Pembina
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pengarah
drg. R. Vensya Sitohang M.Epid, Direktur Surveilans dan Karantina
Kesehatan
Kontributor :
dr. Elvieda Sariwati, M.Epid; Subdirektorat Surveilans
dr. Triya Novita Dinihari; Subdirektorat Surveilans
Robert Mieson Saragih, SKM, M.Kes; Subdirektorat Surveilans
Sri Handini, SH, MH, MKes; Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Hubungan
Masyarakat, P2P
dr. Nani H Widodo, SpM , MARS; Subdirektorat Pelayanan Medik dan
Keperawatan
dr. Wita Nursanthi; Subdirektorat Pelayanan Medik dan Keperawatan
Prof. Dr. dr. Elisabeth Siti Herini, Sp.A(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi
Campak dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Prof. Dr. dr. Ismoedijanto, Sp.A(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak
dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Prof. Dr. dr. Rita S. Sitorus, Sp.M; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak
dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr. dr. Hariadi Wibisono, MPH; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr.dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K),M.Trop; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi
Campak dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.THT-KL(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak
dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr. dr. Fetty Karfiati, Sp.M; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr. dr. Novilia Sjafri Bachtiar, M.Kes; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak
dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
Dr. dr. Tri Yunis Miko, M.Sc; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
dr. Syarif Rohimi, Sp.A(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak
dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
dr. Sholah Imari, M.Sc; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT-KL(K); Komite Ahli Verifikasi Eliminasi
Campak dan Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
dr. Nina Dwi Putri, Sp.A; Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/Congenital Rubella Syndrome (CRS)
i
dr. Cornelia Kelyombar; Subdirektorat Surveilans
dr. Irma Gusmi Ratih; Subdirektorat Surveilans
Muammar Muslih, SKM,M.Epid; Subdirektorat Surveilans
Vivi Voronika, SKM, M.Kes; Subdirektorat Surveilans
dr. Devi Anisiska; Subdirektorat Imunisasi
Lulu Ariyantheny Dewi, SKM, MIPH; Subdirektorat Imunisasi
dr. Mursinah, Sp.PK; PBTDK Litbangkes
Subangkit, SSI, M.Biomed; PBTDK Litbangkes
dr. Eveline Irawan; BBLK Surabaya
Aris Wiji Utami, SSi, M.Kes; BBLK Surabaya
dr. Woro Umi Ratih, M.Kes, Sp.PK; BLK Yogyakarta
dr. Dyah Widhiastuti, M.Kes; PT Biofarma
Niprida Mardin, SKM, M.Kes; World Health Organization Indonesia
dr. Rusipah, M.Kes; World Health Organization Indonesia
dr. Sidik Utoro, MPH; World Health Organization Indonesia
dr. Fina Tams; World Health Organization Indonesia
Haditya Leorahmadi Mukri,S.Kom; Epidata WHO Indonesia
Riza Danu Dewantara, SKM; Epidata WHO Indonesia
Dede Mahmuda, SKM : Epidata WHO Indonesia
Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinkes Provinsi DKI Jakarta
PP – IDAI
Tim CRS 13 RS Sentinel: RSUP H. Adam Malik Medan; RSUP M. Hoesin
Palembang; RSUPN Cipto Mangunkusumo DKI Jakarta; RSAB Harapan Kita,
DKI Jakarta; RSUP Hasan Sadikin Bandung; RS Mata Cicendo Bandung; RSUP
Sardjito DI Yogyakarta; RSUP Kariadi Semarang; RSUD Soetomo Surabaya;
RS Haji Surabaya; RSUP Sanglah Bali; RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar; RSUP Kandou Manado.
Editor
dr. Cornelia Kelyombar; Subdirektorat Surveilans
Puhilan, SKM, M.Epid, Subdirektorat Surveilans
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL......................................................................................................................... 6
BAB I .......................................................................................................................................... 9
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 9
BAB II ....................................................................................................................................... 15
BAB IV ...................................................................................................................................... 38
BAB V ....................................................................................................................................... 40
Grafik 1. Ekskresi virus rubella pada bayi dan anak dengan CRS ...................................... 10
Grafik 2. Distribusi Campak Pasti dan Rubella Pasti Berdasarkan Bulan Di Provinsi Jawa
Barat, 2017 ............................................................................................................................... 12
Gambar 1. Respon imun infeksi rubella terhadap ibu dan bayi(Chantler et al. 1982) ......... 18
Gambar 2. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi Usia < 6 Bulan ......................... 19
Gambar 3. Diagram Alur Penentuan Kasus CRS pada Bayi Usia 6 - <12 bulan ................... 20
Gambar 8. Pengepakan tabung serum dimana satu tabung serum dimasukkan ke dalam
satu plastik ziplock yang sudah berisi absorban..................................................................... 42
Gambar 9. Kontainer plastik yang berisi tabung serum dimasukkan ke dalam specimen
carrier dan formulir permintaan pemeriksaan dimasukkan ke dalam kantong plastik
terpisah dengan spesimen dan diletakkan di bagian atas specimen carrier. ...................... 42
PENDAHULUAN
Congenital Rubella Syndrome (CRS) adalah suatu kumpulan gejala akibat infeksi virus rubella
selama kehamilan. Virus rubella termasuk dalam famili togaviridae dengan genus rubivirus.
Virus rubella umumnya menyebabkan penyakit yang ringan, 50% orang yang terinfeksi rubella
tidak terdiagnosis. Namun bila infeksi rubella terjadi pada masa kehamilan, virus rubella dapat
menembus sawar placenta dan menginfeksi janin. Akibat hal tersebut dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin, antara lain: abortus, lahir mati atau cacat berat kongenital (birth defects)
apabila bayi tetap hidup. Risiko infeksi dan cacat kongenital paling besar terjadi selama
trimester pertama kehamilan. Bayi dengan CRS biasanya menunjukkan satu atau lebih gejala
berupa gangguan pendengaran, kelainan mata, kelainan jantung, retardasi mental dan cacat
seumur hidup lainnya. Gangguan pendengaran adalah kelainan tunggal yang paling sering. (WHO
Weekly Epidemiological Record, No. 29, 2011, 301-316)
Virus rubella ditularkan melalui droplet saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Bayi dengan
CRS masih dapat mengekskresi virus rubella melalui urin dan sekret nasofaring sampai usia 27
bulan, namun sebagian besar sudah habis sebelum usia 1 tahun (WHO, 2011). Virus bisa ditemukan
di sekret nasofaring sebanyak 84% pada bayi dengan CRS pada bulan pertama kehidupannya,
kemudian menurun menjadi sekitar 62% pada umur 1 – 4 bulan; 33% pada umur 5-8 bulan,
11% pada umur 9 – 12 bulan, dan hanya sekitar 3% pada tahun ke dua kehidupannya (Cooper 1967).
Bayi dengan CRS bersifat infeksius sehingga maka prosedur isolasi harus dipertimbangkan
dengan seksama, terutama bagi bayi-bayi yang menjalani perawatan. (Benenson 1995). Perlu
diwaspadai juga bagi petugas kesehatan yang merawat kasus CRS dapat tertular dan
menularkan rubella kepada orang lain dan menyebabkan terjadinya KLB (WHO, 2011). Petugas
kesehatan yang boleh kontak dengan bayi-bayi ini sebaiknya adalah petugas yang telah
dipastikan kebal terhadap infeksi rubella. Tindakan pencegahan ini sangat penting, khususnya
terhadap wanita hamil yang tidak mempunyai kekebalan.
Kejadian CRS dapat dicegah dengan pemberian imunisasi rubella dan pengendalian penularan
melalui isolasi. Kasus CRS pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh Norman Greg, dokter
spesialis mata Australia, yang menemukan katarak bawaan pada 78 bayi yang ibunya
mengalami infeksi rubella di awal kehamilannya. Ibu yang mengalami infeksi rubella pada
minggu 1-10 kehamilan akan melahirkan 90% bayi dengan CRS. Risiko terjadinya CRS
menurun dengan semakin meningkatnya usia kehamilan ibu, yaitu bila infeksi rubella terjadi
pada minggu 11-12: 33% bayi terkena CRS, minggu 13-14: 11% bayi terkena CRS , minggu 15-
16: 24% bayi terkena CRS dan minggu ≥ 17: 0%. (Miller E Lancet 1982)
Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS adalah 0,1-0,2/1000 kelahiran hidup.
Estimasi tahun 2008 menunjukkan bahwa beban CRS tertinggi adalah di Asia Tenggara (sekitar
48%) dan Afrika (sekitar 38%). Berdasarkan data dari WHO, setiap tahun terjadi 236 kasus CRS
di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi. (WHO, 2016) Hasil study cost
benefit analysis yang dilakukan oleh Prof.Soewarta Koesen, Badan Litbangkes tahun 2015,
tentang estimasi cost-effectiveness introduksi vaksin Rubella (Measles-Rubella/MR vaccine) ke
dalam program imunisasi rutin nasional, diperkirakan insiden CRS per tahun 0,2 /1000 bayi lahir
hidup. Pada tahun 2015 terdapat 979 kasus CRS baru (dari 4.89 juta bayi lahir hidup).
Pada tahun 2016, sebanyak 152 negara telah mengintegrasikan imunisasi rubella ke dalam
program imunisasi rutin. Vaksin yang tersedia saat ini pada program imunisasi rutin di Indonesia
adalah Measles Rubella (MR) yang diberikan pada anak usia 9 bulan, 18 bulan dan kelas 1
SD/Madrasah/Sederajat. Cakupan imunisasi rutin MR harus tinggi yaitu minimal 95% dan
merata agar terbentuk kekebalan kelompok sehingga kelompok usia lainnya, termasuk ibu hamil
pun turut terlindungi. Pemberian satu dosis imunisasi rubella dapat memberikan kekebalan
serupa dengan infeksi rubella secara alamiah, yaitu diasumsikan akan bertahan seumur hidup
(WHO Fact Sheet 2018)
. Kekebalan akan terbentuk dalam waktu 21 – 28 hari setelah pemberian
imunisasi rubella dengan efikasi vaksin lebih dari 95%.
Hasil study cost benefit analysis yang dilakukan oleh Badan Litbangkes tahun 2015 tentang
estimasi cost-effectiveness introduksi vaksin Rubella (Measles-Rubella/MR vaccine) ke dalam
program imunisasi rutin nasional menunjukkan bahwa pemberian imunisasi MR sangat cost-
effective (Koesen, 2015). Studi ini menemukan bahwa kerugian makro ekonomi akibat penyakit CRS
diperkirakan mencapai Rp 1.09 triliun dan biaya per DALY imunisasi MR dibandingkan dengan
tidak imunisasi sebesar Rp 26.598.238 (Koesen, 2015).
Untuk melihat dampak jangka panjang pelaksanaan program imunisasi MR maka dilakukan
Surveilans CRS. Buku ini dibuat sebagai pedoman bagi tim pelaksana surveilans CRS di RS
dan Dinas Kesehatan Provinsi.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran kejadian kasus CRS di Indonesia.
1.3.2. Kebijakan
Melaksanakan surveilans CRS sentinel di RS.
Untuk mengetahui beban penyakit (disease burden) CRS maka dibangun sistem surveilans
CRS yang dilakukan melalui pelaksanaan surveilans di RS pada bayi dengan cacat kongenital
dan dilakukan di bagian Anak (jantung, tumbuh kembang, neonatologi, neurologi, infeksi),
bagian mata, dan bagian THT.
Penyelenggaraan surveilans CRS dilakukan melalui sistem surveilans sentinel di RS yang telah
ditentukan untuk mendapatkan signal masalah beban penyakit (disease burden) CRS.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya masalah CRS tersebut dan
kecenderungannya berdasarkan waktu. Data surveilans CRS juga dapat digunakan sebagai alat
advokasi untuk mendapatkan dukungan yang kuat dari pemerintah dalam program
pengendalian rubella di Indonesia. Pada saat ini telah ditetapkan 13 RS sentinel berdasarkan
kriteria tersebut (terlampir), jumlah RS sentinel dapat berubah sesuai perkembangan.
- Tim pelaksana surveilans CRS di RS yaitu dokter Spesialis Anak, Spesialis Jantung
Anak, Spesialis Infeksi dan Penyakit Tropik Anak, Spesialis Neonatologi, Spesialis
Neurologi Anak, Spesialis Tumbuh Kembang Anak, Spesialis THT, Spesialis Mata
(terutama Spesialis Mata Anak), Spesialis Patologi Klinik, perawat RS, petugas
laboratorium RS, petugas rekam medis RS, dan koordinator data CRS RS;
- Petugas surveilans PD3I di provinsi;
- Petugas laboratorium nasional campak-rubella.
KEGIATAN SURVEILANS
Namun saat ini pelaksanaan surveilans CRS hanya dilakukan pada bayi (dengan cacat bawaan
lahir).
Saat ini surveilans CRS yang dilaksanakan di Indonesia baru melalui
deteksi pada bayi usia <12 bulan
Untuk mendiagnosis kasus CRS perlu diketahui kumpulan manifestasi klinis yang dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu kelompok A dan kelompok B.
KELOMPOK A KELOMPOK B
Purpura
Gangguan pendengaran Splenomegali
Mikrosefali
Penyakit jantung kongenital* Retardasi mental
Meningoensefalitis
Katarak atau Glaukoma kongenital** Kelainan “Radiolucent bone”
Ikterik yang muncul dalam waktu 24 jam
Pigmentary retinopathy setelah lahir
Catatan:
*Penyakit jantung kongenital yang termasuk ke dalam kriteria suspek CRS adalah minimal salah
satu dari:
1. Patent Ductus Arteriosus (PDA),
Khusus PDA pada bayi prematur jika PDA tidak menutup spontan sampai bayi berusia 2
bulan, maka dikategorikan suspek CRS.
2. Pulmonary Stenosis (PS)
3. Atrial Septal Defect (ASD)
4. Ventricular Septal Defect (VSD)
EKG Funduskopi indirek (atau wide field Jika pada bayi risiko tinggi
Retinal Imaging/RetCam, bila pemeriksaan OAE
tersedia) menunjukkan hasil “refer”
maka langsung
Foto thoraks Tonopen
dikategorikan suspek CRS
dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan laboratorium.
Mekanisme respon kekebalan pada CRS berbeda dengan yang terjadi pada rubella atau
penyakit virus lain. Saat dilahirkan serum bayi dengan CRS mengandung IgG spesifik yang
dibawa dari ibunya disamping antibodi IgG dan IgM yang dibentuk dari tubuhnya sendiri. IgG
spesifik rubella maternal ini juga bisa ditemukan pada bayi normal yang dilahirkan dari ibu yang
telah kebal terhadap rubella. Karenanya, untuk mendiagnosis infeksi rubella congenital pada
bayi, dipakai IgM spesifik rubella. Produksi IgM oleh bayi paling cepat timbul pada trimester
kedua saat usia kehamilan 20 minggu (Murray 2007). Pada bayi dengan CRS, IgM spesifik rubella
bisa dideteksi hampir 100% pada umur 0 – 5 bulan; sekitar 60% pada umur 6 – 12 bulan; dan
sekitar 40% pada umur 12 – 18 bulan; IgM jarang terdeteksi lagi bila anak telah berusia 18
bulan atau lebih (Chantler et al. 1982).
Gambar 1. Respon imun infeksi rubella terhadap ibu dan bayi(Chantler et al. 1982)
Karena timbulnya reaksi imunitas pada bayi dengan CRS mempunyai karakteristik yang khas
(seperti dijelaskan di sub bab imunologi), diagram alur penentuan kasus CRS dibedakan
menurut umur saat kasus itu ditemukan, yaitu: <6 bulan dan umur 6 bulan - <12 bulan
Bayi berusia < 1 bulan dengan manifestasi CRS yang pemeriksaan laboratoriumnya negatif
maka harus dilakukan pemeriksaan IgM kedua dengan jarak 1 bulan atau maksimal sampai bayi
berusia 6 bulan, karena setidaknya pada 20% bayi yang terinfeksi, IgM rubella tidak dapat
terdeteksi sampai usia 1 bulan (CDC, 2012 )
Selama spesimen kedua belum diperiksa, maka kasus dinyatakan pending maksimal sampai
bayi berusia <6 bulan. Bila sampai batas waktu tersebut spesimen darah kedua belum diperiksa,
maka kasus diklasifikasikan sesuai alur pada gambar 3.
Sedangkan bila suspek kasus CRS ditemukan pada usia 6 - <12 bulan, maka diagram alur
penentuan klasifikasinya adalah sebagai berikut:
CRS pasti jika IgG dua kali pemeriksaan (dengan selang waktu minimal 1 bulan)
memiliki hasil positif
Bayi berusia 6 - <12 bulan dengan hasil IgM negatif (IgM -) dan IgG positif (IgG +)
harus dilakukan pemeriksaan IgG kedua dengan jarak minimal 1 bulan
Bila sampai bayi berusia 12 bulan sampel darah kedua belum diperiksa, maka kasus
diklasifikasikan sesuai alur pada gambar 4.
Clinical Pathway (CP) kasus CRS dibuat untuk menentukan diagnosis dan memberikan
rincian rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang
dianggap sesuai yang harus dilakukan pada kondisi klinis tertentu.
Berikut adalah CP untuk kasus CRS yang secara keseluruhan perjalanan penyakitnya
sangat bervariasi, namun pada pelaksanaannya CP dapat disesuaikan oleh masing-
masing RS sentinel.
Pada umumnya kasus CRS datang ke RS sesuai keluhan yang ada ke divisi Anak (jantung,
tumbuh kembang, neurologi, neonatologi, infeksi), divisi THT dan divisi Mata (mata anak).
Surveilans Aktif RS bertujuan untuk mengantisipasi kasus CRS yang lolos dari pemantauan,
dengan melakukan pengecekan tehadap register di unit yang berpotensi menemukan kasus.
Surveilans CRS di rumah sakit dapat dilakukan secara tersendiri atau terintegrasi dengan
surveilans AFP & PD3I lainnya.
Lokasi pengamatan
Pengumpulan data Surveilans Aktif RS khusus CRS dilakukan di semua bagian rumah sakit
yang merawat anak berusia <12 bulan, seperti: Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat
Jalan Anak; Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan Syaraf; Instalasi NICU/PICU;
Instalasi Rawat Darurat; dan Instalasi lainnya yang merawat anak usia <12 bulan.
Pelaksana
Semua suspek CRS dicatat dalam formulir CRS1 (lampiran 1). Semua variable dalam formulir
tersebut harus terisi secara lengkap. Selanjutnya jika formulir CRS sudah terisi dengan lengkap,
koordinator data memasukkan data ke web PD3I. Bila sistem web PD3I tidak berfungsi, data
CRS yang telah diinput ke dalam form list CRS dan dilaporkan ke petugas surveilans PD3I dinas
kesehatan provinsi pada tanggal 15 setiap bulannya (termasuk laporan nihil), dan ditembuskan
ke petugas surveilans PD3I Pusat melalui email epidataino@gmail.com.
KEMENKES RI
SERUM &
FORM CRS1
SERUM &
FORM CRS1
HASIL LAB
SERUM &
FORM CRS1 KOORDINATOR CRS
KOORDINATOR DATA RS
FORM CRS1
SUSPEK CRS
KONSUL
Gambar5.5.Diagram
Gambar DiagramAlur
AlurPelaporan
PelaporanSurveilans
SurveilansCRS
CRS
Sementara itu, jika spesimen akan diperiksa di laboratorium nasional campak-rubella, maka
koordinator data berkoordinasi dengan petugas surveilans PD3I provinsi untuk mengirimkan
spesimen ke laboratorium nasional. Hasil pemeriksaan di laboratorium nasional akan
langsung diinput ke dalam web PD3I dan dikirimkan melalui email ke koordinator data RS
dan ditembuskan ke petugas surveilans PD3I provinsi dan Pusat (epidataino@gmail.com ).
Dilakukan pengambilan spesimen darah sebanyak minimal 1 cc agar mendapatkan serum untuk
pemeriksaan IgM rubella. Spesimen diambil oleh laboratorium RS sesuai kesepakatan yang
ditetapkan oleh masing-masing RS. Jika laboratorium RS telah terakreditasi maka pemeriksaan
spesimen dapat dilakukan di laboratorium di RS. Jika laboratorium RS belum terakreditasi maka
untuk kepentingan klinisi sebagian spesimen dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium di RS,
sementara sisanya disimpan pada suhu 2-80C. Spesimen yang telah disimpan akan dikirim ke
laboratorium nasional campak-rubella untuk dilakukan pemeriksaan untuk kepentingan
surveilans CRS. Pengiriman tersebut dapat dilakukan langsung oleh koordinator data RS atau
diambil oleh petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi. Pengiriman spesimen ke
Analisis data CRS sama halnya dengan analisis data rutin, prinsip orang, tempat dan waktu
yang akan menjawab pertanyaan siapa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana suatu kasus
CRS akan dapat memberikan masukan kepada program imunisasi. Oleh sebab itu tidak boleh
ada dari komponen diatas yang tidak bisa dijawab agar hasil investigasi secara tepat dapat
mengarahkan program dalam upaya penanggulangan. Dengan penyajian data dalam bentuk
tabel, grafik dan spotmap akan membantu analisis yang akan dilakukan.
Penemuan kasus CRS di RS melibatkan banyak divisi, sehingga diperlukan banyak divisi yang
terlibat di dalam tim CRS RS.
Kegiatan ini diintegrasikan dengan kegiatan surveilans aktif AFP dan PD3I
lainnya.
Tata cara review register surveilans CRS di RS :
a. Identifikasi kasus CRS melalui register di bagian Anak (jantung, tumbuh
kembang, neurologi, perinatologi, unit infeksi), bagian THT dan bagian
Mata;
b. Apabila ditemukan kasus minimal dengan gejala /diagnosa dari kelompok
A, ambil buku rekam medis penderita untuk di konsultasikan dengan
koordinator di RS tersebut;
c. Jika memenuhi kriteria suspek CRS, maka berkoordinasi dengan tim CRS
RS untuk dilakukan tata laksana surveilans CRS.
d. Hasil review register dilaporkan mingguan termasuk laporan nihil (zero
report), yang terintegrasi dengan Surveilans AFP dan Campak.
Mengingat kasus CRS sangat jarang, maka perlu dibangun komunikasi yang
intensif antara petugas surveilans PD3I dinas kesehatan provinsi dengan tim
CRS RS agar kasus CRS di RS tidak ada yang lolos.
Tim Data PD3I mengirimkan umpan balik laporan ke seluruh RS sentinel dan
dinas kesehatan provinsi setiap tanggal 5 pada setiap bulannya.
Nomor EPID adalah suatu nomor-kode yang khas bagi setiap penderita CRS dan ditentukan
sesuai dengan tata-cara penentuan nomor EPID.
4.1. Pemantauan
Pemantauan terhadap pelaksanaan surveilans CRS harus dilakukan untuk menjaga kualitas
pelaksanaan surveilans CRS. Tujuan utama pemantauan surveilans CRS adalah untuk melihat
apakah sistem yang ada berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pemantauan ini harus diikuti
dengan upaya mengidentifikasikan dan memecahkan masalah yang dihadapi bila pelaksanaan
surveilans CRS tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pemantauan harus dilakukan secara rutin sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang
menghambat pelaksanaan surveilans CRS sedini mungkin. Pemantauan dilakukan terhadap:
- Jejaring tim surveilans CRS RS dan dinas kesehatan provinsi
- Penemuan kasus di semua rumah sakit sentinel.
- Pencatatan dan pelaporan kasus sampai dengan klasifikasi final.
- Adekuasi spesimen dan penyebab spesimen tidak adekuat.
Berdasarkan identifikasi masalah dilakukan upaya perbaikan agar kinerja surveilans CRS dapat
ditingkatkan.
4.2. Evaluasi
Evaluasi terhadap surveilans CRS dilakukan secara berkala untuk melihat keberhasilan surveilans
CRS dalam mencapai tujuannya. Indikator yang digunakan adalah indikator kinerja surveilans dan
sejauh mana surveilans CRS dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi di rumah sakit sentinel dapat dilakukan dengan:
- Menelaah register RS pada suatu periode tertentu (hospital record review = HRR). Untuk
menilai sensitifitas penemuan kasus di RS dengan cara mengecek ada atau tidaknya kasus
CRS yang dilaporkan.(Lihat tata cara surveilans aktif RS pada BAB II).
- Mengecek keteraturan dan konsistensi kunjungan surveilans aktif rumah sakit (SARS) untuk
mencari kasus.
- Identifikasi penyebab rendahnya sensitifitas penemuan kasus di RS.
Pelaporan kasus Pelaporan tahunan kasus suspek CRS di RS Sentinel ≥1 per 10 .000
kelahiran hidup
(di provinsi RS
sentinel)
Investigasi adekuat Investigasi menyeluruh dengan menggunakan form CRS1
yang diisi data lengkap:
1. nama kasus,
2. tempat tinggal,
3. jenis kelamin,
4. tanggal lahir,
5. tanggal kunjungan pertama kali,
6. tanggal ditetapkan sebagai suspek CRS,
7. tanggal pengumpulan spesimen,
8. nama ibu,
9. usia ibu,
≥80%
10. riwayat penyakit ruam ibu,
11. riwayat perjalanan ke daerah endemis,
12. riwayat imunisasi ibu;
13. pemeriksaan klinis untuk: gangguan pendengaran,
katarak kongenital, dan penyakit jantung kongenital,
14. hasil klinis kasus CRS (hidup atau mati) yang
dilakukan di RS
Konfirmasi laboratorium Persentase kasus suspek CRS dengan spesimen darah
(Spesimen adekuat) adekuat untuk konfirmasi laboratorium (IgM / IgG, PCR) di
≥80%
laboratorium terakreditasi.
Kecepatan deteksi kasus Persentase kasus CRS pasti yang terdeteksi dalam tiga
(3) bulan setelah kelahiran. ≥80%
Pada saat ini peran laboratorium dalam surveilans CRS yaitu melakukan pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan Serologi bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik dari virus rubella.
Spesimen yang digunakan adalah serum. Spesimen yang adekuat diperlukan untuk
memperoleh hasil dan interpretasi yang tepat pula.
Spesimen yang adekuat adalah spesimen yang diterima di laboratorium tidak lebih dari 5 hari
sejak pengambilan, volumenya cukup (minimal 0,2 ml), dikirim dalam kondisi dingin (2-8oC)
dengan waktu pengiriman spesimen ke laboratorium (transport) tidak lebih dari 48 jam.
a. Tabung serum dimasukkan dalam plastik ziplock yang telah diberi tissue / kertas
yang bisa menyerap jika terjadi kebocoran. Setiap satu tabung dimasukkan ke
dalam satu plastik ziplock, lalu dimasukkan ke dalam container plastik.
b. Masukkan container plastik ke dalam specimen carrier yang telah diberi ice pack 4-5
buah. Diletakkan sedemikian rupa sehingga posisi tabung serum tetap berdiri dan
tidak pecah saat terjadi goncangan.
c. Masukkan form permintaan pemeriksaan ke dalam plastik terpisah dengan spesimen
dan letakkan di bagian atas specimen carrier berlabel CRS.
d. Segera kirim ke laboratorium nasional campak-rubella.
Gambar 9. Kontainer plastik yang berisi tabung serum dimasukkan ke dalam specimen
carrier dan formulir permintaan pemeriksaan dimasukkan ke dalam kantong plastik
terpisah dengan spesimen dan diletakkan di bagian atas specimen carrier.
Setiap spesimen kasus CRS yang dirujuk ke laboratorium nasional campak-rubella diberi
nomor laboratorium yang khas untuk setiap spesimen. Pemberian nomor ini dilakukan
oleh laboratorium pemeriksa spesimen.
Tata cara pemberian nomor spesimen oleh laboratorium adalah sebagai berikut:
Spesimen darah untuk pemeriksaan serologi: I / TT / NNN / CRS/1
I : Inisial laboratorium pemeriksa spesimen
( B : Bandung, J : Jakarta, S : Surabaya, Y : Yogyakarta).
TT : Tahun penerimaan spesimen.
NNN: No urut spesimen pada jenis pemeriksaan serologi.
CRS : Surveilans CRS
1 : Isi angka 1 bila spesimen ke 1 dan isi angka 2 spesimen ulangan
Hasil pemeriksaan dikirimkan kepada rumah sakit pengirim dengan tembusan Dinas Kesehatan
Provinsi dalam waktu 4 hari setelah spesimen diterima.
A. Identitas
Nama bayi: ............................................................................. Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan
Tanggal lahir: ___ /___ /___ (umur dalam bulan: ….........bulan)
Alamat: .....................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
Nomor telepon orang tua: ……………………………………………………….………………………………
Tanggal kunjungan pertama kali: ………...........................................................................................……
Tanggal ditetapkan sebagai suspek CRS: ….................................................................................………
Apakah selama kehamilan ini Ibu pernah didiagnosa campak atau rubella?
Ya Tidak Tidak tahu Bila ya, tanggal kejadian___/___/___
Apakah selama kehamilan terakhir ini Ibu pernah terpapar atau berkontak dengan orang yang menderita
ruam makulopapular?
Ya Tidak Tidak tahu Bila ya, umur kehamilan saat itu: ….......…….minggu.
Jelaskan dimana: ……………...................................................................................................................
Tanggal: ____/____/____
Investigator: Petugas Surveilans PD3I Provinsi………...
Nama: ....................................................................... Nama: ………………………………………….
HP: ............................................................................ HP: ……………………………………………..
Email: ....................................................................... Email: …………………………………………..
B. Surat Keputusan RS untuk Tim Surveilans CRS …................................................................... (Ada / Tdk Ada)
Jika Ada, Nomor SK: ................................................................................................................................................................
C. Kontak Person Surveilans CRS
1. Koordinator divisi Anak.................................................…………...…………..……………………(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................ Email: ............................................................................
2. Kontak Person divisi Anak....................………………………………………………………………(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................ Email: ............................................................................
3. Kontak Person divisi THT.......................................…………………………………………….……(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................. Email: ...........................................................................
4. Kontak Person divisi Mata..........................................……………………………………....………(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................ Email: ............................................................................
5. Kontak Person divisi Lab....................……………………………………………...…………………(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................ Email: ............................................................................
6. Petugas Data ………………................................……………………………………...…………………(Ada/ Tdk Ada)
Nama: .....................................................................................................................................................................................
HP: ................................................................................................ Email: ............................................................................
D. Sarana Penunjang:
1. Formulir Investigasi Surveilans CRS .....................................................................................(Ada/Tdk Ada)
2. Formulir Retrospektif Surveilans CRS...................................................................................(Ada/Tdk Ada)
3. Clinical Pathway pasien CRS......................................................................................................(Ada/Tdk Ada)
Data Pasien:
Nomor EPID : ………………………………………………………..
Nama : ……………………………………………….....……
Umur : ……………………………………………….....……
Jenis kelamin : ……………………………………………………….
Nama Orang Tua : ……………………………………………….....……
Alamat tempat tinggal : ……………………………………………….....……
……………………………………………….....……
No. HP : ……………………………………………….....……
………………. , ………………….. 20..…
(dr. ………………………….)
DAFTAR PUSTAKA
57
Pedoman Surveila