Anda di halaman 1dari 8

DAMPAK MIGRASI TENAGA KERJA TERHADAP

PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks dalam
suatu negara. Baik tidaknya kependudukan dapat menentukan arah negara tersebut. Tiga
komponen utama yang mempengaruhi suatu kependudukan adalah fertilitas (kelahiran),
mortalitas (kematian), dan migrasi (perpindahan).

Migrasi sebagai salah satu komponen merupakan contoh mobilitas yang terjadi saat
ini. Peninjauan migrasi secara rasional sabgat penting untuk ditelaah khusus dengan
memperhatikan adanya kepadatan dan persebaran penduduk yang kurang merata.

Perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan salah satu dari tiga
komponen utama pertumbuhan penduduk yang dapat menambah atau mengurangi
jumlah penduduk. Komponen ini bersama dengan kelahiran dankematian mempengaruhi
dinamika penduduk di suatu wilayah seperti jumlah,komposisi, dan distribusi keruangan.
Tinjauan migrasi secara regional sangatpenting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan
dan distribusi pendudukyang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi
pendudukuntuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan
pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan Ekonomi.

Analisis dan perkiraan besaran dan arus perpindahan penduduk (migrasiatau


mobilitas) merupakan hal yang penting bagi terlaksananya pembangunan manusia
seutuhnya, terutama di era otonomi daerah. Apalagi jika analisis mobilitas tersebut
dilakukan pada suatu wilayah administrasi yang lebih rendah dari pada tingkat provinsi.

Tingkat mobilitas penduduk baik permanen maupun non permanen justru akan lebih
nyata terlihat pada unit administrasi yang lebih kecil seperti kabupaten, kecamatan, dan
kelurahan/desa. Pada hakekatnya, migrasi penduduk merupakan refleksi perbedaan
pertumbuhan ekonomi dan ketidak merataan fasilitas pembangunan antara satu daerah
dengan daerah lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya
lebih rendah akan berpindah menuju daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi
yang lebih tinggi.

Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat
ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara
(migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif
permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Arus migrasi ini berlangsung
sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa.

Namun, pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah


yang diharapkan(expected income). Kerangka Skematik ini merupakan aplikasi dari model
dekskripsi Todaro mengenai migrasi.
Premis dasar yang dianut dalam model ini adalah bahwa para migran
mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka
disektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya yang dapat memaksimumkan
keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka harapkan diukur
berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan dikota dan didesa,
angka tersebut merupakan implementasinya terhadap peluang migran untuk mendapatkan
pekerjaan dikota.

Migrasi merupakan sebuah fenomena yang sebenarnya sudah sejak zaman dahulu kala
telah terjadi. Salah satu contohnya pada zaman penjajahan Jepang di Indonesia, sebenarnya
pada saat itu dapat dikatakan jika orang-orang jepang melakukan migrasi ke Indonesia.
Migrasi sendiri adalah perpindahan penduduk dengan niatan untuk menetap dari suatu tempat
ke tempat yang lain melewati batas administratif suatu wilayah karena adanya perbedaan
antara daerah asal dan daerah tujuan. Pada umumnya faktor ekonomi adalah alasan utama
yang mendasari seseorang untuk melakukan migrasi. Seseorang memandang bahwa di daerah
lain tersedia banyak lowongan pekerjaan yang mampu memperbaiki taraf hidupnya. Sampai
saat ini pun fenomena migrasi ini masih terus terjadi. Hal itu dapat dilihat dari semakin
banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja bukan di negara tempat asalnya.

Berbagai kebijakan ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut.


Tujuan utama kebijakan migrasi internal yang ditetapkan pemerintah adalah mengatasi
masalah distribusi penduduk dan pasar kerja, serta meningkatkan kondisi makroekonomi di
Indonesia. Sedangkan tujuan utama kebijakan migrasi internasional adalah meningkatkan
kualitas dan kuantitas tenaga kerja migran internasional untuk mengurangi jumlah
pengangguran dan menambah devisa negara. Todaro menyatakan keputusan tersebut
merupakan keputusan yang rasional. Para migran tetap migrasi ke daerah tujuan, meskipun
pengangguran cukup tinggi di daerah tersebut. Tindakan ini dilakukan karena alasan yang
kuat yaitu adanya perbedaan upah dan pendapatan antara daerah asal dan daerah tujuan. Para
migran selalu membandingkan dan mempertimbangkan pasar tenaga kerja yang tersedia bagi
mereka di daerah asal dan daerah tujuan. Kemudian akan memilih salah satunya jika dapat
memaksimumkan keuntungan (Todaro, 1998).

Semakin maju suatu wilayah, akan semakin menarik bagi para pendatang yang
memberi kontribusi positif bagi peningkatan aksesibilitas sosial ekonomi, sebaliknya,
semakin tertinggal suatu daerah dalam aspek ekonomi, dapat dijadikan salah satu pendorong
bagi penduduk untuk pindah ke daerah lain, utamanya pada kelompok usia tertentu guna
mencari peluang kerja, pemahaman migrasi desa – kota tersebut melatar belakangi rekayasa
ide ini untuk mengetahui seberapa besar Dampak Migrasi Terhadap Pembangunan Ekonomi
dan faktor apa saja yang menjadi daya tarik para migran untuk masuk ke suatu daerah.

B. Rumusan Ide

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam rekayasa ide ini adalah apakah migrasi
tenaga kerja berdampak terhadap pembangunan ekonomi.
C. Tujuan

Tujuan dari penulisan rekayasa ide ini adalah untuk mengetahui dampak migrasi
dengan pembangunan ekonomi di Indonesia.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Migrasi Tenaga Kerja

Migrasi merupakan suatu proses yang secara selektif mempengaruhi setiap individu
dengan ciri-ciri ekonomi, sosial, pendidikan dan demografi tertentu, maka segenap
pengaruhnya secara relatif terhadap faktor-faktor ekonomi maupun non ekonomi dari masing-
masing individu tentu akan bervariasi.

Mobilitas penduduk yang terjadi karena migrasi spontan, biasanya lebih karena alasan
ekonomi. Teori klasik yang terkenal tentang terjadinya perpindahan penduduk, yaitu
push and pull factor teory. Everett S. Lee dalam Dasar-Dasar Demografi (1981). Teori
tersebut sebenarnya merupakan kembangan dari The laws of migration, EG Revenstein
(1885), yang merupakan tujuh teori dasar migrasi. Faktor pendorong dan penarik terjadinya
perpindahan penduduk ke wilayah lain, biasanya sangat kondisional dan kasuistis.
Perbedaan karakteristik wilayah / negara menunjukkan hubungan yang positif atas terjadinya
perpindahan penduduk atau migrasi. Ketidakseimbangan nilai sosial-budaya,
ketidakseimbangan faktor lingkungan, terganggunya keamananan dan menurut Todaro
(1985) lebih dari 90 persen dengan alasan ekonomi, merupakan daya dorong dan daya tarik
yang sangat berarti bagi perpindahan migran. Semakin maju suatu wilayah, akan semakin
menarik bagi para pendatang yang memberi kontribusi positif bagi peningkatan
aksesibilitas sosial ekonomi, sebaliknya, semakin tertinggal suatu daerah dalam aspek
ekonomi, dapat dijadikan salah satu pendorong bagi penduduk untuk pindah ke daerah lain,
utamanya pada kelompok usia tertentu guna mencari peluang kerja.

Menurut Lee (1987), ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi
penduduk, yaitu:

1. Faktor-faktor yang tedapat di daerah asal;


2. Faktor-faktor yang terdapat di daerah tujuan;
3. Rintangan antara;
4. Faktor-faktor individu

Ada tiga dimensi penting dalam pembahasan tentang migrasi, yaitu : dimensi spasial,
sektoral atau lapangan kerja (occupational), dan temporal. Migrasi dilihat dari dimensi
spasial adalah menerangkan perpindahan penduduk atau mobilitas penduduk yang melintasi
batas teritorial (administratif) atau geografi (Sudarmo, 1993). Salah satu bentuk migrasi
secara spasial yang banyak terjadi adalah mobilitas penduduk desa-kota. Terjadinya gerak
penduduk atau mobilitas tenaga kerja dari desa ke kota menunjukkan adanya ketidak
seimbangan kesempatan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja antara desa dan kota.
Migrasi dari dimensi sektoral melahirkan konsep mobilitas penduduk berdasarkan jenis
pekerjaan (okupasi) baik yang sifatnya permanen atau musiman (Sumaryanto dan Pasaribu,
1996). Selain dimensi spasial dan sektoral, dimensi penting lainnya adalah dimensi temporal.
Dimensi waktu ini melahirkan konsep migrasi komutasi, sirkulasi, dan permanen. Dalam
kenyataannya, sangatlah sulit membahas masalah migrasi dengan konsep dimensi secara
terpisah, karena antar dimensi tersebut saling terkait.

Resultan dari factor pendorong di daerah asal dan factor penarik di daerah tujuan
dapat pula menimbulkan migrasi, factor yang dimaksud diantaranya ialah :

1) Faktor-faktor demografi, misalnya penurunan tingkat kematian yang kemudian


mempercepat laju pertumbuhan penduduk perdesaan.
2) Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan keluarga besar.
3) Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas segenap sarana transportasi, sistem
pendidikan yang cenderung berorientasi ke kehidupan khas kota dan, dampak - -
dampak "moderenisasi" yang ditimbulkan oleh aneka perangkat hiburan seperti
listrik, radio, televisi, dan bioskop.
4) Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran itu sendiri untuk melepaskan
diri dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi - organisasi
sosial yang sebelumnya mengungkung mereka. Faktor-faktor fisik, termasuk pula
pengaruh iklim dan bencana meteorologis seperti banjir dan kekeringan.

Daerah-daerah yang paling umum dipilih oleh para migran untuk mencari pekerjaan
sementara antara lain adalah sebagai berikut :

1) Daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam misalnya tambang,


kehutanan dan perkebunan;
2) Proyek-proyek pembangunan skala besar; daerah di perbatasan yang
perkembangannya pesat (misalnya, Kalimantan);
3) Merupakan daerah perkotaan.

Menurut Todaro dan Stilkind (Manning dan Effendi 1996) kebanyakan negara sedang
berkembang mengabaikan sektor pertanian untuk mendapat sumber daya dalam upaya
meningkatkan usaha industrialisasi dan urbanisasi. Kebijakan ini sangat mengutamakan urban
bias (kecenderungan mengutamakan kota) yang sudah mendarah daging dalam kehidupan
ekonomi di kebanyakan negara sedang berkembang. Kebijakan- kebijakan yang urban bias
ini akan memperlebar jurang pendapatan antara kota dan desa. Keadaan ini mendorong tetap
berlangsungnya tingkat migrasi yang tinggi meskipun pengangguran di kota meningkat terus.
Selama pendapatan di desa tetap rendah dan upah di sektor perkotaan lebih tinggi dari
semestinya karena kebijakan pemerintah dan pengaruh "institusional" lainnya, maka kaum
migran dari desa akan terus mengalir ke kota untuk mencari pekerjaan di sektor moderen
yang upahnya lebih baik walaupun sukar (atau tidak mungkin) dimasuki.

Pernyataan Todaro diatas didukung oleh realita yang terjadi di lapangan, yaitu dengan
semakin meroketnya harga tanah di kota-kota besar menyebabkan kawasan- kawasan
permukiman beralih fungsi menjadi kawasan bisnis, perdagangan dan jasa, tempat hiburan
dan lainnya. Sementara itu di kawasan tepi kota terjadi alih guna tanah pertanian menjadi
kawasan permukiman dan industri serta lainnya secara besar-besaran dan tidak terkendali.
Secara umum, ini mengindikasikan gejala bahwa kota-kota kecil dan menengah
kurang berperan dalam kegiatan ekonomi bila dibandingkan dengan kota-kota besar.
Memang kegiatan ekonomi perkotaan di Indonesia, masih sangat didominasi oleh kota- kota
besar. Kegiatan industri dan jasa di kota-kota tersebut yang semakin berorientasi pada
perekonomian global, telah mendorong perkembangan fisik dan sosial ekonomi kota,
namun semakin memperlemah keterkaitannya (linkages) dengan ekonomi lokal, khususnya
ekonomi perdesaan. Dampak yang paling nyata yaitu dengan meningkatnya permintaan
tenaga kerja, yang pada gilirannya sangat memacu laju pergerakan penduduk dari desa ke
kota.

Fenomena seratus juta jiwa penduduk perkotaan dan setengah penduduk Indonesia
telah menjadi penduduk perkotaan seperti yang digambarkan di atas adalah suatu kondisi
yang perlu dijadikan landasan dalam pembangunan kota-kota di masa yang akan datang.
Kehadiran kota-kota besar sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional dan berbagai fungsi
lainnya, termasuk pusat pemerintahan, adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi, dengan
jumlah penduduknya yang semakin meningkat pula. Faktor lain yang dirasakan sangat
menekan sebagai akibat perkembangan kota adalah masalah-masalah lingkungan, khususnya
pencemaran air, tanah dan udara, kemacetan lalu lintas dan lainnya, serta masalah sosial,
seperti peningkatan jumlah pengangguran yang berakibat kepada peningkatan jumlah
kemiskinan, permukiman kumuh, kriminalitas dan lainnya.

Beberapa teori lain yang dapat menjelaskan terjadinya arus migrasi desa-kota yaitu :
(1) Stress-threshold model atau place utility model (J, Wolpert, 1965); (2) The Human
Capital Approach (Sjaastad, 1972); (3) Value expectacy model (De Yong dan Fawcett, 1981).
Ide dasar dari teori Stress-threshold model adalah bahwa setiap individu merupakan makhluk
rasional yang mampu melakukan pilihan-pilihan terbaik di antara alternatif-alternatif yang
ada. Penilaian seseorang mengenai kondisi tempat tinggal maupun tempat bekerja akan
dipengaruhi oleh karakteristik individu, ciri-ciri rumah tangga, dan ciri-ciri lingkungan.

Ide dasar The Human Capital Model adalah investasi dalam rangka peningkatan
produktivitas. Dalam model ini niat untuk melakukan migrasi dipengaruhi oleh motivasi
untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih baik. Dalam kontek ini Todaro
(1983) mengemukakan bahwa keputusan seseorang untuk melakukan migrasi merupakan
respon dari harapan untuk memperoleh kesempatan kerja dan pendapatan yang lebih baik.
Todaro berpendapat bahwa sektor modern di perkotaan merupakan sektor penarik utama
migrasi tenaga kerja, khususnya bagi tenaga kerja terampil. Cole dan Sanders (1983) dalam
Syafaat (1998) mengemukakan bahwa penduduk yang tidak berpendidikan yang melakukan
migrasi akan memasuki sektor informal.

Pendekatan kontekstual dalam analisis migrasi menekankan pentingnya faktor


kesempatan kerja, tingkat upah, serta aksessibilitas terhadap fasilitas sosial maupun ekonomi.
Sementara itu, pendekatan expektasi dalam analisis migrasi menekankan pentingnya nilai
dalam mempengaruhi niat bermigrasi seperti kemandirian, affiliasi, dan mortalitas.
Angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang selama seminggu yang lalu
sedang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak bekerja dan mereka yang saat ini
sedang mencari pekerjaan. Angkatan kerja (labour force) merupakan konsep yang
memperlihatkan economically active population. (Rusli1995).

Pada Negara berkembang seperti Indonesia misalnya, angkatan kerja sangat


berhubungan erat dengan produktivitas tenaga kerja masalah produktifitas tenaga kerja pada
umumnya dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja yang diukur dengan tingkat pendidikan
tenaga kerja. Sebagai negara yang sedang berkembang, investasi pada human kapital di
Indonesia tidak dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk yang sedemikian besar. Bahkan
semenjak krisis, perhatian anggaran pemerintah terfokus pada pembayaran utang baik utang
dalam negeri maupun utang luar negeri beserta beban bunganya yang tak kalah besamya.
Selama paling tidak 3 tahun terakhir, 80% dari anggaran pemerintah habis digunakan untuk
pembayaran utang pokok beserta bunga utang yang ditanggung pemerintah. Otomatis 20%
sisanya tidak banyak berarti, apalagi jumlah yang sangat kecil ini harus dibagi kepada
sejumlah sektor yang cukup banyak.

Anda mungkin juga menyukai