Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Hukum Acara Perdata


“Perlawanan Terhadap Putusan Hakim Eksekusi”

DI
S
U
S
U
N
Oleh
Kelompok II
Widia Astuti ( 17 0302 0070)
Yanti Abbas (17 0302 00)
Abd Wahab M (17 0302 00)
Zahrum N (17 0302 00)

DOSEN PENGAMPU :
Sari Ratna Dewi, S.H., M.H
PRODI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah yang dengan nikmatNya segala bentuk kebaikan menjadi
sempurna. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada utusan-Nya Baginda Nabi
Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Perlawanan Terhadap Putusan Hakim Eksekusi dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai materi tentang Perlawanan Terhadap Putusan Hakim
Eksekusi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Balandai, 18 Desember 2018

Kelompok 5
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................
1.3 Tujuan Masalah ...........................................................................................................
BAB II PEMABAHASAN
A. Upaya Hukum ..............................................................................................................
2.1 Pengertian Upaya Hukum.......................................................................................
2.2 Macam-macam Upaya Hukum ...............................................................................
B. Eksekusi ........................................................................................................................
2.1 Pengertian Eksekusi ...............................................................................................
2.2 Jenis-jenis Eksekusi ................................................................................................
2.3 Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi ............................................................................
2.4 Perlawanan Terhadap Sita Eksekusi .......................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam dunia pengadilan, sebenarnya hanya ada satu hal pokokyang dicari para pencari
keadilan yaitu Putusan Hakim. Prosedur dantatacaranya diatur dalam undang-undang, dimana
dalam pembuatan dan penerapan undang-undang tersebut diupayakan seadil-
adilnya. Hal tersebut jelas terlihat apabila terdapat putusan pengadilan yang dirasa tidak atauk
urang memenuhi rasa keadilan maka oleh undang-undang diberikesempatan untuk
mengajukan keberatan melalui upaya hukum banding,kasasi, maupun melalui peninjauan
kembali.Dalam undang-undang diupayakan seadil-adil mungkin dalam pembuatannya
dan juga penerapan undang-undang tersebut. Dan juga tidakdi kesampingkan hak dari pada
terpidana. Ini jelas terlihat dari kesempatanyang diberikan undang-undang dalam berbagai
tingkatan. Misalnya sajaseseorang yang tidak puas dengan keputusan pengadilan maka
diamempunyai hak untuk mengajukan kembali ketidaksetujuannya itu kepada pengadilan
tinggi. Namun semua itu ada syarat yang telah ditetapkan dalam UU,misalnya saja ada bukti
yang terbaru atau novum yang dapat meringankanatau bahkan membebaskan si terdakwa dari
putusan pengadilan pertamaatau pengadilan negeri. Untuk pengajuan banding itu ada batasan
waktuyang jika melewati batasan tersebut maka putusan pengadilan negeri
atau pengadilan tingkat pertama telah disetujui oleh pihak yang telah di dakwaoleh
pengadilan.Jika sebuah keputusan pada tingkat banding juga tidak memuaskansalah satu
pihak, maka pihak yang merasa tidak puas dengan keputusantersebut dapat mengajukan
peninjauan kembali (PK) pada tingkatanMahkamah Agung (MA) dalam bentuk kasasi. Maka
dalam makalah ini kami mencoba membahas tentang procedure atau tatacara dalam
pengajuan banding dan kasasi atau lebih tepastnya tentang Upaya-upaya Hukum dalam
undang-undang pengadilan di Indonesia, pengertian dari upaya hukum dan bentuk-
bentuk upaya hukum yang telah digariskan oleh undang-undang(KUHAP) Dan juga, kami
mencoba membahas dan menjelaskan tentang hak dari para pihak yang tidak puas terhadap
putusan pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi.
Pada azasnya suatu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang pasti
yang dapat dilaksanakan. Pengecualiannya yaitu bila suatu putusan dijatuhkan dengan
ketentuan dapat dilaksanakan telebih dahulu sesuai pasal 180 HIR.
Eksekusi sebagai suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak
yang kalah, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan suatu perkara.
Oleh karena itu eksekusi merupakan tindakan berkesinambungan dari keseluruhan proses
hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan
tata tertib beracara yang berada dalam HIR dan Rbg. Bagi orang yang ingin mengetahui
pedoman eksekusi harus merujuk pada aturan perundang-undangan yang terkandung dalam
HIR dan Rbg.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan upaya hukum dalam perkara perdata ?
2. Bagaimana macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata ?
3. Apa pengertian eksekusi?
4. Apa jenis-jenis eksekusi?
5. Bagaimana tata cara pelaksanaan eksekusi?
6. Bagaiman Perlawanan terhadap Sita Eksekusi?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan makalah yaitu :
1.Untuk memenuhi tugas pribadi dari dosen mata kuliyah Hukum AcaraPerdata.
2.Untuk dapat mengetahui pengertian upaya hukum dalam perkara perdata.
3.Untuk dapat memahami macam-macam upaya hukum dalam perkara perdata.
4.Untuk mengetahui jenis-jenis eksekusi
5.Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan eksekusi
6. Untuk mengetahui perlawanan terhadap sita eksekusi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Upaya Hukum
2.1 Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undangkepada seseorang atau
badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-
pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang dii
nginkan,tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yangdapat
melakukan kesalaha/kekhilafan sehingga salah memutuskan ataumemihak salah satu
pihak.Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untukmemperoleh
putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi,setiap putusan yang dijatuhkan
oleh Hakim belum tentu dapat menjaminkebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak
lepas dari kekeliruan dankekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar
kekeliruan dankekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan
keadilan,terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yangtepat
untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah denganmelaksanakan upaya
hukum. Jadi, Upaya hukum merupakan Upaya ataualat untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan dalam suatu putusan(Krisna Harahap, 2003 : 114-115).Upaya hukum merupakan
hak terdakwa yang dapat dipergunakanapabila siterdakwa merasa tidak puas atas putusan
yang diberikan oleh pengadilan. Karena upaya hukum ini merupakan hak, jadi hak
tersebut bisasaja dipergunakan dan bisa juga siterdakwa tidak menggunakan haktersebut.
Akan tetapi, bila hak untuk mengajukan upaya hukum tersebutdipergunakan oleh siterdakwa,
maka pengadilan wajib menerimanya. Hal inidapat dilihat dalam KUHAP pada rumusan
pasal 67 yang menyatakan:
“terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap
putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, lepasdari segala
tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan
pengadilan acara cepat”.
KUHAPmembedakan upaya hukum kepada dua macam, Upaya hukum biasa danupaya
hukum luar biasa (istimewa). Upaya hukum biasa terdiri dari
dua bagian, bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat banding, dan bagiankedua adalah
pemeriksaan kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasaadalah peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap.
2.2 Macam Upaya Hukum
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum terhadap upaya hukum biasadengan upaya
hukum luar biasa.
1.Upaya hukum biasa
Merupakan upaya hukum yang digunakan untuk putusan yang belum berkekuatan hukum
tetap. Upaya ini mencakup:a. Perlawanan/verzet b. Bandingc. KasasiPada dasarnya
menangguhkan eksekusi. Dengan pengecualian yaituapabila putusan tersebut telah dijatuhkan
dengan ketentuan dapatdilaksanakan terlebih dahulu atau uitboverbaar bij voorraad dalam
pasal 180ayat (1) HIR jadi meskipun dilakukan upaya hukum, tetap saja eksekusi berjalan
terus.
1.Pemeriksaan Tingkat BandingDari segi formal , pemeriksaan banding merupakan upaya
yang datadiminta oleh pihak yang berkepentingan , supaya putusan peradilan tingkat
pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Dengan kata lainundang-undang
memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untukmengajukan permintaan
pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertamakepada peradilan tingkat banding. Ditijau dari
segi tujuan pemeriksaantingkat banding mempunyai beberapa maksud antara lain sebagai
berikut:
a.Memperbaiki kekeliruan putusan tingkat pertamaPada dasarnya segala putusan yang
dikeluarkan oleh pengadilanmengenai hakim tak luput dari kesalan, kelalaian, dan
kekhilafan.Agar kesalahan dan kelalaian tersebut tidak melekat pada putusanyang dijatuhkan,
undang-undang memberikan kesempatan untukmelakukan upaya hukum yang bertujuan
untuk mengoreksi kekeliruanyang ada dalam putusan tersebut koreksi atau perbaikan
ataskesalahan putusan tingkat pertama tersebut dibebankan kepada peradilan tingkat banding
dalam pemeriksaan tingkat banding.
b.Mencegah kesewenangan dan penyalahgunaan jabatanTidak dapat dibayangkan seandainya
undang-undang tidak
membuka pemeriksaan tingkat banding, peradilan tingkat pertama bisa sajaterjerumus kepada
kesewenangan dan penyalahgunaan jabatan
karena putusan tersebut telah absolut. akan tetapi dengan adanya upaya banding hal ini memp
engaruhi peradilan tigkat pertama untuk lebih berhati-
hati dan korektif karena ada kemungkinan putusan yangdijatuhkannya akan di uji
kebenarannya pada peradilan tingkat banding.
c.Untuk Menciptakan keseragaman Penerapan hukumYang dimaksud dengan keseragaman
penerapan hukum adalahsesuainya dalam menafsirkan salah atau tidaknya suatu
perbuatanmenurut undang-undang . Baik dari sudut pandang peradilan tingkat pertama
maupun peradilan tingkat banding. Hal ini untuk menghindariterjadinya penerapan putusan
peradilan yang saling tidak bersesuaianantar peradilan.
d.Mengenai pemeriksaan tingkat banding dalam KUHAP dapat dilihat pada pasal 233
– 243, diantaranya dibahas antara lain mengenai :
 Penerimaan permintaan banding.
 Penerimaan permohonan banding dilakukan atas
alasan permintaan yang memenuhi persyaratan undang-undang,diantaranya
Permohonan banding memenuhi syarat. Hal inidapat dilihat dalam pasal 233 yang
antara lain memuat :
 Permohonan diajukan kepada panitera pengadilan negeriyang memutus
perkara tersebut.
 Permohonan banding diajukan terhadap putusan yangdapat diminta
banding.
 Permintaan banding diajukan dalam tenggang waktu yangditentukan yakni
7 hari sesudah putusan dijatuhkan.2.

2. Upaya hukum luar biasa


Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap dan pada asasnya
upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.mencakup :
a. Peninjauan kembali (request civil)
b. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial

1. Upaya Hukum Biasa Perlawanan/verzet


Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat(putusan verstek). Dasar
hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR.Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk harilibur) setelah putusan putusan verstek
diberitahukan atau disampaikankepada tergugat karena tergugat tidak hadir. Syarat verzet
adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
a) Keluarnya putusan verstek
b) Jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah tidak boleh lewatdari 14 hari dan jika
ada eksekusi tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
c) Verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri diwilayah hukum
dimana penggugat mengajukan gugatannya.

2. Upaya Hukum Biasa Banding


Upaya Hukum Biasa Banding adalah upaya hukum yang dilakukanapabila salah satu pihak
tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004
tentang Perubahan Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947 tentang
Peradilan Ulangan.Permohonan banding harus diajukan kepada panitera Pengadilan
Negeriyang menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).Urutan banding menurut pasal 21
UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:
a.ada pernyataan ingin banding
b. panitera membuat akta banding
c.dicatat dalam register induk perkara
d.pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama14 hari sesudah
pernyataan banding tersebut dibuat.
e. pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapatmengajukan kontra memori
banding.

3.Upaya Hukum Biasa Kasasi


Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004 kasasi adalah pembatalan
putusan atas penetapan pengadilan dari semualingkungan peradilan dalam tingkat peradilan
akhir.Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding.Alasan yang
dipergunakan dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo.
UU No 5/2004 adalah:
a.tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun relatif) untukmelampaui batas
wewenang,
b.salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku,
c.lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

4.Upaya Hukum Luar Biasa Peninjauan Kembali


Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukandengan undang-undang,
terhadap putusan pengadilan yang
telah berkekuatan huikum tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepadaMahkamah
Agung dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkempentingan. [pasal 66-
77 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004]Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal 67 UU
no 14/1985 jo. UUno 5/2004, yaitu:
a. ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah perkaranya diputusyang didasarkan pada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidanayang dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus,ditemukan surasurat bukti yang bersifat menentukan yang p
ada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripadayang
dituntut;d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpadipertimbangka
n sebab-sebabnya;
e. apabila dalam satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatukekeliruan yang
nyata.Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukumtetap. (pasal
69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus
permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no14/1985).

5.Upaya Hukum Luar Biasa: Denderverzet


Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikankepentingan dari pihak ketiga,
maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut.
Dasar hukumnya adalah 378-384 Rvdan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya
suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dantergugat) dan
tidak mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusanakan mengikat orang lain/pihak
ketiga, oleh ebab itu dikatakan luar biasa).Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang
memutus perkara tersebut pada tingkat pertama.

B. Eksekusi
2.1 Pengertian Eksekusi
Eksekusi adalah pelaksanaan terhadap putusan hakim baik keputusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan putusan pengadilan negeri setelah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
dijalankan secara paksa dengan bantuan alat Negara atau aparat setempat. Dalam putusan
hakim terdapat irah-irah berbunyi “Demi Keadilan berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha
Esa.” Irah-irah ini membaeri kekuatan eksekutorial.
Dalam peradilan umumnya apabila suatu telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat
dilaksanakan eksekusi terhadap barang-barang yang menjadi jaminan baik itu barang
bergerak maupun tidak bergerak, kecuali :
1. Terhadap putusan serta merta meskipun belum meempunyai kekuatan hukum tetap
putusan pengadilan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, khususnya eksekusi terhadap barang
yang menjadi jaminan (objek) dari perjanjian yang dipersengketakan oleh para pihak.
2. Putusan provisional baik dalam sengketa perceraian maupun dalam sengketa perdata
lainnya apabila ada dugaan terhadap barang-barang bergerak yang menjadi objek sengketa
akan digelapkan oleh pihak tergugat, maka demi untuk kepentingan salah satu pihak
(penggugat) hakim yang menangani sengketa tersebut dapat menjatuhkan putusan provisionil
sebelum putusan akhir sehubungan dengan pokok perkara.
Apabila pihak yang kalah dalam suatu persidangan tidak mau menyerahkan barang
jaminan yang menjadi objek sengketa dengan sukarela, maka ketua pengadilan dapat
melaksanakan putusan dengan cara paksa yang dibantu oleh aparat setempat.[1]
2.2 Jenis-Jenis Eksekusi
Pelaksanaan putusan hakim dalam hukum acara perdata ada 3 jenis, yaitu :
1. Eksekusi membayar sejumlah uang.
Sebagaimana diatur dalam pasal 196 HIR dan seterusnya, dimana seseorang dihukum
membayar sejumlah uang. Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi
putusan di mana dia dihukum untuk membayar sejumlah uang, maka jika sebelum putusan
dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, setelah dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis
menjadi sita eksekutorial.
Jika belum pernah dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dimulai dengan menyita sekian
banyak barang bergerak. Bila diperkirakan tidak cukup, juga dilakukan terhadap barang-
barang tidak bergerak milik pihak yang dikalahkan sehingga cukup memnuhi pembayaran
sejumlah uang beserta biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan putusan
tersebut. Ini disebut sita eksekutorial.
2. Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan
Menurut pasal 225 HIR yang dapat dilakukan adalah menilai perbuatan yang harus
dilakukan oleh tergugat dalam jumlah uang. Tergugat lalu dihukum untuk membayar
sejumlah uang sebagai pengganti daripada pekerjaan yang ia harus lakukan berdasarkan
putusan hakim. Yang menilai besarnya penggantian ini adalah Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. [2]
Dalam eksekusi ini hukumannya untuk melakukan suatu perbuatan dapat diajukan
permohonan oleh pihak yang dimenangkan dalam persidangan kepada hakim agar suatu
perbuatan tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang sesuai dengan petitum yang diajukan
oleh penggugat. Apabila permohonan tersebut dikabulkan hakim, maka eksekusinya dapat
dilaksanakan dengan pembayaran uang paksa (dwangsom) sesuai dengan keputusan
hakim.[3]
3. Eksekusi Riil
Eksekusi riil merupakan pelaksanaaan putusan pengadilan baik terhadap barang bergerak
maupun tidak bergerak yang bertujuan untuk memenuhi prestasi yang dibebankan kepada
pihak yang dikalahkan dalam suatu perkara di persidangan pengadilan negeri.
Dalam pasal 1033 RV mengatur eksekusi riil yang berbunyi “jika putusan hakim yang
memrintahkan pengosongan suatu barang yang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang
dihukum, maka ketua akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita supaya
dengan bantuan alat kekuasaan Negara, barang itu dikosongkan oleh orang yang dihukum
serta keluarganya dan segala barang kepunyaaanya.”
Perlu dikemukakan bahwa yang harus meninggalkan barang tetap yang dikosongkan itu
adalah pihak yang dikalahkan beserta sanak saudaranya. Bukan pihak yang menyewa rumah
tersebut.[4]
Umumnya setelah diadakan penyitaan terhadap barang-barang yang disita bukan lagi
menjadi tanggung jawab ketua pengadilan, tetapi menjadi tanggung jawab penuh pihak
kreditor atau pihak yang dimenangkan dalam persidangan.

2. 3 Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi


Adapun tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain sebagai berikut:
1. Mengajukan surat permohonan eksekusi
Untuk dapat segera melaksanakan eksekusi terhadap barang-barang jaminan pihak yang
dimenagkan dalam perkara di persidangan harus mengajukan surat permohonan eksekusi
kepada ketua pengadilan dengan membayar biaya-biaya yang ditentukan pengadilan.
2. Aanmaning (teguran/peringatan)
Surat peringatan ini diberikan oleh pengadilan negeri kepada debitur yang telah
wanprestasi dengan cara memanggil pihak yang dikalahkan untuk diberi nasihat agar
mematuhi keputusan pengadilan secara sukarela dengan cara memenuhi prestasinya paling
lambat 8 hari terhitung setelah adanya peringatan dari pihak pengadilan (196 HIR).
3. Tidak mengindahkan Aanmaning
Apabila pihak yang dikalahkan dalam suatu sengketa dipanggil dan ditegur oleh ketua
pengadilan 2 kali berturut-turut tidak memenuhi prestasi dengan sukarela sesuai dengan
keputusan pengadilan atau setelah dipanggil 2 kali berturut-turut tidak hadir dan atau tidak
memerintahkan kuasa hukumnya untuk menghadiri panggilan, maka pihak yang
dimenangkan dapat mengajukan permohonan untuk dilaksanakan eksekusi secara paksa
terhadap barang-barang jaminan.
4. Keputusan belum In kracht Van Gewijsde
Dalam praktiknya jika keputusan belum in kracht van gewijsde sita eksekusi jaminan
belum dapat dilaksanakan dan pelaksanaan eksekusi menunggu sampai in kracht van
gewijsde, kecuali terhadap keputusan uit voerbaar bij voorraad (serta merta) walau ada
perlawanan dari pihak yang dikalahkan terhadap putusan pengadilan ditingkat pertama dapat
dilaksanakan terlebih dahulu tanpa harus menunggu keputusan in kracht van gewijsde.
5. Keputusan In Kracht Van Gewijsde
Setelah 8 hari lewat terhitung sejak adanya peneguran pihak yang dikalahkan tidak juga
memnuhi prestasinya, maka ketua pengadilan dapat memberikan surat perintah kepada
panitera atau juru sita pengganti untuk mengadakan eksekusi terhadap barang-barang jaminan
dengan cara paksa yang dibantu oleh aparat setempat.
Eksekusi terhadap barang-barang jaminan dapat dilaksanakan oleh pengadilan setelah
keputusan pengadilan tingkat pertama, baik diupayakan hukum lain atau tidak diupayakan
hukum lain telah in kracht van gewisje. Sebelum keputusan in kracht van gewisje eksekusi
terhadap barang-barang jaminan baik bergerak maupun tidak bergerak belum dapat
dilaksanakan.

2.4 Perlawanan terhadap Sita Eksekusi


Sita eksekusi yaitu sita yang didasarkan title eksekutorial, dalam penyitaaan eksekusi
tersebut dilakukan oleh panitera atau yang ditunjuk dan dibantu oleh orang saksi dan
menandatangani berita acara sita eksekusi. Jika yang disita barang tetap misalnya:
tanah/rumah diperintahkan kepada kepala desa agar dimumkan di tempat itu kepada khayalak
umum agar diketahui dan oleh panitera didaftarkan pada kantor Badan Pertanahan dan
diregister di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam buku Register Sita Eksekusi.
Terhadap sita eksekutorial, baik mengenai barang tetap maupun barang bergerak, pihak
yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan. (pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan dapat
diajukan secara tertulis maupun lisan kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan dan
tidak akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali bila ketua pengadilan
negeri member perintah untuk menangguhkan pelaksanaan.
Seseorang yang mengaku sebagai pemilik barang yang disita eksekutorial dapat
mengajukan perlawanan terhadap sita eksekutorial atas barang tersebut. (pasal 208 HIR, 228
Rbg). Dalam yurisprudensi, pemilikan diartikan luas, termasuk hak sende. HIR tidak
mengatur terhadap perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir. Perlawanan terhadap
eksekusi riil tidak diatur dalam HIR, sekalipun demikian dapat diajukan.
Pihak yang kalah sebagai termohon eksekusi (dari pemohon eksekusi) didasarkan atas:
 Sudah terpenuhinya apa yang diputuskan pengadilan tersebut.
 Syarat-syarat penyitaan yang ditentukan HIR/Rbg tidak diperhatikan.
 Melanggar larangan yang dientukan pasal 197 (8) HIR /211 Rbg yaitu tentang sita harta
benda bergerak ditangan pihak ketiga, dan sita atas hewan atau barang yang digunakan
sebagai mata pencahariannya. Pasal 207 (3) HIR /227Rbg dan terhadap putusan tersebut,
maka permohonan banding diperbolehkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya hukum merupakan suatu tindakan yang diberikan atau hak yangdiberikan oleh
undang-undang kepada para pihak yang tidak puas dengankeputusan pengadilan diberbagai
tingkatan pengadilan.Ada dua upaya hukum yaitu Upaya hukum biasa; yang termasuk
kedalamupaya hukum biasa adalah Upaya hukum banding dan Upaya hukum
kasasi.kemudian Upaya hukum luar biasa; yang termasuk kedalam upaya luar biasaadalah
Kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan kembali (PK) putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Pada dasarnya eksekusi tidak lain adalah sebuah realisasi terhadap putusan hakim baik
keputusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maupun yang belum mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Jenis-jenis eksekusi antara lain:
1. Eksekusi dengan membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR)
2. Eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan, (225 HIR) dan
3. Eksekusi riil.
Sedangkan tata cara pelaksanaan eksekusi antara lain:
1. Mengajukan surat permohonan eksekusi
2. Aanmaning (teguran / peringatan)
3. Tidak mengindahkan aanmaning
4. Keputusan belum in kracht van gewijsde
5. Keputusan in kracht van gewijsde
Terhadap sita eksekutorial, mengenai barang-barang jaminan, pihak yang dikalahkan
dapat mengajukan perlawanan (Pasal 207 HIR, 225 Rbg). Perlawanan ini dapat diajukan baik
secara tertulis maupun lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dan tidak
akan menghambat dimulainya pelaksanaan putusan, kecuali kalau Ketua Pengadilan Negeri
memberi perintah untuk menangguhkan pelaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap Yahya. Hukum Acara Perdata. 2005, Jakarta: PT. Sinar
Grafikahttp://peunebah.blogspot.com/2011/12/upaya-hukum.html, Diakses pada tanggal22
September 2017.Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
PeradilanAgama. 2000, Jakarta: PT. Yayasan Al-Hikmah
Sarwono.Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Jakarta:Sinar Grafika, 2011.
Sutantio, Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori
dan Praktek, Bandung:Mandar Maju, 1979.
Shofie.artikel.blogspot.co.id//hukum_acara_perdata_eksekusi_dan_macamnya //html.d
iakses tanggal 16 Desember 2018

Anda mungkin juga menyukai