MAKANAN
“Efek Makanan Terhadap Terapi Obat”
OLEH :
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala
berkat dan kuasa-Nya, sehingga dapat diselesaikannya makalah dengan judul
“Efek Makanan Terhadap Terapi Obat “ untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Interaksi Obat dan Makanan.
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tugas ini. Penulis sadar makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Segala kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi kebaikan dari tulisan ini, dan tak lupa penulis ucapkan banyak
terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan ...............................................................................................................2
1.4 Manfaat .............................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA…..................................................................................................23
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. Beberapa obat beserta efek dan mekanisme dalam tubuh .................................11
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat,
yaitu meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak
diinginkan atau direncanakan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan
makanan serta obat-obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena
kemungkinan hasil yang buruk atau tidak terduga. Interaksi obat tidak hanya terjadi
antar obat. Namun juga dapat terjadi antar obat dengan makanan. Banyak orang yang
menganggap remah terhadap hal ini padahal, hal ini sangat perlu diperhatikan. Ada
obat-obat tertentu yang jika berinteraksi dengan makanan, akan meningkatkan
kinerja obat namun ada jugajenis obat yang jika bereaksi dengan makanan tertentu
dapat menurunkan kerja obat dalam tubuh, bahkan dapat meningkatkan toksisitas
bagi tubuh. Dalam dunia veteriner ataupun peternakan, tentu ilmu farmakologi
dan ilmu pakan hewan sangat berkaitan dan penting karena kedua ilmu ini
mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang
diakibatkannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dan akan sangat berbahaya
jika kedua bidang ilmu ini tidak berjalan seimbang atau berat sebelah. Karena akan
menetukan kelanjutan hidup dari hewan tersebut. Oleh karena itu, sangat perlu diketahui
dan dipahami dengan benar hal tentang interaksi obat dengan makanan agar dapat
terwujudkan keserasian antara pakan dan kesehatan serta dapat meningkatkan kualitas
hidup hewan serta kesehatan masyarakat veteriner untuk kedepannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dapat dibuat adalah
sebagai berikut:
1. Apa itu interaksi obat beserta mekanismenya?
2. Apa itu interaksi obat dengan makanan?
3. Fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan?
4. Obat apa sajakah yang memberikan efek positif bagi tubuh?
5. Obat apa sajakah yang dapat menurunkan kinerja tubuh?
1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami pengertian dari interaksi obat beserta mekanismenya.
2. Mengetahui dan memahani apa itu interaksi obat dengan makanan.
3. Mengetahui fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan.
4. Mengetahui dan memahami jenis-jenis obat yang memberikan efek positif bagi tubuh.
5. Mengetahui dan memahami jeni-jenis obat yang dapat menurunkan kinerja tubuh.
D. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain
(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi
obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan bersama-sama.
Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah studi di
Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus masuk rumah
sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada seharusnya, bahkan
hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek samping obat. Pasien yang
dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan polifarmasi (6-10 macam obat)
karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter, sehingga sangat mungkin terjadi
interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat keparahan penyakit atau usia.
Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas dan/atau
pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila menyangkut obat
dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida
jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat-obat
yang biasa digunakan bersama-sama.
Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena :
a. Dokumentasinya masih sangat kurang
b. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan
kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan interaksi obat berupa
peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat,
sedangkan interaksi berupa penurunakn efektivitas dianggap diakibatkan bertambah
parahnya penyakit pasien
c. Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual, di mana
populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau berpenyakit parah, dan bisa
juga karena perbedaan kapasitas metabolisme antar individu. Selain itu faktor
penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah dan faktor-faktor
lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
3
2.2 Mekanisme Interaksi Obat
Dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, atau
ekskresi.
a. Absorbsi saluran pencernaan meliputi kecepatan dan jumlah.
Dipengaruhi oleh formulasi farmasetik termasuk bentuk sediaan, pKa dan kelarutan
obat dalam lemak disamping pH, flora bakteri, dan aliran darah dalam organ
pencernaan (meliputi usus besar, usus halus, usus 12 jari dan lambung).
Setelah obat bebas masuk ke peredaran darah, kemungkinan mengalami proses –
proses sebagai berikut :
1.Obat disimpan dalam depo jaringan.
2.Obat terikat oleh protein plasma terutama albumin.
3.Obat aktif yang dalam bentuk bebas berinteraksi dengan reseptor sel khas dan
menimbulkan respon biologis.
4.Obat mengalami metabolisme dengan beberapa jalur kemungkinan yaitu :
a. Obat yang mula-mula tidak aktif, setelah mengalami metabolisme akan
menghasilkan senyawa aktif, kemudian berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis ( bioaktivasi).
b. Obat aktif akan dimetabolisis menjadi metabolit yang lebih polar dan tidak aktif,
kemudian diekskresikan (bioinaktivasi).
4
c. Obat aktif akan dimetabolisis menghasilkan metabolit yang bersifat toksik
(biotoksifikasi).
5.Obat dalam bentuk bebas langsung diekskresikan.
a. Ikatan obat protein (pendesakan obat) meliputi obat bebas/ aktif dan obat
terikat /tidak aktif.
b. Metabolisme hepatik meliputi induksi enzim (penurunan konsentrasi obat) dan
inhibisi enzim (peningkatan konsentrasi obat).
c. Klirens ginjal meliputi peningkatan ekskresi (penurunan konsentrasi obat) dan
penurunan ekskresi (peningkatan konsentrasi obat).
Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup mengandung gugus
fungsional atau atom atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat khas, yang
dapat berinteraksi secara terpulihkan dengan molekul obat yang mengandung gugus
fungsional khas, menghasilkan respon biologis tertentu.
2.Interaksi Farmakodinamika
Meliputi sinergisme kerja obat, antagonisme kerja obat, efek reseptor tidak
langsung, gangguan cairan dan elektrolit.
Pasien yang rentan terhadap interaksi obat :
a. Individu usia lanjut
b. Minum lebih dari 1 macam obat
c. Mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati
d. Mempunyai penyakit akut
e. Mempunyai penyakit yang tidak stabil
f. Memiliki karakteristik genetik tertentu
g. Ditangani lebih dari 1 dokter.
Ketika suatu makanan atau minuman mengubah efek suatu obat, perubahan
tersebut dianggap sebagai interaksi obat-makanan. Interaksi seperti itu bisa terjadi.
Tetapi tidak semua obat dipengaruhi oleh makanan, dan beberapa obat hanya
dipengaruhi oleh makanan- makanan tertentu. Interaksi obat-makanan dapat terjadi
dengan obat-obat yang diresepkan, obat yang dibeli bebas, produk herbal, dan
suplemen. Meskipun beberapa interaksi mungkin berbahaya atau bahkan fatal pada
kasus yang langka, interaksi yang lain bisa bermanfaat dan umumnya tidak akan
menyebabkan perubahan yang berarti terhadap kesehatan tubuh.
5
Makanan dan obat dapat berinteraksi dalam banyak cara yang berbeda. Sering,
zat tertentu di dalam makanan memberikan efek. Perubahan-perubahan lain dapat
disebabkan oleh jumlah protein dalam diet anda, atau bahkan cara makanan tersebut
disiapkan. Salah satu cara yang paling umum makanan mempengaruhi efek obat
adalah dengan mengubah cara obat-obat tersebut diuraikan ( dimetabolisme ) oleh
tubuh. Jenis protein yang disebut enzim, memetabolisme banyak obat. Beberapa
makanan dapat membuat enzim-enzim ini bekerja lebih cepat atau lebih lambat, baik
dengan memperpendek atau memperpanjang waktu yang dilalui obat di dalam tubuh.
Jika makanan mempercepat enzim, obat akan lebih singkat berada di dalam tubuh
dan dapat menjadi kurang efekteif. Jika makanan memperlambat enzim, obat akan
berada lebih lama dalam tubuh dan dapat menyebabkan efek samping yang tidak
dikehendaki.
Kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan dapat terjadinya interaksi
obat dengan makanan adalah :
1. Perubahan motilitas lambung dan usus, terutama kecepatan pengosongan
lambung dari saat masuknya makanan
2. Perubahan pH, sekresi asam serta produksi empedu
3. Perubahan suplai darah di daerah splanchnicus dan di mukosa saluran cerna
4. Dipengaruhinya absorpsi obat oleh proses adsorpsi dan pembentukan kompleks
5. Dipengaruhinya proses transport aktif obat oleh makanan
6. Perubahan biotransformasi dan eliminasi. (Widianto, 1989)
6
Dengan ini selama 1 sampai 1,5 jam volume lambung tetap konstan karena adanya
proses- proses sekresi.
Tidak saja komposisi makanan, suhu makanan yang dimakanpun berpengaruh
pada kecepatan pengosongan lambung ini. Sebagai contoh makanan yang amat
hangat atau amat dingin akan memperlambat pengosongan lambung. Ada pula
peneliti yang menyatakan pasien yang gemuk akan mempunyai laju pengosongan
lambung yang lebih lambat daripada pasien normal. Nyeri yang hebat misalnya
migren atau rasa takut, juga obat-obat seperti antikolinergika (missal atropin,
propantelin), antidepresiva trisiklik (misal amitriptilin, imipramin) dan opioida (misal
petidin, morfin) akan memperlambat pengosongan lambung. Sedangkan percepatan
pengosongan lambung diamati setelah minum cairan dalam jumlah besar, jika tidur
pada sisi kanan (berbaning pada sisi kiri akan mempunyai efek sebaliknya,) atau pada
penggunaan obat seperti metokiopramida atau khinidin. Jelaslah di sini bahwa
makanan mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung, maka adanya gangguan
pada absorpsi obat karenanya tidak dapat diabaikan.
b). Komponen makanan
Efek perubahan dalam komponen-komponen makanan :
1. Protein (daging, dan produk susu)
Sebagai contoh, dalam penggunaan Levadopa untuk mngendalikan tremor pada
penderita Parkinson. Akibatnya, kondisi yang diobati mungkin tidak terkendali
dengan baik. Hindari atau makanlah sesedikit mungkin makanan berprotein
tinggi (Harknoss, 1989)
2. Lemak
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat adalah bahwa
apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak dari
fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kapasitas hati untuk
memetabolisasi obat. Kenaikan fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak
tidak jenuh dari fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolism obat
(Gibson, 1991). Contohnya : Efek Griseofulvin dapat meningkat.interaksi yang
terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan grieseofluvin sebaiknya
dimakan pada saat makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega, kue,
selada ayam, dan kentang goreng (Harkness, 1989).
7
3. Karbohidrat
Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolism obat,
walaupun banyak makan glukosa, terutama sekali dapat menghambat
metabolism barbiturate, dan dengan demikian memperpanjang waktu tidur.
Kelebihan glukosa ternyata juga mengakibatkan berkurangnya kandungan
sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas bifenil-4-hidroksilase
(Gibson, 1991). Sumber karbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan lain- lain
(Harkness, 1989).
4. Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk
sintesis protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari system
enzim yang memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa
perubahan dalam level vitamin, terutama defisiensi, menyebabkan perubahan
dalam kapasitas memetabolisasi obat. Contohnya :
a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin
berkurang.
b. Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi meningkat.
c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.
d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun.(Harkness, 1989)
5. Mineral
Mineral merupakan unsur logam dan bukan logam dalam makanan untuk
menjaga kesehatan yang baik. Unsur – unsure yang telah terbukti
mempengaruhi metabolisme obat ialah: besi, kalium, kalsium, magnesium,
zink, tembaga, selenium, dan iodium. Makanan yang tidak mengandung
magnesium juga secara nyata mengurangi kandungan lisofosfatidilkolin,
suatu efek yang juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas
memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat
juga menghambat metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai
efek yang sama seperti defisiensi tembaga, yakni berkurangnya
kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa hal. Jadi ada level
optimum dalam tembaga yang ada pada makanan untuk memelihara
metabolism obat dalam tubuh (Gibson, 1999).
8
c). Ketersediaan hayati
Penggunaan obat bersama makanan tidak hanya dapat menyebabkan
perlambatan absorpsi tetapi dapat pula mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi (ketersediaan
hayati obat bersangkutan). Penisilamin yang digunakan sebagai basis terapeutika dalam
menangani reumatik, jika digunakan segera setelah makan, ketersediaan hayatinya jauh
lebih kecil dibandingkan jika tablet tersebut digunakan dalam keadaan lambung
kosong. Ini akibat adanya pengaruh laju pengosongan lambung terhadap absorpsi obat
(Gibson, 1991).
9
Tabel 1: Contoh interaksi makanan yang dapat meningkatkan interaksi obat.
No Nama obat Mekanisme solusi Aturan minum
1 Carbamazepin Meningkatkan produksi empedu, Diminum bersama
meningkatkan disolusi & absorbsi. makanan
10
Tabel 3: Beberapa obat beserta efek dan mekanisme dalam tubuh.
No Nama obat Mekanisme solusi Keterangan
1 Isoniazid (INH) Makanan akan meningkatkan Diminum saat perut kosong
pH lambung mencegah disolusi pagi sebelum makan
& absorbsi.
2 Lincomycin Tidak diketahui. Diminum saat perut kosong,
karena makanan menghambat
absorbsi.
Menghindari pemberian
bersama makanan yang
mengandung protein tinggi.
Penelanan tablet dengan air yang cukup atau cairan lain penting untuk beberapa obat
karena jika ditelan tablet tersebut cenderung merusak saluran oesophagus. Petunjuk pada
pasien untuk mencegah iritasi dan atau ulcer pada oesophagus, tablet atau kapsul obat harus
ditelan dengan segelas air oleh pasien dengan posisi berdiri, misalnya untuk obat obat seperti
analgesik (contohnya aspirin), NSAID (contohnya Phenylbutazone, oxyphenbutazone,
indometacin), kloralhidrat, emepromium bromida, kalium klorida, tetracyclin
(terutamaDoxycyclin).
Obat diminum dengan atau tanpa makanan. Interaksi obat-makanan dalam saluran
gastrointestinal dapat bermacam- macam dan banyak alasan mengapa makanan dapat
berpengaruh pada efek obat.Contohnya obat mungkin terikat pada komponen makanan;
makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus; obat dapat mengubah first- pass
metabolism obat dalam usus dan dalam hati; dan makanan dapat meningkatkan aliran empedu
yang mampu meningkatkan absorbsi beberapa obat yang larut lemak.
Petunjuk pada pasien untuk mencegah interaksi tersebut adalah denganmeminum obat
dengan segelas air pada saat perut kosong, misalnya seperti pada obat- obat sefalosporin
(kecuali sefradin), dipyridamol, erythromycin, Isoniazid (INH), lincomycin, penicillamin,
pentaerithritel tetranitrat, rifampicin, penisilin oral dan tetracyclin. Absorbsi semua penisilin
oral optimal jika diminum pada saat perut kosong dengan segelas air. Pivampicillin harus
diminum bersama makanan karena dapat mengiritasi lambung atau perut. Tetracyclin kadang
kalamenyebabkan mual dan muntah jika diminum pada saat perut kosong.
Meskipun makanan mengurangi absorbsi tetracyclin tetapi tidak terjadi pada doxycyclin
dan minocyclin. Adanya makanan juga dapat meningkatkan perubahan bentuk profil serum
obat tanpa mengubah ketersediaan hayati obat. Hal ini terlihat pada studi sefradin, makanan
tidak memiliki efek signifikan terhadap ekskresi urin antibiotik tetapi pada nilai t-max.
Beberapa obat yang diminum bersama susu atau makanan berlemak antara lain alafosfalin,
griseofulvin dan vitamin Sedangkan obat yang tidak boleh diminum bersama susu antara lain
bisacodyl (dulcolax), garam besi, tetracyclin (kecuali doxycyclin dan minocyclin).
2.6 Interaksi Obat dan Makanan yang Dapat Menurunkan Kinerja Sistem Pencernaan.
Interaksi obat dan makanan yang dapat menurunkan kinerja sistem pencernaan
dapat meliputi interaksi obat yang menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan
mengganggu traktus gastrointestinal/ saluran pencernaan.
A. Obat dan penurunan nafsu makan
Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung, dapat mempengaruhi nafsu
makan. Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan anorexia. Efek samping obat
yang berdampak pada gangguan CNS dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan
untuk makan. Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan yang tidak diinginkan dan ketidakseimbangan nutrisi.
B. Obat dan perubahan pengecapan/ penciuman
Banyak obat yang dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan merasakan/
dysgeusia, menurunkan ketajaman rasa/ hypodysgeusia atau membaui. Gejala-gejala
tersebut dapat mempengaruhi intake makanan. Obat-obatan yang umum digunakan
dan diketahui menyabapkan hypodysgeusia seperti: obat antihipertensi (captopril),
antriretroviral ampenavir, antineoplastik cisplastin, dan antikonvulsan phenytoin.
C. Obat dan gangguan gastrointestinal
Obat dapat menyebabkan perubahan pada fungsi usus besar dan hal ini dapat berdampak
pada terjadinya konstipasi atau diare. Obat-obatan narkosis seperti kodein dan morfin
dapat menurunkan produktivitas tonus otot halus dari dinding usus. Hal ini berdampak
pada penurunan peristaltik yang menyebabkan terjadinya konstipasi.
D. Absorbsi
Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-
obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik,
antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut.
Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat
gizi (drug-nutrient binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan
beberapa jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung seperti pada antacid
dan antiulcer sehingga dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta
dengan cara penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke
dinding usus.
E. Metabolisme
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus dan
hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan
untuk memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada
pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan
folat. Sehingga efek samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat.
F. Ekskresi
Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu eksresi zat gizi dengan mengganggu
reabsorbsi pada ginjal dan menyebabkan diare atau muntah
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
1. Interaksi antara obat dan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase farmasetis,
fase farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme obat yang telah
diminum akan hancur dan obat terdisolusi (merupakan fase farmasetis), kemudian
obat tersebut di absorpsi, transport, distribusi, metabolism dan ekresi oleh tubuh
(merupakan fase farmakokinetik), setelah melewati fase farmakokinetik maka obat
tersebut dapat direspon secara fisiologis dan psikologis (merupakan fase
farmakodinamik).
2. E f e k samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan GI
(gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada
pengecapan, turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada mulut
dan saluran pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan diare. Efek
samping seperti di atas dapat memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika
pengobatan dilakukan dalam waktu yang panjang tentu dampak signifikan yang
memperngaruhi status gizi dapat terjadi.
3. Interaksi obat- mikronutrien meliputi Inkompatibilitas obat IV, Kekurangan-
kekurangan PVC (polivinilklorida),Reaksi Maillard.
3.2 Saran
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya
1. Bacalah label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan
dengan dokter yang meresepkan.
2. Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum
dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan
pakai yang disarankan.
3. Jangan campur obat dengan makanan atau membuka kapsul kecuali atas petunjuk
dokter.
4. Vitamin atau suplemen kesehatan sebaiknya jangan diminum bersamaan dengan obat
karna terdapat beberapa jenis vitamin dan mineral tertentu yang dapat berinteraksi
dengan obat
5. Jangan pernah memberi obat bersamaan dengan makanan yang mengandung
alcohol
DAFTAR PUSTAKA
Erza,Febri Laila.2 November 2011.Interaksi Obat dan
Makanan.Google.http://erzafebri.blogspot.com/2011/11/interaksi-obat-makanan.html
diakses tanggal 27 Agustus 2019
Wanamaker ,Boyce P., Kathy, Lockett Massey. (2009). Applied Pharmacology for
Veterinary
Technicians, 4th Edition. Canada,USA: Saunders Elsevier.