Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN DENGAN KEJADIAN

BAYI BERAT LAHIR RENDAH ( BBLR )

DI RS RADEN MATTAHER JAMBI

2019

OLEH :

RIKI GUSTIAWAN

G1B116005

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN (S-1)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masa kehamilan merupakan masa-masa yang sangat
membahagiakan bagi seorang istri, keinginannya bersama suami tercinta
untuk memiliki anak akan segera terwujud. Tetapi dibalik kebahagiaan
tersebut tidak sedikit ibu hamil yang memiliki perasaan khawatir tentang
kehamilan, mulai dari perubahan bentuk tubuh, terjadinya gangguan
selama kehamilan, proses melahirkan yang menyakitkan, melahirkan bayi
tidak sesuai dengan yang diinginkan, dan terjadinya masalah pada bayi
seperti lahir dengan berat badan rendah.
Berat Badan Lahir Rendah ialah neonatus dengan berat badan lahir
pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram ( sampai 2499 gram ) tanpa
memandang masa kehamilan. Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR )
terdapat dua penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram, yaitu karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat
badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur kehamilan cukup
atau kombinasi keduanya.1
Menurut WHO Berat Badan Lahir Rendah adalah berat bayi yang
kurang dari 2.500 gram. Berat Badan Lahir Rendah menjadi masalah
kesehatan masyarakat global. Angka yang menunjukkan BBLR di dunia
adalah di perkirakan 15% - 20% dari keseluruhan angka kelahiran di
dunia dengan mewakili 20 juta kelahiran setiap tahun. Di negara
berkembang menunjukkan presentase sebesar 96,5 % dengan insiden
tertinggi terjadi di Asia Tengah dan Asia Selatan ( 27,1% ) dan paling
rendah di Eropa ( 6,4 % ). Ini dapat disimpulkan bahwa kasus BBLR
sangat besar terjadi di Negara Berkembang.2
Menurut data Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2018
pravelensi bayi dengan BBLR adalah 6,2 % dimana ini terjadi penurunan
dari tahun 2013 dengan jumlah presentase 10,2 %. Untuk data tertinggi
dengan kasus BBLR terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah dengan
presentase sebanyak 8,9 % sedangkan untuk data terendah terjadi di
Provinsi Jambi dengan presentase 2,6 % .3
Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat mengakibatkan terjadinya
insiden sepsis umbilikalis, gangguan pada mata (ophtalmology),
gangguan pendengaran, diare, ikterus neonatorum, infeksi traktus
respiratorius, dan yang paling sering ditemukan berupa asfiksia
neonatorum. Akibat jangka panjang berat badan lahir rendah (BBLR)
antara lain terhadap tumbuh kembang anak, risiko penyakit jantung di
masa yang akan datang dan penurunan kecerdasan. Berat Badan lahir
rendah (BBLR) merupakan faktor penting dalam morbiditas dan
mortalitas perinatal di negara berkembang (Manuaba, 2015).4
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berisiko kematian
35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal.
Di negara berkembang diperkirakan setiap 10 detik terjadi satu kematian
bayi akibat penyakit atau infeksi yang berhubungan dengan bayi berat
lahir rendah.4
Salah satu faktor yang menyebabkan berat badan bayi lahir
diantaranya adalah kekurangan kadar hemoglobin pada ibu hamil.
Kekurangan kadar hemoglobin (Hb) yang kurang dari 11 g/dI
mengndikasikan ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil
meningkatkan risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),
risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan, bahkan dapat
menyebabkan kematian ibu dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita
anemia berat. Hal ini tentunya dapat memberikan sumbangan besar
terhadap angka kematian inu ersalin, maupun angka kemaian bayi
(Kusumah, 2015).4
Sedangkan menurut Riskerdas 2016, faktor – faktor yang
menyebabkan terjadinya BBLR adalah : Faktor Ibu, Faktor Janin, Faktor
Plasenta dan Faktor yang tidak diketahui. Faktor ibu ini bisa di sebabkan
oleh Toksemia Gravidarum, yaitu Preeklampsi dan eklampsi, kelainan
bentuk uterus, tumor dan ibu yang menderita ( penyakit tifus abdominalis,
malaria, TBC dan penyakit jantung ), trauma pada masa kehamilan (
stress, jatuh ), usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun. Untuk faktor janin disebabkan oleh kehamilan ganda, hidramnion,
ketuban pecah dini, cacat bawaan, dan infeksi. Sedangkan faktor plasenta
itu bisa dari plasenta previa.5
Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah atau
kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis, yang bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian,
merokok, dan status kehamilan. Kekurangan zat besi dianggap sebagai
penyebab paling umum anemia secara global, walaupun kondisi lain,
seperti folat, vitamin B12 dan defisiensi vitamin A, peradangan kronis,
infeksi dari parasit, dan gangguan bawaan semuanya dapat menyebabkan
anemia. Dalam bentuknya yang parah, ini terkait dengan kelelahan,
kelemahan, pusing dan kantuk. Wanita hamil dan anak-anak sangat
rentan. ( WHO, 2017 ).6
Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait
dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul balk
pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil dengan anemia cenderung
mengalami kelahiran prematur, mudah jatuh sakit akibat daya tahan tubuh
yang lemah, melahirkan bayi dengan barat badan rendah, mengalami
pendarahan pasca persalinan dan angka kematian yang tinggi (Kemenkes
RI, 2014).7
Menurut World Health Organization pravelensi anemia pada ibu
hamil sebesar 41,8 % dengan mewakili 56 milyar wanita dengan
kehamillan.6 Berdasarkan hasil Risekesdas 2018, pravalensi anemia pada
ibu hamil bertambah dari 37,1% tahun 2013 menjadi 48,9 % tahun 2018.3
Anemia tersebut diakibatkan karena kekurangan kadar hemoglobin
(Hb). Kadar Hb ibu yang kurang dari 11 gr% saat kehamilan dapat
diartikan sebagai kadar Hb abnormal/kurang dari normal, sehingga
disebut anemia saat hamil. Pada umumnya ibu hamil yang kekurangan Hb
diakibatkan oleh karena kekurangan asupan zat besi sebelum atau selama
kehamilan.8
Dampak yang diakibatkan oleh adanya anemia pada ibu hamil
adalah berbagai macam komplikasi terhadap ibu, berupa gangguan saat
kehamilan (kenaikan berat badan gestasi yang tidak adekuat, abortus,
prematuritas), gangguan saat persalinan (atonia uteri, partus lama,
pendarahan), gangguan saat masa nifas (rentan terhadap infeksi dan stress
akibat penurunan daya tahan tubuh, produksi ASI rendah), hingga yang
paling parah adalah mortalitas. Sedangkan akibat yang ditimbulkan pada
janin adalah terjadi imaturitas, prematuritas, Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR), gangguan pertumbuhan organ dan otak bayi, dan malnutrisi atau
malformasi pada bayi yang dilahirkan.8
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi, BBLR merupakan
penyebab kematian neonatal nomor dua setelah asfiksia neonatorum dan
merupakan penyakit ketiga terbesar dari sepuluh penyakit terbesar di
ruangan perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi dengan angka
kejadian sekitar 135 bayi yang BBLR pada tahun 2017, sedangkan data
dari rekam medis pada tahun 2011 angka kejadiannya didapatkan 189
bayi dengan BBLR. Pada tahun 2012 jumlah bayi dengan BBLR adalah
135 dan pada tahun 2018 jumlah ibu hamil yang melahirkan sebanyak
1109. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk memperlihatkan
hubungan antara Anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir
rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi periode 1
Januari 2019 – 1 Februari 2019.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah ada hubungan anemia dalam kehamilan
dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Raden Mattaher
Jambi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia
dalam kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR)
di RS Raden Mattaher Jambi.
1.3.2 Tujuan Khusus
A. Untuk mengetahui kejadian Anemia dalam kehamilan di RS
Raden Mattaher Jambi
B. Untuk mengetahui kejadian Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR
) di RS Raden Mattaher Jambi
C. Untuk menganalisis hubungan Anemia dalam kehamilan
dengan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) di RS
Raden Mattaher Jambi

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Pembaca
Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang Anemia dalam
Kehamilan dan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ).
1.4.2 Bagi Mahasiswa/I Keperawatan
Sebagai sumber informasi dalam upaya meningkatkan program
pelayanan dan penanganan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) dan
kejadian Anemia dalam Kehamilan.
1.4.3 Bagi Keluarga dan Masyarakat
Sebagai sumber informasi tentang Anemia dalam Kehamilan dan
Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR )
Daftar Pustaka

1. Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung. (2016). Profil Kesehatan


Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung 2016. Dinas Kesehatan
Bangka Belitung. Bangka Belitung.
2. Bagla, Pallava (2014). WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth
Weight Policy Brief. Dikutip 14 September 2019 dari Low Birth Weight :
https://www.who.int/nutrition/topics/globaltargets_lowbirthweight_policy
brief.pdf
3. Riset Kesehatan Dasar. (2018). Hasil Utama Riskerdas 2018. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia
4. Arisman (2014). Gizi Da/am Daur Kehidupan. Jakarta: EGG. As'ad,
(2013). Pertumbuhan dan Perkembangan anak. Jakarta:EGC.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung. (2016). Profil Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung 2016. Dinas Kesehatan
Bangka Belitung. Bangka Belitung.
6. World Health Organization (2019). Anaemia. Dikutip 14 September 2019
dari Anaemia WHO : https://www.who.int/topics/anaemia/en/
7. Pratiwi, Ajeng Maharani, DKK. 2018. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil
Dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten
Banjarnegara.Yogyakarta: Universitas ‘Aisyah Yogyakarta.
8. Audrey, Hillary Meita, Aryu Candra. 2016. Hubungan Antara Status
Anemia Ibu Hamil Trimester III dengan Kejadian Bayi Berat Lahir
Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas Almahera, Semrang. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. 5(4): 966-971.

Anda mungkin juga menyukai