Anda di halaman 1dari 62

HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI

BERBASIS AGRO

Disampaikan pada:
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2016
Jakarta, 16-17 Februari 2016
OUTLINE
I. PENDAHULUAN
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
II.B. INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam
yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan, dengan produksi tahun 2014 sebagai berikut :

CPO & CPKO Lada Pulp Kertas Karet Rotan


(31 juta ton) (88 ribu ton) (6,2 juta ton) (10,9 juta ton) (3,23 Juta Ton) (143 ribu Ton)
No.1 di Dunia No.3 Di Dunia No.9 di Dunia No. 6 di Dunia No.2 di Dunia No.1 Di Dunia

Kakao Rumput Laut (Kering) Kelapa Kopi Ikan dan Udang Teh Ubi Kayu
(450 ribu ton) (237 Ribu ton) (3,3 Juta Ton) (738 Ribu Ton) (10,5 Juta Ton) (147,7 ribu Ton) (24 Juta
No.3 di Dunia No.1 di Dunia No. 1 Di Dunia No. 4 di Dunia No. 2 di Dunia No.7 di Dunia Ton)

2. Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di
dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014:

Jagung Kedelai Kertas Bekas Daging Gula Beras


(16,72 Juta Ton) (2,67 juta Ton) (6,5 Juta Ton) (594 ribu Ton) (5,88 Juta Ton) (30,13 juta Ton)
Impor Impor Impor Impor Impor Impor
(3,2 Juta Ton) (2,16 Juta Ton) (3,5 Juta Ton) (69 ribu Ton) (2,86 Juta Ton) (537 ribu Ton)

4
4
B. LINGKUP BINAAN DJIA
Industri Hasil Hutan dan Industri Makanan, Hasil Laut Industri Minuman,Tembakau
Perkebunan dan Perikanan dan Bahan Penyegar

 Biskuit  Pengolahan Buah-buahan dan


 Furnitur dari Kayu  Daging dalam kaleng Sayuran
 Tepung kelapa (desiccated coconut)
 Industri Furnitur dari Rotan atau Bambu  Pengolahan Produk dari Susu
 Pengolahan ikan dan udang beku
 Panel Kayu lainnya
 Ikan dalam kaleng  Pengolahan Es Krim dan sejenisnya
 Kerajinan Ukir-ukiran dari Kayu  Kecap dan saos lainnya, kerupuk udang  Pengolahan Kopi, Pengolahan Teh
 Moulding dan Komponen Bahan Bangunan  Margarine, mete olahan
 Peti Kemas dari Kayu  Mie instan
 Pengolahan Herbal, Sirop
 Anyam-anyaman dari Rotan dan Bambu  Minyak goreng kelapa/minyak kelapa  Air Minuman dan Air mineral
 Bubur Kertas (Pulp) , Kertas Budaya , Kertas  Minyak goreng lain dari minyak nabati  Minuman keras,
 Minyak goreng sawit
Berharga  Minuman Anggur (wine)
 Monosodium glutamat (MSG)
 Kertas Khusus , Kertas Industri, Kertas Tissue
 Olahan rumput laut (agar-agar)  Minuman ringan
 Kemasan dan Kotak dari Kertas dan Karton  Pakan ternak/ikan  Pengolahan Tembakau, Rokok
 Buku, Brosur, Buku Musik, dan Publikasi lainnya  Pengolahan dan Pengawetan Biota Air Kretek
 Penerbitan Surat Kabar, Jurnal dan Majalah lainnya
 Rokok Putih
 Percetakan, Jasa Penunjang Percetakan  Pengolahan rumput laut
 Pengasapan Karet, Remiling Karet  Makanan ringan (snack food)
 Bumbu Rokok dan kelengkapan
 Minyak Makan dan Lemak Nabati & Hewani
Rokok lainnya
 Karet Remah (Crumb Rubber)
lainnya  Saccharin dan Natrium Siklamat
 Biodiesel, Bio Ethanol
 Gelatin, Tepung Beras dan Tepung Jagung  Kakao dan coklat olahan
 Bahan Kimia Organik Lainnya dari Hasil Pertanian
 Pati Beras dan Jagung
 Hilir Kelapa Sawit  Tepung ikan, tepung tapioka
 Tepung terigu, makaroni dan sejenisnya
 Gula pasir, gula pasir (gula kristal rafinasi)
 Kembang gula, gula lainnya
5
C. GAMBARAN UMUM INDUSTRI AGRO
Indikator 2011 2012 2013 2014*) 2015**)
Pertumbuhan (%) Tahun Dasar 2010 7,42 7,20 3,27 8,29 5,82
Kontribusi Terhadap PDB Industri 44,99 44,77 43,72 44,77 45,42
Pengolahan Non-Migas (%)
Nilai Ekspor (US$ Miliar) 39,85 40,34 38,87 42,60 39,15
Nilai Impor (US$ Miliar) 10,50 13,50 13,5 13,94 11,95
Nilai Investasi
PMDN (IDR Triliun) 17,75 18,78 22,32 24,2 32,25
PMA (US$ Miliar) 1,41 3,17 3,33 3,91 2,27
“Peran sektor industri agro terhadap industri non-migas sebesar 45,42 % pada tahun 2015
disumbangkan oleh industri makanan dan minuman sebesar 30,84%, industri pengolahan tembakau
5,19 %, industri hasil hutan dan perkebunan***) 9,39 %.”

Sumber : BPS dan BKPM diolah Ditjen Ind. Agro

Cat. :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
***) Industri Hasil Hutan dan Perkebunan terdiri dari Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan
Sejenisnya; Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman; dan industri furnitur.

6
6
D. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
a. Industri
Pengolahan Ikan
dan Hasil Laut
b. Industri Bahan
Penyegar.
c. Industri
Pengolahan Minyak
Nabati.
d. Industri
Pengolahan Buah-
Industri Furnitur dan
Buahan dan
Barang Lainnya dari
Sayuran.
Kayu
e. Industri Tepung.
f. Industri gula
berbasis tebu.

a. Industri Oleofood.
b. Industri Oleokimia.
c. Industri Kemurgi.
d. Industri Pakan.
e. Industri Barang dari
Kayu.
f. Industri Pulp dan
Kertas.

“Industri Prioritas berbasis Agro diarahkan pada hilirisasi Industri Hulu Agro, Industri Pangan
dan Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu.”

7
7
D. SASARAN STRATEGIS DAN HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

SASARAN STRATEGIS
1. Meningkatnya Populasi Industri berbasis Agro;
2. Meningkatnya Daya Saing dan Produktifitas Industri Agro.

STRATEGI
Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong
pengembangan industri hilir yang menggunakan
bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA
HILIRISASI INDUSTRI yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.

1. MENINGKATKAN NILAI TAMBAH DAN


Fokus Pembangunan MEMPERKUAT STRUKTUR INDUSTRI
Hilirisasi:
2. MENUMBUHKAN POPULASI INDUSTRI
KELAPA SAWIT TUJUAN
RUMPUT LAUT 3. MENYEDIAKAN LAPANGAN KERJA
KAKAO
4. MENCIPTAKAN PELUANG USAHA

8
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO

A. Industri Berbasis Minyak Sawit


B. Industri Pengolahan Rumput Laut
C. Industri Pengolahan Kakao

9
9
II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

a. Indonesia merupakan negara produsen Minyak Mentah Sawit (CPO


& CPKO) terbesar di dunia, dengan produksi CPO tahun 2014 sekitar
31,5 juta ton dan produksi CPKO tahun 2014 sekitar 4,1 Juta Ton.

b. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.14 tahun 2015 tentang


Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-
2035, industri pengolahan kelapa sawit (turunan MSM) merupakan
salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai
tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical,
kemurgi dan pharmaceutical.

c. Produksi CPO diperkirakan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020,


dan mencapai 60 Juta Ton pada tahun 2030. Produksi diperkirakan
melebihi angka proyeksi diatas karena intensifikasi dan ekstensifikasi.

d. Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku
industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak
goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu
oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan bioenergy/ biodiesel.

10
10
II.A.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR CPO

Sumut

Riau
Kaltim
Kalbar
Kalteng

Papua

11
II.A.2. KINERJA INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT

Tahun
No Uraian Satuan
2010 2011 2012 2013 2014*
1 Investasi Trilyun Rupiah 25.4 26.3 27.8 27.8 29.5
2 Jumlah Unit Usaha Unit 85 89 93 95 106
3 Kapasitas Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 26.500 27.200 28.000 32.000 35.000
Oleokimia Ribu Ton 2.520 2.650 2.700 3.100 3.500
Biodiesel Kilo Liter (KL) 5.590.000 5.600.000 5.670.000 5.750.000 6.400.000
4 Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 1.650 17.300 17.400 17.450 22.250
Oleokimia Ribu Ton 1.195 1.250 1.300 2.100 2.850
Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.685.000 2.750.000 2.800.000 1.850.000 2.785.000
5 Konsumsi
Minyak Goreng Sawit Ton 4.875.000 5.350.000 5.500.000 5.575.000 5.750.000
Oleokimia Ton 240.000 245.000 250.000 260.000 350.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 728.000 735.000 750.000 750.000 1.365.000
6 Ekspor
Minyak Goreng Sawit Ton 10.850.000 11.350.000 11.900.000 12.050.000 16.500.000
Oleokimia Ton 1.015.000 1.030.000 1.050.000 1.070.000 2.500.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.020.000 2.035.000 2.050.000 1.110.000 1.420.000
7 Impor Ton - - - - -
8 Tenaga Kerja Orang 287.000 325.000 330.000 330.000 335.000
* Untuk tahun 2014 data masih bersifat Prognosa Sumber : BPS diolah Kemenperin

12
12
II.A.3. Pohon Industri Minyak Sawit
MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak Inti Sawit


Minyak Sawit Kasar (PKO)
(CPO)

Toco Beta Fatty Acid/ Stearin Cocoa Butter Soap Chip


Olein Asam Amino PFAD Gliserol Sabun
pherol Karoten Asam Lemak Substitute
Batangan
(CBS)

Minyak Metil Ester Fat Cocoa Butter


Margarine Shortening Substitute
Goreng Powder Glycerol
(CBS) Lipase
Vegetable Mono Oleat
Margarin Shortening
Minyak Salad Ghee
Protein
Fatty Confectionaries Cocoa Butter Bahan Dasar Sel Tunggal
Surfaktan Biodiesel
Alcohol dan Eskrim Substitute (CBS) Kosmetika
Methyl Ester Sulfonat

Detergen

Metalic Salt : Polyethoxylated Oxygenated Processed Fatty


Fatty Amines : Fatty Acids Amides Food
Ester Asam Lemak : Derivates : Fatty Acid/Ester: Alkohol
Oleat/Ba Emulsifier
Palmitat/Ethylene Secondary C16 &
Palmitat/Propand Palmitat Stearat/ C16&C18 Alcohol/ Stearamide
Propylene Oxide C18 / Ethoxylated Epoxy Stearic/
Ca, Zn Octanol Ester Sulphated
Stearat Alkanolamides
Stearat/Ethylene Betain
Sulfonat Stearat/Ca, Mg C16&C18 Alcohol/
Propylene Oxide Epthio Stearin Sulphated
Oleat/Glycol Stearat/ Al, Li C16 & C18 / Mono & Esterified Alcanolamide of
Oleic Acid Dimer Ethoxylated C16&C19 Alcohol/
Propylene Glycol Polyhydric Alcohol Palmitat, Stearic &
Oleat/ Zn, Pb Ethylene Ethoxylation
Ester Oleic Acids
Propylene Oxide
Keterangan Warna Monogliserida Oleamide
Ethoxylation

Sudah diproduksi di Indonesia Target Diverisifkasi Produk Jangka Menengah (hingga 2014)
Belum diproduksi di Indonesia Target Diverisifkasi Produk Jangka Panjang (2014 - 2025)

13
II.A.4. Peta Lokasi Potensial Kawasan Industri Palm Oil Green Economic
25 POMs 92 POMs 140 POMs 42 POMs 1 POMs
980 ton 3815 ton 6660 ton 2245 ton 40 ton
FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour

29 POMs
1545 ton
65 POMs FFB/Hour 4 POMs
7 POMs 360 ton

3 5475 ton
FFB/Hour 6 POMs
260 ton
FFB/Hour
590 ton
FFB/Hour
FFB/Hour

3 POMs
140 Ton

1 FFB/hour

16 POMs
1235 ton
2
26 POMs FFB/Hour
1645 ton 58 POMs
FFB/Hour 3555 ton 3 POMs
FFB/Hour 260 ton
19 POMs
2 POMs FFB/Hour
990 ton
150 ton
FFB/Hour
FFB/Hour
10 POMs
375 ton
1 POMs 43 POMs
FFB/Hour
60 ton
1 POMs
3100 ton
15 POMs Total: 689 POMs
30 ton 770 ton
FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour (Palm Oil Mill/ Pabrik Kelapa Sawit)

1. Kawasan Industri Pelintung – Dumai – Riau


2. Kawasan Industri Bontang – Kalimantan Timur
3. Kawasan Industri Sei Mangkei – Sumatera Utara
Prinsip Pengembangan
Kawasan Industri Palm Oil Green Economic Zone

Pembangunan Kawasan Industri berkelas dunia (world


class level) untuk Industri Pengolahan Minyak Sawit
• Ketersediaan Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri
• Biaya logistik yang rendah dari fasilitas pelabuhan berkelas dunia.
• Kawasan Industri yang efisien menciptakan daya saing industri.
• Pengembang dan Manager Kaasan Industri telah tersedia.

Mengadopsi prinsip Green and Sustainable Aspect yang


bersertifikat internasional.
• Menggunakan bahan baku yang bersertifikat sustainable > 80%
• Mengunakan green energy (natural gas, biomass, etc.) > 15%.
• Mengadaptasi prinsip 3R (Reduce Reuse Recycle).
• Memperkenalkan teknologi industri baru yang ramah lingkungan.
• Monitoring berkelanjutan atas pengurangan emisi Gas Rumah Kaca
sesuai dengan Konvensi Internasional (COP21 Paris)

Tata kelola Kawasan Industri berkelas Interanasional


• Otoritas pengelola Kawasan yang mempunyai kewenangan
pengambilan keputusan.
• Pelayanan satu pintu untuk perizinan, kepabeanan, perpajakan, dsb.
• Insentif Perpajakan khusus ((tax, facility, etc.) untuk tenant industri.
15
15
a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei
Simalungun Sumatera Utara

b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai


Provinsi Riau

c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang

16
II.A.4.a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei
Simalungun Sumatera Utara
1. Industri Refinery
Bahan baku : CPO & CPKO
Jenis Produk : RBDPO, RBD PKO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearine
Kapasitas : 1000 ton CPO/hari
Lokasi : Sei Mangkei Sumut
Nilai Investasi : Rp 700 miliar
Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol


Bahan baku : Refined Palm Oil
Jenis Produk : fatty acid, fatty alcohol,
Kapasitas : 120.000 ton/tahun
Lokasi : Sei Mangkei Sumut
Nilai Investasi : Rp 2 triliun
Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Advanced biomaterial


Bahan baku : tandan kosong sawit & kayu kelapa sawit
Jenis Produk : bioplastic, paper board
Kapasitas : 3.000 ton /tahun
Lokasi : Sei Mangkei Sumut
Nilai Investasi : Rp 500 miliar
Tenaga kerja : 200 org

17
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1 (satu) juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per
tahun.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang untuk operasional industri dan
kawasan.
3. Mengoptimalkan fasilitas riset Pusat Inovasi yang dibangun Sei Mangkei,
dengan menghasilkan produk baru bioplastic, paper board, dsb.
4. Mendorong tumbuhnya industri kelapa sawit yang sustainable-certified dengan
landmarknya pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia
5. Meningkatkan perekonomian wilayah dengan menjadikan Sei Mangkei sebagai
pusat ekonomi baru dengan konektivitas tinggi.

18
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

PERMASALAHAN

1. Harga gas masih tinggi (US$ 16,1/mmbtu)


2. Harga jual lahan kavling kawasan industri terlalu mahal
3. Konektivitas kawasan industri dengan pelabuhan masih perlu ditingkatkan
(jaringan jalan tol, KA dan kawasan permukiman)
4. Belum adanya partner teknologi untuk industri advanced biomaterial
5. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (Kementerian BUMN)
kepada PTPN III untuk membangun pabrik pengolahan minyak sawit (refinery/
pabrik minyak goreng di Kawasan Industri Sei Mangkei

19
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan Sudah dilakukan (tanggal 8
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone) Januari 2016)

2. Rapat koordinasi pengembangan Klaster/Kawasan Sudah dilakukan (tanggal 4


Industri Sei Mangkei November 2015)

3. Penyusunan R-Perpres tentang Penyusunan Harga Gas R-perpres Final telah disusun
Industri, khususnya di Kawasan Sei Mangkei dan segera diundangkan

4. Bantuan Kemenperin untuk infrastruktur Kawasan Industri Telah dilakukan pembangunan


Sei Mangkei dan selesai pada akhir tahun
 Gedung dan Fasilitas Pusat Inovasi Sawit 2015
 Dry Port kap. 5.300 TEUs
 Jalur KA 2,95 Km
 Tank Farm 2 x 3000 Ton dan 2 x 5000 Ton.
 Jalan ROW 62 4,785 Km & saluran induk.

20
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

RENCANA AKSI

Kegiatan Status
5. Pembangunan Infrastruktur Kawasan oleh PTPN III Telah dilakukan pembangunan
(pemilik kawasan industri) dan selesei pada akhir tahun
 Waste Water Treatment Plant Kap. 250 m3/jam 2015
 Gardu Induk PLN
 Jalur Pipa gas dan Metering Gas Bumi

6. Rencana Pembangunan Tahun 2016 Akan dilaksanakan pada tahun


 Tank Farm 6 unit 2016
 Kolam raw water dan intake, WTP kap. 500 m3/jam,
round tank kap. 500 m3/jam, dan jaringan air bersih.
 Jalan kawasan, saluran saluran induk dan pagar Kavling
Industri.
 Dry Port Domestik Kantor Utama dan sarana penunjang
kawasan luas 7000 m2

21
II.A.4.b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai
Provinsi Riau

1. Industri Green Diesel


Bahan baku : CPO
Jenis Produk : HVO (Hydrogenated Vegetable Oil)
Kapasitas : 100.000 TPY
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp. 3 Triliun.
Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty acid-fatty alcohol- Methyl Ester High Purity (HP)


Bahan baku : Refined Palm Oil
Jenis Produk : Fatty acid, fatty alcohol,
Kapasitas : 150.000 ton/thn
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 2 triliun
Tenaga kerja : 400 org

3. Industri Surfaktan Pengeboran Minyak


Bahan baku : Methyl Ester
Jenis Produk : Methyl Ester Sulphonate
Kapasitas : 10.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 1 Triliun
Tenaga kerja : 200 org

22
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

4. Industri Minyak Goreng Merah


Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Red palm oil
Kapasitas : 10.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 400 Miliar
Tenaga kerja : 200 org

5. Pengolahan Limbah padat Industri minyak goreng (SBE/ Spent Bleaching Earth )
Bahan baku : Limbah SBE
Jenis Produk : Batu Bata
Kapasitas : 10.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 250 Miliar
Tenaga kerja : 250 org

6. Industri Bio lubricant


Bahan baku : Fatty Acid Asam Oleat
Jenis Produk : Glycerol Mono Oleat
Kapasitas : 25.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 300 Miliar
Tenaga kerja : 250 org

23
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

MANFAAT

1. Mengolah sekitar 1,5 juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per thn.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 3.500 orang untuk operasional industri dan
kawasan industri.
3. Mengurangi impor BBM Solar dari produksi biodiesel existing di Pelintung
Dumai sebesar 1,4 Juta KL/thn dan tambahan dari investasi Green Diesel
hingga 100.000 KL/per thn.
4. Mengurangi impor surfaktan pengeboran minyak (EOR) senilai 2,5 Juta
USD/thn.
5. Memasok kebutuhan surfaktan EOR di sekitar sumatera bagian tengah untuk
mendongkrak produksi minyak hingga 75.000 barrel per hari.
6. Menyelesaikan masalah Limbah padat SBE menjadi produk yang bernilaiguna.
7. Mempromosikan minyak goreng merah sebagai produk pangan sehat/alami dan
bernutrisi sesuai SNI 7719:2008

24
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

MANFAAT

8. Memperkenalkan produk biolubricant sebagai produk pelumas ramah


lingkungan.
9. Menjadikan Provinsi Riau sebagai lumbung energi terbarukan berbasis minyak
sawit untuk memenuhi kebutuhan BBM nasional dan menjalankan kebijakan
mandatory Biodiesel B-20.
10. Menggeser dominasi Singapore dalam pelayanan bunkering BBM dan
memaksimalkan peluang Dumai sebagai pusat logistic BBM .

25
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

PERMASALAHAN

1. Kawasan Industri Pelintung Dumai belum dijadikan Pusat Logistik Berikat


sesuai PP No. 85 Tahun 2015.
2. Belum dibangun pipa dan belum ada pasokan Gas Bumi untuk Kawasan
Industri Pelintung Dumai.
3. Investasi untuk Green Diesel sangat tinggi perlu dukungan konkret dari
Pemerintah dalam hal insentif, standarisasi, dan tata niaga khusus untuk
pemasaran/penggunaan Green Diesel.
4. Harga Minyak Dunia masih relative rendah, industri surfaktan untuk Enhanced
Oil Recovery (EOR) menjadi kurang kompetitif.
5. Belum ada dukungan kebijakan pemerintah untuk industri/pemasaran produk
baru minyak goreng merah.
6. Limbah SBE masih dikategorikan sebagai B3 sehingga perizinan industri
pengolahan SBE menjadi bahan bangunan menjadi kompleks.

26
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm Sudah dilakukan (tanggal 8 Januari 2016)
Oil Green Economic Zone)
2. Mengusulkan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai Pusat Logistik Direncanakan pada tahun 2016 dapat
Berikat (PP 85/2015) terealisasi
3. Koordinasi penyaluran gas bumi ex-chevron ke KI Pelintung Dumai Direncanakan pada tahun 2016 dapat
terealisasi
4. Koordinasi pengembangan teknologi green diesel termasuk insentif, Dilaksanakan pada tahun 2016
standarisasi, dan tata niaga Green Diesel
5. Penambahan kapasitas pelabuhan Pelintung Dumai, oleh Wilmar Group Direncanakan pada tahun 2017 dapat
selaku pengembang kawasan industri terealisasi
6. Fasilitasi Insentif dan kemudahan perizinan/ legalitas menyangkut Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat
Pengelolaan Limbah B3 untuk pabrik batu bata di Pelintung Dumai terealisasi
7. Pengujian kesesuaian produk minyak goreng merah dengan SNI Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat
7719:2008. terealisasi
8. Promosi Investasi dan Fasilitasi pembangunan pabrik biolubricant dan Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
pabrik surfactant
9. Koordinasi pengembangan teknologi, standarisasi produk, dan Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
pemasaran produk surfaktan pengeboran minyak
10. Fasilitasi pemasaran biodiesel dan green diesel untuk memenuhi Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
kewajiban/ mandatory Biodiesel 20% (B-20)

27
II.A.4.c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang

1. Industri Biodiesel
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Biodiesel
Kapasitas : 300.000 TPY
Lokasi : Bontang – Kaltim
Nilai Investasi : Rp. 600 Miliar.
Tenaga kerja : 300 org

2. Industri Fatty Amine


Bahan baku : Fatty Acid based dan Ammonia
Jenis Produk : fatty Amine
Kapasitas : 50.000 ton/thn
Lokasi : Bontang Kaltim
Nilai Investasi : Rp 750 Miliar
Tenaga kerja : 200 org

3. Industri Minyak Goreng


Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Minyak Goreng
Kapasitas : 300.000 ton /tahun
Lokasi : Bontang Kaltim
Nilai Investasi : Rp 600 Miliar
Tenaga kerja : 200 org

28
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

MANFAAT

1. Infrastruktur, listrik, gas, SDM industri, pelabuhan existing telah tersedia,


selama ini untuk operasional industri petrokimia.
2. Mengolah sekitar 650.000 Ton CPO per tahun dari sekitar Kaltim
3. Menyerap tenaga kerja sekitar 750 orang.
4. Meningkatkan ekspor produk fatty amine senilai USD 50 Juta per tahun.
5. Memenuhi kebutuhan dan mengurangi impor Biosolar (B-20) sebesar 1,5 Juta
KL untuk pertambangan, transportasi, dan industri di Kawasan Indonesia Timur
6. Memenuhi kebutuhan minyak goreng/sembako di Kalimantan Timur dan
sekitarnya sekitar 300.00 Ton per tahun (selama ini didatangkan dari Pulau
Jawa).

29
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

PERMASALAHAN

1. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (PIHC dan Kemen. BUMN)
untuk membangun industri Biodiesel dan minyak goreng di Bontang – Kaltim.
2. Lahan di Kota Bontang sudah habis, perlu perluasan kearah Kab. Kutai Timur,
3. Hambatan adminstratif, lahan perluasan masih berstatus Taman Nasional dan
masuk wilayah Kab. Kutai Timur.

30
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)

RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan Sudah dilakukan (5 Februari 2016)
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)

2. Mengusulkan perubahan status lahan Taman Dilaksanakan tahun 2016 – 2017


Nasional Kutai untuk kawasan industri.

3. Koordinasi pasokan methanol sebagai bahan Dilaksanakan tahun 2016 – 2017


penolong industri biodiesel.

4. Koordinasi pemasaran biosolar untuk pertambangan Dilaksanakan tahun 2016 – 2017


dan industri di wilayah Indonesia Timur.

5. Fasilitasi dan koordinasi pembangunan pabrik dan Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
pemasaran produk Fatty amine (dalam/luar negeri)

6. Koordinasi dan fasilitasi pembangunan pabrik Dilaksanakan tahun 2016 – 2017


minyak goreng di Bontang- Kaltim untuk memenuhi
kebutuhan Indonesia timur

31
II.B. INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT
1. Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan
produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton),
yang terdiri dari:
 Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton
 Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton
 Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton
2. Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi
rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil
produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering,
yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru
sebesar 81.394 ton (34,2%).
3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan
pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (pro-job), Pertumbuhan ekonomi (pro-
growth), Kesejahteraan masyarakat (pro-poor).

32
32
II.B.1. JENIS RUMPUT LAUT KOMERSIAL INDONESIA

Penghasil Karagenan (refined dan semi-refined)


• Spesies yang dibudidayakan: E. cottonii and E. spinosum
• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar):
Hypnea sp & Eucheuma sp
Eucheuma sp

Penghasil Agar
• Spesies yang dibudidayakan : G. gigas, G. verucosa, G. lichenoides
• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar): Gelidium sp, Pterocladia
sp, Gelidiela sp
Gracilaria sp

Penghasil Alginat
• Tumbuh liar : Sargassum sp
• Rumput laut lain penghasil Alginat: Turbinaria sp

Sargassum sp
33
33
II.B.2. SEBARAN RUMPUT LAUT INDONESIA

34
II.B.4. KINERJA INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT
Tahun
No. URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1. Jumlah Investasi juta USD 114 114 120 130 130
2. Jumlah Perusahaan : unit 22 22 23 25 25
a. Karaginan unit 14 14 15 16 16
b. Agar unit 8 8 8 9 9
3. Kapasitas Terpasang ton 19.938 20.883 21.874 22.912 24.000
a. Karaginan ton 14.809 15.549 16.327 17.143 18.000
b. Agar ton 5.129 5.334 5.547 5.769 6.000
4. Produksi : ton 12.436 13.033 13.658 14.314 15.000
a. Karaginan ton 9.872 10.366 10.884 11.429 12.000
b. Agar ton 2.564 2.667 2.774 2.885 3.000
5. Konsumsi ton 11.786,32 12.174,30 8.793,36 9.217,16 10.826,84
Ekspor
6.
Nilai (Ribu USD) 10.693,16 12.627,49 12.861,06 13.084,36 11.910,74
Agar
Berat (Ton) 1.720,69 1.872,76 1.291,60 1.055,93 774,40
Nilai (Ribu USD) 8.743,82 12.127,10 30.905,21 33.988,56 31.797,70
Karagenan
Berat (Ton) 936,65 1.210,62 4.439,85 4.757,21 3.884,38
Impor
7.
Nilai (Ribu USD) 3.305,46 3.742,55 964,24 1.009,41 707,07
Agar
Berat (Ton) 750,16 903,86 714,04 381,89 133,25
Nilai (Ribu USD) 7.928,38 8.926,59 3.235,51 4.931,25 4.513,09
Karagenan
Berat (Ton) 1.257,50 1.320,82 242,77 334,41 352,37
8. Jumlah Tenaga Kerja orang 2.860 2.860 2.960 3.100 3.100
Sumber : BPS diolah oleh Ditjen Industri Agro
35
II.B.5. POHON INDUSTRI RUMPUT LAUT

Rumput Laut

Gracilaria sp Alkali Treated Farmasi, kosmetik,


Agarophyte
Gracilaria Agar
(Chip) makanan, Pet food, kultur
jaringan, cetakan gigi
Gelidium sp
Agarophyte
Alkali Treated Dairy, minuman, dressing,
Eucheuma sp Karaginan
Carrageenophyte
Eucheuma
(SC,SRC,RC) saus, makanan diet, pet
food, farmasi
Sargassum sp
Alginophyte
Dairy, roti, saus, tekstil,
Turbinaria sp kosmetik, minuman,
Alginophyte
Alginat
farmasi

36
II.B.6. PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN

Pembangunan industri di sektor hulu antara dalam rangka memenuhi


kebutuhan bahan baku industri hilir berbasis rumput laut, melalui :

1. Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut Alkali Treated Glacilaria (ATG)


Lokasi : Kelurahan Toro, Kec. Tanete Riatang Timur, Kab. Bone, Sulsel
Kapasitas : 6.000 Ton per tahun
Jenis Produk : Chip (rumput laut kering, bersih dalam bentuk potongan)
Tenaga Kerja : Pabrik : 50 orang
Pendukung : 2.100 orang (on farm)
Nilai Investasi : Rp. 30 Milyar
2. Pengelola : KOSPERMINDO Sulawesi Selatan
3. Offtaker : PT. AGARINDO BOGATAMA

37
37
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

MANFAAT
1. Dampak Ekonomi Wilayah

• Pengembangan luas lahan budidaya rumput laut Glacilaria + 700 Ha.


• Penyerapan tenaga kerja di sektor budidaya rumput laut + 2.100 orang.
• Membangkitkan ekonomi daerah.
• Menciptakan industri turunan rumput laut : agar-agar, farmasi, kosmetik
dan produk makanan lainnya.
• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah + Rp. 35 juta
per tahun.
• Menjaga stabilitas harga rumput laut minimal p. 6.000 per kg.

38
38
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

MANFAAT
2. Aspek Sosial

• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kegunaan rumput laut.
• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke formal (pertanian
ke industri)
• Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional


• Meningkatkan daya saing industri agar-agar
• Meningkatkan ekspor produk agar-agar
• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan rumput laut di dalam negeri
• Mengurangi impor bahan baku
4. Dampak yang Bernilai Tambah
• Meningkatkan nilai tambah rumput laut di dalam negeri
• Meningkatkan devisa Negara melalui ekspor produk agar-agar

39
39
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
RENCANA AKSI
NO KEGIATAN STATUS
1. Melakukan koordinasi dengan Pemda, Kospermindo, PT. Agarindo Sudah dilakukan
Bogatama dalam rangka penetapan lokasi, pengelolaan pabrik, dan
pengembangan industri turunan.
2 Pembebasan tanah koperasi oleh Pemda Belum
3 Menetapkan Kospermindo sebagai pengelola pabrik Sudah dilakukan
4 Menetapkan PT. Agarindo Bogatama sebagai offtaker Sudah dilakukan
5 Penyediaan anggaran APBN untuk penyusunan DED dan Pembangunan Diangarkan tahun 2016-2017
Pabrik
6 Menyusun DED pabrik pengolahan Alkali Treated Glacilaria (ATG) Dilaksanakan tahun 2016
7 Penyediaan sarana mesin dan bak pencuci (washing treatmen) Dilaksanakan tahun 2017
8 Penyediaan sarana mesin untuk mendukung proses produksi Alkali treated Dilaksanakan tahun 2018
Glacilaria (ATG)
9 Penyediaan sarana mesin dalam rangka penambahan kapasitas produksi Dilaksanakan tahun 2019
Alkali Treated Glacilaria (ATG)
10 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pabrik Alkali Treated Dilaksanakan tahun 2016- 2019
Glacilaria (ATG)

40
40
II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

• Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun
2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 9 % dari
produksi kakao dunia (4,3 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2
juta ton.

• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa
liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.

• Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao meningkat dari 735.000 ton tahun 2013 meningkat
menjadi 765.000 ton (naik 4%) pada tahun 2014 dengan kenaikan produksi dari 324.000 ton pada
tahun 2013 meningkat menjadi 390.000 pada tahun 2014 (naik 20%).
• Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa
Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun
hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.

• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat
seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.

• Indonesia memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman kakao, saat ini memiliki areal perkebunan
kakao sekitar 1,7 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekitar 95% perkebunan kakao di
Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lebih dari 60% produksi kakao nasional berasal dari
Sulawesi.

41
II.C.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Sumbar
Sulteng

Sulbar
Sultra
Jabar
Banten Sulsel

42
II.C.2. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
TAHUN
NO URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600
2 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 16 18 19
3 Kapasitas Ribu Ton 345 560 660 735 765
4 Produksi Ribu Ton 150 250 310 324 390
5 Konsumsi Ribu Ton 36,42 59,30 68,61 128,18 102,33
6 Ekspor
Biji Kakao Ton 432.427 210.067 163.501 188.420 63.334
Kakao Olahan Ton 103.055 178.951 196.480 196.333 242.206
Total Ribu Ton 535,48 389,02 359,98 384,75 305,54
Nilai Ribu USD 1.596.824 1.291.397 994.813 1.099.736 1.095.429
7 Impor
Biji Kakao Ton 24.830 19.100 23.943 30.766 109.410
Kakao Olahan Ton 13.851 15.400 13.338 18.480 14.269
Total Ribu Ton 38,68 34,50 37,28 49,25 123,679
Nilai Ribu USD 137.082 136.710 131.509 147.534 392.427
8 Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.300 4.300 5.300 5.800
Sumber : BPS diolah Ditjen Ind Agro

43
II.C.3. POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Bahan Mentah Produk Setengah Jadi Produk Hilir
Berbasis Kakao
(Intermediate Goods)
Essence (Flavour)

Cake
Powder Malt Extract

Minuman Cokelat
Biji Liqour
Cokelat
Kembang Gula

Butter/ Fat Oleo Chemical


Es Krim
kakao
Fatty Acid
Pupuk
Kosmetika
Single Cell Protein
Tannin
Shell , Pulp , Pod Pektin
Bahan Bakar
Alkohol
Plastik Filler
Jelly

44
44
II.C.4. RANTAI PROSES KAKAO DAN COKLAT

Bahan Mentah

Produk Setengah
Jadi (Intermediate
Goods)

Produk Hilir
Berbasis Kakao

45
45
II.C.5. PRODUK TURUNAN KAKAO YANG DIKEMBANGKAN DI INDONESIA

Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat dari biji kakao kering
melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao
yang semula padat menjadi semi cair atau cair.

Cocoa liquor

pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan menghasilkan


lemak kakao (cocoa butter)

Cocoa butter

pasta cokelat diproses lebih lanjut, maka akan


menghasilkan bubuk kakao (cocoa powder).

Cocoa powder
46
46
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI

No Masalah Solusi
1 Produksi Biji Kakao yang menurun  Program Gernas Kakao harus dilanjutkan hingga beberapa
 Perkebunan kakao di Indonesia umumnya sudah tahun kedepan sehingga target pemerintah yang ingin
berumur tua sehingga produktivitasnya sangat rendah menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao
yaitu hanya 0.3 ton/hektar/tahun, padahal potensinya terbesar dunia dapat tercapai dan kebutuhan industri
bisa sampai 2 ton/hektar/tahun. terpenuhi.
 Tahun 2014 impor biji kakao Indonesia melonjak hingga  Program ini juga untuk membantu meningkatkan
109.000 ton dari sebelumnya 30.000 ton, ini sebagai penghasilan dan kesejahteraan petani kakao mengingat
akibat dari menurunnya produksi biji kakao nasional. sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia berupa
perkebunan rakyat.
 Program Gernas Kakao difokuskan kepada rehabilitasi
kebun berupa sambung samping dan sambung pucuk
serta peningkatan tenaga penyuluh Pertanian.
 Program Gernas Kakao sebaiknya difokuskan hanya
kepada provinsi yang merupakan produsen utama biji
kakao sehingga hasilnya akan lebih efektif.
2 PPN 10% Atas Komoditi Primer  PPN atas komoditi primer harus segera dibebaskan
 Sejak tanggal 22 Juli 2014 transaksi pembelian biji kakao kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP).
local dikenakan kembali PPN 10% sesuai keputusan Hal ini sangat mendesak untuk meningkatkan daya saing
Mahkamah Agung. industri kakao.
 PPN ini menjadi beban untuk petani dan industri kakao  Pembebasan PPN ini dapat juga dengan memberlakukan
karena harus menyediakan modal kerja 10% lebih besar PPN Ditanggung Pemerintah atau solusi lainnya.
sehingga melemahkan daya saing industri.
 Akibat dari PPN ini beberapa industri kakao sudah
menghentikan produksinya.

47
47
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)

No Masalah Solusi
3 Revisi Tarif Bea Keluar Biji Kakao  Tarif Bea Keluar kakao yang saat ini dengan tarif progresif 0-
 Transaksi pembelian biji kakao local saat ini dikenakan PPN 15% diusulkan untuk direvisi dengan tarif flat 15%, dengan
10% dan jika impor biji kakao dikenakan tarif bea masuk 5%, pertimbangan :
PPN 10% dan PPH 2,5% (total 17,5%). o Agar seimbang antara pajak yang dikenakan atas
 Sementara Ekspor biji kakao saat ini dikenakan Bea Keluar transaksi local maupun ekspor.
dengan tarif progresif 0% s/d 15%. o Pantai Gading dan Ghana juga menerapkan pajak ekspor
 Jika harga biji kakao turun, maka tarif bea keluar menjadi 0 dengan tarif tunggal 15%.
atau 5% , hal ini akan mendorong biji kakao untuk diekspor o Agar adanya jaminan supply untuk industri kakao
dan industri akan kekurangan bahan baku. nasional.
o Untuk mengimbangi bea masuk kakao olahan di eropa
dengan tarif 4%-6%.
 Dana dari Bea Keluar kakao digunakan untuk melanjutkan
program Gernas Kakao.
4 Diskriminasi Tarif Bea Masuk Kakao Olahan di Uni Eropa  Lakukan lobby dengan pemerintah Uni Eropa untuk
 Hingga saat ini Industri kakao nasional masih mengalami menghapuskan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan
diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa tersebut.
dimana produk asal Indonesia dikenakan tarif 4%-6%,  Pemerintah perlu menagih janji Direktur Eksekutif ICCO yang
sementara produk sejenis asal Pantai Gading dan Ghana bea pernah menjanjikan untuk selesaikan masalah ini jika
masuknya 0%. Hal ini melemahkan daya saing industri Indonesia masuk menjadi anggota ICCO. Sejak dua tahun yang
nasional. lalu Indonesia sudah menjadi anggota ICCO dengan iuran
sekitar Rp.2 milyar/thn tapi belum ada realisasinya.
 Kami mengusulkan agar pemerintah mengancam untuk keluar
dari ICCO jika masalah ini tidak diselesaikan.

48
48
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)

No Masalah Solusi
5 Indonesia mengimpor cocoa powder lebih dari 10.000 ton/tahun  Pada tahun 2014 Indonesia hanya mengekspor biji kakao
 Import berasal dari Malaysia dan Singapura karena mereka sebanyak 63.000 ton, sementara kapasitas industri kakao di
mendapat tarif preferensi 0%. Malaysia dan Singapura totalnya sekitar 350.000 ton. Artinya
 Bea masuk biji kakao import di Indonesia 5% sedangkan di Malaysia dan Singapura tidak berhak menikmati fasilitas tarif
Malaysia dan Singapura 0%. Preferensi 0% karena Asean Content produk mereka kurang
dari 40%.
 Produk kakao olahan asal Malaysia dan Singapura harus
dikenakan tarif bea masuk MFN 10%.
6 Bea masuk 5% atas impor biji kakao  Bea masuk atas impor biji kakao sebaiknya dibuat 0% untuk
 Adanya bea masuk 5% atas impor biji kakao menyebabkan meningkatkan daya saing industri sehingga bisa mengurangi
industri nasional kurang berdaya saing. Akibatnya industri impor produk olahannya.
makanan/minuman Indonesia masih mengimpor cocoa  Untuk menghindari penyalahgunaan oleh importir atau
powder dari Malaysia dan Singapura lebih dari 10.000 ton membanjirnya biji kakao impor pemerintah bisa menerapkan
per tahun. system kuota kepada industri kakao.
 Bea masuk biji kakao di Malaysia dan Singapura 0% dan pada
saat diekspor ke Indonesia bea masuknya juga 0%.
7 Pengembangan industri hilir kakao  Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan
 Industri cokelat raksasa seperti Hersheys lebih memilih investasi kepada para investor industri hilir kakao agar mereka
berinvestasi di Malaysia. tertarik investasi di Indonesia.
 Investasi di Industri hilir kakao sangat bermanfaat karena
akan menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap
banyak tenaga kerja.

49
49
II.C.7. Strategi Pengembangan IKM Cokelat dan Penumbuhan Wirausaha Baru 2016-2020

2016 2017 2018 2019 2020

IDENTIFIKASI : REVITALISASI IKM REVITALISASI IKM


PENDIRIAN SENTRA - SENTRA
DAN
1. POTENSI BAHAN
BAKU
DAN DAN PENGEMBANGAN
IKM
PENUMBUHAN PENUMBUHAN (MODEL DAN INOVASI
2. TEKNOLOGI WIRA USAHA BARU WIRA USAHA IKM PENGOLAHAN - WIRASAHA
3. PERALATAN IKM PENGOLAHAN
PENGOLAHAN BARU IKM COKELAT, SUPORTING BARU
COKELAT
COKELAT PENGOLAHAN PERALATAN,
(PENUMBUHAN (SUPORTING PENDAMPINGAN
COKELAT TEKNIS)
WIRA USAHA BARU PERALATAN, (SUPORTING
DAN ENGEMBANGAN PENDAMPINGAN
IKM) PERALATAN,
TEKNIS) PENDAMPINGAN
4. IKM PENGOLAHAN
COKELAT TEKNIS)
5. INDUSTRI
PENUNJANG

50
50
II.C.8. POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO

POTENSI PNGOLAHAN KAKAO DI INDONESIA

INDUSTRI BESAR SEDANG (IBS)


IKM COKLAT COKLAT
PERMASALAHAN IKM PADA TEKNOLOGI DAN
MANAJEMEN UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI ADA SOLUSI 7 PERMASALAHAN
KAKAO PENGEMBANGAN INDUSTRI KAKAO SAAT INI
ADA ADA
SOLUSI SOLUSI

SUDAH ADA 20
SUDAH ADA 10
IBS PENGHASIL
CALON
BAHAN
TECKNOPARK
SETENGAH
COKLAT
JADI COKLAT

JIKA SETIAP TECKNOPARK JIKA SETIAP IBS MENDAPAT IKLIM


MENCIPTAKAN 20 WIRAUSAHA YANG USAHA KONDUSIV AKAN
BERPOTENSI MENDIRIKAN PABRIK MENCIPTAKAN 20 PABRIK HILIR
HILIR KAKAO - AKAN ADA 200 KAKAO MISALNYA 20 PRODUK
PABRIK CONFECTIONERY COKLAT CONFECTIONERY COKLAT, BAHAN
BAKU KOSMETIK DAN FARMASI

51
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

Hilirisasi pengembangan industri berbasis kakao dilakukan melalui pendeketan


konsep pembangunan Techno park. Lembaga-lembaga pengembangan olahan kakao
yang telah ada akan diarahkan untuk menjadi “Techno Park Hilirisasi
Pembangunan Industri Pengolahan Kakao”. Adapun hasil inventarisasi terdapat 10
Techno Park yaitu :
1.Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,
2.Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3.Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4.Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5.Techno Park Teaching Factory di UNHAS
6.Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7.Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8.Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9.Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
10. Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang

52
52
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

MANFAAT
1. Dampak Ekonomi Wilayah
• Meningkatkan produktivitas dengan lahan yang telah ada dengan potensi 2
ton/hektar/tahun.
• Penyerapan tenaga kerja di + 1,7 juta orang petani, Industri Pengolahan kakao setengah
jadi 100.000 orang, Industri Hilir pengolahan kakao 1.000 orang .
• Membangkitkan ekonomi daerah.
• Meningkatkan kesejahteraan petani kakao
• Menciptakan industri turunan kakao : confectionary, farmasi, kosmetik dan produk
makanan dan minuman lainnya berbasis coklat.
• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah.
• Menjaga stabilitas harga biji kakao minimal Rp. 35.000 /kg; produk hilir kakao minimal
Rp. 100.000 – 200.000 / kg

53
53
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

MANFAAT
2. Aspek Sosial

• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan


kegunaan kakao.
• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke
formal (pertanian ke industri)
• Peningkatan infrastruktur di daerah

3. Dampak Pemenuhan Kebutuhan Domestik dan Daya Saing Nasional


• Meningkatkan daya saing industri pengolahan kakao
• Meningkatkan pertumbuhan industri pengolahan kakao di dalam negeri
• Meningkatkan ekspor produk pengolahan kakao

54
54
II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

RENCANA AKSI
Tahun
No Uraian
2016 2017 2018 2019
1. Hilirisasi Industri Penetapan Lembaga Techno park hilirisasi industri kakao:
Makanan/Minuman 1. Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,
berbasis kakao 2. Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3. Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4. Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5. Techno Park Teaching Factory di UNHAS
6. Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7. Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8. Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9. Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang
2. Kegiatan  Identifikasi potensi dan  Pemenuhan Pelipatgandaan Pengembangan
penguatan IKM disekitar standardisasi (Multiflikasi) produk hilir
Techno park  Promosi value added,
 Penyiapan Tempat Uji peningkatan melakukan zero
Kompetensi (TUK), Lembaga konsumsi waste reduction
Sertifikasi Profesi (LSP) kakao dan
 Promosi peningkatan cokelat bagi
konsumsi kakao dan cokelat kesehatan
55
55
II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)

RENCANA AKSI
Tahun
No Uraian
2016 2017 2018 2019
3. Output  Dari 10 Techno park akan tercipta 200 wirausaha yang berizin P-IRT yang
diharapkan masing-masing akan membangun pabrik produk hilirisasi kakao
 Sertifikasi Kompetensi bagi tenaga kerja yang berkompeten.
4. Outcomes Tumbuhnya Tumbuhnya Tumbuhnya Tumbuhnya industri
industri makanan industri makanan industri makanan farmasi dan
dan minuman dan minuman dan minuman kosmetika berbasis
serta eduwisata serta eduwisata serta eduwisata cokelat
cokelat cokelat cokelat

56
56
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

57
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

58
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

59
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

60
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU

61
62

Anda mungkin juga menyukai