determinalis.

Gambar 5. Penampang pemukaan Escherichia coli


Tabel 2.3 Faktor Virulensi E.coli

Penentu virulensi Alur


Fimbriae Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)

Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh


Perlengketan (attachment)

Lipopolysaccharid Resistensi terhadap fagositosis


e side chains (O
antigen)

Inhibisi peristalsis ureter


Lipid A Proinflamatori
(endotoksin)

Kelasi besi
Antibiotika resisten
Membran protein Kemungkinan
lainnya perlengketan

Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit


Sekuestrasi besi
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung

pada perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi.

Peranan Perlengketan Mukosa oleh Bakteri (Bacterial attachment of mucosa)

Menurut penelitian, fimbriae (proteinaceous hair-like projection from bacterial

surface) merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai

kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih.

Fimbriae atau pili memiliki ligand di permukaannya yang berfungsi untuk

berikatan dengan reseptor glikoprotein dan glikolipid pada permukaan membran sel

uroepithelial. Fimbriae atau pili dibagi berdasarkan kemampuan hemaaglutinasi

dan tipe sugar yang berada pada permukaan sel. Pada umumnya P fimbriae yang

dapat menaglutinasi darah, berikatan dengan reseptor glikolipid antigen pada sel

uroepithelial, eritrosit (antigen terhadap P blood group) dan sel-sel tubulus renalis.

Sedangkan fimbriae tipe 1 berikatan dengan sisa mannoside pada sel uroepithelial.

Berdasarkan penelitian P fimbriae terdapat pada 90% bakteri E.coli yang

menyebabkan pyelonefritis dan hanya < 20% strain E.coli yang menyebabkan

ISK bawah. Sedangkan fimbriae tipe 1 lebih berperan dalam membantu bakteri

untuk melekat pada mukosa vesika urinaria.

 Peranan Faktor Virulensi

Setelah fimbrae atau pili berhasil melekat pada sel uroepithelial (sel epitel

saluran kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya.

Sebagian besar uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi

untuk menginisiasi invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi
kuman patogen (sekuestrasi besi). Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen

pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran kemih melindungi bakteri dari

proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan UPEC dapat lolos dari

berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian terakhir juga

mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk

menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler.

Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa

toksin seperti α-haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron

uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampr 95% sifat α-haemolysin ini

terikat pada kromosom dan berhubungan dengan phatogenicity island (PAIS) dan

hanya 5 % terikat pada gen plasmid.

 Peranan Variasi Fase Faktor Virulensi

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan

bergantung dari respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan

beberapa penentu virulensi yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran

kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan

ginjal.

2.5.2 Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

 Faktor Predisposisi Pencetus ISK

Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK.

faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk

kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami


kambuh (eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih.

Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat

menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.

Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi

urin, konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan

kolonisasi bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga

mengandung faktor penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall

glycoprotein, dikatakan bahwa bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih

meningkat pada defisit THG. THG membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada

saluran kemih dan berperan sebagai salah satu mekanisme pertahanan tubuh.

Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat

meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi

dan fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat

meningkatkan kerentanan host terhadap ISK. Keberadaan benda asing seperti

adanya batu, kateter, stent dapat membantu bakteri untuk bersembunyi dari

mekanisme pertahanan host.


Tabel 2.4 Faktor predisposisi (pencetus) ISK

Faktor predisposisi (pencetus) ISK

 Litiasis
 Obstruksi
 saluran kemih
 Penyakit ginjal
 polikistik Nekrosis papilar
 DM pasca transplantasi ginjal
 Nefropati analgesik Penyakit Sickle-cell Senggama
 Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesterone
 Kateterisasi

 Status Imunologi Pasien

Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi

jaringan dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi

mekanisme pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like

receptors (TLRs) yang dapat mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga

menghasilkan mediator inflamasi. Respon tubuh dengan mengsekresikan

kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke area jaringan yang

terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi dan

fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme

imunitas seluler dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena

itu imunitas host berperan penting dalam kejadian ISK. Penelitian laboratorium

mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor mempunyai


kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait

dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan

dengan fenotipe golongan darah lewis.

2.5.3 Cara Bakteri Menginvasi Saluran Kemih (bacterial entry)

Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya,

bakteri di area periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran

genitourinaria dan menyebabkan ISK. Sebagian besar kasus pielonefritis

disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung kemih, melalui ureter dan masuk

ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO secara ascending juga

dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita dikombinasikan

dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan

predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan

laki-laki.

Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada

pasien dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus,

Spesies Candida, dan Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang

melakukan perjalanan melalui darah untuk menginfeksi saluran kemih.

Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine

juga dapat menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK.

Selain itu, invasi langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran

kemih seperti pada abses intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau

vesikovaginal dapat menyebabkan ISK.


2.6 Klasifikasi

Berdasarkan letak anatomi, ISK digolongkan menjadi:

 Infeksi Saluran Kemih Atas

Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis.

Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik

(PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi

pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik.

Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh

radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat

mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa

ditemukan kelainan radiologik. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis

kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-

laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat.

Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan

sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi

bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai

kelainan- kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase

inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari

pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari

pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak

memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus

mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan
anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi

bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter

lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK. Pielonefritis kronik

mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa

kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim.

 Infeksi Saluran Kemih Bawah

Infeksi saluran kemih bawah terdiri dari sistitis, prostatitis dan epidimitis,

uretritis, serta sindrom uretra. Presentasi klinis ISKB tergantung dari gender. Pada

perempuan biasanya berupa sistitis dan sindrom uretra akut, sedangkan pada

laki-laki berupa sistitis, prostatitis, epidimitis, dan uretritis.

Sistitis terbagi menjadi sistitis akut dan sistitis kronik. Sistitis akut adalah

radang selaput mukosa kandung kemih (vesika urinaria) yang timbulnya mendadak,

biasanya ringan dan sembuh spontan (self-limited disease) atau berat disertai

penyulit ISKA (pielonefritis akut). Sistitis akut termasuk ISK tipe sederhana

(uncomplicated type). Sebaliknya sistitis akut yang sering kambuh (recurrent

urinary tract infection) termasuk ISK tipe berkomplikasi (complicated type), ISK

jenis ini perlu perhatian khusus dalam pengelolaannya.

Sistitis kronik adalah radang kandung kemih yang menyerang

berulang-ulang (recurrent attact of cystitis) dan dapat menyebabkan kelainan-

kelainan atau penyulit dari saluran kemih bagian atas dan ginjal. Sistitis kronik

merupakan ISKB tipe berkomplikas, dan memerlukan pemeriksaan lanjutan untuk

mencari faktor predisposisi.


Sindrom uretra akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan

mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis karena tidak dapat

diisolasi mikroorganisme penyebabnya. Penelitian terkini menunjukkan bahwa

SUA disebabkan oleh MO anaerobik.

2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal,

sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti

disuria, polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien rawat

jalan dengan ISK akut.

Tabel 2.5 Simtomatologi ISK

Lokal Sistemik
 Disuria  Panas badan sampai
 Polakisuria Stranguria menggigil
 Tenesmus  Septikemia dan syok
 Nokturia
 Enuresis nocturnal Perubahan Urinalis

 Prostatismus  Hematuria

 Inkontinesia  Piuria

 Nyeri uretra  Chylusuria

 Nyeri kandung kemih  pneumaturia

 Nyeri kolik
 Nyeri ginjal
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran

kemih bawah pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 6. Hubungan antara lokasi infeksi saluran kemih dengan keluhan

Pada pielonefritis akut (PNA), sering ditemukan panas tinggi (39.5°C-

40,5°C), disertai menggigil dan sakit pinggang1. Pada pemeriksaan fisik diagnostik

tampak sakit berat, panas intermiten disertai menggigil dan takikardia. Frekuensi

nadi pada infeksi E.coli biasanya 90 kali per menit, sedangkan infeksi oleh kuman

staphylococcus dan streptococcus dapat menyebabkan takikardia lebih dari 140 kali
per menit. Ginjal sulit teraba karena spasme otot-otot. Distensi abdomen sangat

nyata dan rebound tenderness mungkin juga ditemukan, hal ini menunjukkan

adanya proses dalam perut, intra peritoneal. Pada PNA tipe sederhana

(uncomplicated) lebih sering pada wanita usia subur dengan riwayat ISKB kronik

disertai nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada

ISKA akut (PNA akut) tipe complicated seperti obastruksi, refluks vesiko ureter,

sisa urin banyak sering disertai komplikasi bakteriemia dan syok, kesadaran

menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh karena alkalosis respiratorik

kadang-kadang asidosis metabolik.

Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari

keluhan- keluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada

pemeriksaan urin rutin. Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria

asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut, hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK).

Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik

seperti polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang

dengan hematuria. Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan,

kecuali bila disertai penyulit PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-

48 jam setelah melakukan senggama, dinamakan honeymoon cystitis. Pada

laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama atau minum alkohol

dapat menyebabkan sistitis sekunder.

Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan

karena rangsangan yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan


fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di daerah pinggang, atau teraba suatu massa

tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika urinaria.

Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.

Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing.

2.8 Pemeriksaan Penunjang Diagnosis

2.8.1 Analisis urin rutin

Pemeriksaan analisa urin rutin terdiri dari pH urin, proteinuria

(albuminuria), dan pemeriksaan mikroskopik urin.

Urin normal mempunyai pH bervariasi antara 4,3-8,0. Bila bahan urin masih

segar dan pH >8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang

berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism).

Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24

jam.

Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x)

dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan

mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml.

Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien

dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih

ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan

piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >105. Analisa ini

menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.


Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100%

untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit,

44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge

dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri

gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 %

untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat

mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%.

2.8.2 Uji Biokimia

Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi

nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya

sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat

menentukan tipe bakteriuria.

2.8.3 Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml

urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak

lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring

bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin

harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari

pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi

suprapubik selektif.

Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml

>105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai
lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai

gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut

kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK.

2.8.4 Renal Imaging Procedures

Renal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor

predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi

intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak

boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki,

gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten,

mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang

dengan interval ≤6 minggu.

2.9 Terapi

2.9.1 Infeksi saluran kemih atas (ISKA)

Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut (PNA) memerlukan rawat

inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48

jam. Indikasi rawat inap pada PNA antara lain kegagalan dalam

mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotik oral, pasien

sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan, diperlukan investigasi

lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas seperti

kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.

The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari

tiga alternative terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam,
sebelum adanya hasil kepekaan biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida

dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin spektrum luas dengan atau tanpa

aminoglikosida.

2.9.2 Infeksi saluran kemih bawah (ISKB)

Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan,

pemberian antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk

alkanisasi urin dengan natrium bikarbonat 16-20 gram per hari.

Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin,

ampisilin, penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup

efektif tetapi tidak ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin

dan sulfonamid sebagai pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil

bakteriogram.

2.10 Komplikasi

Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated)

dan ISK tipe berkomplikasi (complicated).

2.10.1 ISK sederhana (uncomplicated)

ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan

hamil pada umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak

menyebablan akibat lanjut jangka lama.


2.10.2 ISK tipe berkomplikasi (complicated)

ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan

pasien dengan diabetes mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan

risiko untuk pielonefritis diikuti penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).

Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida

dan infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis

emfisematosa disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan

klostridium tidak jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant

intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas.

Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor.

Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis

(41%), dan obstruksi ureter (20%).


Tabel 2.6 Morbiditas ISK selama kehamilan

Kondisi Risiko Potensial

BAS tidak diobati  Pielonefritis

 Bayi prematur

 Anemia

 Pregnancy-induced hypertension

 Bayi mengalami retardasi mental

 Pertumbuhan bayi lambat

 Cerebral palsy
ISK trimester III
 Fetal death

2.11 Prognosis

Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan

penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika

yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui

atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK.

Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis terlambat dan kedua

ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk

mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi

dapat merupakan pilihan utama.


Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna,

kecuali bila terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila

terdapat infeksi yang sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi.

Prognosis sistitis kronik baik bila diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta

faktor predisposisi mudah dikenal dan diberantas.


BAB III

KESIMPULAN

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah yang digunakan

untuk menunjukkan bakteriuria patogen bermakna dengan colony forming units

per mL CFU/ ml urin > 105 disertai manifestasi klinik. ISK lebih sering terjadi

pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra perempuan lebih pendek

dibandingkan laki-laki. Adapun faktor predisposisi ISK antara lain: litiasis,

obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, DM, nefropati analgesik,

senggama, kehamilan, kontrasepsi, dan kateterisasi.

Sebagian besar ISK disebabkan oleh invasi bakteri Escherichia coli secara

asending ke saluran kemih. Patogenesis ISK dipengaruhi oleh patogenisitas bakteri

(perlekatan mukosa dan faktor virulensi), faktor tuan rumah (host) dan bacterial

entry.

ISK terbagi menjadi infeksi saluran kemih atas (pielonefritis akut dan

pielonefritis kronik) serta infeksi saluran kemih bawah (sistitis akut, sistitis

kronik, sindrom uretra akut, uretritis, epididimitis). ISK akut belum menimbulkan

kelainan struktural atau radiologis dengan gejala awitan akut seperti demam, nyeri

pinggang, nyeri suprapubic, disuria, polakisuria, stranguria, nokturia. Sedangkan

ISK kronik sudah menimbulkan kelainan struktural atau radiologis dan biasanya

kurang bergejala. Pilihan terapi untuk pasien ISK adalah antibiotik yang sensitif

terhadap kuman patogen penyebab. Penanganan yang dini dan sesuai dapat

menghindari komplikasi dan pasien dapat sembuh sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. Infeksi Saluran Kemih. In Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar

Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.

2. Anonim. Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection:

Urethritis, Cystitis, and Pyelonephritis). In Kasper, et all ed. Harrison’s

Manual of Medicine16th Edition. Newyork: Mc Graw Hill Medical

Publishing Division. 2005:724

3. Nguyen, H.T. Bacterial Infections of The Genitourinary Tract. In

Tanagho E. & McAninch J.W. ed. Smith’s General urology 17th edition.

Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2008: 193-195

4. Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal.

In Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Pusat Informasi

Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-72

5. Scanlon, V.C & Sanders, T. Essential of Anatomy and Physiology 5 th

edition. Philadelpia: FA Davis Company. 2007: 420-432

6. Macfarlane, M.T. Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed.

4th Urology.California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-16

7. Ronald A.R & Nicollé L.E. Infections of the Upper Urinary Tract. In

Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th

edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2001:

1687
8. Weissman, S.J, et all. Host-Pathogen Interactions and Host Defense

Mechanisms. In In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary

Tract 8th edition Vol.1. Newyork: Lippincott Williams & Wilkins

Publishers. 2007: 817-826

9. Abdelmalak, J.B, et all. Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M,

ed. Essential Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana

Press. 2004:183-189

10. Anonim. Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder

L.M. Wallach’s Interpretation of Diagnostic Test 9th. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins a Wolters Kluwer Publishers. 2011: 730-

731

11. Meyrier, A. Urinary Tract Infection. Available

from: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf (diakses 22 Mei

2012).
31

Anda mungkin juga menyukai