Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran

pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang

berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas

laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan

bawah secara stimulan atau berurutan. ISPA adalah penyakit yang menyerang

salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung

hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga

tengah dan pleura. Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan

gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau

struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih

dari 14 hari.

ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan

akut.5Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya agent infeksi pada

jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel atau jaringan

yang patologis.16 Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga

alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah

dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14

8
hari.Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat

berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda dan gejala akut akibat

infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak lebih dari 14 hari.5

2.2Etiologi ISPA

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus,

Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan

Korinebakterium.5Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan

Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus

dan lain-lain.Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan

riketsia.

Virus penyebab ISPA antara lain grup mixovirus(virus influenza,

parainfluenza, respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus,

echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus

Epstein-Barr. Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia

albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides

immitis, Cryptococcus neoformans.20Selain itu juga ISPA dapat disebabkan

oleh karena inspirasi asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM

biasanya minyak tanah dan, cairan amonium pada saat lahir.21

2.3 Klasifikasi ISPA

Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan berdasarkan lokasi anatomi dan untuk

golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun:

9
1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi

a. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPA)

Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek,

sinusitis, otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi

pada tenggorokan).

b. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut

Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai

dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti

epiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, dan pneumonia.

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Pernafasan Berdasarkan Lokasi Anatomi

10
2. Klasifikasi ISPA Pada Batita

a. Pneumonia sangat berat: batuk atau kesulitan bernafas yang disertai

dengan sianosis sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding

dada, anak kejang dan sulit dibangunkan.

b. Pneumonia berat: batuk atau kesulitan bernafas dan penarikan dinding

dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.

c. Pneumonia: batuk (atau kesulitan bernafas) dan pernafasan cepat tanpa

penarikan dinding dada. Pernafasan cepat adalah 40 kali per menit atau

lebih pada usia 12 bulan hingga 5 tahun.

d. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): batuk (atau kesulitan bernafas)

tanpa pernafasan cepat atau penarikan dinding dada.

3. Golongan Umur Kurang 2 Bulan

a. Pneumonia Berat

Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah

atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan

yaitu 6x per menit atau lebih.

b. Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)

Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:

 Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurunsampai kurang

dari ½ volume yang biasa diminum)

11
 Kejang

 Kesadaran menurun

 Stridor

 Wheezing

 Demam / dingin

4. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun

1. Pneumonia Berat

Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah

ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus

dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).

2. Pneumonia Sedang

Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:

a. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih

b. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.

3. Bukan Pneumonia

Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada

napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

a. Tidak bisa minum

b. Kejang

c. Kesadaran menurun

12
d. Stridor

e. Gizi buruk

5. Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI adalah :

a. ISPA ringan

Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan

gejalabatuk,pilek dan sesak.

b. ISPA sedang

ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari390C

dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.

c. ISPA berat

Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu

makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.

2.4 Faktor Resiko ISPA

ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.

Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar

kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini

banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu-

ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan

bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa

disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat

13
mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar

kayu tersebut mengandung zat-zat seperti dry basis, ash, carbon, hidrogen,

sulfur, nitrogen danoxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan.

Faktor resiko timbulnya ISPA:

A. Faktor Demografi, terdiri dari :

a) Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki-

lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas

orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan,

sehingga mereka sering terkena polusi udara.

b) Usia

Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang

penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah

tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.

c) Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh

dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas

kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan

gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA

yang datang kesarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan

berat karena kurang mengerti bagaimana cara serta pencegahan

agar tidak mudah terserang penyakit ISPA.

14
B.Faktor Biologis, terdiridari:

a) Status gizi

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau

terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan

mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna dan memperbanyak

minum air putih, olah raga yang teratur serta istirahat yang cukup.

Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh akan

semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus (bakteri) yang

akan masuk kedalam tubuh.

b)Faktor rumah

Syarat-syarat rumah yang sehat:

 Lantai: Ubin atau semen adalah baik. Syarat yang penting

disiniadalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak

basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang

padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air

kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan

dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu

merupakan sarang penyakit gangguan pernapasan.

 Dinding: Tembok adalah baik, namun disamping mahal

tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-

lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah

tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan.

Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang

15
pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi,

dan dapat menambah penerangan alamiah.

 Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di

daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng

cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh

masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya

sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang

tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun

kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes

tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga

menimbulkan suhu panas didalam rumah.

 Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama

adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah

tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 (oksigen) didalam

rumah yang berarti kadar CO2 (karbondioksida) yang bersifat

racun bagi penghuninya menjadi meningkat. Tidak cukupnya

ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam

ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit

dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang

16
baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab

penyakit).

 Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak

kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang

masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di

samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat

yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit

penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah

akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan

mata.

C. Faktor Polusi

Adapun penyebab dari faktor polusi terdiri dari 2 aspek yaitu:

a) Cerobong asap

Cerobong asap sering kita jumpai diperusahaan atau pabrik-pabrik

industri yang dibuat menjulang tinggi ke atas (vertikal). Cerobong

tersebut dibuat agar asap bisa keluar ke atas terbawa oleh angin.

Cerobong asap sebaiknya dibuat horizontal tidak lagi vertikal, sebab

gas (asap) yang dibuang melalui cerobong horizontal dan dialirkan

ke bak air akan mudah larut. Setelah larut debu halus dan asap

mudah dipisahkan, sementara air yang asam bisa dinetralkan oleh

media Treated Natural Zeolid (TNZ) yang sekaligus bisa menyerap

racun dan logam berat. Langkah tersebut dilakukan supaya tidak

17
akan ada lagi pencemaran udara, apalagi hujan asam. Cerobong asap

juga bisa berasal dari polusi rumah tangga, polusi rumah tangga

dapat dihasilkan oleh bahan bakar untuk memasak, bahan bakar

untuk memasak yang paling banyak menyebabkan asap adalah bahan

bakar kayu atau sejenisnya seperti arang.

b) Kebiasaan merokok

Satu batang rokok dibakar maka akan mengelurkan sekitar 4.000

bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida,

hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen, benzol dehide,

urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol,

ortcresorperyline dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan

beresiko terserang ISPA.

2.5 Gejala ISPA

Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam

tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,

sakit telinga dan demam.

1. Gejala dari ISPA Ringan

Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau

lebih gejala-gejala sebagai berikut:

18
a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misalnya pada waktu berbicara atau menangis)

c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C

2. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari

ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

a. Pernafasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu : untuk kelompok

umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan

kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih

untuk umur 2 - < 12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12

bulan - <5 tahun

b. Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer)

c. Tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

3. Gejala dari ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala

ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai

berikut:

19
a. Bibir atau kulit membiru

b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah

d. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas

e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

f. Tenggorokan berwarna merah

2.6 Cara Penularan Penyakit ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh

karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.

Penularan melalui udara dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi

tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda terkontaminasi.

Sebagian besar penularan melalui udara dapat pula menular melalui kontak

langsung, namun tidak jarang penyakit yang sebagian besar penularannya

adalah karena menghisap udara yang mengandung unsur penyebab atau

mikroorganisme penyebab. Adanya bibit penyakit di udara umumnya

berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat

seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Adapun

bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni droplet nuclei

dan dust.

Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil sebagai sisa droplet

yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai cara, antara lain

20
dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang dibersinkan ke

udara. Droplet nuclei juga dapat terbentuk dari aerolisasi materi-materi

penyebab infeksi di dalam laboratorium. Karena ukurannya yang sangat kecil,

bentuk ini dapat tetap berada di udara untuk waktu yang cukup lama dan

dapat diisap pada waktu bernafas dan masuk ke alat pernafasan. Dust adalah

bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai hasil dari resuspensi partikel

yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang tertiup angin bersama

debu lantai/tanah.

2.7. Epidemiologi Penyakit ISPA

Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi

penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya.

2.7.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA

ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya tahan

tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan

tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu rumah seluruh anggota

keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan

kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun

menjadi lebih cepat.18 Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa

mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.11 Di Indonesia, ISPA menempati

urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita.

Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasionalmenunjukkan bahwa proporsi

ISPA sebagai penyebab kematian bayi adalah 27,6% sedangkan proporsi

21
ISPA sebagai penyebab kematian anak balita 22,8%.23 Hasil survei

Program P2 ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera

Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).

2.7.2. Determinan Penyakit ISPA

a. Faktor Agent (Bibit Penyakit)

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.5 ISPA

juga dapat disebabkan oleh karena jamur19 dan inspirasi asap kendaraan

bermotor, Bahan Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah, dan cairan

amonium pada saat lahir.21

b. Faktor Host (Pejamu)

(1) Umur

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya

ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan

lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA

pada bayi dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih

besar dan jelek, hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita

umumnya merupakan kejadian infeksi pertama serta belum

terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah.

Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan alamiah

22
yang lebih optimal akibat pengalaman infeksi yang terjadi

sebelumnya.17

(2) Jenis Kelamin

Berdasarkan Pedoman Rencana Kerja Jangka Menengah Nasional

Penanggulangan Pneumonia Balita Tahun 2005 - 2009 menunjukkan

bahwa anak laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada anak

perempuan untuk terkena ISPA.

(3) Status Gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting

untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan

tentang adanya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru,

sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia.

Batita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan dengan balita dengan gizi normal karena faktor daya

tahan tubuh yang kurang. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh

mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap

infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan

tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh

mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi menurun.

Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai

nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi

23
kurang, balita lebih mudah terserang ISPA lebih berat bahkan

serangannya lebih lama.2

4) Berat Bayi Lahir

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat

lahir yang kurang 2.500 gram.30 Berat bayi lahir menentukan

pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental pada masa balita.

Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) mempunyai risiko kematian

yang lebih besar dibandingkan dengan bayi berat lahir normal,

terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan

zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena

penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan

lainnya.2Bayi dengan BBLR sering mengalami gangguan

pernafasan. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan

pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang

masih lemah.3

(5) Status ASI Eksklusif

Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan bayi yang paling sempurna,

bersih dan sehat serta praktis karena mudah diberikan setiap saat.

ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang

dengan normal sampai berusia 6 bulan. ASI Eksklusif adalah

pemberian ASI saja kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa

mamberikan makanan/cairan lain.3Pada waktu lahir sampai berusia

24
beberapa bulan bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri

secara sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan terhadap

infeksi dan alergi serta merangsang perkembangan sistem kekebalan

bayi itu sendiri. Dengan adanya zat anti infeksi pada ASI maka bayi

dengan ASI eksklusif akan terlindungi dari berbagai macam infeksi,

baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau

parasit.3Keunggulan lainnya, ASI mengandung gizi yang cukup

lengkap dan komposisinya disesuaikan dengan sistem pencernaan

bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula

atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu

formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan

susah buang air besar pada bayi. Proses pembuatan susu formula

yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini

akan menjadi pemicu terjadinya kurang gizi pada anak dan akibat

dari kurang gizi anak lebih mudah terserang penyakit infeksi.2

(6) Status Imunisasi

Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten.

Anak yang diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu

penyakit tertentu. Dalam imunologi, kuman atau racun kuman

(toksin) disebut antigen. Imunisasi merupakan upaya pemberian

kekebalan tubuh yang terbentuk melalui vaksinasi. Imunisasi

bermafaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit infeksi seperti

polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepatitis B. Bahkan

25
imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-

penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit

yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA

yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan.5

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

seperti difteri, pertusis dan campak, maka peningkatan cakupan

imunisasi akan berperan dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk

mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah

dengan pemberian imunisasi Campak dan DPT.8

c. Faktor Lingkungan (Environment)

(1) Ventilasi

Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam

penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi udara

yang sehat bagi manusia.5 Ventilasi rumah mempunyai banyak

fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara di dalam

rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen

yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.

Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam

rumah yang berarti kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi

penghuninya menjadi meningkat.6 Sirkulasi udara dalam rumah akan

26
baik dan mendapatkan suhu yang optimum harus mempunyai

ventilasi minimal 10% dari luas lantai.7

(2) Kepadatan Hunian Ruang Tidur

Berdasarkan KepMenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang kesehatan

perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan

tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur, kecuali anak

dibawah umur 5 tahun.7 Bangunan yang sempit dan tidak sesuai

dengan jumlah penghuninya akan mempunyai dampak kurangnya

oksigen didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya

menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan

seperti ISPA.9 Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita

yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan

yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan

meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pemanasan tersebut.

Dengan demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur

maka semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau

bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam

ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan karbon dioksida dan

dampak peningkatan karbon dioksida dalam ruangan adalah

penurunan kualitas udara dalam ruangan.7 Hasil penelitian Gulo di

Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias tahun 2009

menunjukkan proporsi balita yang tinggal di rumah yang kepadatan

27
hunian rumahnya tergolong padat menderita ISPA sebesar 88,9%.

Hasil uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna

antara kapadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita

dengan nilai p = 0,037. Nilai Ratio Prevalens kejadian ISPA pada

balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya

tergolong padat dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang

kepadatan hunian rumahnya tergolong tidak padat adalah 1,189.

Artinya hunian rumah yang tergolong padat merupakan faktor risiko

terjadinya ISPA.4

(3) Pemakaian Anti Nyamuk

Penggunaan anti nyamuk sebagai alat untuk menghindari gigitan

nyamuk dapat menurunkan kualitas udara dalam ruangan sehingga

menyebabkan gangguan mempunyai dampak kurangnya oksigen

didalam ruangan sehingga daya tahan penghuninya menurun,

kemudian cepat timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti

ISPA.9 Kepadatan di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak

sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan yang

disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan

kelembaban akibat uap air dari pemanasan tersebut. Dengan

demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka

semakin cepat udara ruangan mengalami pencemaran gas atau

bakteri.

28
Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan

menurun dan diikuti oleh peningkatan karbon dioksida dan dampak

peningkatan karbon dioksida dalam ruangan adalah penurunan

kualitas udara dalam ruangan.7 Hasil penelitian Gulo di Kelurahan

Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias tahun 2009 menunjukkan

proporsi balita yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian

rumahnya tergolong padat menderita ISPA sebesar 88,9%. Hasil uji

statistik diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara

kapadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada balita dengan

nilai p = 0,037. Nilai Ratio Prevalensi kejadian ISPA pada balita

yang tinggal di rumah yang kepadatan hunian rumahnya tergolong

padat dibanding dengan balita yang tinggal di rumah yang kepadatan

hunian rumahnya tergolong tidak padat adalah 1,189. Artinya hunian

rumah yang tergolong padat merupakan faktor risiko terjadinya

ISPA.4

(4) Bahan Bakar Untuk Memasak

Pencemaran udara di dalam rumah banyak terjadi di negara-negara

berkembang. Diperkirakan setengah dari rumah tangga di dunia

memasak dengan bahan bakar yang belum diproses seperti kayu, sisa

tanaman dan batubara sehingga akan melepaskan emisi sisa

pembakaran di dalam ruangan tersebut.4 Pembakaran pada kegiatan

rumah tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap,

debu, grid (pasir halus) dan gas (CO dan NO).5 Tingkat polusi yang

29
dihasilkan bahan bakar menggunakan kayu jauh lebih tinggi

dibandingkan bahan bakar menggunakan gas. Sejumlah penelitian

menunjukkan paparan polusi dalam ruangan meningkatkan risiko

kejadian ISPA pada anak-anak.5

Berdasarkan hasil penelitian Naria, dkk di wilayah kerja Puskesmas

Tuntungan tahun 2008 menunjukkan proporsi balita yang tinggal di

rumah yang menggunakan bahan bakar kayu menderita ISPA

sebanyak 39 orang (81,25%), sedangkan yang tidak menderita ISPA

sebanyak 9 orang (19,75%). Hasil uji Chi Square diperoleh bahwa

ada hubungan yang bermakna antara bahan bakar dengan kejadian

ISPA pada balita dengan nilai p = 0,001. Nilai Ratio Prevalens

kejadian ISPA pada balita yang menggunakan bahan bakar kayu

dibanding dengan balita yang menggunakan bahan bakar minyak/gas

adalah 1,715. Artinya penggunaan bahan bakar kayu merupakan

faktor risiko terjadinya ISPA.2

2.8. Pencegahan Penyakit ISPA

1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan

(health promotion) dan pencegahan khusus (specific protection) terhadap

penyakit tertentu.2 Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam

pencegahan primer yaitu:

30
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini

diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-

hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan

penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI

Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan

anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan bahaya rokok.

b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi

angka kesakitan (insiden) pneumonia.

c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi vitamin

A.

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir rendah.

e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani

masalahpolusi di dalam maupun di luar rumah.5

2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan

sedinimungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan dibedakan atas klasifikasi

ISPA yaitu :

a. Untuk kelompok umur < 2 bulan, pengobatannya meliputi :

a.1. Pneumonia Berat: rawat dirumah sakit, beri oksigen (jika

anakmengalamisianosi sentral, tidak dapat minum, terdapat penarikan

dinding dada yanghebat), terapi antibiotik dengan memberikan

benzilpenisilin dan gentamisin ataukanamisin.

31
a.2. Bukan Pneumonia: terapi antibiotik sebaiknya tidak diberikan,

nasihatiibuuntuk menjaga agar bayi tetap hangat, memberi ASI secara

sering, danbersihkan sumbatan pada hidung jika sumbatan itu

menggangu saat memberimakan.

b. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun, pengobatannya meliputi :

b.1 Pneumonia Sangat Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen,

terapiantibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara

intramuskular setiap 6 jam.Apabila pada anak terjadi perbaikan

(biasanya setelah 3-5 hari), pemberiannyadiubah menjadi

kloramfenikol oral, obati demam, obati mengi, perawatansuportif,

hati-hati dengan pemberian terapi cairan, nilai ulang dua kali sehari.

b.2 Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi

antibiotikdengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular

setiap 6 jam palingsedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi,

perawatan suportif, hati-hatipada pemberian terapi cairan, nilai ulang

setiap hari.

b.3 Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan

memberikankotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan

penisilin prokainintramuskular per hari, nasihati ibu untuk

memberikan perawatan di rumah,obati demam, obati mengi, nilai

ulang setelah 2 hari.

32
b.4. Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik

sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),

obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.

b.5. Pneumonia Persisten : rawat (tetapopname), terapi antibiotic dengan

memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati

kemungkinan adanya infeksi pneumokistik, perawatansuportif,

penilaian ulang.3

3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar tidak

bertambah parah dan mengakibatkan kematian.

a. Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah pemberian

kloramfenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi dan ganti dengan

kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu pneumonia stafilokokus.

b. Pneumonia Berat : jika anak tidak membaik setelah pemberian benzyl

penisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah pemberian

benzipenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan gantidengan

kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda pneumonia setelah 10

hari pengobatan antibiotic maka cari penyebab pneumonia persistensi.

c. Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa

adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam berkurang,

nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian putuskan jika anak

dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau tanda penyakit sangat

berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati sebagai pneumonia

33
berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak membaik sama sekali

tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau tanda lain penyakit sangat

berat, maka ganti antibiotic dan pantau secara ketat.3

2.9. Penanganan Penyakit ISPA

Hampir seluruh kematian karena ISPA pada anak kecil disebabkan

oleh ISPA, paling sering adalah pneumonia. Bayi baru lahir dan bayi berusia

satu bulan atau disebut ’bayimuda’ yang menderita pneumonia dapat tidak

mengalami batuk dan frekuensi pernafasannya secara normal sering melebihi

50 kali permenit. Infeksi bakteri pada kelompok usia ini dapat hanya

menampakkan tanda klinis yang spesifik, sehingga sulit untuk membedakan

pneumonia dari sepsis dan meningitis. Infeksi ini dapat cepat fatal pada bayi

muda yang telah diobati dengan sebaik-baiknya di rumahsakit dengan

antibiotik parenteral.

Cara yang paling efektif untuk mengurangi angka kematian karena

pneumonia adalah dengan memperbaiki manajemen kasus dan memastikan

adanya penyedia anantibiotik yang tepat secara teratur melalui fasilitas

perawatan tingkat pertama dokter praktik umum. Langkah selanjutnya untuk

mengurangi angka kematian karena pneumonia dapat dicapai dengan

menyediakan perawatan rujukan untuk anak yang mengalami ISPA berat

memerlukan oksigen, antibiotiklini II, serta keahlian klinis yang lebih hebat.3

34
2.10 KerangkaTeori

Ventilasi
Kelembaban
kurang baik
udara
meningkat
Lingkungan

Asap rokok

Kepadatan
hunian Pertumbuhan
Perilaku mikroorganis
Faktor pencegahan & me penyebab
penanganan ISPA
Resiko

Usia
dibawah
5 tahun
Individu
anak Anak rentan
Status gizi terhadap
yang buruk infeksi

Status
imunisasi
tidak
lengkap

ISPA
ASI

Gambar2.2.Kerangka Teori.

35

Anda mungkin juga menyukai