Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

RANGKUMAN MATERI

OLEH

NILUH SRI ASTINI

0 7 1 8 0

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR


AKADEMI KEBIDANAN
MAKASSAR
2009
UPAYA SAFE MOTHERHOOD

A. Perkembangan di Dunia Internasional

Mortalitas dan morblitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah-
masalah besar di negara berkembang. Kematian saat melahirkan biasanya menjdi
factor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya.

Menanggapi masalah kematian ibu yang demikian besar, pada tahun 1987
untuk pertama kalinya ditingkat internasional diadakan konferensi tentang kematian
ibu di Naerobi dan pada tahun 1994 diadakan pula International Conference on
Population and Develompment (ICPD) di Kairo Mesir yang menyatakan bahwa
kebutuhan kesehatan reproduksi pria dan wanita sangat vital bagi pembangunan social
dan perkembangan SDM. Untuk di Beijing 1995 di adakan Fourth World Conference
On Women, dan untuk Colombo, Srilangka di selenggarakan Safe Motherhood
Technical Consultation yang menekankan perlu dipercepatnya penurunan angka
kehamilan ibu pada tahun 2000 menjadi separuhnya sejak 1990.

Pada tahun 1990 WHO meluncurkan strategi MPS (making pregnancy safer)
dan didkung oleh badan-badan International seperti UNFPA, UNICEF dan Word Bank
yang pada dasarnya MPS minta perhatian pemerintah dan masyarakat di setip Negara
untuk:
 Menempatkan Safe Motherwood sebagai prioritas utama dalam rencana
pembangunan Nasional dan International
 Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
 Mengembangkan system yang menjamin pelaksanaan standar yang telah disusun.
 Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
 Meningkatkan upaya promotif dalam kesehatan maternal serta memperbaiki
monitoring pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

B. Perkembangan di Indonesia

Komitmen dan perkembangan yang terjadi secara internasional tersebut


dipengaruhi pula pada langkah yang dilaksanakan di Indonesia dalam menangani
masalah kematian ibu yang mana pada tshun 1988 diadakan lokakarya kesejahteraan
ibu yang merupakan kelanjutan konferensi tentang kematian ibu di Nairobin setahun
sebelumnya.
Tahun 1990-1991, Departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF dan UNDP
untuk melaksanakan Assesment Safe MotherHood yang menerapkan rekomendasi
tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan AKI dari
450 per 100.000 kelahiran hidup.
Kemudian awal tahun 1996, Depkes mengadakan lokakarya kesehatan
reproduksi yang menunjukan komitmen Indonesia untuk melaksanakan upaya
kesehatan reproduksi sebagaimana dinyatakan dalam ICPD di Kairo yang mana pada
tahun itu juga Menperta meluncurkan Gerakan Sayang Ibu yang merupakan upaya
advokasi dan mobilsasisosial untuk mendukung upaya percepatan penurunan AKI.
C. Intervensi Strategis dalam Upaya Safe MotherHood

Masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal


nonteknis seperti status wanita dan pendidikan. Intervensi strategis dalam upaya Safe
MotherHood dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood yaitu:
 Keluarga Berencan yang memastikan bahwa setiap orang atau pasangan
mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan
waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan dan jumlah anak.
 Pelayanan Antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin
dan dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
 Persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai
pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan
bersih.
 Pelayanan obstetri esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetri untuk risiko
tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkan.

D. Kebijakan Departemen Kesehatan

Kebijakan Departeman Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunn AKI


pada dasarnya mengacu pada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”.
Program keluarga berencana sebagai pilar utama sudah dianggap berhasil. Selain itu,
Departemen Kesehatan mengupayakan agar “setiap persalinan ditolong atau minimal
didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu
hamil. Adapun strategi dalam pelaksanan operasional yaitu:
 Penggerakan Tim Dati II (Dinas kesehatan dan seluruh jajarannya sampai ke
tingkat kecamatan atau desa)
 Pembinaan daerah yang intensif disetiap Dati II meliputi bidan mampu
memberikan pertolongan PONED dan PONEK.
 Meningkatkan KIE dalam upaya penurunan AKI.

E. Keterlibatan Lintas Sektor

Beberapa bentuk keterlibatan lintas sector dalam upaya penurunan AKI adalah
sbb:
 Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang dirintis oleh kantor Menperta pada tahun 1996.
 Kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindunga ibu dan anak.
 Gerakan Produksi Keluarga Sehat (GPKS) yang dimulai oleh BKKBN

F. Pemanfaatan Dan Evaluasi

Dalam pemantauan program kesehatan ibu, digunakan indicator cakupan


yaitu: cakupan layanan Antenatal (K1 untuk akses dan K4 untuk kelengkapan layanan
Antenatal). Adapun indikator praktis atau indikator outcome yaitu: cakupan
penanganan kasus obstetric, Case fatality rate kasus obstetri yang ditangani, jumlah
kematian absolut, PONED dan PONEK dan presentase bedah sesar terhadap seluruh
persalinan di suatu wilayah.
KEWASPADAAN UNIVERSAL

A. Definisi

Kewaspadaan Universal (KU) adalah pedoman yang ditetapkan Centers for


desease control (CDC) untuk mencegah penyebaran berbagai penyakit yang
ditularkan melalui darah dilingkungan Rumah Sakit, atau sarana kesehatan lainnya.
Dewasa ini Indonesia telah memasuki epidemi HIV/AIDS gelombang kelima
yang ditandai kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga/ para istri, bahkan ibu dan
janin yang sedang dikandungnya. Oleh karena itu perlu kewaspadaan universal sejak
dini untuk mencegah hal seperti diatas.

B. Pelaksanaan Kewaspadaan Universal

Kebijakan pelaksanaan KU adalah setiap petugas kesehatan harus memakai


sarana yang dapat mencegah kontak kulit, cairan tubuh lainnya seperti darah dari
pasien yang dilayaninya yaitu dengan menggunakan sarung tangan bila menyentuh
darah atau cairan tubuh yang mengelolah peralatan, memakai sarung tangan bila
mengelola peralatan atau sarana kesehatan dan pada saat mengerjakan fungsi vena
atau prosedur yang menyangkut pembuluh darah.
Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung
semaksimal mungkin dari kemungkinan terkena infeksi penyakit yang ditularkan
melalui darah/cairan tubuh, baik dari kasus yang didiagnosis maupun yang tak
terdiagnosis.

C. Beberapa Petunjuk Dalm Pelaksanaan KU


Adapun langkah-langkah yang perlu sebgai pecegahan infeksi, khususnya
infeksi melalui darah cairan tubuh yang tidak mengbaikan pentingnya prosedur
standar dalam tindakan pemrosesan alat/instrument secara tepat, pembuangan
sampah/limbh secara aman dan menjamin kebersihan ruangan serta lingkngan
sekitarnya.
Beberapa petunjuk dalam pelaksanaan KU ialah….
1. Kewaspadaan dalam tindak medic
Dalam segala prosedur pembedahan medik yang berisiko tinggi bagi tenga
kesehatan perlu pembatas untuk memutuskan rantai penularan seperti kaca mata,
masker pelindung hidung, plastic penutu badan, sarung tangan yang sesuai dan
penuup kaki sebagai pelindung kaki.
2. Kegiatan gawat darurat
Seperti kegiatan di kamar oprasi baik dalam prosedur oprasi, pada saat menjahit,
memisah jaringan, oprasi sulit, melepas baju oprasi, pencucian instrument bekas
pakai dan seorang dokter yang melakukan prosedur pembedahan.
3. Kegiatan di kamar bersalin
Meenggunakan short dan sarung tangan yang mencapai siku, menolong BBL
harus menggunakan sarung tangan.
4. Prosedur
Anestesi merupakan aktivitas yang dapat memaparan infeksi virus pada tenaga
kesehatan.
5. Lokasi kegiatan
Yang harus perhatikan adalah mobil ambulan, laboratorium, serta kamar jenazah.
D. Manajemen untuk Tenaga Kesehatan yang Terdapat Darah/Cairan Tubuh
 Paparan secara paranteral melalui tusukan jarum.
 Paparan pada selaput lender melalui cipratan kemata.
 Paparan pada mulut menagdung infeksi tersebut dengan cara berludah.
 Paparan pada kulit yang utuh atau kulit yang sedang luka.

E. Kepatuhan melaksanakan KU
Mengingat bahwa infeksi dapat di tularkan melalui darah, selecsi vagina, air
mani, cairan amnion dan cairan tubuh lainnya, maka setiap petugas yang bekerja di
lingkungan yang mungkin terpapar hal tersebut mempunyai risiko untuk tertular bila
tiadak mengindahkan prosedur pencegahan infeksi.
Tingkat kepatuhan untuk melaksanakan KU, khususnya berkaitan dengan
HIV/AIDS, dipengruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:
1. Factor individu: jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan/profesi, lama bekerja dan
tingkat pendidikan.
2. Factor psikososial: sikap terhadap HIV dan atau virus hepatitis B, ketegangan
dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap risiko.
3. Faktor Organisasi Manajemen: adanya kesepakatan untuk membuat suasana
lingkungan kerja yang aman dan adanya pelatihan.

F. Upaya Untuk Melaksanakan KU Ditiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Untuk pelaksanaan KU suatu fasilitas pelayanan kesehatan perlu diterpkan
langkah-langkah yang di lakukan oleh panitia pengendalian infeksi nosokomial di
Rumah Sakit diantaranya:
 Pengenalan unsure-unsur yang terkait.
 Menialai fasilitas dan kebiasaan yang berlangsung hingga saat ini.
 Meninjau kembali kebjakan dan prosedur yang telah ada.
 Membuat perencanaan dan menjelaskan perencanaan yang telah di susun.
 Mengadakan pendidikan dan pelatihan.
 Memantau dan mengadakan supervisi pelaksanaan KU secara berkala.

Program Menjaga Pelayanan Kesehatan

Pendahuluan

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyrakat, maka perlu diselenggarakan


pelayanan kesehatan yang aman setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri dan
besarnya sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
dengan adanya beberapa syarat yang perlu diperatikan dan apbila upaya yang dilakukan
secara terarah dan terencana dalam ilmu administrasi kesehtan dikenal dengan nama
Program Menjaga Mutu.

Batasan

Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara


berkesinambungan, sistematis, objectif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan
penybab masalah mutu, menjaga mutu, tadak hanya satu kali tetapi terus menerus,
mengikuti alur kegiatan dan sasaran yang baku, penybab masalah tidak dipengruhi oleh
berbagai pertimbangan lain, serta pelaksanaannya harus terpadu dengan pelayanan
kesehatan yang di selenggarakan.

Tujuan

Tujuan umumnya ialah: untuk lebih meningkatkan muu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan.
Tujuannya:
1. Diketahuinya masalah mutu pelayanan kesehatan yang di selenggarakan
2. Tersusunya uapya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
3. Terselenggaranya uapaya penyelesaian masalah dan penyebab masalah mutu
peleyanan
4. Tersusun secara tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan

Sejarah Perkembangan
Pekembangan program menjaga mutu yang merupakan kewajiban administrtif dan
ataupun yuridis tersebut secara kronologis dapat diuraikan sbb:

 Sebelum tahun 1950


Pada tahun 1950 program ini belum begitu menonjol yang mana program lebih
banyak bersifat menyusun standar tundakan dan atau sarana saja seperti Kongres Ahli
Bedah Amerika UL pada tahun 1915.

 Antara tahun 1950 sampai tahun 1970


Program menjaga mutu kesehatan mulai tampak lebih aktif diselenggarakan. Dan
setelah tahun 1970 program ini lebih bverkembang lebih pesat lagi dan peningkatan
biayah kesehatan yang tampak mencolok setelah tahun 1970 lebih mendorong lahirnya
banyak program yang dan kaitannya dengan program menjaga mutu yang sekaligus
bermaksud mengendalikan biayah kesehatan. Sampai pada tahun 1983 pada dasarnya
berhasil diperkenankan program baru yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari
program mutu pelayanan kesehatan.

Sasaran
Sasarabn program menjaga mutu adalah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan empat unsur pokok yakni unsur masukan dengan semua hal yang
diperlukan, unsure proses, unsure lingkungan, keadaan sekitar, dan unsur keluaran yang
menunjuk pada penampilan.

Mutu Pelayanan
Mempunyai tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sedang diamati
dan merupkan salah satu sifat yang di miliki oleh suatu program dalam kepatuhan
terhaadap standar yang telah di tetapkan. Mutu pelayanan kesehatan mengenal paling
tiadak dua pembatatsan, yaitu pembatasan pada derjat kepuasan pasien dan pembatasan
pada upaya yang dilakukan untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan
kesehatan.
Standar Dan Kegiatan
Stanadar dalah keadaan ideal tingkat pencapaian tertinggi dan sempurna yang di
pergunakan sebagai batas penerimaan. Standar dalam program menjag mutu dapat di
bedakan menajdi dua yaitu: standar persyaratan minimal yang menunjukan pada keadaan
minimal yang harus dipenuhi untuk dapat menjamin terselenggarnya pelayanan
kesehatan. Yang bemutu melalui standar masukan lingkungan dan standar proses. Selai
standar persyaratan minimal adapun standar penampilan minimal yang menunjukan pada
enampilan pelayanan kesehatan yang masih dapat di terima.

Kegiatan
A. kegiatan persiapan dengan membentuk organisasi yang bertanggung jawab
melaksanakan program menjaga mutu, menetapkan batas-batas, wewenang dan
tanggung jawab organisasi menjabarkan ruang lingkup kegiatan yang
diseenggarakan menetapkan aspek pelayanan kesehatan dan menetapkan tolak
ukur dan ambang batas untuk aspek pelayanan.
B. Kegiatan pelaksanaan yakni: menetapkan masalah mutu pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, menetapkan prioritas masalah, melakukan analisis,
melakukan kajian masalah, menetapkan dan menyusun upaya penyelesaian
masalah, melaksanakan upaya penyelesaian masalah dan melakukan pemantauan.

Adapun langkah pokok yang harus dilakukan ialah:

 Menyusun daftar masalah mutu


 Menetapkan prioritas masalah mutu
 Merumuskan pernyataan mutu dan menetapkan sumber msalah

Untuk dapat melaksanakan cara penyelesaian maslah, maka diterapkanlah siklus


PDCA (Plan,Do,Check,Action) dengan 4 langkah yang harus dilakukan yaitu
perencanaan (plan) menyusun rencana, pelaksanaan (Do), pemeriksaan (check), dan
perbaikan (Action).

Bentuk dan Manfaat


Program menjaga mutu daoat dibedakan atas 5 macam bentuk seperti:
 Progam menjaga mutu prospektif, dengan stndarnisasi, perizinan, certifikasi,
akkreditsi
 Program menjaga mutu konkuren
 Program menjaga mutu retrospektif, dengan riviu rekaman medik, riviu jaringan,
survei klien
 Program menjaga mutu internal
 Program menjaga mutu eksternal

Manfaat
Adapun manfaat yang akan diperoleh yaitu:
 Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan
 Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
 Dapat melindungi penyelenggara pelayanan kesehatan dan kemungkinan
timbulnya gugatan hokum

Anda mungkin juga menyukai