Anda di halaman 1dari 23

PEMILU DAN POLITIK DI INDONESIA

Disusun Oleh:

1. Affan Rafli (C1B018145)


2. Bella Saphira (C1B018152)
3. Dimas Prayuda (C1B018144)
4. Febriadi Angga Saputra (C1B018197)
5. Iin Putri Andika (C1B018140)
6. Imroatus Sholeha (C1B018147)
7. Lusiana A.M. Hutagalung (C1B018243)
8. Oppy Linanda (C1B018150)

Dosen Pengampu: Yayuk Sriayudha, S.P., M.M.

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... II
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA ...................................................................... 1
A. Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu) ................................................................................ 1
B. Sejarah Pemilu ..................................................................................................................... 1
C. Asas Pemilu ......................................................................................................................... 1
1. Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat ........................................................................... 2
2. Jumlah partai politik di Indonesia .................................................................................... 2
3. Fungsi Pemilu................................................................................................................... 3
4. Pemilu Dalam Demokrasi ................................................................................................ 3
BAB II............................................................................................................................................. 6
POLITIK DI INDONESIA ............................................................................................................. 6
A. Pengertian Politik ................................................................................................................. 6
B. Politik di Indonesia .............................................................................................................. 6
C. Perkembangan Politik di Indonesia ..................................................................................... 7
1. Masa Prakolonial Indonesia ............................................................................................. 7
2. Masa Penjajahan Indonesia .............................................................................................. 7
3. Orde Lama Soekarno ........................................................................................................ 7
4. Orde Baru Suharto ............................................................................................................ 8
5. Reformasi Indonesia ......................................................................................................... 8
6. Kabinet Indonesia Sekarang ............................................................................................. 8
D. Tabel Perkembangan Politik di Indonesia ........................................................................... 8
1. Perkembangan Politik pada Awal Kemerdekaan ............................................................. 8
2. Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin ........ 10
3. Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru ................................................................ 12
4. Perkembangan Politik pada masa Reformasi ................................................................. 14
E. Politik Indonesia Saat ini ................................................................................................... 15
F. Sikap Masyarakat terhadap dunia Politik di Indonesia ...................................................... 17
BAB III ......................................................................................................................................... 18

II
PENUTUP..................................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 18
B. Saran .................................................................................................................................. 18
REFERENSI ................................................................................................................................. 19

III
BAB I

PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA

A. Pengertian Pemilihan Umum (Pemilu)


Pemilu adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat
yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu bentuk pemenuhan hak asasi
warga Negara di bidang politik.

B. Sejarah Pemilu
Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955,
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014.

C. Asas Pemilu
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
 Langsung : berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan.
 Umum : berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki
hak menggunakan suara.
 Bebas : berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak
manapun.
 Rahasia : berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si
pemilih itu sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan
dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan
sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat
memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk
menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap
peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta
atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta
pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

1
1. Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat

Pemilihan Total

Presiden 2

Gubernur 64

Wali kota/Bupati 1022

DPR 560

DPRD 100 per kabupaten/kota

DPD 4 per provinsi

DPRA 70

DPRP 50

2. Jumlah partai politik di Indonesia

Tahun Jumlah

1955 tidak terbatas

1971 10

1977
3
1982

2
Tahun Jumlah

1987

1992

1997

1999 48

2004 24

2009 38 + 6 lokal Aceh

2014 12 + 3 lokal Aceh

2019 16 + 4 lokal Aceh

3. Fungsi Pemilu
Fungsi utama pemilu ada tiga, yaitu :
1) Sarana memilih pejabat politik (pembentukan pemerintahan)
2) Sarana pertanggungjawaban pejabat public, dan
3) Sarana pendidikan politik rakyat

4. Pemilu Dalam Demokrasi


Pemilu meupakan perwujudan dari demokrasi karena Menurut Austin Ranney, pemilu
dikatakanMenurut Austin Ranney, pemilu dikatakan demokratis apabila memenuhi criteria
sebagai berikut :
1) Hak Pilih Umum
Pemilu baru bisa dinyatakan demokratis jika semua warga negara yang telah dewasa
menikmati hak pilih pasif maupun aktif. Jika ada pembatasan, itu pun harus ditentukan secara
demokrasi melalui peraturan resmi, misalnya undang-undang. Sebagai contoh pembatasan
terhadap warga negara yang hilang ingatan.

3
2) Kesetaraan Bobot Suara
Berlakunya prinsip hak pilih umum memang perlu tapi belum mencukupi. Harus ada
jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Dengan kata lain tidak ada
sekelompok warga negara, apapun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang
memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Oleh karena itu, kuota bagi sebuah kursi
parlemen harus berlaku umum.

3) Tersedianya Pilihan yang Signifikan


Hak pilih maupun bobot suara yang setara antarsesama pemilih yang harus dihadapkan
pada pilihan-pilihan yang cukup signifikan. Adapun perbedaan pilihan tersebut bisa berupa
perbedaan jumlah calon atau yang lebih rumit, misalnya perbedaan program kerja atau bahkan
ideologi.

4) Kebebasan Nominasi
Setiap pilihan harus datang dari rakyat sendiri, sehingga prinsip ini sekaligus menyiratkan
pentingnya kebebasan untuk berorganisasi. Melalui aktivitas berorganisasi, rakyat mempunyai
keleluasaan untuk mengajukan pendapat atau aspirasi mereka bagi kesejahteraan bangsa. Dan
melalui organisasi ini pulalah, rakyat membina, menyeleksi, dan menominasikan calon-calon
yang mereka nilai mampu menerjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara. Jadi, dalam kebebasan organisasi terkandung pula kebebasan
menominasikan calon wakil rakyat.

5) Persamaan Hak kampanye


Setiap calon wakil rakyat mempunyai visi dan misi yang berbeda. Visi serta misi ini
harus diketahui secara jelas oleh rakyat. Oleh karena itulah, setiap calon wakil rakyat memiliki
hak yang sama untuk melakukan kampanye. Selama masa kampanye inilah, para calon tersebut
bebas untuk mengenalkan diri, visi, misi, dan program kerja di masa datang. Segala hal yang
didapat rakyat selama kampanye diharapkan mampu memengaruhi pertimbangan mereka saat
melakukan pemilihan.

6) Kebebasan dalam Memberikan Suara


Setiap pemilih harus mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya. Dengan kata
lain, pada saat memilih, pemilih bebas memilih sesuai dengan pertimbangan hati nurani tanpa
ada paksaan atau tekanan dari pihak mana pun. Oleh karena itulah, pilihan seseorang harus
terjamin kerahasiaannya dari pihak manapun termasuk pihak penguasa.

7) Kejujuran dalam Perhitungan Suara


Setelah pemilu terlaksana, maka penghitungan suara harus dilakukan secara jujur dan
terbuka. Adanya pemantau pemilu independen untuk dapat mengantisipasi terjadinya kecurangan
dalam penghitungan suara.

4
8) Penyelenggaraan secara Periodik
Pemilu diselenggarakan untuk mengganti penguasa secara damai, terlembaga, dan
berkala. Oleh karena itu, pemilu harus dilaksanakan secara periodik. Pemilu tidak bisa
dimajukan atau dimundurkan sekehendak hati penguasa karena pemilu bukanlah sarana untuk
melanggengkan kekuasaan.
Pemilu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
1. Cara langsung berarti rakyat secara langsung memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di
Badan-badan Perwakilan Rakyat. Contohnya, pemilu untuk memilih anggota DPRD, DPR,
dan Presiden.
2. Cara bertingkat berarti rakyat memilih dulu wakilnya (senat), kemudian wakilnya itulah
yang akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di Badan-badan Perwakilan Rakyat.
Dalam sistem Pemilu kita mengenal adanya sistem distrik, proporsional, dan sistem gabungan.
1. Sistem distrik, merupakan sistem pemilihan di mana Negara terbagi dalam daerah-daerah
bagian (distrik) pemilihan yang jumlahnya sama dengan anggota Badan Perwakilan Rakyat
yang dikehendaki. Sistem distrik atau single member constituencies diwakili oleh satu orang
dengan suara mayoritas. Oleh sebab itu, sistem ini mempunyai kelebihan sekaligus
kekurangan.
2. Sistem proporsional, merupakan sistem pemilihan berdasarkan persentase pada kursi
parlemen yang akan dibagikan pada Organisasi Peserta Pemilu (OPP). Dengan kata lain,
setiap Organisasi Peserta Pemilu akan memperoleh sejumlah kursi parlemen sesuai dengan
jumlah suara pemilih yang diperoleh di seluruh wilayah Negara. Dalam sistem ini, terbuka
kemungkinan penggabungan partai kecil (berkoalisi) untuk memperoleh kursi di Perwakilan
Rakyat. Sistem ini pun tidak lepas dari adanya kelebihan dan kekurangan.
3. Sistem gabungan, merupakan sistem yang menggabungkan sistem distrik dengan
proporsional. Sistem ini membagi wilayah Negara dalam beberapa daerah pemilihan. Sisa
suara pemilih tidak hilang, melainkan diperhitungkan dengan jumlah kursi yang belum
dibagi. Sistem ini disebut juga sistem perwakilan berimbang dengan stelsel daftar.

5
BAB II

POLITIK DI INDONESIA

A. Pengertian Politik
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan
dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat
yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.
Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda
mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk
meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Pengertian politik secara umum adalah sebuah tahapan untuk membentuk atau
membangun posisi-posisi kekuasaan didalam masyarakat yang berguna sebagai pengambil
keputusan-keputusan yang terkait dengan kondisi masyarakat. Atau tindakan dari suatu
kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau negara.

B. Politik di Indonesia
Pandangan politik di Indonesia saat ini adalah bermacam-macam. Berbagai peristiwa
yang menyangkut keadaan politik yang ada di negeri ini semakin menjadi sorotan baik di dalam
negeri maupun di luar negeri. Kemerosotan kualitas politik tersebut dapat dilihat dilihat dari
banyaknya peristiwa yang nampaknya mengganggu kestabilan nasional, contoh peristiwa itu
adalah sebagai berikut.
1. Semakin banyaknya kader partai yang tertangkap korupsi
2. Semakin banyknya pejabat yang menduduki kursi terhormat terjerat korupsi
3. Pemilihan gubernur yang dirusak oleh pembelian suara hingga harus terjadi pengulangan
pemilukada
4. Jika pegawai tidak condong ke partai tertentu maka jabatannya menjadi taruhan.
Sebenarnya Indonesia menganut reformasi sebagai pandangan politiknya, setelah rezim
orde lama digantikan oleh orde baru, lalu muncullah reformasi yang digadang-gadang dapat
memperbaiki kehidupan rakyat. Namun, hingga kini tujuan tersebut belum dapat terealisasi
dengan sempurna karena proses demokrasi yang berkembang menjadi tidak murni lagi dan
jugapaham patrimony dan otoriter masih berkembang kuat di dalam pelaku politik.
Meskipun Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur dengan sedemikian
rupa tentang politik di Indonesia, agaknya peraturan hanya tertuang di atas kertas saja dan juga

6
istilah peraturan dibuat untuk dilanggar masih menjadi paham yang terus dan akan terus
berkembang hingga sampai kapan akhirnya.
Tidak tahu sampai kapan kondisi politik seperti ini akan terus berlangsung, ketika akan
diadakan pemilu semua calon legislatif, calon anggota DPR, calon anggota DPD serta calon
Presiden dan calon-calon lainnya berbondong-bondong datang ke rakyat miskin yang
sebelumnya tak pernah sama sekali masuk ke daerah kumuh.
Mereka sontak membagi–bagikan uang, sembako serta menaburkan selangit janji yang
akan diberikan jika kelak mereka terpilih. Tak hanya sampai di situ usaha mereka baliho dan
gambar dipasang sebesar- besarnya hingga memeneuhi sepanjang jauh mata memandang.
Namun, ketika mereka mendapatkan jabatan yang diinginkan apakah nasib si miskin daoat
terangkat? Kebanyakan mereka lupa dan segera berusaha mengumpulkan kembali modal yang
mereka keluarkan dan segera lupa dengan janji manis yang mereka tebar.
Mudah- mudahan masyarakat kita mulai pandai dan tidak lagi terpengaruh dengan janji
palsu dan tidak lagi menjadi murah suara hanya dengan uang Rp20.000 Semoga informasi
pandangan politik di Indonesia saat ini bermanfaat.

C. Perkembangan Politik di Indonesia

1. Masa Prakolonial Indonesia


Sumber-sumber menunjukkan bahwa Nusantara berisikan berbagai entitas politik sejak
awal sejarah. Entitas ini berevolusi dari pusat politik di sekitar perorangan di mana
kepemimpinannya diwujudkan dalam diri seseorang yang mempunyai ketrampilan tertentu dan
kharisma dan juga menyatakan diri sebagai seseroang yang mirip Tuhan dan mempunyai
kekuatan supernatural serta didukung oleh tentara dan rakyat yang membayar upeti kepada raja.

2. Masa Penjajahan Indonesia


Kedatangan bangsa Eropa yang tertarik dengan potensi menjanjikan yaitu perdagangan
rempah-rempah adalah salah satu titik balik utama dalam sejarah kepulauan. Memiliki teknologi
yang lebih canggih dan persenjataan baru di tangan, orang Portugis dan khususnya orang
Belanda, berhasil menjadi pemegang kekuatan ekonomi dan politik yang berpengaruh dan
mampu mendominasi kepulauan ini serta mulai menciptakan kerangka politik dan batas-batas
baru.

3. Orde Lama Soekarno


Soekarno, presiden pertama Indonesia, adalah ikon perjuangan nasionalis yang melawan
para penjajah. Akan tetapi setelah kemerdekaan dicapai, ia memiliki tugas berat untuk
memimpin sebuah negara baru yang masih memiliki trauma dari masa lalu dan konflik kekuatan
politik dan sosial yang muncul di masa kemerdekaan. Ternyata politisi generasi muda yang tidak

7
punya pengalaman sebelumnya ini kesulitan membimbing negaranya. Keadaan itu memuncak
dalam kekacauan pada pertengahan tahun 1960.

4. Orde Baru Suharto


Suharto, presiden kedua Republik Indonesia, berhasil mengambil kekuasaan pada tahun
1960an di tengah pergolakan yang ada. Pemerintah Orde Baru memerintah Indonesia selama
lebih dari tiga puluh tahun dan pemerintahan itu ditandai oleh perkembangan ekonomi (yang
mengakibatkan pengurangan kemiskinan yang mengesankan) tetapi juga oleh penindasan dan
korupsi. Namun, ketika ekonomi domestik - dasar legitimasi kekuatannya - runtuh pada tahun
1990an, Suharto cepat kehilangan kendali kekuasaan.

5. Reformasi Indonesia
Setelah berada di bawah pemerintahan otoriter selama 30 tahun lebih, politik Indonesia
mengalami proses pembaruan untuk memberikan kekuatan lebih banyak kekuasaan dan politik
kepada masyarakat Indonesia. Periode ini dikenal sebagai periode Reformasi. Tak hanya ditandai
oleh perubahan struktural (seperti desentralisasi kekuasaan ke daerah dan pembatasan kekuasaan
presiden), tetapi juga ditandai oleh kesinambungan (misalnya korupsi, kemiskinan dan
pengelompokan modal di kalangan atas).

6. Kabinet Indonesia Sekarang


Bagian ini menampilkan daftar anggota kabinet Presiden Joko Widodo yang dinamai
Kabinet Kerja, yang diresmikan pada tanggal 27 Oktober 2014, dan akan memerintah sampai
dengan tahun 2019, saat pemilu baru akan diadakan. Presiden Widodo boleh berpartisipasi dalam
pemilihan presiden baru pada tahun 2019 karena konstitusi memperbolehkan kepresidenan
sampai dua kali masa jabatan (masing-masing lima tahun).

D. Tabel Perkembangan Politik di Indonesia

1. Perkembangan Politik pada Awal Kemerdekaan

Aspek
No. Perkembangan Deskripsi Perkembangan

Pembentukan 1. UUD 1945 ditetapkan dalam rapat PPKI tanggal 18


1. struktur Agustus 1945 sehingga Indonesia memiliki landasan dalam

8
pemerintahan melaksanakan kehidupan bernegara.
2. Soekarno-Hatta menjadi presiden dan wakil presiden
pertama Republik Indonesia.
3. Pembagian Wilayah Indonesia. Rapat PPKI tanggal
19 Agustus 1945, diputuskan pembagian 8 provinsi yaitu
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Borneo
(Kalimantan), Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil
(Nusatenggara), Sumatra, dan Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Surakarta.
4. Pembentukan kementerian sebagai berikut :
Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri,
Departemen Kehakiman, Departemen Keuangan,
Departemen Kemakmuran, Departemen Kesehatan,
Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan,
Departemen Sosial, Departemen Pertahanan, Departemen
Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum.
5. Tanggal 22 Agustus 1945, PPKI membemtuk KNIP
yang bertugas menjalankan pengawasan GBHN.
6. Tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno mengesahkan
BKR dan pada tanggal 5 Oktober, dibentuk tentara nasional
yang disebut dengan TKR.

1. Pada tanggal 23 Agustus-2 Nopember 1949


dilaksanakan KMB di Den Haag, Belanda mengakui
Indonesia secara formal kedaulatan penuh negara
Indonesia.
2. Negara bagian meliputi Negara Indonesia Timur,
Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik
Indonesia.
3. Satuan kenegaraan meliputi Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tenggara, Banjar, Dayak
Besar, Bangka, Belitung, Riau, dan Jawa Tengah.
Perubahan menjadi 4. Daerah Swapraja meliputi Kota Waringin, Sabang,
2. RIS dan Padang.

9
5. UUD Republik Indonesia Serikat atau Konstitusi
RIS. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945
tetap berlaku, tetapi hanya untuk negara bagian Republik
Indonesia.

1. Pada awal bulan Mei 1950, terjadi penggabungan


negara-negara bagian dalam negara RIS sehingga hanya
tinggal tiga negara bagian, yaitu negara
Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara
Sumatra Timur.
2. Piagam Persetujuan tanggal 19 Mei 1950 muncul
kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia
Timur dan Negara Sumatra Timur dengan Republik
Indonesia untuk itu dibentuk dibentuklah UUDS 1950.
3. Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS resmi dibubarkan
Kembali ke Negara dan Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik
3. Kesatuan Indonesia (NKRI).

2. Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin

Aspek
No. Perkembangan Deskripsi Perkembangan

1. Indonesia menganut sistem Demokrasi Liberal (1950–


1959) dengan pemerintahan parlementer. Dalam sistem ini,
pemerintahan dipimpin perdana menteri. Presiden
berkedudukan sebagai kepala negara.
2. Pada masa Demokrasi Liberal ini, terjadi tujuh kali
pergantian kabinet. yaitu 1). Kabinet Natsir (September 1950–
Maret 1951). 2). Kabinet Sukiman (April 1951–Februari 1952).
3). Kabinet Wilopo (April 1952–Juni 1953). 4). Kabinet Ali
Pergantian Sastroamidjojo I ( Juli 1953–Juli 1955). 5). Kabinet
Kabinet pada Burhanudin Harahap (Agustus 2955 – Maret 1956. 6). Kabinet
masa Demokrasi Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956–Maret 1957). 7). Kabinet
1. Liberal Djuanda (Maret 1957–Juli 1959)

10
1. Persiapan pelaksanaan pemilu dilakukan sejak masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo I. Pada masa kabinet ini, dibentuk
Panitia Pemilihan Umum Pusat dan Daerah pada tanggal 31
Mei 1954. Pelaksanaan pemilu untuk DPR, yaitu pada tanggal
29 September 1955 dan pemilihan anggota konstituante pada
tanggal 15 Desember 1955. Namun Kabinet Ali I jatuh
pada tanggal 24 Juli 1955. Kemudian dilanjutkan oleh Kabinet
Burhanudin Harahap.
2. Pada tanggal 29 September 1955, dilaksanakan pemilu
DPR yang berjumlah 272 orang. Pemilu dimenangkan oleh
empat partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
Berikut ini komposisi anggota DPR hasil pemilu tahun 1955 :
a). Masyumi memperoleh 60 wakil/kursi. b). PNI memperoleh
58 wakil/kursi. c). NU memperoleh 47 wakil/kursi. d). PKI
memperoleh 32 wakil/kursi. e). Partai-partai lain hanya
memperoleh kursi masing-masing kurang dari 12. Anggota
DPR hasil pemilu dilantik pada tanggal 20 Maret 1956.
3. Pada tanggal 15 Desember 1955, dilaksanakan pemilu
anggota dewan konstituante sebanyak 520 orang. Anggota
dewan ini dilantik pada tanggal 10 November 1956. Berikut ini
adalah komposisi anggota Dewan Konstituante. :a). PNI
memperoleh 119 kursi. b). Masyumi memperoleh 112 kursi. c).
NU memperoleh 91 kursi. d). PKI memperoleh 80 kursi. e).
2. Pemilu 1955 Partai lainnya memperebutkan 118 kursi

1. Pergantian kabinet dalam waktu singkat menjadikan


keadaan politik menjadi tidak stabil. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, muncul gagasan melaksanakan model
pemerintahan Demokrasi Terpimpin dengan cara kembali
kepada UUD 1945.
2. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit yang berisi dibubarkannya Konstituante,
berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS
1950; dibentuknya MPRS dan DPAS.
3. Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka berakhirlah Demokrasi Liberal dan digantikan
3. Juli 1959 dengan Demokrasi Terpimpin. Demikian pula mulai saat itu,

11
sistem Kabinet Parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi
Kabinet Presidensial.
4. Pada perkembangannya, pada masa Demokrasi
Terpimpin, justru terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap
UUD 1945 dan pemerintah cenderung menjadi sentralistik
karena terpusat pada Presiden.
5. Beberapa pelanggaran masa demokrasi terpimpin adalah
: 1) MPRS diangkat oleh presiden yang seharusnya adalah
melelui pemilu. 2) Anggota DPAS ditunjuk presiden. 3)
DPRGR ditunjuk presiden, sedangkan DPR hasil pemilu 1955
dibubarkan presiden. 4) Penetapan manifesto politik RI sebagai
GBHN. 5) Pengangkatan presiden seumur hidup. 6)
Penyimpangan politik luar negeri dengan pembentukan
beberapa poros seperti Poros Jakarta-Peking sehingga
Indonesia memihak blok sosialis/komunis bukanya nonblok.
6. Sistem pemerintahan pada masa Demokrasi Terpimpin
memberi peluang PKI untuk memperkuat posisinya di segala
bidang sehingga PKI mengadakan pemberontakan yang dikenal
dengan G30S/PKI.
7. Peristiwa G30S/PKI dan melambungnya harga-harga
barang pokok memicu terjadinya demonstrasi dan kekacauan di
berbagai tempat. Guna memulihkan keamanan negara, Presiden
mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto untuk
mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka
memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah. Surat itu
dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

3. Perkembangan Politik pada Masa Orde Baru

Aspek
No. Perkembangan Deskripsi Perkembangan

1. Pada tanggal 12 Maret 1966, Soeharto mengeluarkan


Pembubaran PKI dan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi
1. organisasi massanya PKI serta ormas-ormasnya untuk beraktivitas di wilayah

12
Indonesia. Keputusan ini kemudian diperkuat dengan
Keputusan Presiden/Pangti ABRI/ Mandataris MPRS
No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966, Letjen Soeharto
mengamankan 15 orang menteri yang dinilai terlibat dalam
G30S/PKI

1. Pemerintah melakukan penyederhanaan dan


penggabungan partai-partai politik yang didasarkan pada
kesamaan program.
2. Tiga kekuatan sosial politik masa Orde Baru adalah
sebagai berikut. 1). Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
yang merupakan gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan
PERTI 2). Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan
Penyederhanaan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan
2. Partai Politik Parkindo, dan 3). Golongan Karya

Selama masa Orde Baru, pemerintah berhasil melaksanakan


enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru,
Golkar selalu memperoleh mayoritas suara dan memenangkan
Pemilu. Pemilu 1997 merupakan pemilu terakhir masa
3. Pemilihan Umum pemerintahan Orde Baru.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pemerintah memberikan


peran ganda ABRI yang dikenal dengan sebutan Dwi Fungsi
ABRI. ABRI berperan dalam hankam dan mengatur negara.
ABRI diizinkan memegang jabatan dalam pemerintahan,
termasuk walikota, pemerintah provinsi, duta besar, dan
Peran Ganda (Dwi jabatan lainnya. Setelah berakhirnya masa kepemimpinan
4. Fungsi) ABRI Orde Dwi Fungsi ABRI dihapus.

13
4. Perkembangan Politik pada masa Reformasi

Aspek
No. Perkembangan Deskripsi Perkembangan

1. Pada tahun 1998, masa pemerintahan Orde Baru berakhir


ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari jabatan
Presiden Republik Indonesia, dan dimulailah Orde Reformasi.
2. Pembenahan di bidang politik, antara lain sebagai berikut : 1)
Reformasi di bidang ideologi negara dan konstitusi. 2)
Pemberdayaan DPR, MPR, DPRD sebagai wujud kedaulatan
rakyat. 3) Reformasi lembaga kepresidenan dan kabinet. 4)
Memberdayakan partai politik untuk menegakkan kedaulatan
rakyat. 5) Penyelenggaraan pemilu, dan 6) Birokrasi sipil
mengarah pada terciptanya institusi birokrasi yang netral,
profesional dan tidak memihak. 7) ABRI berkonsentrasi pada
fungsi hankam. 8) Memberdayakan otonomi daerah dengan asas
1. Reformasi politik desentralisasi.

1. Pada tahun 2004, Indonesia menyelenggarakan pemilu


pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden
secara langsung.
2. Pemilu legeslatif adalah pemilu untuk memilih partai politik
dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD,
dan DPD. Tahap pertama ini telah dilaksanakan pada tanggal 5
April 2004.
3. Pemilu presiden putaran pertama untuk memilih pasangan
calon presiden dan wakil presiden secara langsung. Tahap kedua
ini telah dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
4. Pemilu presiden putaran kedua dilaksanakan hanya apabila
pada tahap kedua belum ada pasangan calon presiden yang
mendapatkan paling tidak 50% pada putaran pertama. Tahap
ketiga ini telah dilaksanakan pada tanggal 20 September 2004.
5. Pemilu presiden tahun 2004 diikuti oleh lima pasang calon
presiden dan Soesilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi
2. Pemilu Presiden yang ke-6 Indonesia dan dilantik pada 20 Oktober 2004.

14
6. Tahun 2009 dilaksanakan pemilu yang diikuti 38 parpol dan
Partai Demokrat unggul dengan 20,85% suara. Pada tanggal 8 Juli
2009, diselenggarakan pemilu presiden dan Pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono- Boediono berhasil menjadi pemenang
dalam satu putaran langsung dengan memperoleh 60,80% dari
total suara.

E. Politik Indonesia Saat ini


Politik Indonesia dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media. Layaknya
gula yang sedang di kelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di
Indonesia. Saat ini kondisi politik yang terjadi justru saling memperebutkan kekuasaan. Para
penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji – janji yang dulu di buat
justru di lupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang di peroleh. Seolah tidak menerima dengan
kemenangan sang rival, maka berusaha mencari kesalahan untuk dapat menggulingkan. Kondisi
politik di Indonesia sangatlah memprihatinkan.
Para pejabat masih saja sibuk mengurusi kursi jabatannya. Lagi – lagi mereka melupakan
soal rakyat. Semisal saja soal kasus suap wisma atlet. kita ketahui bahwa Anggelina S
merupakan kunci dari bobroknya korupsi yang terjadi di Wisma Atlet. Namun, apa yang terjadi?
Apakah Anggelina S berbicara jujur terkait korupsi yang terjadi di Wisma Atlet? Tidak kawan,
justru beliau menutupi kondisi yang sebenarnya terjadi.
Kondisi tersebut sangatlah memprihatinkan. Hal tersebut masih salah satu contoh yang
ada. Berbicara kondisi politik di Indonesia maka tidak akan jauh dari sebuah kekuasaan. Dewasa
ini politik justru seringkali di gunakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan. Ntah dengan apa
pun, tidak melihat rambu rambu yang ada, hal yang terpenting kursi kekuasaan harus di dapat.
Namun, kursi kekuasaan itu harus di bayar dengan pengorbanan yang besar juga baik itu fikiran
dan materil. Akhirnya rakyat yang menjadi korban dari kondisi politik yang ada sekarang. Para
birokrat bangsa ini sepertinya masih terlalu sibuk untuk terus berebut kursi kekuasaan.
Sebenarnya politik layaknya sebuah pisau. Bila pisau tersebut di gunakan oleh ibu rumah tangga
untuk memasak maka pisau akanlah sangat bermanfaat. Maka akan tersedia hidangan yang lezat
untuk keluarga. Namun beda cerita bila pisau tersebut di gunakan oleh pembunuh. Maka yang
terjadi adalah sebuah kesedihan dan kesengsaraan yang terjadi.
Begitu pula dengan politik, ia akan bisa menjadi sebuah alat untuk mencapai sebuah
kebahagiaan atau malah menjadi sebuah kesengsaraan. Dewasa ini, para politikus yang ada justru
tidak mampu memberikan sebuah kesejukan di tengah gerahnya suasana politik yang ada. Para
politikus ini nampaknya masih terlalu sibuk. Padahal rakyat Indonesia di luar sana menjadi
korban mereka.

15
Kita semua bisa melihat gejala mati rasa penyelenggara negara misalnya dalam soal
pembelian mobil mewah untuk para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II atau juga
pembangunan pagar istana presiden yang menelan biaya puluhan miliar rupiah. Kebijakan itu
jelas mencederai rasa keadilan publik karena di saat yang sama kemiskinan masih mengharu biru
Indonesia (jumlah orang miskin di Indonesia per Maret 2010 berdasar BPS sebanyak 31,02 juta
orang–relatif tak banyak berubah jika dibandingkan dengan data per Februari 2005, yakni
sebesar 35,10 juta orang). Publik juga bisa melihat bagaimana penyikapan kasus Lapindo,
terjadinya ‘kriminalisasi’ terhadap dua pemimpin KPK, penanganan kasus Bank Century yang
belum jelas bagaimana akhirnya, serta kuatnya nuansa tebang pilih terhadap penanganan kasus
korupsi. Kesemuanya itu adalah contoh-contoh lain yang harus diakui kian mengiris rasa
keadilan. Kendati dibalut pernyataan-pernyataan yang apik dan santun, toh penyikapan dari
penyelenggara negara terhadap kasus-kasus tersebut tetap saja dinilai jauh dari komitmen untuk
mewujudkan aspirasi dan kehendak rakyat.
Selain contoh contoh yang ada di atas, masih banyak kita lihat masalah soal kemiskinan,
putus sekolah dan kelaparan. Namun sepertinya para pejabat ini masih belum tersentuh untuk
menuju ke situ akhirnya masih berkutat dengan masalah kekuasaan. Sebenarnya politik tidak
hanya di kekuasaan saja. Namun ekonomi pun sudah di politikkan. Sebenarnya politik itu
merupakan bagaimana seseorang mampu mempengaruhi orang sekelompok lain agar mengikuti
gagasan yang kita fikirkan. Dalam aspek obyektif, Sukardi mencontohkan harga cabai yang
makin hari semakin mahal. Kondisi tersebut akan semakin parah bila pemerintah mengeluarkan
kebijakan yang tergesa-gesa, misalnya dengan kenaikan harga tiket kereta ekonomi. Momentum
ini bisa dipakai untuk menyerang kekuatan politik lawannya. Untuk aspek dari daerah, Sukardi
mencontohkan polemik keistimewaan Yogyakarta yang hingga saat ini masih berlarut-larut.
Menurut Sukardi, pemerintah harus cepat menyelesaikan polemik tersebut. Kalau tidak, masalah
itu juga akan dijadikan partai lain sebagai amunisi untuk menyerang Demokrat.
Sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang diinginkan. Banyak rakyat
beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut
kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu
menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang
mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan masyarakat
terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah Indonesia yang tidak
menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik.bagi mereka politik hanyalah
sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan. Jika hal ini terus di biarkan, maka seperti bom
yang terus di pendam. Maka suatu saat akan meletus juga. Jika kondisi pemerintah terus seperti
ini maka tidakl mustahil jika rakyat tidak akan percaya dengan politik. Ketidakpercayaan para
rakyat inilah yang sangat berbahaya bagi kestabilan negara. Akibatnya masyarakat akan
cenderung apatis terhadap kondisi sebuah negara. Karena kestabilan negara juga di pengaruhi
oleh kestabilan politik yang ada di negara tersebut. Apabila gejolak politik di suatu negara terus
menerus bergejolak maka tidak mustahil jika terjadi peperangan. Akibatnya masyarakat yang
menjadi korban seperti negara negara di timur tengah.

16
F. Sikap Masyarakat terhadap dunia Politik di Indonesia
Pelaksanaan demokrasi indonesia saat ini sedang berjalan menuju demokrasi yang
dewasa, dimana peran dan partisipasi rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, semakin
terlihat jelas. Antusiasme dan partisipasi masyarakat dalam politik menunjukkan bahwa
demokrasi semakin tampak maju di indonesia.
Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses
demokratisasi. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta
secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara, dan
juga peran aktif secara langsung atau tidak langsung, untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy).
Dengan demikian Partisipasi politik erat kaitanya dengan kesadaran politik, karena
semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam
penyelenggaraan pemerintah. **Budiardjo (2009:367)
Partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat dimana
mereka mengambil bagian secara aktif, dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung
atau tidak langsung dalam proses pembentukkan kebijakan umum. Di Indonesia berpartisipasi
politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005
mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh
Negara mengenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan
hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll
Sedangkan, bentuk partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, adalah merupakan
salah satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebebasan
, dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, dan mendukung calon yang di
inginkan. Disisi yang lain, masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi
dalam hal melakukan protes terhadap pemerintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat dalam politik di Indonesia mengalami peningkatan. Tingginya partisipasi atau peran
serta masyarakat, dianggap sebagai satu hal yang positif. Didalam konteks pemikiran ini,
tingginya tingkat partisipasi masyarakat, ditunjukkan pada sikap warga negara untuk mengikuti
dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu. (Budiarjo 1996:185
Sebagai bentuk pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik
memiliki peran penting. Karena demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan
dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Disertai nilai-niai yang terkandung dalam demokrasi, yaitu
Kebebasan dan Kesetaraan.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di negara demokrasi, pemilihan umum merupakan salah satu unsur yang sangat vital,
karena salah satu parameter mengukur demokratis tidaknya suatu negara adalah dari bagaimana
perjalanan pemilihan umum yang dilaksanakan oleh negara tersebut. Demokrasi adalah suatu
pemerintahan oleh rakyat. Implementasi dari pemerintahan oleh rakyat adalah dengan memilih
wakil rakyat atau pemimpin nasional melalui mekanisme yang dinamakan pemilihan umum.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari
Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia” sejak zaman Orde Baru Kemudian di era reformasi
berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil".
Politik Indonesia dewasa ini seperti sedang mendominasi wacana di media. Layaknya
gula yang sedang di kelilingi semut, seperti itulah media yang memberitakan kondisi politik di
Indonesia. Saat ini kondisi politik yang terjadi justru saling memperebutkan kekuasaan. Para
penjabat yang memiliki kekuasaan telah melupakan masyarakat. Janji – janji yang dulu di buat
justru di lupakan seiring dengan kursi kekuasaan yang di peroleh.
Masyarakat memandang elite politik tidak mengalami perubahan yang jelas. Hal ini bisa
dari masyarakat yang menjadi korban kebijakan politik yang sedang berkuasa. Ada sebagian
masyarakat yang sangat mengerti sekali dengan politik tetapi pemilu tak ubahnya hanya
sandiwara politik karena hakikatnya, pemilu hanya akan menguntungkan secara politik dan
ekonomi kepada elit politik. Golput pun muncul karena berdasarkan bahwa keberadaan pemilu
dan aktivitas memilih tidak akan berdampak lebih baik pada diri pemilih. Hal ini terjadi ditengah
masyarakat yang terjebak pada apatisme. Golput bukanlah pilihan tepat dan cenderung
mendorong masyarakat menjadi apatis. Kondisi ini bisa menciptakan rendahnya legitimasi
pemerintah serta mendorong munculnya masyarakat yang antipati (ketidaksukaan untuk sesuatu
atau seseorang), terhadap perkembangan politik.

B. Saran
Rakyat Indonesia belum merasakan kinerja yang baik dari pemerintah Indonesia,
malahan membuat mereka memandang buruk terhadap politik itu sendiri. Selain itu, para
generasi muda Indonesia haruslah diperkenalkan dengan politik yang sebenarnya, agar
dikemudian hari mereka dapat menjadi generasi baru yang lebih bertanggung jawab. Sehingga
kondisi bangsa ini tidak terus terpuruk akibat politik tidak bertanggungjawab para pejabat
sekarang. Sedah seharusnya kita membanahi bangsa ini. Karena bila kondisi seperti ini terus di
budayakan, maka bukanlah hal yang mustahil jika suatu saat nanti nama Indonesia hanya tinggal
sejarah.

18
REFERENSI

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Politik
http://kabarsurade.blogspot.com/2016/11/makalah-perkembangan-politik-indonesia.html

19

Anda mungkin juga menyukai