Program Kerja Ditjen IA Tahun 2016
Program Kerja Ditjen IA Tahun 2016
BERBASIS AGRO
Disampaikan pada:
Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Tahun 2016
Jakarta, 16-17 Februari 2016
OUTLINE
I. PENDAHULUAN
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
II.B. INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT
II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Industri Agro merupakan industri andalan masa depan, karena didukung oleh sumber daya alam
yang cukup potensial yang berasal dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, peternakan,
perkebunan dan kehutanan, dengan produksi tahun 2014 sebagai berikut :
Kakao Rumput Laut (Kering) Kelapa Kopi Ikan dan Udang Teh Ubi Kayu
(450 ribu ton) (237 Ribu ton) (3,3 Juta Ton) (738 Ribu Ton) (10,5 Juta Ton) (147,7 ribu Ton) (24 Juta
No.3 di Dunia No.1 di Dunia No. 1 Di Dunia No. 4 di Dunia No. 2 di Dunia No.7 di Dunia Ton)
2. Di samping itu, industri agro juga membutuhkan bahan baku impor, yaitu yang tidak tersedia di
dalam negeri atau tersedia namun jumlah tidak memenuhi, dengan kebutuhan total tahun 2014:
4
4
B. LINGKUP BINAAN DJIA
Industri Hasil Hutan dan Industri Makanan, Hasil Laut Industri Minuman,Tembakau
Perkebunan dan Perikanan dan Bahan Penyegar
Cat. :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
***) Industri Hasil Hutan dan Perkebunan terdiri dari Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan
Sejenisnya; Industri Kertas dan Barang dari Kertas; Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman; dan industri furnitur.
6
6
D. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
a. Industri
Pengolahan Ikan
dan Hasil Laut
b. Industri Bahan
Penyegar.
c. Industri
Pengolahan Minyak
Nabati.
d. Industri
Pengolahan Buah-
Industri Furnitur dan
Buahan dan
Barang Lainnya dari
Sayuran.
Kayu
e. Industri Tepung.
f. Industri gula
berbasis tebu.
a. Industri Oleofood.
b. Industri Oleokimia.
c. Industri Kemurgi.
d. Industri Pakan.
e. Industri Barang dari
Kayu.
f. Industri Pulp dan
Kertas.
“Industri Prioritas berbasis Agro diarahkan pada hilirisasi Industri Hulu Agro, Industri Pangan
dan Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu.”
7
7
D. SASARAN STRATEGIS DAN HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
SASARAN STRATEGIS
1. Meningkatnya Populasi Industri berbasis Agro;
2. Meningkatnya Daya Saing dan Produktifitas Industri Agro.
STRATEGI
Hilirisasi adalah istilah untuk mendorong
pengembangan industri hilir yang menggunakan
bahan baku SDA potensial di Indonesia, baik SDA
HILIRISASI INDUSTRI yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan.
8
II. HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI AGRO
9
9
II.A. INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
d. Pemanfaatan CPO selama ini digunakan oleh industri dalam negeri sebagai bahan baku
industri turunan CPO yang masih terbatas yaitu industri pangan (antara lain minyak
goreng, margarin, shortening, CBS, Vegetable Ghee) dan industri non pangan yaitu
oleokimia (antara lain fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan bioenergy/ biodiesel.
10
10
II.A.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR CPO
Sumut
Riau
Kaltim
Kalbar
Kalteng
Papua
11
II.A.2. KINERJA INDUSTRI BERBASIS MINYAK SAWIT
Tahun
No Uraian Satuan
2010 2011 2012 2013 2014*
1 Investasi Trilyun Rupiah 25.4 26.3 27.8 27.8 29.5
2 Jumlah Unit Usaha Unit 85 89 93 95 106
3 Kapasitas Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 26.500 27.200 28.000 32.000 35.000
Oleokimia Ribu Ton 2.520 2.650 2.700 3.100 3.500
Biodiesel Kilo Liter (KL) 5.590.000 5.600.000 5.670.000 5.750.000 6.400.000
4 Produksi
Minyak Goreng Sawit Ribu Ton 1.650 17.300 17.400 17.450 22.250
Oleokimia Ribu Ton 1.195 1.250 1.300 2.100 2.850
Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.685.000 2.750.000 2.800.000 1.850.000 2.785.000
5 Konsumsi
Minyak Goreng Sawit Ton 4.875.000 5.350.000 5.500.000 5.575.000 5.750.000
Oleokimia Ton 240.000 245.000 250.000 260.000 350.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 728.000 735.000 750.000 750.000 1.365.000
6 Ekspor
Minyak Goreng Sawit Ton 10.850.000 11.350.000 11.900.000 12.050.000 16.500.000
Oleokimia Ton 1.015.000 1.030.000 1.050.000 1.070.000 2.500.000
Biodiesel Kilo Liter (KL) 2.020.000 2.035.000 2.050.000 1.110.000 1.420.000
7 Impor Ton - - - - -
8 Tenaga Kerja Orang 287.000 325.000 330.000 330.000 335.000
* Untuk tahun 2014 data masih bersifat Prognosa Sumber : BPS diolah Kemenperin
12
12
II.A.3. Pohon Industri Minyak Sawit
MINYAK KELAPA SAWIT
Detergen
Sudah diproduksi di Indonesia Target Diverisifkasi Produk Jangka Menengah (hingga 2014)
Belum diproduksi di Indonesia Target Diverisifkasi Produk Jangka Panjang (2014 - 2025)
13
II.A.4. Peta Lokasi Potensial Kawasan Industri Palm Oil Green Economic
25 POMs 92 POMs 140 POMs 42 POMs 1 POMs
980 ton 3815 ton 6660 ton 2245 ton 40 ton
FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour
29 POMs
1545 ton
65 POMs FFB/Hour 4 POMs
7 POMs 360 ton
3 5475 ton
FFB/Hour 6 POMs
260 ton
FFB/Hour
590 ton
FFB/Hour
FFB/Hour
3 POMs
140 Ton
1 FFB/hour
16 POMs
1235 ton
2
26 POMs FFB/Hour
1645 ton 58 POMs
FFB/Hour 3555 ton 3 POMs
FFB/Hour 260 ton
19 POMs
2 POMs FFB/Hour
990 ton
150 ton
FFB/Hour
FFB/Hour
10 POMs
375 ton
1 POMs 43 POMs
FFB/Hour
60 ton
1 POMs
3100 ton
15 POMs Total: 689 POMs
30 ton 770 ton
FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour FFB/Hour (Palm Oil Mill/ Pabrik Kelapa Sawit)
16
II.A.4.a. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei
Simalungun Sumatera Utara
1. Industri Refinery
Bahan baku : CPO & CPKO
Jenis Produk : RBDPO, RBD PKO, RBD Palm Olein, RBD Palm Stearine
Kapasitas : 1000 ton CPO/hari
Lokasi : Sei Mangkei Sumut
Nilai Investasi : Rp 700 miliar
Tenaga kerja : 300 org
17
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
MANFAAT
1. Mengolah sekitar 1 (satu) juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per
tahun.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang untuk operasional industri dan
kawasan.
3. Mengoptimalkan fasilitas riset Pusat Inovasi yang dibangun Sei Mangkei,
dengan menghasilkan produk baru bioplastic, paper board, dsb.
4. Mendorong tumbuhnya industri kelapa sawit yang sustainable-certified dengan
landmarknya pabrik PT. Unilever Oleochemical Indonesia
5. Meningkatkan perekonomian wilayah dengan menjadikan Sei Mangkei sebagai
pusat ekonomi baru dengan konektivitas tinggi.
18
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
PERMASALAHAN
19
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan Sudah dilakukan (tanggal 8
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone) Januari 2016)
3. Penyusunan R-Perpres tentang Penyusunan Harga Gas R-perpres Final telah disusun
Industri, khususnya di Kawasan Sei Mangkei dan segera diundangkan
20
II.A.4.a. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
RENCANA AKSI
Kegiatan Status
5. Pembangunan Infrastruktur Kawasan oleh PTPN III Telah dilakukan pembangunan
(pemilik kawasan industri) dan selesei pada akhir tahun
Waste Water Treatment Plant Kap. 250 m3/jam 2015
Gardu Induk PLN
Jalur Pipa gas dan Metering Gas Bumi
21
II.A.4.b. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Pelintung-Dumai
Provinsi Riau
22
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
5. Pengolahan Limbah padat Industri minyak goreng (SBE/ Spent Bleaching Earth )
Bahan baku : Limbah SBE
Jenis Produk : Batu Bata
Kapasitas : 10.000 ton /tahun
Lokasi : Pelintung Dumai
Nilai Investasi : Rp 250 Miliar
Tenaga kerja : 250 org
23
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
MANFAAT
1. Mengolah sekitar 1,5 juta Ton CPO per tahun dan 100.000 Ton CPKO per thn.
2. Menyerap tenaga kerja sekitar 3.500 orang untuk operasional industri dan
kawasan industri.
3. Mengurangi impor BBM Solar dari produksi biodiesel existing di Pelintung
Dumai sebesar 1,4 Juta KL/thn dan tambahan dari investasi Green Diesel
hingga 100.000 KL/per thn.
4. Mengurangi impor surfaktan pengeboran minyak (EOR) senilai 2,5 Juta
USD/thn.
5. Memasok kebutuhan surfaktan EOR di sekitar sumatera bagian tengah untuk
mendongkrak produksi minyak hingga 75.000 barrel per hari.
6. Menyelesaikan masalah Limbah padat SBE menjadi produk yang bernilaiguna.
7. Mempromosikan minyak goreng merah sebagai produk pangan sehat/alami dan
bernutrisi sesuai SNI 7719:2008
24
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
MANFAAT
25
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
PERMASALAHAN
26
II.A.4.b. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan sebagai POGEZ (Palm Sudah dilakukan (tanggal 8 Januari 2016)
Oil Green Economic Zone)
2. Mengusulkan Kawasan Industri Pelintung Dumai sebagai Pusat Logistik Direncanakan pada tahun 2016 dapat
Berikat (PP 85/2015) terealisasi
3. Koordinasi penyaluran gas bumi ex-chevron ke KI Pelintung Dumai Direncanakan pada tahun 2016 dapat
terealisasi
4. Koordinasi pengembangan teknologi green diesel termasuk insentif, Dilaksanakan pada tahun 2016
standarisasi, dan tata niaga Green Diesel
5. Penambahan kapasitas pelabuhan Pelintung Dumai, oleh Wilmar Group Direncanakan pada tahun 2017 dapat
selaku pengembang kawasan industri terealisasi
6. Fasilitasi Insentif dan kemudahan perizinan/ legalitas menyangkut Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat
Pengelolaan Limbah B3 untuk pabrik batu bata di Pelintung Dumai terealisasi
7. Pengujian kesesuaian produk minyak goreng merah dengan SNI Dilaksanakan pada tahun 2016 dapat
7719:2008. terealisasi
8. Promosi Investasi dan Fasilitasi pembangunan pabrik biolubricant dan Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
pabrik surfactant
9. Koordinasi pengembangan teknologi, standarisasi produk, dan Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
pemasaran produk surfaktan pengeboran minyak
10. Fasilitasi pemasaran biodiesel dan green diesel untuk memenuhi Dilaksanakan pada tahun 2016 – 2017
kewajiban/ mandatory Biodiesel 20% (B-20)
27
II.A.4.c. Industri Pengolahan Kelapa Sawit di Kawasan Industri Bontang
1. Industri Biodiesel
Bahan baku : CPO
Jenis Produk : Biodiesel
Kapasitas : 300.000 TPY
Lokasi : Bontang – Kaltim
Nilai Investasi : Rp. 600 Miliar.
Tenaga kerja : 300 org
28
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
MANFAAT
29
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
PERMASALAHAN
1. Belum adanya penugasan dari Pemegang Saham (PIHC dan Kemen. BUMN)
untuk membangun industri Biodiesel dan minyak goreng di Bontang – Kaltim.
2. Lahan di Kota Bontang sudah habis, perlu perluasan kearah Kab. Kutai Timur,
3. Hambatan adminstratif, lahan perluasan masih berstatus Taman Nasional dan
masuk wilayah Kab. Kutai Timur.
30
II.A.4.c. Industri Pengolahan...(Lanjutan)
RENCANA AKSI
Kegiatan Status
1. Survey Menko Maritim dalam rangka penunjukan Sudah dilakukan (5 Februari 2016)
sebagai POGEZ (Palm Oil Green Economic Zone)
5. Fasilitasi dan koordinasi pembangunan pabrik dan Dilaksanakan tahun 2016 – 2017
pemasaran produk Fatty amine (dalam/luar negeri)
31
II.B. INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT
1. Indonesia sebagai penghasil rumput laut mentah/kering terbesar di dunia dengan
produksi sebesar 237.774 ton atau 60% dari total produksi dunia (395.627 ton),
yang terdiri dari:
Euchema Sp. dengan produksi sebesar 176.000 ton
Gracillaria Sp. dengan produksi sebesar 59.374 ton
Sargassum Sp. dengan produksi sebesar 2.400 ton
2. Masih terbuka peluang yang besar untuk peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi
rumput laut (lebih dari 500 jenis produk turunan). Saat ini sebagian besar hasil
produksi rumput laut nasional masih diekspor dalam bentuk rumput laut kering,
yaitu sebesar 156.380 ton (65,8%), sedangkan yang disuplai untuk industri baru
sebesar 81.394 ton (34,2%).
3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut sejalan dengan kebijakan
pemerintah : Mendorong kesempatan kerja (pro-job), Pertumbuhan ekonomi (pro-
growth), Kesejahteraan masyarakat (pro-poor).
32
32
II.B.1. JENIS RUMPUT LAUT KOMERSIAL INDONESIA
Penghasil Agar
• Spesies yang dibudidayakan : G. gigas, G. verucosa, G. lichenoides
• Rumput laut non-budidaya (tumbuh liar): Gelidium sp, Pterocladia
sp, Gelidiela sp
Gracilaria sp
Penghasil Alginat
• Tumbuh liar : Sargassum sp
• Rumput laut lain penghasil Alginat: Turbinaria sp
Sargassum sp
33
33
II.B.2. SEBARAN RUMPUT LAUT INDONESIA
34
II.B.4. KINERJA INDUSTRI BERBASIS RUMPUT LAUT
Tahun
No. URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1. Jumlah Investasi juta USD 114 114 120 130 130
2. Jumlah Perusahaan : unit 22 22 23 25 25
a. Karaginan unit 14 14 15 16 16
b. Agar unit 8 8 8 9 9
3. Kapasitas Terpasang ton 19.938 20.883 21.874 22.912 24.000
a. Karaginan ton 14.809 15.549 16.327 17.143 18.000
b. Agar ton 5.129 5.334 5.547 5.769 6.000
4. Produksi : ton 12.436 13.033 13.658 14.314 15.000
a. Karaginan ton 9.872 10.366 10.884 11.429 12.000
b. Agar ton 2.564 2.667 2.774 2.885 3.000
5. Konsumsi ton 11.786,32 12.174,30 8.793,36 9.217,16 10.826,84
Ekspor
6.
Nilai (Ribu USD) 10.693,16 12.627,49 12.861,06 13.084,36 11.910,74
Agar
Berat (Ton) 1.720,69 1.872,76 1.291,60 1.055,93 774,40
Nilai (Ribu USD) 8.743,82 12.127,10 30.905,21 33.988,56 31.797,70
Karagenan
Berat (Ton) 936,65 1.210,62 4.439,85 4.757,21 3.884,38
Impor
7.
Nilai (Ribu USD) 3.305,46 3.742,55 964,24 1.009,41 707,07
Agar
Berat (Ton) 750,16 903,86 714,04 381,89 133,25
Nilai (Ribu USD) 7.928,38 8.926,59 3.235,51 4.931,25 4.513,09
Karagenan
Berat (Ton) 1.257,50 1.320,82 242,77 334,41 352,37
8. Jumlah Tenaga Kerja orang 2.860 2.860 2.960 3.100 3.100
Sumber : BPS diolah oleh Ditjen Industri Agro
35
II.B.5. POHON INDUSTRI RUMPUT LAUT
Rumput Laut
36
II.B.6. PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DI SULAWESI SELATAN
37
37
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
MANFAAT
1. Dampak Ekonomi Wilayah
38
38
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
MANFAAT
2. Aspek Sosial
• Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat dan kegunaan rumput laut.
• Pergeseran kegiatan utama ekonomi masyarakat dari sektor informal ke formal (pertanian
ke industri)
• Peningkatan infrastruktur di daerah
39
39
II.B.6. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
RENCANA AKSI
NO KEGIATAN STATUS
1. Melakukan koordinasi dengan Pemda, Kospermindo, PT. Agarindo Sudah dilakukan
Bogatama dalam rangka penetapan lokasi, pengelolaan pabrik, dan
pengembangan industri turunan.
2 Pembebasan tanah koperasi oleh Pemda Belum
3 Menetapkan Kospermindo sebagai pengelola pabrik Sudah dilakukan
4 Menetapkan PT. Agarindo Bogatama sebagai offtaker Sudah dilakukan
5 Penyediaan anggaran APBN untuk penyusunan DED dan Pembangunan Diangarkan tahun 2016-2017
Pabrik
6 Menyusun DED pabrik pengolahan Alkali Treated Glacilaria (ATG) Dilaksanakan tahun 2016
7 Penyediaan sarana mesin dan bak pencuci (washing treatmen) Dilaksanakan tahun 2017
8 Penyediaan sarana mesin untuk mendukung proses produksi Alkali treated Dilaksanakan tahun 2018
Glacilaria (ATG)
9 Penyediaan sarana mesin dalam rangka penambahan kapasitas produksi Dilaksanakan tahun 2019
Alkali Treated Glacilaria (ATG)
10 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pabrik Alkali Treated Dilaksanakan tahun 2016- 2019
Glacilaria (ATG)
40
40
II.C. INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
• Indonesia merupakan negara produsen kakao nomor 3 di dunia dengan total produksi pada tahun
2015 mencapai 370 ribu ton (berdasarkan data International Cocoa Organization) atau + 9 % dari
produksi kakao dunia (4,3 juta ton) pada tahun 2020 di prediksi produksi kakao akan mencapai 1,2
juta ton.
• Produk turunan kakao yang potensial untuk dikembangkan di masa mendatang adalah : cocoa
liquor, cocoa butter, cocoa powder, makanan dan minuman olahan dari cokelat.
• Kapasitas terpasang industri pengolahan kakao meningkat dari 735.000 ton tahun 2013 meningkat
menjadi 765.000 ton (naik 4%) pada tahun 2014 dengan kenaikan produksi dari 324.000 ton pada
tahun 2013 meningkat menjadi 390.000 pada tahun 2014 (naik 20%).
• Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa
Negara dan penyerapan tenaga kerja karena memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun
hilirnya. Pada tahun 2014, devisa yang disumbangkan dari komoditi kakao mencapai USD 1,24 milyar.
• Berkembangnya industri pengolahan kakao turut mendorong berkembangnya industri hilir cokelat
seperti Nestle, Mayora, Indolakto, dan Unilever dengan investasi mencapai Rp. 3,0 Triliun.
• Indonesia memiliki tanah yang sangat cocok untuk tanaman kakao, saat ini memiliki areal perkebunan
kakao sekitar 1,7 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekitar 95% perkebunan kakao di
Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lebih dari 60% produksi kakao nasional berasal dari
Sulawesi.
41
II.C.1. PETA WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Sumbar
Sulteng
Sulbar
Sultra
Jabar
Banten Sulsel
42
II.C.2. KINERJA INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
TAHUN
NO URAIAN SATUAN
2010 2011 2012 2013 2014
1 Jumlah Investasi Juta USD 250 330 495 570 600
2 Jumlah Perusahaan Unit Usaha 15 16 16 18 19
3 Kapasitas Ribu Ton 345 560 660 735 765
4 Produksi Ribu Ton 150 250 310 324 390
5 Konsumsi Ribu Ton 36,42 59,30 68,61 128,18 102,33
6 Ekspor
Biji Kakao Ton 432.427 210.067 163.501 188.420 63.334
Kakao Olahan Ton 103.055 178.951 196.480 196.333 242.206
Total Ribu Ton 535,48 389,02 359,98 384,75 305,54
Nilai Ribu USD 1.596.824 1.291.397 994.813 1.099.736 1.095.429
7 Impor
Biji Kakao Ton 24.830 19.100 23.943 30.766 109.410
Kakao Olahan Ton 13.851 15.400 13.338 18.480 14.269
Total Ribu Ton 38,68 34,50 37,28 49,25 123,679
Nilai Ribu USD 137.082 136.710 131.509 147.534 392.427
8 Jumlah Tenaga Kerja Orang 4.000 4.300 4.300 5.300 5.800
Sumber : BPS diolah Ditjen Ind Agro
43
II.C.3. POHON INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
Bahan Mentah Produk Setengah Jadi Produk Hilir
Berbasis Kakao
(Intermediate Goods)
Essence (Flavour)
Cake
Powder Malt Extract
Minuman Cokelat
Biji Liqour
Cokelat
Kembang Gula
44
44
II.C.4. RANTAI PROSES KAKAO DAN COKLAT
Bahan Mentah
Produk Setengah
Jadi (Intermediate
Goods)
Produk Hilir
Berbasis Kakao
45
45
II.C.5. PRODUK TURUNAN KAKAO YANG DIKEMBANGKAN DI INDONESIA
Pasta cokelat atau cocoa liquor dibuat dari biji kakao kering
melalui beberapa tahapan proses untuk mengubah biji kakao
yang semula padat menjadi semi cair atau cair.
Cocoa liquor
Cocoa butter
Cocoa powder
46
46
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI
No Masalah Solusi
1 Produksi Biji Kakao yang menurun Program Gernas Kakao harus dilanjutkan hingga beberapa
Perkebunan kakao di Indonesia umumnya sudah tahun kedepan sehingga target pemerintah yang ingin
berumur tua sehingga produktivitasnya sangat rendah menjadikan Indonesia sebagai produsen biji kakao
yaitu hanya 0.3 ton/hektar/tahun, padahal potensinya terbesar dunia dapat tercapai dan kebutuhan industri
bisa sampai 2 ton/hektar/tahun. terpenuhi.
Tahun 2014 impor biji kakao Indonesia melonjak hingga Program ini juga untuk membantu meningkatkan
109.000 ton dari sebelumnya 30.000 ton, ini sebagai penghasilan dan kesejahteraan petani kakao mengingat
akibat dari menurunnya produksi biji kakao nasional. sekitar 95% perkebunan kakao di Indonesia berupa
perkebunan rakyat.
Program Gernas Kakao difokuskan kepada rehabilitasi
kebun berupa sambung samping dan sambung pucuk
serta peningkatan tenaga penyuluh Pertanian.
Program Gernas Kakao sebaiknya difokuskan hanya
kepada provinsi yang merupakan produsen utama biji
kakao sehingga hasilnya akan lebih efektif.
2 PPN 10% Atas Komoditi Primer PPN atas komoditi primer harus segera dibebaskan
Sejak tanggal 22 Juli 2014 transaksi pembelian biji kakao kembali dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP).
local dikenakan kembali PPN 10% sesuai keputusan Hal ini sangat mendesak untuk meningkatkan daya saing
Mahkamah Agung. industri kakao.
PPN ini menjadi beban untuk petani dan industri kakao Pembebasan PPN ini dapat juga dengan memberlakukan
karena harus menyediakan modal kerja 10% lebih besar PPN Ditanggung Pemerintah atau solusi lainnya.
sehingga melemahkan daya saing industri.
Akibat dari PPN ini beberapa industri kakao sudah
menghentikan produksinya.
47
47
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)
No Masalah Solusi
3 Revisi Tarif Bea Keluar Biji Kakao Tarif Bea Keluar kakao yang saat ini dengan tarif progresif 0-
Transaksi pembelian biji kakao local saat ini dikenakan PPN 15% diusulkan untuk direvisi dengan tarif flat 15%, dengan
10% dan jika impor biji kakao dikenakan tarif bea masuk 5%, pertimbangan :
PPN 10% dan PPH 2,5% (total 17,5%). o Agar seimbang antara pajak yang dikenakan atas
Sementara Ekspor biji kakao saat ini dikenakan Bea Keluar transaksi local maupun ekspor.
dengan tarif progresif 0% s/d 15%. o Pantai Gading dan Ghana juga menerapkan pajak ekspor
Jika harga biji kakao turun, maka tarif bea keluar menjadi 0 dengan tarif tunggal 15%.
atau 5% , hal ini akan mendorong biji kakao untuk diekspor o Agar adanya jaminan supply untuk industri kakao
dan industri akan kekurangan bahan baku. nasional.
o Untuk mengimbangi bea masuk kakao olahan di eropa
dengan tarif 4%-6%.
Dana dari Bea Keluar kakao digunakan untuk melanjutkan
program Gernas Kakao.
4 Diskriminasi Tarif Bea Masuk Kakao Olahan di Uni Eropa Lakukan lobby dengan pemerintah Uni Eropa untuk
Hingga saat ini Industri kakao nasional masih mengalami menghapuskan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan
diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa tersebut.
dimana produk asal Indonesia dikenakan tarif 4%-6%, Pemerintah perlu menagih janji Direktur Eksekutif ICCO yang
sementara produk sejenis asal Pantai Gading dan Ghana bea pernah menjanjikan untuk selesaikan masalah ini jika
masuknya 0%. Hal ini melemahkan daya saing industri Indonesia masuk menjadi anggota ICCO. Sejak dua tahun yang
nasional. lalu Indonesia sudah menjadi anggota ICCO dengan iuran
sekitar Rp.2 milyar/thn tapi belum ada realisasinya.
Kami mengusulkan agar pemerintah mengancam untuk keluar
dari ICCO jika masalah ini tidak diselesaikan.
48
48
II.C.6. MASALAH DAN SOLUSI (lanjutan ……)
No Masalah Solusi
5 Indonesia mengimpor cocoa powder lebih dari 10.000 ton/tahun Pada tahun 2014 Indonesia hanya mengekspor biji kakao
Import berasal dari Malaysia dan Singapura karena mereka sebanyak 63.000 ton, sementara kapasitas industri kakao di
mendapat tarif preferensi 0%. Malaysia dan Singapura totalnya sekitar 350.000 ton. Artinya
Bea masuk biji kakao import di Indonesia 5% sedangkan di Malaysia dan Singapura tidak berhak menikmati fasilitas tarif
Malaysia dan Singapura 0%. Preferensi 0% karena Asean Content produk mereka kurang
dari 40%.
Produk kakao olahan asal Malaysia dan Singapura harus
dikenakan tarif bea masuk MFN 10%.
6 Bea masuk 5% atas impor biji kakao Bea masuk atas impor biji kakao sebaiknya dibuat 0% untuk
Adanya bea masuk 5% atas impor biji kakao menyebabkan meningkatkan daya saing industri sehingga bisa mengurangi
industri nasional kurang berdaya saing. Akibatnya industri impor produk olahannya.
makanan/minuman Indonesia masih mengimpor cocoa Untuk menghindari penyalahgunaan oleh importir atau
powder dari Malaysia dan Singapura lebih dari 10.000 ton membanjirnya biji kakao impor pemerintah bisa menerapkan
per tahun. system kuota kepada industri kakao.
Bea masuk biji kakao di Malaysia dan Singapura 0% dan pada
saat diekspor ke Indonesia bea masuknya juga 0%.
7 Pengembangan industri hilir kakao Pemerintah perlu memberikan insentif dan kemudahan
Industri cokelat raksasa seperti Hersheys lebih memilih investasi kepada para investor industri hilir kakao agar mereka
berinvestasi di Malaysia. tertarik investasi di Indonesia.
Investasi di Industri hilir kakao sangat bermanfaat karena
akan menciptakan nilai tambah yang tinggi dan menyerap
banyak tenaga kerja.
49
49
II.C.7. Strategi Pengembangan IKM Cokelat dan Penumbuhan Wirausaha Baru 2016-2020
50
50
II.C.8. POLA PIKIR PEMBANGUNAN HILIRISASI KAKAO
SUDAH ADA 20
SUDAH ADA 10
IBS PENGHASIL
CALON
BAHAN
TECKNOPARK
SETENGAH
COKLAT
JADI COKLAT
51
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI PEMBANGUNAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO
52
52
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
MANFAAT
1. Dampak Ekonomi Wilayah
• Meningkatkan produktivitas dengan lahan yang telah ada dengan potensi 2
ton/hektar/tahun.
• Penyerapan tenaga kerja di + 1,7 juta orang petani, Industri Pengolahan kakao setengah
jadi 100.000 orang, Industri Hilir pengolahan kakao 1.000 orang .
• Membangkitkan ekonomi daerah.
• Meningkatkan kesejahteraan petani kakao
• Menciptakan industri turunan kakao : confectionary, farmasi, kosmetik dan produk
makanan dan minuman lainnya berbasis coklat.
• Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi bagi daerah.
• Menjaga stabilitas harga biji kakao minimal Rp. 35.000 /kg; produk hilir kakao minimal
Rp. 100.000 – 200.000 / kg
53
53
II.C.9.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
MANFAAT
2. Aspek Sosial
54
54
II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
RENCANA AKSI
Tahun
No Uraian
2016 2017 2018 2019
1. Hilirisasi Industri Penetapan Lembaga Techno park hilirisasi industri kakao:
Makanan/Minuman 1. Techno Park TTP (BPTP) Gunung Kidul,
berbasis kakao 2. Techno Park TTP (BPTP) Payakumbuh,
3. Techno Park Rumah Cokelat – Palu,
4. Techno Park Ind. Pengolahan Cokelat – Univ. Haluoleo Kendari,
5. Techno Park Teaching Factory di UNHAS
6. Techno Park Kampung Cokelat Kademangan-Blitar, Jatim
7. Techno Park Franchise Chocochock (minuman), Tangerang
8. Techno Park Agrowisata kakao dan Cokelat di Singaraja, Bali
9. Techno Park Chocolate School by Tulip (praline) di Permata Hijau, Jakarta
10.Techno Park BT Chocolate Academy (makanan dan minuman cokelat), Tangerang
2. Kegiatan Identifikasi potensi dan Pemenuhan Pelipatgandaan Pengembangan
penguatan IKM disekitar standardisasi (Multiflikasi) produk hilir
Techno park Promosi value added,
Penyiapan Tempat Uji peningkatan melakukan zero
Kompetensi (TUK), Lembaga konsumsi waste reduction
Sertifikasi Profesi (LSP) kakao dan
Promosi peningkatan cokelat bagi
konsumsi kakao dan cokelat kesehatan
55
55
II.C.10.a. FOKUS HILIRISASI...(lanjutan...)
RENCANA AKSI
Tahun
No Uraian
2016 2017 2018 2019
3. Output Dari 10 Techno park akan tercipta 200 wirausaha yang berizin P-IRT yang
diharapkan masing-masing akan membangun pabrik produk hilirisasi kakao
Sertifikasi Kompetensi bagi tenaga kerja yang berkompeten.
4. Outcomes Tumbuhnya Tumbuhnya Tumbuhnya Tumbuhnya industri
industri makanan industri makanan industri makanan farmasi dan
dan minuman dan minuman dan minuman kosmetika berbasis
serta eduwisata serta eduwisata serta eduwisata cokelat
cokelat cokelat cokelat
56
56
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU
57
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU
58
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU
59
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU
60
CONTOH PRODUK HILIRISASI KAKAO YANG AKAN
DITURUNKAN MELALUI TECKNOPARK KAKAO KEPADA CALON WIRAUSAHA BARU
61
62