Anda di halaman 1dari 17

296

HIPERTENSI PADA PENYAKIT GINJAL


MENAHUN
M. Rachmat Soelaeman

PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan penyebab penyakit ginjal dan hipertensi dapat pula akibat penyakit
ginjal menahun. Beberapa penelitian memberikan bukti bahwa penurunan tekanan darah
memberikan keuntungan mengurangi kerusakan organ target atau mengurangi Progresivitas
penyakit ginjal.
Tingkat mortalitas akibat kardiovaskular penderita penyakit ginjal menahun makin
lama makin tinggi karena penyakit ginjal menahun hampir tidak dapat dipisahkan dari
penyakit kardiovaskular. Tingginya prevalensi hipertensi sebagai faktor risiko
kardiovaskular dan penderita penyakit ginjal menahun sering disertai hipertensi sehingga
menambah faktor risiko kerusakan organ. Hipertensi harus terkontrol untuk mengurangi
Progresivitas penyakit ginjal dan mengurangi risiko kardiovaskular.
Sekarang dikenal hubungan saling terkait antara kelainan ginjal, kardiovaskular dan
faktor metabolic, yaitu renokardiak, kardiorenal dan kardiorenal metabolik.

EPIDEMILOGI

Data dari Indonesian Renal Registry (Registrasi penyakit Ginjal di Indonesia) (IRR)
prevelensi hipertensi pada penderita yang dilakukan tindakan hemodialisis berkisar 34%.
Data dari Amerika Serikat mendapatkan satu dari tiga orang dewasa menderita
hipertensi. Prevalensi makin meningkat bila disertai penyakit ginjal menahun dan
meningkat sesuai dengan penurunan fungsi ginjal. Perkiraan di AS, prevalensi hipertensi
23,3% pada individu tanpa penyakit ginjal, stadium 1:35,6%, stadium 2:48,1%, stadium
3:59,9%, stadium 4-5:84,1%. Variasi prevalensi hipertensi tergantung penyebab penyakit
ginjalnya: stenosis arteri renalis (93%), nefropati diabetik (87%) dan penyakit ginjal
polikistik (74%) 70% pasien penurunan fungsi ginjal disertai hipertensi dan 26% disertai
gagal ginjal terminal. Pada Negara maju pun kepedulian dan kontrol penderita hipertensi
masih tidak memuaskan tetapi makin baik. Bila disertai penyakit ginjal ternyata kepedulian
dan kontrol makin rendah.
Pendapat kontroversi mengenai keuntungan penurunan tekanan darah, setelah
analisa data ternyata pada grafik terdapat bentuk U antara tekanan darah dan mortalitas.
Pada populasi umum ternyata penurunan tekanan darah meningkatkan mortalitas
kardiovaskular sebagai reverse epidemilogy atau dengan perkataan lain penurunan tekanan
seoptimal mungkin tetapi akan menyebabkan angka kematian malah bertambah.

PATOFISOLOGI

Secara alami tubuh mempunyai sistem autoregulasi yang mengatur tingginya tekanan darah
agar perfusi jaringan tetap tercukupi. Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan
tekanan darah untuk mempertahankan perfusi jaringan tubuh meliputi: mediator humoral,
kemampuan adaptasi dan elastistas vascular, volume dan viskositas darah, curah jantung
dan stimulasi neural. Selain itu tekanan darah juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi
genetik dan asupan natrium.
Ginjal mempunyai beberapa macam fungsi dalam tubuh, diantaranya sistem renin
angiotensin dan pengaturan natrium dalam tubuh, kedua faktor itu mempunyai peranan
yang dominan dalam pengaturan keseimbangan tekanan darah.
Mungkin pula kelaianan ginjal yang awal atau kelaianan yang tak dapat dibuktikan
merupakan penyebab yang berperan dalam proses hipertensi primer, dan
hipertensi yang berlangsung lama serta makin berat akan menyebabkan nefroslerosis.
Peranan keseimbangan positif natrium dalam tubuh sangat dominan pada
patogenesis hipertensi tetapi bukan faktor tunggal patogenesis pada penyakit ginjal
menahun.

Tabel 1. Faktor Penyebab Hipertensi pada Penyakit Ginjal Menahun

Gangguan Mekanisme

Gangguan ekskresi natrium Peningkatan volume ekstraseluler

Aktivitas rennin - angiotensin Vasokontriksi peningkatan simpatis

Vasokontriksi langsung
Aktivitas simpatis
Pelepasan rennin

Keseimbangan
Vasokontriksi
Prostaglandin-kinin

Vasokontriksi
Endotelin
Gangguan Ginjal

NO berkurang Hilangnya vasodilator

Tabel 2. Klarifikasi Penyakit Ginjal Menahun

Laju Filtrasi
Stadium Penyakit glomerulus (LFG) Keterangan
(mi/min/1.73m)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90 Pengobatan untuk mengurangi


normal atau dengan sedikit progresivitas dan mengurangi
meningkat risiko kardiovaskular

Kerusakan ginjal dengan penurunan


2 60-89 Meramalkan progesifitas
ringan LFG

Mengevaluasi dan pengobatan


3 Penurunan sedang LFG 30-59
penyulit

Persiapan untuk pengobatan


4 Penurunan berat LFG 15-29
pengganti ginjal

5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis Pengobatan pengganti

Tabel 3. Diagnosis dan Prevalensi Penyakit Ginjal Menahun

Angka
Kejadian
Penyakit Penyakit Dasar
Gagal
Ginjal

Penyakit Ginjal Diabetik Diabetes Tipe 1 dan tipe 2 33%

Penyakit Ginjal non diabetik Penyakit glomerulus (Autoimun, penyakit infeksi,obat, keganasan 19%

Penyakit vaskular (hipertensi, penyakit arteri ginjal, mikroangiopati 21%

Penyakit tubulointestisial (infeksi saluran kemih, batu, sumbatan, 4%


keracunan obat)

Penyakit kista (penyakit ginjal polikistik)


6%

Penyakit pada resepien Nefropati alograf (rejeksi kronis) -NA

Ginjal transpian

Keracunan obat (siklosporin atau akrolimus

Kekambuhan glomerulus

Glomerulopati transplan

Pada penderita diabetes mellitus selain hipertensi, faktor yang berpengaruh


terjadinya nefropati diabetik banyak faktor lain, yaitu lama diabetes, kontrol diabetes
kurang baik, merokok, obesitas, dan hiperlipidemia.

KLAFIKASI PENYAKIT GINJAL MENAHUN

K/DOQI membagi penyakit ginjal menjadi 5 tingkatan :

PENGELOLAAN

Salah satu usaha untuk mengurangi progresivitas penyakit ginjal menahun adalah
mengendalikan tekanan darah dan kapan akan konsultasi kepada yang lebih kompeten.

1. Mengendalikan tekanan darah


2. Menilai kelainan ginjal dan mengurangi progresivitas
Untuk mengendalikan tekanan darah dikenal 2 macam pengobatan hipertensi:
nonfarmalogi dengan dan obat famakologi.

Tekanan Darah

Menurut JNC 7 dan K/DOQI tekanan darah pada penyakit ginjal dengan hipertesi harus
mencapai < 130/80 terutama bila disertai proteinuri. Mohon perhatian bila umur lebih 70
tahun dan tanpa proteinuri tidak perlu agresif penurunan tekanan darahnya; ternyata pada
penilitian lain ternyata angka kejadian stroke bertambah bila sistolik < 120 dan diastolic <
80 mm Hg

Pengobatan Hipertensi pada Nefropati Diabetik

Pada umumnya setuju pengobatan hipertens pada nefropati diabetik memakai ACEI dan
ARB sampai tekanan litian darah kurang dari 130/80 mm Hg. Pada DM tipe 1 untuk
mengurang proetinuri dan mengurangi perburukan fungsi ginjal memakai kaptopril, kecuali
bila kretinin darah > 2 mg % dan retinopati diabetik.
Pada analisis sekunder penelitian multisenter yang telah dilakukan ternyata kontrol
yang ketat hipertensi pada DM tipe 2 memberikan hasil pengurangan Progresivitas penyakit
penyakit ginjal I dan mengurangi risiko kardiovaskular.
Beberapa penelitian yang menggabungkan ARB dan ARB menghasilkan
pengurangi progresivitan penyakit ginjal dan mengurangi kardiovaskular.
Modifikasi gaya hidup terdiri dari diet, latihan fisik, dan kebiasaan untuk
mengurangi progresivitas penyakit ginjal serta kardiovaskular.

Terapi non Farmakologi yang Dapat Membantu Pencapaian Target Penurunan


Tekanan Darah
Terapi non farmakologi untuk mencapai target penurunan tekanan darah terutama dengan
kontrol yang baik terhadap cairan dan natrium. Kelebihan cairan dan natrium berperan
penting dalam patogenesis hipertensi pada pasien penyakit ginjal menahun untuk
melakukan kontrol terhadap cairan ekstraselular dan natrium yang berlebih dapat dilakukan
melalui restriksi asupan garam, meningkatkan ultrafiltrasi dan resep kadar natrium dialisat.
Langkah pertama pengelolaan hipertensi pada pasien penyakit ginjal menahun
adalah tindakan untuk mencapai berat badan ideal.
Beberapa jenis antihipertensi direkomendasikan oleh para pakar untuk beberapa
jenis penyakit ginjal menahun tertentu. Secara alami tubuh mempunyai sistem autoregulasi
yang mengatur tingginya tekanan darah agar perfusi jaringan tetap tercukupi. Selain itu
tekanan darah juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi genetik dan asupan natrium.
Patogenesis hipertensi secara umum digambarkan pada skema dibawah ini:

Obat antihipertensi :
1. Antagonis reseptor aldosteron
2. Penghambat converting enzim angiotensin (ACEI)
3. Penghambat alpha
4. Penghambat beta
5. Antagonis kanal kalsium (CCB)
6. Antagonis alfa sentral
7. Penghambat latik
8. Penghambat renin langsung
9. Vasodilator langsung
10. Diuretik
11. Penghambat ganglion *****

The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K-DOQI) memberikan petunjuk


bahwa memberikan antihipertensi untuk hipertensi pada penyakit ginjal dengan tujuan
untuk mengurangi progresivitas penyakit ginjal dan mengurang perburukan kondisi
kardiovaskular.

Petunjuk sebagai berikut :


1. Maksud pemberian antihipertensi adalah :
- Menurunkan tekanan darah
- Mengurangi resiko kardiovaskular
- Mengurangi Progresivitas penyakit ginjal
2. Modifikasi antihipertensi tergantung proteinuria
3. Jenis antihipertensi tergantung dari jenis terapi lainnya
4. Bila ada ketidaksesuaian pengobatan mengurangi Progresivitas penyakit ginjal dan
untuk mengurangi risiko kardiovaskular, maka harus diputuskan pemilihannya
tergantung dari kondisi pasien.

Tabel 4. Target Tekanan Darah

Target
Gangguan Antihipertensi
Tekanan

Nefropati diabetik < 130/80 ACEI / ARB

Nefropati nondiabetik
< 130/80 ACEI / ARB
proteinuri

Nefropati nonproteinuri < 130/80 antihipertensi

Perbedaan beberapa petunjuk : JNC7, ADA dan NKF-K/DOQI dalam pengobatan


hipertensi pada penyakit ginjal menahun tetapi dalam penarapannya tidak banyak
perbedaan yang signifikan.
PRINSIP FARMAKOLOGI DAN DOSIS

Ada beberapa obat yang dapat diberikan dosis secara titrasi : diuretik, simpatolitik,
penghambat kanal kalsium.

Diuretik
Pada beberapa pasien terjadi peningkatan volume ekstraselular dan akan terlihat hasilnya
bila diberikan diuretik dan akan memberikan efek potensiasi dengan ACEI, ARB, dan juga
CCB.

Tabel 5.******************************************************************
*************************************************************************
*************************************************************************
*************************************************************************
*************************************************************************
*************************************************************************
*************************************************************************
*************************

Pada penyakit ginjal stadium 4-5 dapat diberikan diuretik loop untuk menghilangkan
kelebihan berat badan sehingga berat badan ideal. Meskipun tidak terdapat edema tetapi
kelebihan ekstraselular dan volume darah sekita 10-30 %

PENGHAMBAT ENZIM Converting Angiotensin(ACEI)

Banyak dipakai pada hipertensi dengan penyakit ginjal menahun untuk melindungi
kardiorenal. Obat ini kurang berhasil pada pengobatan hipertensi dengan kelebihan volume
darah terapi bila disertai diuretik akan memberikan hasil yang baik.
Sebagian besar ACEI secara eksklusif dieksreasi melalui ginjal pada berbagai
tingkat gangguan filtrasi dan ada sekresi pada tubuli. ACEI yang diekskresi melalui dua
jalur terutama fisinopi dan tarndopril. Ada juga beberapa ACEI bertahan lama kosentrasi
tinggi dalam darah sehingga akan mempengaruhi tekanan darah, ekskresi protein dan
metabolisme kalium.

PENGHAMBAT Reseptor Angiotensin (ARB)

Seperti halnya penghambat ACE beberapa penelitian menunjukkan penurunan tekanan


darah antara 14-30 mmHg. ARB tidak menyebabkan batuk dan hiperkalemia. Hal ini
menyebabkan golongan ARB merupakan pilihan obat yang cukup efektif untuk melakukan
kontrol terhadap hipertensi pada pasien penyakit ginjal menahun

Penghambat Renin

Aliskiren merupakan satu-satunya obat penghambat renin langung sampai saat ini. Obat ini
dapat mencegah aktivitasi angiotensinogen menjadi angiotensin Im sehingga dapat
menghambat pembentukan angiotensin II yang dikenal sebagai vasokontriktor yang kuat.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai efek penghambat renin terhadap pasien
dialisis dengan hipertensi. Penelitian terbaru yang dilakukan siddiqi dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa penghambat renin (aliskiren) dapat menurunkan aktivitas simpatis dan
tekanan darah pada pasien GGK stadium akhir (gagal ginjal terminal)

Penghambat β-adrenergik

Penghambat β-adrenergik merupakan obat pilihan pertama disamping golongan


penghambat SRAA pada pasien penyakit ginjal menahun dengan penyakit kardiovaskular.
Penelitian lainnya yang dilakukan secara observasional menunjukkan bahwa penggunaan
penghambat β-adrenergik dapat menurunkan risiko kematian akibat kardiovaskular dan
pada pasien tanpa riwayat gagal jantung, penggunaan obat dapat menurunkan kejadian
gagal jantung, kematian akibat penyakit kardiovaskular dan kematian karena berbagai
sebab. Metoprolol terutama di metabolisme di hepar hanya sebagia dieksresi melalui ginjal,
sedangkan atenolol sebagaian besar diekskresi melalui ginjal. Oleh karena itu penggunaan
atenolol dosisnya harus disesuaikan dengan kondisi ginjalnya, sedangkan metoprolol tidak
perlu adjusted dose. Secara keseluruhan penghambat β-adrenergik dapat ditolerir dengan
baik pada pasien penyakit ginjal menahun

Kombinasi Penghambat α dan β Adrenergik

Penggunaan kombinasi α dan β adrenergik untuk pasien penyakit ginjal menahun mulai
meningkat oleh karena dianggap cukup efektif terutama untuk pasien dengan kardiomiopati
diatasi dan menurunkan biaya obat. Satu penelitian kecil membandingkan carvedilol
dengan placebo menunjukkan bahwa kelompok carvedilol menurunkan tekanan darah
sistolik 11mmHg dibandingkan kelompok placebo. Efek samping berupa hipotensi.
Bradikardia dan bronkospasme terjadi 20% pada kelompok carvedilol dan 12% pada
kelompok plasebo. Secara teori kombinasi α dan β-adrenergik yang kardiak selektif
sehingga dapat menimpulkan efek samping fasting hyperkalemia seperti propanolol dan
nadolol, oleh karena itu penggunaan ke dua obat ini harus disetai dengan pantauan yang
ketat akan efek samping tersebut. Pembelian carvedilol selama 12 bulan dapat menurunkan
volume ventrikel kiri dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.

Calcium Channel Blocker (CCB):

Peberian CCB pada pasien penyakit ginjal menahun dengan hipertensi dapat menurunkan
tekanan darah secara efektif. Golongan CCB dihidroperidin seperti amlodipin, felodipin
dan nicardipin sangan selektif menghambat calcium channel otot polos vaskular, sehingga
sangat efektif menurunkan resistensi vaskular sistemik. Penggunaan CCB non-
dihidroperidin seperti dilitiazem dan verapamil yang bersifat kardioselektif harus hati-hati
bila digunakan bersama-sama dengan panghambat β-adrenergik karena dapat menimbulkan
risiko bradikardia dan defek konduksi elektrik otot jantung lebih besar.

Penghambat Sistem Saraf Simpatif Secara Sentral

Obat golongan penghambat sistem saraf simpatis secara sentral seperti : metildopa,
klonidin, guanabenz dan guanfacine jarang digunakan sebagai antihipertensi karena efek
samping yang cukup banyak. Efek samping golongan obat ini dianataranya : mulut kering,
disfungsi ereksi, rasa lemah dan rebound hypertension. Obat golongan ini yang masih
digunakan sampai sampai ini adalah klonidin, terutama untuk pasien dengan hipertensi
yang sulit dikendalikan dengan obat-obat lainnya sebagian nefrologis menganjurkan
pemakaian patch klonidin untuk lebih praktis dibandingkan pemakaian oral, akan tetapi
klonidin patch sulit untuk dipertahankan posisinya pada pasien dengan aktivitas tinggi dan
saat mandi.

Tabel 6. Mengatur waktu ******* Lanjutan Penderita Penyakit Ginjal ******

Setelah hemodialisis pertama atau menambah dosis


anthipertensi
Kondisi Klinis

4-12 Minggu < 4 Minggu

Sistolik (mm Hg) - ≥ 140 atau < 120


LFG (mL/min/1.73m2) ≥ 60 < 60

Penurunan LFG Awal (70) < 15 ≥ 15

> 4.5 atau ≤ 4.5 > 4.5 atau ≤ 4.5


Kalium serum (meq/L)
Setelah tekanan darah optimal tercapai dan stabil

LFG (mL/min/1.73m2) 6-12 bulan 1-6 bulan

LFG menurun ≥ 4 (cepat) < 4 (pelan)

Progresivitas penyakit ginjak Tidak Ya

Faktor risiko terjadinya


Tidak Ya
penurunan LFG akut

Penyakit Penyerta Tidak Ya

Tabel 7. Rekomendasi ****************************************************

Indikasi Spesialis

Evaluasi dan pengelolaan penyakit ginjal menahun Spsialis Ginjal

LFG < 30 mL/min/1.73m2 Spsialis Ginjal

Rasio albumin-kreatinin (urine sewaktu) > 500-100


Spsialis Ginjal
mg/g

Progresivitas risiko penyakit ginjal menahun Spsialis Ginjal

LFG berkurang > 30% dgn 4 bulan dengan durasi 4


Spsialis Ginjal
bulan tanpa penjelasan
Hiperkalemi > 5.5 mEq/L Spsialis Ginjal

Hipertensi resisten Spsialis Ginjal

Kesulitan mengelola komplikasi dan obat Spsialis Ginjal

Gejala kardiovaskular menahun yang rumit dan


Spsialis Ginjal
berat

Umur < 18 tahun Spsialis Ginjal

Disalin dari K/DOQI, 2007 Spsialis Ginjal

Pengobatan Hipertensi pada Nefropati Non-diabetik Proteinuri

Bukti penelitian dari penelitian multisenter klinik bahwa penurunan tekanan darah
mengurangi progresivitas penyakit ginjal, penlitian MDRD menunjukkan bahwa pemberian
ACEI menurunkan pula proteinuria. Hasil pemberian ACEI dan ARB hampir sama untuk
mengurangi proteinuria dan mengurangi Progresivitas penyakit ginjal,

Pengobatan Hipertensi Nefropati Nonproteinuri

Berdasarkan penelitian pada kondisi ini pun mengatur tekanan darah sangat diperlukan
untuk mengurangi perburukan fungsi ginjal.

Pencegahan

Tujuan pengobatan hipertensi pada penyakit ginjal menahun adalah memperlambat atau
mengurangi Progresivitas penyakit ginjal sehingga memperlambat terjadinya gagal ginjal

Prognosis

Tergantung dari pengenalan awal penyakit hipertensi dan penyakit ginjal menahun, makin
awal pengobatan makin baik prognosisnya
Kesimpulan

 Hipertensi, penyakit ginjal menahun, dan penyakit karidovaskular hampir tidak


dapat dipisahkan kardiovaskular hampir tidak dapat dipisahkan
 Pengobatan non farmakologi harus dimulai atau menyertai pengobatan farmakologi
 Obat antihipertensi mempunyai indikasi dan efek samping yang harus menjadi
pertimbangan dalam memilih antihipertensi
 Anticonverting enzyme inhibitor dan angiotensin receptor blokers paling banyak
dipergunakan pada penderita hipertensi dengan diabetes mellitus dan penyakit ginjal
menahun
REFERENSI

1. Kaplan NM, Kaplan’s clinical hypertension 10 ed. Lippincot William & Wilkins ;
2006 : 103-109.
2. K/DOQI Clinical practice guidelines on hypertension and antihypertensive agents in
chronic kidnye disease Nasional Kidney foundation
3. Tedla FM et al. Hypertension in chronic kiney disease : navigating the evidence. Int
J Hypertens. 2011, 2011 : 1322405
4. Ryoo JH etal : Relation between chronic kidney disease and risk of coronary heart
diseasein korea men. Jkorean MedSci,2011;26:753-758
5. Vasavada N and Agarwal R.Role ecxcess volume in the pathophysiologu of
hypertension in chronic kidney disease. Kid Intern.2003.64,1772
6. WeirM. The role of combination antihypertensive therapy in the prevenvention and
treatment og chronic kidney disease. AM J. Hypertens. 2005, 18, 1005-1055
7. Saweirs WM. What are the best treatments for early chronic kidney disease ?
.Nephron Dia Transp. 2007,suppl 9.ix31-ix38
8. Sica DA – Pharmacologic issues in treating hypertension in CKD, J.Nation Kidney
Dis,2011, 18: 42-47
9. Levin NW, Kotanko P, Eckard KU, Kasiske BL, Chazot C, Cheung AK, et al.
Blood pressure in chronic kidney disease stage 5D-report from a Kidney Disease :
Improving global Cutcomes controversies conference. Kidney Int 2010; 77:273-
284.
10. Zocali C. Arterial pressure component and cardiovascular risk in end stage renal
disease. Nephrol Dial Transplant 2003;18:249-252.
11. Lacson E Jr, Lazarus JM. The association between blood pressure and mortality in
end stage renal disease not different from the general population?. Semin dial
Transplant 2007;20:510-517.(abstract)
12. Singapuri MS, lea JP, Management of hypertension in end stage renal disease
patients. JCOM 2010;17:87-94
13. –
14. M.Rachmat Soelaeman : Staf divisi Ginjal – Hipertensi Departemen I.Penyakit
Dalam
15. Fakultas Kedoteran Universitas Padjadjaran – RS Hasan Sedikin Bandung

Anda mungkin juga menyukai