Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Konsep Personal Hygine

a. Definisi

Personal hygiene berawal dari bahasa Yunani, berasal dari kata

Personal yang artinya perorangan dan hygieneberarti sehat. Kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan

kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan

Martonah, 2004).

Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam

memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya,

kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya

(Depkes,2000).

Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk

memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan

diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan, kesehatan. Praktek

hygiene sama dengan meningkatkan kesehatan (Potter dan Perry, 2012).

Seseorang yang sakit, biasanya dikarenakan masalah kebersihan yang

kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah

kebersihan adalah masalah yang biasa saja. Padahal hal tersebut

dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Karena itu


hendaknya setiap orang selalu berusaha supaya personal hygienenya

dipelihara dan ditingkatkan.

Hygiene adalah ilmu kesehatan. Cara perawatan diri manusia untuk

memlihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan. Cara

perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik untuk keadaan

emosional seseorang. Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan

untuk kenyamanan individu, keamanan, kesehatan. Seperti pada orang

sehat mampu memenuhi kebutuhan kesehatan sendiri, pada orang sakit

atau tantangan fisik memerlukan bantuan perawat untuk melakukan

praktik kesehatan yang rutin (Potter dan Perry,2012).

b. Macam-macam personal hygiene

Menurut potterdanperry (2012) bahwa macam-macam personal hygiene

adalah sebagai berikut:

1) Perawatan Kulit

Kulit merupakan organ aktif yang berfungsi pelindung sekresi,

ekskresi, pengaturan prematur, dan sensasi. Kulit memiliki tiga

lapisan utama: epidermis, dermis, dan subkutan. Epidermis disusun

dari beberapa lapisan tipis dari sel yang mengalami tahapan berbeda

dari maturasi. Selama remaja pertumbuhan dan maturasi integumen

meningkat. Pada wanita sekresi estrogen menyebabkan kulit menjadi

halus, lembut, dan tebal dengan peningkatan vaskularitas. Kelenjar

sebasea menjadi lebih aktif, yang mempengaruhi remaja untuk

berjerawat. Kelenjar keringat ekrin dan apokrin berfungsi selama

pubertas. Remaja biasanya mulai menggunakan antiperspiran.


Frekuensi mandi dan bershampo yang lebih sering penting untuk

mengurangi bau badan.

2) Perawatan kaki dan kuku

Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk

mencegah infeksi,bau,dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat

digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Seringkali

orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri

atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang

salah atau kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigit kuku

atau pemotongan yang tidak tepat, pemaparan dengan zat-zat kimia

yang tajam dan pemakaian sepatu yang tidak pas. Memotong kuku

merupakan cara untuk pemeliharaan kuku dan kaki.

3) Perawatan mulut

Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut,

gigi, gusi dan bibir. Menggosok membersikan gigi dari partikel-

partikel makanan, plak, bakteri, memasase gusi, dan mengurangi

ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak

nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam mengangkat plak dan

tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan infeksi.

Hygiene mulut yang lengkap membersihkan rasa sehat dan selanjutnya

menstimulasi nafsu makan.

4) Perawatan rambut

Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari

cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau


ketidaknyamanan mencegah untuk memelihara perawatan rambut

sehari-hari. Rambut akan terlihat kusut dan tidak sehat untuk itu

memotong rambut, menyisir dan bershampo adalah cara untuk

perawatan rambut.

5) Perawatan mata

Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk

mata karena secara terus-menerus dibersihkan air mata dan kelopak

mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing. Seseorang

hanya memerlukan untuk memindahkan sekresi kering yang

terkumpul pada kantus sebelah dalam atau bulu mata.

6) Perawatan telinga

Hygiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran

bila substansi lilin atau benda asing berkumpul pada kenal telinga luar

yang mengganggu konduksi suara. Hygiene telinga dengan cara

membersihkan telinga secara teratur dan jangan mengorek-ngorek

telinga dengan benda tajam.

7) Perawatan hidung

Hidung membersihkan indera penciuman tetapi juga membantu

temperatur dan kelembaban udara yang dihirup serta mencegah

masuknya partikel asing ke dalam system pernafasan. Akumulasi

sekresi yang mengeras di dalam nafas dapat merusak sensasi olfaktori

dan pernafasan. Secara tipikal perawatan hidung adalah sederhana

dengan membersihkan hidung secara teratur.


8) Perawatan perinium

Tujuan dari perawatan perinium adalah untuk mencegah dan

mengontrol infeksi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan

kenyamanan, serta mempertahankan kebersihan diri. Perawatan

perinium adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah

antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa

antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetic

seperti pada waktu sebelum hamil (Alin, 2011).

1.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hygiene

a. Citra tubuh

Penampilan umum pasien dapat mengambarkan pentingnya hygiene

pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang

tentang penamplan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering berubah. Citra

tubuh mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Citra tubuh dapat

berubah akibat adanya pembedahan atau penyakit fisik maka harus

membuat usaha ekstra untuk meningkatkan hygiene.

b. Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seorang klien berhubungan dapat

mempengaruhi hygiene pribadi. Kebiasaan keluarga, jumlah orang

dirumah, ketersedian air hanya merupakan beberapa faktor yang

mempegaruhi perawatan kebersihan.


c. Status sosial ekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat

praktik kebersihan yang dilakukan. Seperti alat-alat yang membantu

dalam memelihara hygiene dalam lingkungan rumah.

d. Pengetahuan

Pengatahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi

kesehatan mempenaruhi praktik hygiene. Kendati demikian,

pengatahuan itu sendiri tidak cukup, harus termotivasi untuk

memelihara perawatan diri.

e. Kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi

perawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda

mengikuti praktek perawatan diri yang berbeda.

f. Pilihan pribadi

Kebebasan individu untuk memilih waktu dalam perawatan diri,

memilih produk yang ingin digunakan, dan memilih bagaimana cara

melakukan hygiene.
2.1.1 Pengertian luka diabetes melitus

Luka diabetes (diabetic ulcers) sering kali disebut diabetics foot

ulcers, luka neuropati, luka diabetik neuropati (Maryunani, 2013). Luka

diabetes atau neuropati adalah luka yang terjadi pada pasien yang diabetik

melibatkan gangguan pada saraf perifer dan otonomik. Luka diabetes

adalah luka yang terjadi pada penderita diabetes, dimana terdapat kelainan

akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan diabetes mellitus

dapat disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan

persyarafan dan adanya infeksi (Smeltzer and Bare, 2011).

Luka diabetes dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan

nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh karena adanya emboli

pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah

terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang,

perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar), proses

degenerative (arteriosklorosis) atau gangguan metabolik (diabetes melitus)

(Potter & Perry, 2006).

2.1.2 Etiologi

a. Neuropati

Neuropati diabetik merupakan kelainan urat syaraf akibat

diabetes melitus karena kadar gula dalam darah yang tinggi yang bisa

merusak urat syaraf penderita dan menyebabkan hilang atau

menurunnya rasa nyeri, sehingga apabila penderita mengalami trauma


kadang- kadang tidak terasa. Gejala-gejala neuropati meliputi

kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan sakit

semua terutama malam hari (Maryunani,2013).

b. Angiopathy

Angiopathy diabetik adalah penyempitan pembuluh darah pada

penderita diabetes. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/

besar pada tungkai, maka tungkai akan mudah mengalami gangren

diabetik, yaitu luka yang merah kehitaman atau berbau busuk.

Angiopathy menyebabkan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotik

terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh. (Maryunani,

2013).

2.1.3 Patofisiologi

Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut

trias, yaitu: iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak

terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer

berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom (Ronald, 2017).

a. Neuropati sensorik

Biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi

yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga

meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi

posisi kaki juga hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot,

mengakibatkan penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki

berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.

Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat


meningkatkan tekanan plantar kaki dan mudah terjadi luka kaki

(Ronald, 2017).

b. Neuropati autonom

Ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan

pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini

mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga rentan terhadap

trauma minimal. Hal tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol

dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang, kecepatan induksi

menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal

ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi

jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri

dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan terjadi

atrofi, dingin, dan kuku menebal.

Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang

biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Kelainan neurovaskular

pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis. Aterosklerosis

merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan

lemak di dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat

mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,

kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat

mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi

ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita Diabetic berupa

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai bawah


terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang

(Ronald, 2017).

2.1.4 Hal-hal yang perlu dikaji pada Luka gangren

Menurut Helen (2005) hal – hal yang perlu dikaji pada luka gangren

adalah sebagai berikut :

a. Pada klasifikasi warna:

1) Warna Dasar Luka Merah

a) Warna dasar luka pink/ merah/ merah tua, sebagai disebut

jaringan sehat, granulasi/ epitelisasi, vaskularisasi.

b) Luka dengan dasar warna luka merah tua (granulasi) atau

terang (epitelisasi) dan selalu tampak lembab.

c) Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi,

karenanya mudah berdarah.

d) Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah

dengan mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan

lembab dan mencegah terjadinya trauma/perdarahan.

Gambar 2.1 : warna dasar luka pink/ merah mudah/ merah

Sumber (Helen, 2005)


2) Warna Dasar Luka Kuning

a) Warna dasar luka kuning muda/ kuning kehijauan/ kuning tua/

kuning kecoklatan, disebut sebagai jaringan mati yang lunak,

fibrionilitik, slough/slaf, evaskularisasi.

b) Kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi. Dalam hal ini

yang harus dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka

yang terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi (Anik, 2012).

Gambar 2.2 : warna dasar luka kuning muda dan terinfeksi

Sumber (Helen, 2005)

3) Warna dasar Luka Hitam (Jaringan nekrosis, avaskularisasi.)

Gambar 2.3 : warna dasar hitam jaringan telah mati

Sumber (Helen, 2005)


2.1.5 Klasifikasi derajat pada luka kaki

Menurut t Helen (2005) pada klaifikasi derajat luka gangren adalah

sebagai berikut :

a. Derajat 0

Derajat 0 ditandai antara lain kulit tanpa ulserasi dengan satu atau

lebih faktor risiko berupa neuropati sensorik yang merupakan

komponen primer penyebab ulkus; peripheral vascular disease;

kondisi kulit yaitu kulit kering dan terdapat callous (yaitu daerah yang

kulitnya menjadi hipertropik dan anastesi) terjadi deformitas berupa

claw toes yaitu suatu kelainan bentuk jari kaki yang melibatkan

metatarsal phalangeal joint, proximal interphalangeal joint dan distal

interphalangeal joint. Deformitas lainnya adalah depresi caput

metatarsal, depresi caput longitudinalis dan penonjolan tulang karena

arthropati charcot

Gambar 2.4 : kondisi kulit kering

Sumber (Helen, 2005)

b. Derajat I

Derajat I terdapat tanda-tanda seperti pada grade 0 dan menunjukkan

terjadinya neuropati sensori perifer dan paling tidak satu faktor risiko

seperti deformitas tulang dan mobilitas sendi yang terbatas dengan


ditandai adanya lesi kulit terbuka, yang hanya terdapat pada kulit,

dasar kulit dapat bersih atau purulen (ulkus dengan infeksi yang

superfisial terbatas pada kulit)

Gambar 2.5 : sudah terjadi adanya neuropati

Sumber (Helen, 2005)

c. Derajat II

Pasien dikategorikan masuk grade II apabila terdapat tanda-tanda pada

grade I dan ditambah dengan adanya lesi kulit yang membentuk ulkus.

Dasar ulkus meluas ke tendon, tulang atau sendi. Dasar ulkus dapat

bersih atau purulen, ulkus yang lebih dalam sampai menembus tendon

dan tulang tetapi tidak terdapat infeksi yang minimal.

Gambar 2.6 : terdapat ulkus sampai menembus tendon

Sumber (Helen, 2005)


d. Derajat III

Apabila ditemui tanda-tanda pada grade II ditambah dengan adanya

abses yang dalam dengan atau tanpa terbentuknya drainase dan

terdapat osteomyelitis. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh bakteri

yang agresif yang mengakibatkan jaringan menjadi nekrosis dan luka

tembus sampai ke dasar tulang, oleh karena itu diperlukan

hospitalisasi/ perawatan di rumah sakit karena ulkus yang lebih dalam

sampai ke tendon dan tulang serta terdapat abses dengan atau tanpa

osteomielitis.

Gambar 2.7 : terjadi abses yang dalam hingga ke tulang

Sumber (Helen, 2005)

e. Derajat IV

Ditandai dengan adanya gangren pada satu jari atau lebih, gangren

dapat pula terjadi pada sebagian ujung kaki. Perubahan gangren pada

ekstremitas bawah biasanya terjadi dengan salah satu dari dua cara,

yaitu gangren menyebabkan insufisiensi arteri. Hal ini menyebabkan

perfusi dan oksigenasi tidak adekuat. Pada awalnya mungkin terdapat

suatu area focal dari nekrosis yang apabila tidak dikoreksi akan

menimbulkan peningkatan kerusakan jaringan yang kedua yaitu


adanya infeksi atau peradangan yangterus-menerus. dalam hal ini

terjadi oklusi pada arteri digitalis sebagai dampak dari adanya edema

jaringan lokal.

Gambar 2.8 : terjadi infeksi atau peradangan yang berkelanjutan

Sumber (Helen, 2005)

f. Derajat V

Ditandai dengan adanya lesi/ulkus dengan gangren-gangren diseluruh

kaki atau sebagian tungkai bawah

Gambar 2.9 : gangren telah menyeluruh

Sumber (Helen, 2005)

Berdasarkan pembagian diatas, maka tindakan pengobatan atau

pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :

a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada

b. Derajat I-IV : pengelolaan medik dan tindakan bedah minor


c. Derajat V : tindakan bedah minor, bila gagal dilanjutkan dengan

tindakan bedah mayor (amputasi diatas lutut atau amputasi bawah

lutut).

Beberapa tindakan bedah khusus diperlukan dalam pengelolaan kaki

diabetik ini, sesuai indikasi dan derajat lesi yang dijumpai seperti :

a. Insisi : abses atau selulitis yang luas

b. Eksisi : pada kaki diabetik derajat I dan II

c. Debridement/nekrotomi : pada kaki diabetik derajat II, III, IV dan

d. Mutilasi : pada kaki diabetik derajat IV dan V

e. Amputasi : pada kaki diabetik derajat V

Menurut Maryunani, (2013) langkah dalam penilaian luka lokal

adalah untuk mengevaluasi tingkat aviabilitas jaringan yang ada dalam

luka. Jaringan yang baik adalah merah (granalusi) atau merah muda

(epitelisasi) yang merupakan jaringan yang kondusif untuk penyembuhan

luka normal. Jaringan yang mati berwarna hitam (nekrotik) atau kuning

(slough), kecoklatan, putih, keabu-abuan, coklat kehitaman, atau hijau

karena infeksi. Jaringan ini, jika dibiarkan di dalam luka akan menciptakan

kondisi ideal untuk pertumbuhan bakteri dan infeksi.

a. Jaringan nekrotik dan slaf (necrotic and slough)

Jaringan nekrotik adalah jaringan yang mati, yang biasanya

merupakan hasil dari tidak memadainya suplai darah lokal. Jaringan

nekrotik mengandung sel sel mati dan debris hasil dari fragmentasi

sel-sel mati. Jaringan nekrotik berubah warna dari merah kecolatan


atau hitam/ungu, kemudian membentuk struktur kering, tebal, dan

kasar yang dikenal sebagai eskar. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai

jenis luka, termasuk luka bakar dan semua loka kronis. Slaf

merupakan jaringan nekrotik yang lembab, lunak, dan dengan

konsistensi berserabut, berwarna kuning, putih atau abu-abu. Slaf juga

termasuk jaringan fibrin kuning, yang terdiri dari fibrin nanah, dan

pecahan protein. Slaf dapat ditemukan pada permukaan luka yang

belum bersih sebgai indikasi adanya aktivitas bakteri.

b. Jaringan Granulasi

Ditandai dengan dasar luka diisi dengan jaringan granulasi atau

perkembangan epitel baru, tidak ada sel-sel mati, tidak ada jaringan

vaskular, tidak ada tanda-tanda atau gejala infeksi, tepi luka terbuka

dengan baik. (Helen, 2005)

c. Jaringan Epetial

Jaringan ini sering muncul pada dasar luka dari jaringan

sekitarnya. Jaringan epitel tampak bercahaya dan berwarna merah

muda. Ketika epitel baru terbentuk, jaringan ini hanya berbentuk

lapisan sel dengan beberapa ketebalan yang berwarna bening. Pada

kondisi ini, jaringan epitel sangat rentan terhadap keruskan akibat

gesekan, pergeseran dan tekanan. (Helen, 2005)

d. Tepi luka

Luka sehat ditandai dengan adanya kemajuan epitel merah muda

yang tumbuh di atas jaringan granulasi matang. Bila tepi luka tampak
kehitaman, hal ini menunjukan kondisi hipoksia, sedangankan eritema

menunjukan respon inflamasi fisiologis atau selulitis.

1) Pengkajian pada tepi luka akan didapatkan data bahwa proses

epitelisasi adekuat atau tidak

2) Umumnya tepi luka akan dipenuhi oleh jaringan epitel berwarna

merah muda.

3) Kegagalan penutupan terjadi jika tepi luka mengalami edema,

nekrosis atau infeksi

e. Letak Luka.

Letak atau lokasi dapat digunakan sebagai indicator terhadap

kemungkinan penyebab terjadinya luka, sehingga kejadian luka dapat

diminimalkan dengan menghilangkan penyebab yang ditimbulkan

oleh letak dan lokasi yang dapat mengakibatkan terjadinya luka.

f. Bau luka

Melalui bau, jenis bakteri penginfeksi utama dapat di

identifikasi, seperti bau khas yang tidak sedap dan tajam menandakan

kuman MRSA (methicilin resistant staphyloccocus aureus). Bau luka

bermacam-macam, dapat berbau seperti comberan, bsuuk, tajam,

pengap, pedas, dan seperti kotoran.

1) Pengkajian terhadap bau tidak sedap dan jumlah eksudat pada

luka akan mendukung dalam menegakan diagmosa terjadi infeksi

atau tidak

2) Bau bisa disebabkan oleh aktivitas bakteri anaerob yang menhuni

jaringan nekrotik, sisa protein dan produk akhir asam lemak,


nekrosis jaringan karena aliran darah menurun, balutan basah

jenuh, atau balutan dengan eksudat nekrotik.

g. Terowongan

Terowongan yang dapat menuju ke segala arah dari jaringan

luka, merupakan hasil dari jaringan mati yang meninggalkan ruang

kosong dengan potensi pembentukan abses. Terowongan dapat

dibedakan dengan kantong, yakni terowongan dapat melibatkan

sebagian kecil tepi luka.

h. Eksudat luka

Komponen utama eksudat adalah air dan dapat mengandung

macam-macam elektrolit, nutrisi, protein, mediator mediasi, protein

pencerna enzim. Meskipun eksudat luka sering mengandung

mikroorganisme, kehadiran eksudat tidak berarti bahwa luka

terinfeksi. Eksudat biasanya jernih, amber atau kuning pucat dengan

konsistensi berair. Secara umum tidak berbau, meskipun beberapa

balutan menghasilkan bau khas yang mungkin bukan berasal dari

eksudat (Maryunani, 2013)

2.1.6 Penanganan Luka

Menurut Carville K, (2005) Berdasarkan fase luka terdiri dari :

a. Berdasarkan Fase pada luka terdiri dari :

1) Fase Penyembuhan Luka

Fase Inflamasi Merupakan awal dari proses penyembuhan luka

sampai hari kelima. Proses peradangan akut terjadi dalam 24-48

jam pertama setelah cedera. Proses epitalisasi mulai terbentuk


pada fase ini beberapa jam setelah terjadi luka. Terjadi reproduksi

dan migrasi sel dari tepi luka menuju ke tengah luka. Fase ini

mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis yang

melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang berperan untuk

terjadinya kemoktasis retrofil, makrofag, mast sel, sel endotel dan

fibrolas. Kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi leukosit

dan mengeluarkan mediator inflamasi TGF Beta 1 akan

mengaktivasi fibrolas untuk mensintesis kolagen.

2) Fase Fase Proliferasi

Fase ini mengikuti fase inflamasi dan berlangsung selama 2

sampai 3 minggu (potter dan perry, 2006). Pada fase ini terjadi

neoangiogenesis membentuk kapiler baru. Fase ini disebut juga

fibroplasi menonjol perannya. Fibroblast mengalami proliferasi

dan berfungsi dengan bantuan vitamin B dan vitamin C serta

oksigen dalam mensintesis kolagen. Serat kolagen kekuatan untuk

bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi,

kontraksi luka dan epitelisasi.

3) Fase Remodeling atau Maturasi

Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses

penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa

remodeling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Fase

ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari

penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang

mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal (Ekaputra,2013).


b. Perawatan Luka terdiri atas :

1) Mencuci luka Mencuci luka merupakan hal terpenting untuk

meningkatkan/ memperbaikidan mempercepat proses

penyembuhan dan menghindari infeksi, proses pencucian luka

bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik, cairan luka yang

berlebihan, sisa balutan, dan sisa metabolictubuh pada permukaan

luka. Cairan terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah

cairan nontoksik misalnya Nacl 0,9%. Penggunaan hydrogen

peroksida, larutan hipoklorit sebaiknya hanya digunakan pada

jaringan nekrotik dan tidak digunakan pada jaringan granulasi.

Cairan antiseptic seperti yodium sebaiknya hanya digunakan saat

luka terinfeksi dan harus dilakukan pembilasan kembali dengan

Nacl 0,9%.

2) Debridement (nekrotomi) Debridement ataupun nekrotomi adalah

membuang jaringan nekrotik / slough pada luka. Secara alami

tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrotik/slough yang

menempel pada luka (peristiwa autolysis) namun daerah pada

luka ganggren merupakan hal yang prinsip harus dilakukan untuk

mempercepat proses epitilisasi/ granulasi. Hal yang menjadi

perhatian perawatan saat melakukan nekrotomi adalah pembuluh

darah (jangan sampai merusak pembuluh darah) bila ragu-ragu

lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan debridement

di ruang bedah.
3) Perawatan kulit di sekitar luka. Melindungi kulit disekitar luka

adalah penting untuk menghindari terjadinya luka baru karena

pada perawatan luka kronis seperti luka genggren diabetes

pembalutan akan membutuhkan waktu yang cukup lama,

pengunaan zincoksida salep cukup efektif untuk melindungi kulit

sekitar luka dari cairan /eksudat, hanya memerlukan biaya yang

cukup mahal. Untuk meminimalkannya perawat dapat melakukan

pencucian kulit sekitar luka dengan Nacl 0,9%, bila eksudat

berlebihan pertimbangkan untuk mengganti balutan 2 ± 3 kali

sehari, untuk kulit yang kering beri lotion atau minyak.

4) Pemilihan jenis balutan (Arisanty, 2012). Pemilihan jenis balutan

bertujuan untuk mempertahankan suasana lingkungan luka dalam

keadaan lembab, mempercepat prosespenyembuhan, absorpsi

eksudat / cairan luka yang keluar berlebihan dan membuang

jaringan nekrotik. Jenis balutan topical terapi (occlusive dressing)

antara lain:

(a) Absorbent dressing : jenis ini dapat menyerap jumlah cairan

luka paling banyak, berfungsi sebagai hemostatis tubuh jika

terjadi perdarahan dan merupakan barier terhadap

kontaminasi oleh pseudomonas

(b) Hidro actif gel : adalah jenis topical terpi yang membantu

proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri

(support autolitikdebridement) contoh: duoderm gel


(c) Hidro colloid : jenis balutan ini berfungsi untuk

mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi

luka dari trauma dan menghindarkan kontaminasi, digunakan

pada keadaan luka berwarna merah.

Jenis balutan occlusive dressing seperti yang diuraikan

diatas mampu mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan

kelembaban yang optimal, saat penggantian balutan akan tampak

peluruhan jaringan nekrotik, slough dasar luka bersih, namun

pembalut tersebut memerlukan biaya yangcukup mahal dan tim

kesehatan lain belum seluruhnya tersosialisasi (Jervis, 2003).

5) Offloading Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus,

menjadi salah satu komponen penanganan ulkus diabetes.

Ulserasi biasanya terjadi pada area telapak kaki yang mendapat

tekanan tinggi. Bed rest merupakan satu cara yang ideal untuk

mengurangi tekanan tetapi sulit untuk dilakukan

6) Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading yang

paling efektif. TCC dibuat dari gips yang dibentuk secara khusus

untuk menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Metode

ini memungkinkan penderita untuk berjalan selama perawatan

dan bermanfaat untuk mengontrol adanya edema yang dapat

mengganggu penyembuhan luka. Meskipun sukar dan lama, TCC

dapat mengurangi tekanan pada luka dan itu ditunjukkan oleh

penyembuhan 73-100%. Kerugian TCC antara lain membutuhkan

ketrampilan dan waktu, iritasi dari gips dapat menimbulkan luka


baru, kesulitan untuk menilai luka setiap harinya. Karena

beberapa kerugian TCC tersebut, lebih banyak digunakan Cam

Walker, removable cast walker, sehingga memungkinkan untuk

inspeksi luka setiap hari, penggantian balutan, dan deteksi infeksi

dini.
2.2 Kerangka Konsep

2.4 Kerangka Konseptual

Faktor yang mempengaruhi


perilaku hygiene:

1. Citra tubuh
2. Praktik sosial
3. Status sosial ekonomi Perilaku hygiene pada
44. Pengetahuan
Pengetahuan penderita luka gangren
diabetes mellitus tipe 2
5. Kebudayaan
6. Pilihan pribadi

Gambar 2.10 : Kerangka Konseptual (Potter dan Perry,2012)

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

: Arah hubungan

Anda mungkin juga menyukai