Anda di halaman 1dari 8

‫البيان‬

1. Menciptakan Generasi Cinta An-Qur’an


Oleh : Zulhammi, M.Ag., M.Pd
2. Kiat Sukses Hidup Bermasyarakat
Oleh : Dr. H. Akhiril Pane, S.Ag., M.Pd
3. Apa itu Ibadah?
Oleh : Sufrin Efendi Lubis, Lc., M.A
4. Perempuan yang Tidak Berdosa
Oleh : Riem Malini Pane, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
IAIN PADANGSIDIMPUAN
2019

1
Salam Redaksi

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur selalu kita ucapkan kehadirat Allah SWT., atas
segala nikmat-Nya yang tidak pernah putus., Shalawat dan Salam
buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Al-Bayan edisi VI Nomor 1 ini akan mengahdirkan kepada para
pembaca sekalian 4 buah artikel yang beragam yang ditulis oleh para
dosen yang membidangi ilmu yang beragam yang diawali oleh
tulisan Ibu Zulhammi, M.Ag., M.Pd, kemudian tulisan kedua
disajikan oleh Dr. H. Akhiril Pane, S.Ag., M.Pd. Sementara Sufrin
Efendi Lubis, Lc., M.A., membuat tulisan ketiga dan Ibu Riem
Malini Pane, M.Pd., pada tulisan terakhir.
Semoga Al-Bayan edisi kali ini dapat mengisi khazanah
keilmuan pembaca dan bermanfaat bagi kita semua, .
Wassalam Wr.Wb

TEAM REDAKSI :

Penanggung Jawab : Dr. Lelya Hilda, M.Si


Redaktur : Ali Asrun Lubis, S.Ag., M.Pd
Penyunting Akhir : Sufrin Efendi Lubis, Lc., M.A
Desain Grafis : Fitri Rayani Siregar, M.Hum
Fotografer : Samiatun, S.Ag.
Sekretariat :1. Elli Nondang Saragih, SS
2. Diah Khoriyah, M.Pd

Alamat Redaksi : Jl. T. Rizal Nurdin Km. 4,5 Sihitang


, Padangsidimpuan 22733

2
APA ITU IBADAH
Oleh: Sufrin Efendi Lubis

Al Quran Surah adz Dzariyat ayat 56 menegaskan bahwa


kehidupan manusia tidak lepas dari dimensi ibadah. Ibadah yang
diartikan sebagai bentuk ketaatan serta ketundukan terhadap Allah
Swt., yang menciptakan kita dengan tujuan tertentu. Hal ini seperti
yang disebutkan oleh penulis tanbihat mukhtasharah. Allah Swt.,
berfirman:
      
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Q.S. Adz
Dzariyat: 56)
Konsekuensi manusuia sebagai yang diciptakan mesti patuh
dan tunduk terhadap penciptanya. Karena dalam hal ini manusia
mujbar (terikat) oleh aturan Allah Swt. Namun, hakikat dari
terikatnya manusia yang dibingkai dengan aturan ilahi baik berupa
perintah untuk dilakukan maupun larangan untuk ditinggalkan
kembali kepada diri manusia itu sendiri. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa manfaat dari perintah yang dikerjakan serta
mudharat dari larangan yang diabaikan tidak ada kaitannya dengan
keagungan serta kemuliaan Allah Swt. Allah Swt., berfirman:
         
...          
Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain, dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil
(orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan
untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum
kerabatnya... (Q.S. Adz Dzariyat: 18)
Di sisi lain, ibadah dimaknai sebagai nama yang mencakup
segala kebaikan baik yang tampak atau tidak, yang mana ketika
mengerjakannya hanya mengharap ridla dan rahmat Allah Swt. Hal
ini seperti yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
ibadah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai

3
Allah dan diridlaiNya, baik berupa perkataan maupun perbuatan,
yang tersembunyi maupun yang nampak.
Akan tetapi ibadah yang dimensinya antara seorang
manusia (hamba) dengan Allah (pencipta) memiliki aturan sesuai
dengan yang ditentukan oleh pemerintah. Sehingga, kebaikan yang
dikerjakan seseorang tidak serta-merta menjadi kebaikan sebelum
memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah
Swt. Setidaknya ada tiga syarat yang yang mesti dikerjakan
sehingga kebaikan yang kita kerjakan disebut sebagai ibadah:
1. Bukti Cinta dan Ketuntukan
Sebuah tindakan terjadi atau kebijakan diputuskan
berdasarkan dorongan. Dorongan ini akan menjadi parameter apa
yang akan dilakukan. Kalau di dalam melakukan ibadah
berdasarkan kecintaan serta bukti ketundukan kepada Allah, maka
ibadah itu tetap akan dilakukan meskipun harus membutuhkan
banyak pengorbanan. Karena sejatinya cinta akan mendorong
seseorang untuk berkorban, mengalah dan tunduk tanpa banyak
pertimbangan. Dia meyakini bahwa dibalik perintah itu pasti ada
porelahan yang menguntungkan.
Seorang yang laki dimabuk cinta terhadap kekasihnya akan
rela melakukan hal-hal yang diluar nalar manusia normal. Bukan
dia tidak normal, namun magnet cinta telah mendorongnya untuk
melakukan serta mengorbankan apapun demi kekasihnya.
Begitulah sejatinya yang dituntut dari ibadah. Selama
ibadah belum sampai pada level bukti cinta dan rela berkorban
dalam melaksanakanya untuk Allah, maka pekerjaan dan kebaikan
itu belum dinilai ibadah. Inilah yang membedakan kebaikan orang
dulu dengan orang sekarang. Bukankah shalat mereka sama seperti
shalat kita di hari ini? Begitu juga dengan puasa serta ibadah harta
mereka. Namun kenapa hasilnya tidak sama? Salah satu
jawabannya bisa jadi ketika melaksanakannya belum sampai ke
level cinta yang siap berkorban untuk Allah Swt.
Sejarah telah mencatat hingga sampai kepada kita bahwa
orang-orang Quraisy sebelum datang Islam yang dibawa Nabi
Muhammad telah mengenal ibadah. Allah Swt., berfirman:

4
       
       
Artinya: Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa
kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka
tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba
mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). (Q.S. al ‘Ankabut:
65)
Ayat ini menkisahkan sekelompok orang Quraisy yang
pada waktu-waktu tertentu mereka juga tetap mengakui keesaan
Allah dan beribadah kepadaNya. Namun ibadah yang mereka
lakukan bukan sebagai bukti kicintaan dan rela berkorban demi
menunaikan perintah Allah Swt. Ibadah yang mereka lakukan
hanya ketika mereka butuh kepada Allah Swt.
2. Mengikuti aturan
Ibadah adalah nama bagi pekerjaan yang diperintahkan
Allah kepada hamba-hambaNya. Pekerjaan yang dilakukan karena
Allah meski mengikuti aturan serta keinginan Allah. Hal ini
menjadi satu penentu dari pekerjaan yang dilakukan. Seorang yang
beribadah dan mengabaikan aturan-aturan Allah didalam
malaksanakannya, maka dapat dipastikan ibadahnya tidak akan
berterima. Bagaimana mungkin melakukan ibadah namun tidak
sesuai dengan yang diminta oleh pemberi perintah.
Pada point ini juga kita menemukan di dalam sejarah
tentang pribadatan orang-orang Quraisy di masa sebelum
diutusnya Nabi Muhammad Saw. Allah Swt., berfirman:
     
       
Artinya: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat
bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun
kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. al Baqarah: 199)
Ayat di atas menceritakan tentang model ibadah haji yang
dilakukan orang-orang Quraisy; yang mana dikisahkan bahwa
mereka tidak menyetujui disejajarkan dengan jamaah haji lainnya.
Karena di antara jamaah haji yang ada tidak menutup

5
kemungkinan terdiri dari kalangan rendahan dan bukan bangsawa.
Hal ini mereka tolak dengan mentah-mentah.
Di sisi lain kita medengar dalam catatan sejarah tentang
bagaimana tatacara orang Quraisy (jahiliyyah) di dalam
melaksanakan ibadah haji; khususnya rukun haji thawaf. Mereka
mengelingi Ka’bah sedang mereka dalam keadaan tidak
berpakaian. Mereka beralasan bahwa, Ka’bah tempat yang suci dan
agung, maka kalau ingin menghadap kepada yang agung harus
dalam keadaan tersuci. Ketika mereka mengenakan pakaian yang
menurut mereka pakaian yang mereka gunakan sehari-hari sudah
dinodai dengan banyak keburukan sehingga tidak pantas
digunakan ketika melaksanakan ibadah haji.
Ibadah semacam ini dapat dipastikan tidak akan diterima
oleh Allah Swt., dikarenakan ketika taatan dan tundukan terhadap
aturan Allah di dalam melaksanakannya.
3. Ikhlas dan Tulus
Kata ikhlas bermakna tulus dan tidak mendua.
Melaksanakan sesuatu semata hanya karena Allah. Itulah makna
ikhlas pada ibadah ini. Lawan dari ikhlas adalah riya, beribadah
karena selain Allah atau karena Allah namun juga selain Allah.
Di dalam beribadah kita dibiasakan untuk membulatkan
tekat bahwa ibadah itu kita lakukan lillah (karena Allah, hanya
untuk Allah). Karena pentingnya mementapkan motivasi beribadah
hanya karena Allah, maka Allah mengacam orang yang berbuat
riya dan beribadah selain Allah Swt.
Dari ketika syarat ini kita dapat menentukan kualitas ibadah
kita serta statusnya di hadapan Allah Swt. Sehingga terjawab sudah
pertanya-pertanyaan kita selama ini; kenapa banyak orang yang
shalat namun di waktu yang sama maksiat yang dilaksnakan juga
tidak kalah seringnya. Berbeda dengan orang-orang dulu, shalat
benar-benar menjauhkan serta membentengi mereka dari kekejian
dan kemungkaran. Maka ketika syarat di atas dapat menjadi
jawaban dari pertanyaan di atas.

6
VISI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
Unggul dan Terkemuka Dalam Pengkajian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Bahasa Arab
dan Menjadi Lembaga Profesional Dalam
Menyediakan Guru Bahasa Arab Tahun 2015

MISI JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB

7
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran
yang unggul untuk menghasilkan lulusan yang
beriman, berakhlak mulia, dan profesional
dalam bidang pendidikan bahasa Arab di
sekolah/ madrasah / pesantren dan lembaga
pendidikan Islam lainnya.
2. Melakukan penelitian di bidang pendidikan
bahasa arab guna melahirkan dan
mengembangkan teori-teori pendidikan bahasa
arab.
3. Melakukan dan meningkatkan pengabdian
masyarakat, khususnya bidang pendidikan
bahasa arab dan pemberantasabn buta aksara
al-qur’an.
4. Mengembangkan jaringan kerjasama/kemitraan
dengan perguruan tinggi di dalam maupun luar
negeri, masyarakat pengguna lulusan dan
stakeholders lainnya.
5. Meningkatkan mutu lulusan dan pengelolaan
managemen Program Studi Pendidikan Bahasa
Arab.

Alamat Redaksi : Jl. T. Rizal Nurdin Km. 4,5 Sihitang


, Padangsidimpuan 22733

Anda mungkin juga menyukai