Anda di halaman 1dari 9

PILLAR OF PHYSICS, Vol. 1.

April 2013, 68-76

PROSES PEMBENTUKAN FEOFITIN DAUN SUJI SEBAGAI BAHAN AKTIF


PHOTOSENSITIZER AKIBAT PEMBERIAN VARIASI SUHU

Ari Arfandi *) Ratnawulan, Yenni Darvina **)


*)
Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang, email:
ariarfandi_unp@ymail.com
**)
Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNP

ABSTRACT
Cancer is one kind of disease that has difficulties to treat, can be cured by using
drugs which derived from natural materials in Indonesia. This treatment know a cancer
treatment that uses three important factors such as the photosensitizer, oxygen and light,
whereas this cancer therapy called photodynamic therapy (TFD). Photosensitizer which is
required can be obtained from the suji leaves (Pleomele angusti-folia NE Brown) that were
heated. The purpose of this researchs determined the content amount of chlorophyll con-
tent that suji leaves before it was heated, and knew the maximum temperature required to
produce feofitin with maximum absorbance value moreover, determined purpose of this
research the correlation feofitin absorbance value and the number of chlorophyll content
in suji leaves after heating process. Base heating process on the research conducted, the
amount of chlorophyll content which in suji leaves have heating process is 11,26453 μg /
ml, in addition the maximum absorbance value feofitin on process at 900C with a maximum
absorbance value is 1,90130 μg / ml. moreover a correlation between the total value ab-
sorbance with the amount of content chlorophyll in the suji leaves, however the relation-
ship is not continuous.

Keywords: suji leaves, feofitin, photosensitizer

PENDAHULUAN yaitu feofitin sangat bermanfaat dalam


terapi pengobatan kanker, karena feofitin
Kanker sebagai salah satu penyakit
mampu mengaktivasi senyawa radikal yang
yang ditakuti pada saat ini, sesungguhnya
berbahaya bagi sel, terapi ini disebut
dapat disembuhkan dengan menggunakan
dengan terapi fotodinamika (TFD).
obat–obatan yang bahan bakunya sangat
Klorofil menyerap cahaya berupa
banyak terdapat di alam Indonesia. Salah
radiasi elektromagnetik pada spektrum
satu senyawa antikanker yang dapat diman-
kasat mata (visible). Misalnya, cahaya
faatkan ialah feofitin yang terdapat di da-
matahari mengandung semua warna
lam klorofil daun suji.
spektrum kasat mata dari merah sampai
Klorofil dikenal sebagai zat pewarna
violet, tetapi seluruh panjang gelombang
alami, karena klorofil sangat banyak
unsurnya tidak diserap dengan baik secara
digunakan pada industri makanan untuk
merata oleh klorofil. Klorofil a memiliki
memberikan tampilan warna makanan agar
serapan pada panjang gelombang 662 nm
lebih menarik dan menggugah selera,
dan klorofil b pada panjang gelombang 642
selain itu menurut Reddy et al dalam Sari
nm.
(2007) klorofil dan turunannya juga dapat
Klorofil dapat menampung energi
bertindak sebagai zat antikanker. Peran
klorofil khususnya turunan dari klorofil cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya

68
atau pigmen lainnya melalui fotosintesis, feofitin yang berwarna hijau kecoklatan.
sehingga klorofil disebut sebagai pigmen Reaksi ini terjadi karena ion Mg di pusat
pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses molekul klorofil terlepas dan diganti oleh
fotosintesis, tumbuhan hanya dapat ion H. Denaturasi protein pelindung dalam
memanfaatkan sinar dengan panjang kloroplas menyebabkan ion magnesium
gelombang antara 400-700 nm (Gobel dkk mudah terlepas dan diganti ion hidrogen
dalam Muththalib, 2009). membentuk feofitin.
Sifat fisika klorofil adalah menerima Pigmen daun klorofil yang berwarna
dan memantulkan sinar dengan menyerap hijau mempunyai sifat tidak stabil.
sinar pada panjang gelombang antara 400- Perlakuan klorofil a dengan penambahan
700 nm, terutama sinar merah dan biru. asam menyebabkan perpindahan
Sifat kimia klorofil antara lain (1) tidak magnesium digantikan oleh dua atom
larut dalam air, melainkan larut dalam hidrogen, membentuk sebuah feofitin a
pelarut organik yang lebih polar, seperti yang berwarna hijau kecoklatan, komponen
etanol dan kloroform, (2) inti Mg akan yang sama juga terbentuk untuk feofitin b
tergeser oleh 2 atom H bila dalam suasana dari klorofil b.
asam, sehingga membentuk suatu Feofitin memacu perubahan warna
persenyawaan yang disebut feofitin yang pada daun dari kuning menjadi coklat.
berwarna coklat (Suyitno, 2008). Degradasi pigmen klorofil tersebut terjadi
Klorofil merupakan ester dan larut pada PH rendah, hal inilah yang memicu
dalam kebanyakan pelarut organik. Dalam terjadinya proses feofitinisasi. Menurut
larutan, baik klorofil a maupun b, keduanya Gross (1991) feofitin adalah derivat klorofil
bersifat fluoresen. Satu karakteristik bebas magnesium. Selain dapat bereaksi
penting dari klorofil adalah kelabilannya dengan asam, klorofil juga dapat bereaksi
yang ekstrim, yaitu sensitif terhadap dengan basa yang menghasilkan gugus
cahaya, panas dan oksigen (Nurdin, 2009). bernama filin (phyllins) yaitu sebuah
Klorofil yang tidak stabil akan komponen porpirin bergugus magnesium.
mengalami perubahan menjadi senyawa Jenis perubahan dari klorifil a ini
derivatnya sehingga terdegradasi. Dalam membentuk klorofilin a, filin dapat
upaya menghasilkan feofitin yang akan bereaksi dengan asam membentuk porpirin.
digunakan sebagai photosensitizer pada Menurut Elva (2010) degradasi
terapi kanker, maka terlebih dahulu harus klorofil pada jaringan sayuran dipengaruhi
mengetahui proses dari pembentukan oleh PH. Pada media basa (PH 9) klorofil
feofitin. sangat stabil terhadap panas, sedangkan
Photosensitizer merupakan obat atau pada media asam (PH 3) tidak stabil.
senyawa kimia yang digunakan dalam Warna klorofil akan segera memudar
terapi fotodinamik (terapi pengobatan setelah pemanasan, hal ini dikarenakan
kanker). Ketika diserap oleh sel kanker dan penurunan nilai PH yang terjadi ketika
terkena cahaya dengan panjang gelombang pemanasan mengakibatkan pelepasan asam.
tertentu, akan mengakibatkan obat menjadi Pemanasan merupakan proses fisika
aktif dan dapat membunuh sel kanker yang dapat mengakibatkan kerusakan
(Jayashankar, 2007). klorofil. Klorofil terdapat dalam bentuk
Dalam upaya menghasilkan feofitin ikatan kompleks dengan protein yang
yang akan digunakan sebagai photo- diduga menstabilkan molekul klorofil
sensitizer pada terapi kanker, maka terlebih dengan cara memberikan ligan tambahan.
dahulu harus mengetahui proses dari Pemanasan dapat mengakibatkan dena-
pembentukan feofitin yang disebut proses turasi protein sehingga klorofil menjadi
feofitinisasi. Menurut Gross (1991) proses tidak terlindung lagi (Oktaviani dalam Sari,
feofitinisasi adalah reaksi pembentukan 2005).

69
Selama pemanasan, akan terjadi maserasi dan hasil dari maserasi disebut
pelepasan asam-asam organik dari jaringan maserat. Maserat yang diperoleh kemudian
yang berdampak pada pembentukan disaring, proses maserasi dilakukan seba-
feofitin. Pemanasan juga memberi nyak dua kali dengan pelarut dan jumlah
pengaruh terhadap aktivitas enzim pelarut yang sama sampai seluruh pigmen
klorofilase dan enzim lipoksigenase. terangkat. Hasil maserasi (maserat) kedua
Klorofilase merupakan satu-satunya enzim digabungkan dengan hasil maserasi
yang dapat mengkatalis degradasi klorofil pertama kedalam satu buah botol kaca
(Manurung, 2011). Menurut laporan Mac gelap.
Kinney dan Weast dalam Sari (2005) Selanjutnya maserat dipanaskan
bahwa aktifitas maksimum dari enzim namun, pemanasan hanya dilakukan pada
klorofilase adalah 750C. Jones et al dalam maserat yang akan diberi variasi suhu, pada
Sari (2005) melaporkan bahwa blansir pada sampel kontrol maseratnya tidak dilakukan
suhu 1000C selama 4 detik secara nyata proses pemanasan. Maserat yang akan
menginaktivasi enzim klorofilase. diberi variasi suhu dipanaskan dengan satu
Kemudian semakin tinggi suhu, maserat untuk satu suhu pemanasan, variasi
viskositas pelarut akan semakin rendah suhu pemanasan yang akan diberikan untuk
sehingga makin mudah untuk mengekstrak menghasilkan feofitin ialah 500C, 600C,
pigmen pada daun (Anam, 2010). Hal ini 700C, 800C, 900C dan 1000C.
disebabkan karena difusivitas solvent yang Setelah proses pemanasan selesai,
semakin besar (Buchor, 2007). setiap maserat difraksinasi dengan meng-
gunakan corong pisah, untuk mengeluarkan
METODE PENELITIAN feofitin dari maserat diperlukan pelarut
berupa dietil eter. Dietil eter yang
Bahan yang digunakan ialah daun digunakan untuk satu kali fraksinasi ialah
suji, Aquades, Na2SO4 anhidrat, alumu- sebanyak 45 ml. Fraksinasi yang me-
nium foil, methanol, dietil eter dan larutan rupakan proses pemisahan feofitin dari
aseton. pelarutnya dilakukan sebanyak 3 kali
Adapun alat-alat yang digunakan perulangan, dengan waktu untuk satu kali
ialah timbangan digital, kertas label, pipet fraksinasi ialah 1 jam sehingga dihasilkan
tetes, gelas piala, botol kaca, termometer feofitin dari hasil fraksinasi (filtrat).
1000C, isolasi dan labu ukur 25 ml, kertas Sebelum melakukan pengukuran
saring, kertas tisu, corong, batang peng- absorbansi klorofil a, absorbansi klorofil b
aduk, corong pisah, oven, water batch, dan absorbansi feofitin. Filtrat feofitin yang
rotary evaporator, lemari asam, PH meter diperoleh dari proses fraksinasi diuapkan
dan spektrofotometer Uv Vis. terlebih dahulu dengan menggunakan
Daun suji yang digunakan ialah daun rotary evaporator, proses ini bertujuan
suji yang diperoleh dari daerah sekitar untuk menguapkan pelarut dari feofitin.
kampus Universitas Negeri Padang, yang Pada pengukuran nilai absorbansi
biasanya digunakan masyarakat sebagai klorofil a dan klorofil b, klorofil yang
pewarna makanan. Selanjutnya daun diekstrak tanpa menggunakan variasi suhu,
dibersihkan dengan air bersih kemudian akan dicari jumlah klrofil a, klorofil b dan
diiris kecil-kecil. nilai PH yang terkandung didalamnya,
Daun yang telah diiris ditimbang jumlah klorofil a dan b dapat diketahui
sebanyak 5 gram, lalu dimasukkan kedalam dengan cara melakukan pengukuran nilai
botol kaca gelap yang telah diisi aseton dan absorbansinya. Nilai absorbansi klorofil a
methanol dengan perbandingan (7:3) seba- diukur pada panjang gelombang 663 nm
nyak 25 ml, daun suji direndam kedalam dan klorofil b pada panjang gelombang 645
aseton:methanol dan didiamkan selama
satu hari. Proses perendaman ini disebut
70
nm, pengukuran nilai absorbansi dilakukan klorofil b, dapat dilihat pada Gambar 1.
dengan menggunakan Uv Vis. Pola spektra diukur pada panjang
Selanjutnya pendeteksian feofitin gelombang 409,5 nm, 474,7 nm, 506,3 nm,
dilakukan pada panjang gelombang 409,5 534,7 nm, 608,9 nm dan 665 nm.
nm, 474,7 nm, 506,3 nm, 534,7 nm, 608,9
nm dan 665 nm. Larutan yang digunakan
pada pendeteksian feofitin ialah seluruh
maserat klorofil yang telah diberi variasi
suhu.
Pada maserat daun suji yang telah
diberi variasi suhu dilakukan pula
pengukuran nilai absorbansi klorofil a dan
klorofil b yang dilanjutkan dengan
pengukuran nilai PH. Panjang gelombang
Gambar 1. Pola Spektra Uv Vis Pada
yang digunakan ialah 663 nm untuk
Pengukuran Nilai Absorbansi
pengukuran nilai absorbansi klorofil a dan
Klorofil a dan b Pada Sampel
645 nm untuk pengukuran nilai absorbansi
Sebelum Dipanaskan(Sampel
klorofil b.
1)
Data nilai absorbansi dari klorofil a,
klorofil b dan absorbansi feofitin dapat
Berdasarkan pola spektra yang
dihitung dengan menggunakan persamaan
terdapat pada Gambar 1, dapat dilihat
yang telah dibuktikan oleh Lambert, Beer
bahwa puncak absorbansi tertinggi berada
dan Bouger, yaitu dengan rumusan:
pada daerah sekitar 419 nm, dari seluruh
[1] [𝐼𝑡 ] panjang gelombang yang menjadi daerah
𝐿𝑜𝑔 = 𝐿𝑜𝑔 = 𝑎𝑏𝑐 = 𝐴bsorbansi
[𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑎𝑛𝑠𝑖 ] [𝐼0 ] serapan feofitin, panjang gelombang 409,5
nm menjadi panjang gelombang dengan
Kemudian data yang diperoleh dicari nilai absorbansi tertinggi dari seluruh
nilai klorofil a, klorofil b dan total klorofil panjang gelombang serapan feofitin.
yang terdapat dalam larutan uji dengan Kemudian pola spektra Uv Vis yang
menggunakan rumus yang dikemukan terbentuk pada sampel dengan enam variasi
(Madalena dkk, 2007). suhu pemanasan ketika dilakukan
pengukuran nilai absorbansi feofitin pada
Klo. a = 12,25 A663,6 – 2,55 A646,6 panjang gelombang 409,5 nm, 474,7 nm,
Klo. b = 20,31 A646,6 – 4,91 A663,6
506,3 nm, 534,7 nm, 608,9 nm dan 665 nm
Total klorofil = 17,76 A646,6 + 7,34 A663,6
dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3,
Dimana : A merupakan absorbansi Gambar 4, Gambar 5, Gambar 6 dan
Gambar 7. Pola spektra feofitin pada
HASIL pemanasan 500 C dapat dilihat pada gambar
2.
Data hasil pengukuran nilai
absorbansi klorofil a pada sampel daun suji
sebelum dipanaskan (sampel kontrol)
ialah 0,61094 μg/m dan klorofil b sebanyak
0,38177 μg/ml, dapat dilihat bahwa nilai
absorbansi klorofil a lebih tinggi dari pada
nilai absorbansi klorofil b.
Pola spektra Uv Vis yang terbentuk
pada sampel kontrol ketika dilakukan
pengukuran nilai absorbansi klorofil a dan

71
Gambar 2. Pola Spektra Feofitin Pada Gambar 4. Pola Spektra Feofitin Pada
Pemanasan 500C (Sampel 2) Pemanasan 700C (Sampel 4)

Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa
panjang gelombang 409,5 nm memiliki puncak hiperkromik (peningkatan nilai
nilai absorbansi maksimum, nilai absorbansi maksimum) tidak lagi terletak
absorbansi yang terukur tepat berada pada pada panjang gelombang 409,5 nm,
puncak tertinggi absorbansi. Panjang hiperkromik bergeser kedaerah serapan
gelombang 474,7 nm, 506,3 nm, 534,7 nm, sekitar 438 nm. Namun, dari panjang
608,9 nm dan 665 nm yang juga gelombang yang menjadi pendeteksi
merupakan panjang gelombang serapan feofitin panjang gelombang 409,5 nm tetap
feofitin, namun memperlihatkan nilai merupakan panjang gelombang dengan
absorbansi yang lebih rendah. Kemudian nilai absorbansi maksimum feofitin.
pola spektra yang terbentuk pada saat daun Kemudian pola spektra yang terbentuk
suji dipanaskan dengan suhu 600C dapat pada saat daun suji dipanaskan dengan
dilihat pada Gambar 3. suhu 800C dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3. Pola Spektra Feofitin Pada Gambar 5. Pola Spektra Feofitin Pada
Pemanasan 600C (Sampel 3) Pemanasan 800C (Sampel 5)

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa


bahwa nilai absorbansi maksimum juga nilai absorbansi maksimum feofitin
terletak pada panjang gelombang 409,5 nm, kembali terletak pada panjang gelombang
nilai absorbansi yang terukur tepat berada 409,5 nm dan tepat berada pada puncak
pada puncak tertinggi absorbansi. Pola hiperkromik (peningkatan nilai absorbansi
spektra berikutnya yaitu pola spektra yang maksimum), nilai absorbansi yang terukur
terbentuk pada saat daun suji dipanaskan tepat berada pada puncak tertinggi
dengan suhu 700C, dapat dilihat pada absorbansi.
Gambar 4. Panjang gelombang 474,7 nm, 506,3
nm, 534,7 nm, 608,9 nm dan 665 nm yang
juga merupakan panjang gelombang
serapan feofitin, memperlihatkan nilai

72
absorbansi yang tidak setinggi nilai Kemudian agar dapat melihat
absorbansi pada panjang gelombang 409,5 pengaruh pemanasan terhadap keasaman
nm. Pola spektra berikutnya yaitu pola filtrat, maka dilakukan pengujian nilai PH
spektra yang terbentuk pada saat daun suji pada setiap filtrat sebelum dan setelah
dipanaskan dengan suhu 900C, dapat dilihat diberi variasi suhu. Data nilai PH pada
pada Gambar 6. setiap filtrat yang telah diberi variasi suhu
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PH Filtrat Pada Sebelum
dan Setelah Diberi Variasi Suhu
Pemanasan

Suhu PH
Ruang 3,6
500C 3,9
600C 3,5
Gambar 6. Pola Spektra Feofitin Pada 700C 3,4
Pemanasan 900C (Sampel 6) 800C 3,4
900C 3,3
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa 1000C 3,8
nilai absorbansi maksimum feofitin sedikit
bergeser kekiri dari nilai absorbansi Selanjutnya agar dapat melihat
hiperkromik. Dapat juga dilihat bahwa pengaruh pemanasan terhadap nilai
pemanasan daun suji dengan suhu 900C, absorbansi feofitin dan total klorofil yang
merupakan pemanasan yang menghasilkan terkandung di dalam daun suji, maka
feofitin dengan nilai absorbansi tertinggi, dilakukan perhitungan terhadap nilai
nilai absorbansi tertinggi yang dihasilkan absorbansi feofitin dan total klorofil daun
berada pada panjang gelombang 409,5 nm. suji pada masing-masing variasi suhu
Pola spektra berikutnya yaitu pola pemanasan. Data hasil perhitungan
spektra yang terbentuk pada saat daun suji terhadap nilai absorbansi feofitin dan total
dipanaskan dengan suhu 1000C, dapat klorofil daun suji pada enam variasi suhu
dilihat pada Gambar 7. pemanasan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Absorbansi Klorofil a dan


Klorofil b Pada Enam Variasi
Suhu Pemanasan

Total Total Klorofil


Suhu Absorbansi (μg/ml)
Feofitin (μg/ml)
500C 1,026677 18,19166
Gambar 7. Pola Spektra Feofitin Pada 600C 3,25094 12,03793
Pemanasan 1000C (Sampel 7) 700C 4,03003 4,883457
800C 3,3279 11,38596
Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat 900C 4,24616 16,71969
bahwa puncak hiperkromik tidak lagi 1000C 1,516866 6,544
terletak pada panjang gelombang 409,5 nm,
hiperkromik bergeser kedaerah serapan
sekitar 435 nm.

73
PEMBAHASAN nilai absorbansi feofitin nomor 2 terendah
dari enam buah sampel yang diberi
Nilai absorbansi klorofil a lebih besar perlakuan pemanasan, namun pada
dari pada nilai absorbansi klorofil b, hal ini pemanasan 600C terjadi peningkatan yang
sesuai dengan jumlah kandungan klorofil a signifikan pada nilai absorbansi feofitin, ini
yang terdapat di dalam daun suji, dimana menandakan bahwa pada suhu 600C
kandungan klorofil a lebih banyak daripada pembentukan feofitin berlangsung lebih
klorofil b sehingga menghasilkan nilai cepat.
absorbansi yang lebih tinggi pada klorofil Peningkatan nilai absorbansi yang
a. signifikan dikarenakan adanya asam yang
Nilai absorbansi feofitin sebelum terbentuk ketika proses pemanasan, asam
dipanaskan lebih tinggi daripada nilai ab- yang terbentuk akan menyebabkan klorofil
sorbansi pada pemanasan 500C, hal ini me- tidak stabil (Elva, 2010). Hal ini dapat
nunjukkan bahwa feofitin sebenarnya telah dibuktikan dengan melakukan pengujian
terkandung di dalam daun suji namun, nilai PH pada sampel 3. Dari data pengujian PH
absorbansinya masih rendah. didapatkan nilai PH pada sampel 3 sebesar
Kemudian dapat juga dikatakan 3,5.
bahwa feofitin yang berkandung pada daun Menurut Oktaviani dalam Sari
suji yang belum dipanaskan, merupaknan (2005) pemanasan dapat mengakibatkan
feofitin yang berasal dari klorofil yang cu- denaturasi protein sehingga klorofil menja-
kup stabil. Berbeda dengan feofitin yang di tidak terlindung lagi. Peningkatan
terkandung pada pemanasan 500C, feofitin keasaman sampel 3 dikarenakan pada pe-
yang terkandung pada pemanasan 500C me- manasan 600C akan menyebabkan ikatan
rupakan feofitin yang berasal dari klorofil klorofil semakin tidak stabil, selain itu pada
yang tidak stabil, nilai absorbansi feofitin pemanasan 600C, protein terdenaturasi
yang rendah pada pemanasan 500C meru- yang menyebabkan protein melepaskan
pakan tahap persiapan untuk menghasilkan atom hidrogen yang berasal dari gugus R-
feofitin dengan nilai absorbansi lebih ting- CH-COOH yang membuat sifat protein
gi. bertindak sebagai asam (Anwar, 1996)
Pemanasan dengan suhu 500C meru- Protein yang terdenaturasi dan ikatan
pakan pemanasan dengan nilai absorbansi klorofil yang tidak stabil, mengakibatkan
feofitin terendah, ini menandakan bahwa protein yang bersifat asam menyum-
pada pemanasan 500C feofitin masih berada bangkan atom hidrogen pada klorofil, yang
pada proses pembentukan sehingga nilai menyebabhan logam Mg pada klorofil
absorbansi yang dihasilkan feofitin pun menjadi terlepas sehingga terbentuklah
masih rendah. feofitin, yang ditandai dengan berubahnya
Pembentukan feofitin selain dipe- warna klorofil pada sampel 2 menjadi agak
ngaruhi oleh pemanasan juga dipengaruhi lebih kecoklatan daripada warna klorofil
oleh keberadaan asam (Gross, 1991). Untuk pada sampel 1 .
melihat apakah ada asam yang terbentuk Pemanasan dengan suhu 700C
pada proses pemanasan, maka dilakukan merupakan suhu dengan absorbansi feofitin
pengujian PH pada sampel 2 (pemanasan tertinggi nomor 2, namun jika absorbansi
500C). Dari hasil pengujian didapatkan, feofitin pada suhu ini dibandingkan dengan
nilai PH pada sampel 2 sebesar 3,9, nilai absorbansi feofitin pada pemanasan 800C,
PH 3,9 tidaklah begitu asam sehingga nilai terjadi penurunan pada nilai absorbansi
absorbansi feofitin yang didapatkan pun feofitin pada pemanasan 800C. Hal ini
rendah. disebabkan selain karena denaturasi protein
Pemanasan dengan suhu 600C yang masih berlangsung, daun suji yang
(sampel 3), merupakan pemanasan dengan digunakan pada sampel dengan pemanasan

74
700C ketika tumbuh menerima paparan meningkat yang terjadi pada sampel 6
cahaya matahari yang lebih lama, daripada dapat dilihat dengan meningkatnya nilai PH
daun suji yang digunakan pada sampel hasil pengujian keasaman, data hasil
dengan pemanasan 800C. pengujian keasaman pada sampel 6 sebesar
Paparan cahaya matahari yang lebih 3,3. Nilai PH 3,3 merupakan nilai PH den-
lama ketika daun suji tumbuh akan gan tingkat keasaman tertinggi dibanding-
menghasilkan zat hijau daun yang lebih kan sampel-sampel lainnya.
banyak, zat hijau daun yang lebih banyak Sampel 7 yang merupakan sampel
akan menghasilkan feofitin yang lebih dengan pemanasan 1000C, menghasilkan
banyak pula yang ditandai dengan nilai absorbansi feofitin yang menurun
peningkatan nilai absorbansi dari feofitin. drastis jika dibandingkan dengan nilai
Bukti bahwa denaturasi protein yang absorbansi feofitin sampel 2,3,4,5 dan 6.
menyebabkan keadaan asam pada filtrat Pada suhu 1000C denaturasi protein
daun suji dengan pemanasan 700C (sampel terhenti, terhentinya denaturasi protein
4) masih berlangsung, dapat dilihat dari yang menyebabkan keadaan sampel
nilai PH sampel 4, nilai PH sampel 4 mengalami penurunan derajat keasaman,
sebesar 3,4. Dilihat dari data hasil hal ini dikarenakan pada suhu 1000C
pengujian PH sampel 4, nilai PH mengala- klorofil mengalami kerusakan yang
mi kenaikan jika dibandingkan dengan PH berakibat pada penurunan nilai absorbansi
sampel 2 dan 3. feofitin yang dihasilkan.
Pemanasan dengan suhu 800C Suhu 1000C juga dianggap
(sampel 5) menghasilkan nilai absorbansi merupakan suhu yang sangat tinggi untuk
feofitin yang lebih rendah dibandingkan pelarut dietil eter yang digunakan untuk
dengan nilai absorbansi feofitin pada mengeluarkan feofitin dari filtrat. Titik
sampel 4, meskipun nilai absorbansi didih dietil eter ialah 64,70C, pemanasan
feofitin sampel 5 lebih rendah, sampel 5 dengan suhu 1000C menyebabkan dietil
masih mengalami keadaan asam, ini eter sangat cepat menguap, pada saat dietil
menandakan bahwa pada pemanasan 800C eter menguap terdapat pula feofitin yang
feofitin masih terbentuk. Bukti bahwa ikut menguap bersama dietil eter, hal ini
denaturasi protein yang menyebabkan dibuktikan dengan nilai PH sampel 7 yang
keadaan asam pada sampel 5 masih menurun, nilai PH pada sampel 7 sebesar
berlangsung, dapat dilihat dari nilai PH 3,8.
sampel 5 sebesar 3,4. Nilai pengujian PH Berdasarkan nilai pengujian PH pada
pada sampel 5 menunjukkan bahwa sampel sampel 7, dapat diartikan bahwa telah
5 masih dalam keadaan asam yang tinggi. terjadi penurunan keadaan asam pada
Pada suhu pemanasan 900C (sampel sampel yang berdampak pada penurunan
6) merupakan suhu maksimum yang nilai absorbansi feofitin.
diperlukan untuk menghasilkan feofitin Pada data Tabel 2, dapat dilihat
dengan nilai absorbansi maksimum, karena bahwa tidak adanya hubungan yang
pada suhu ini merupakan puncak dari kontinu ataupun berulang antara total ab-
terbentuknya keadaan asam yang sorbansi feofitin dengan total klorofil,
disebabkan oleh denaturasi protein, pada hubungan yang tidak kontinu atapun tidak
suhu 900C asam amino yang dilepaskan berulang dikarenakan, data sampel
oleh protein sebagai dampak dari pemanasan 900C tidak kontinu ataupun
denaturasi protein mengalami pelepasan berulang terhadap data sampel pemanasan
asam amino terbesar, sehingga sampel 6 500C, 600C, 700C dan 800C.
menjadi sampel yang berada dalam Terdapatnya arah perubahan nilai
keadaan paling asam diantara seluruh total klorofil yang berbeda yang terjadi
sampel. Keadaan asam yang semakin pada sampel dengan pemanasan 900C, hal

75
ini disebabkan karena pada sampel 900C Gross, J. 1991. Pigments in Vegetables,
klorofil mengalami kecenderungan peru- Chlorophylls and Carotenoids.
bahan yang berbeda. Sedangkan pada Van Nostrand Reinhold, New
sampel dengan pemanasan 1000C klorofil York.
memang mengalami kerusakan. Namun Jayashankar,L. 2007. Porphyrins : Dy-
secara keseluruhan terdapat hubungan namic Photosensitizer in Photo-
meskipun tidak kontinu ataupun berulang. dynamic Therapy.
Madalena dkk. 2007. The Effect Of
KESIMPULAN Heating Time To The Content Of
Pigments And Vitamin A In
Berdasarkan hasil dari penelitian yang Cassava (Manihot esculenta
telah dilakukan diperoleh kesimpulan Crantz) Ans Ceara-
sebagai berikut : Rubber(Manihot glaziovii Muell.
Arg. Indo J Chem Vol 7.
1. Berdasarkan hasil pengukuran dan Muththalib, Abdul. 2009. Klorofil dan
perhitungan, jumlah kandungan klorofil Penyebarannya Di Perairan.
yang terdapat di dalam daun suji (http://id.shvoong.com/exact-
sebelum dipanaskan ialah 11,26453 sciences/1947735-klorofil-dan-
μg/ml. penyebarannya-di-perairan/).
2. Suhu maksimum yang diperlukan untuk (Akses 15 Februari 2012).
menghasilkan feofitin adalah 900C Nurdin. 2009. Pembuatan Bubuk Ek-
dengan nilai absorbansi maksimum strak Cu-Turunan Klorofil Daun
sebesar 1,90130 μg/ml. Cincau (Premna Oblongifolia
3. Ada hubungan antara nilai total Merr.) Dan Uji Praklinis Untuk
absorbansi feofitin dengan jumlah Pencegahan Aterosklerosis. Dis-
kandungan klorofil yang terdapat di ertasi Sekolah Pascasarjana Institut
dalam daun suji, namun hubungannya Pertanian Bogor: Bogor.
tidak kontinu. Sari, Kurniawati W. 2005. Studi
Kemampuan Pengikatan
DAFTAR PUSTAKA Kolesterol Oleh Ekstrak Daun
Anam, Choirul. 2010. Ekstraksi Suji (Pleomele angustifolia N. E.
Oleoresin Jahe (Zingiber Brown) Dalam Simulasi Sistem
Pencernaan In Vitro. Skripsi
Officinale) Kajian Dari Ukuran
Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Bahan, Pelarut,Waktu Dan Suhu.
Suyitno. 2008. Modul Pengayaan Materi
Jurnal Pertanian MAPETA. ISSN :
1411-2817. Vol. XII. No. 2. Projek Pendampingan Sma.
UGM: Yogyakarta.
Anwar, Chairil dkk. Pengantar
Praktikum Kimia Organik.
FMIPA UGM: Yogyakarta.
Buchor, L. 2007. Pembuatan Gula Non
Karsinogenik Non Kalori Dari
Daun Stevia. Jurnal Reaktor. Vol.
11 No.2.
Elva. 2010. Stabilitas Pigmen Klorofil.
http://foodstory2.blogspot.com/201
0/06/stabilitas-pigmen-
klorofil.html). (Akses 15 Juni
2012).

76

Anda mungkin juga menyukai