Masa kehamilan merupakan masa-masa yang sangat membahagiakan bagi seorang istri, keinginannya bersama suami tercinta untuk memiliki anak akan segera terwujud. Tetapi dibalik kebahagiaan tersebut tidak sedikit ibu hamil yang memiliki perasaan khawatir tentang kehamilan, mulai dari perubahan bentuk tubuh, terjadinya gangguan selama kehamilan, proses melahirkan yang menyakitkan, melahirkan bayi tidak sesuai dengan yang diinginkan, dan terjadinya masalah pada bayi seperti lahir dengan berat badan rendah. Berat Badan Lahir Rendah ialah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram ( sampai 2499 gram ) tanpa memandang masa kehamilan. Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) terdapat dua penyebab kelahiran bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur kehamilan cukup atau kombinasi keduanya.1 Menurut WHO Berat Badan Lahir Rendah adalah berat bayi yang kurang dari 2.500 gram. Berat Badan Lahir Rendah menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Angka yang menunjukkan BBLR di dunia adalah di perkirakan 15% - 20% dari keseluruhan angka kelahiran di dunia dengan mewakili 20 juta kelahiran setiap tahun. Di negara berkembang menunjukkan presentase sebesar 96,5 % dengan insiden tertinggi terjadi di Asia Tengah dan Asia Selatan ( 27,1% ) dan paling rendah di Eropa ( 6,4 % ). Ini dapat disimpulkan bahwa kasus BBLR sangat besar terjadi di Negara Berkembang.2 Menurut data Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2018 pravelensi bayi dengan BBLR adalah 6,2 % dimana ini terjadi penurunan dari tahun 2013 dengan jumlah presentase 10,2 %. Untuk data tertinggi dengan kasus BBLR terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah dengan presentase sebanyak 8,9 % sedangkan untuk data terendah terjadi di Provinsi Jambi dengan presentase 2,6 % .3 Bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat mengakibatkan terjadinya insiden sepsis umbilikalis, gangguan pada mata (ophtalmology), gangguan pendengaran, diare, ikterus neonatorum, infeksi traktus respiratorius, dan yang paling sering ditemukan berupa asfiksia neonatorum. Akibat jangka panjang berat badan lahir rendah (BBLR) antara lain terhadap tumbuh kembang anak, risiko penyakit jantung di masa yang akan datang dan penurunan kecerdasan. Berat Badan lahir rendah (BBLR) merupakan faktor penting dalam morbiditas dan mortalitas perinatal di negara berkembang (Manuaba, 2015).4 Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berisiko kematian 35 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal. Di negara berkembang diperkirakan setiap 10 detik terjadi satu kematian bayi akibat penyakit atau infeksi yang berhubungan dengan bayi berat lahir rendah.4 Salah satu faktor yang menyebabkan berat badan bayi lahir diantaranya adalah kekurangan kadar hemoglobin pada ibu hamil. Kekurangan kadar hemoglobin (Hb) yang kurang dari 11 g/dI mengndikasikan ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini tentunya dapat memberikan sumbangan besar terhadap angka kematian inu ersalin, maupun angka kemaian bayi (Kusumah, 2015).4 Sedangkan menurut Riskerdas 2016, faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya BBLR adalah : Faktor Ibu, Faktor Janin, Faktor Plasenta dan Faktor yang tidak diketahui. Faktor ibu ini bisa di sebabkan oleh Toksemia Gravidarum, yaitu Preeklampsi dan eklampsi, kelainan bentuk uterus, tumor dan ibu yang menderita ( penyakit tifus abdominalis, malaria, TBC dan penyakit jantung ), trauma pada masa kehamilan ( stress, jatuh ), usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Untuk faktor janin disebabkan oleh kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, dan infeksi. Sedangkan faktor plasenta itu bisa dari plasenta previa.5 Anemia adalah suatu kondisi di mana jumlah sel darah merah atau kapasitas pembawa oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yang bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin, ketinggian, merokok, dan status kehamilan. Kekurangan zat besi dianggap sebagai penyebab paling umum anemia secara global, walaupun kondisi lain, seperti folat, vitamin B12 dan defisiensi vitamin A, peradangan kronis, infeksi dari parasit, dan gangguan bawaan semuanya dapat menyebabkan anemia. Dalam bentuknya yang parah, ini terkait dengan kelelahan, kelemahan, pusing dan kantuk. Wanita hamil dan anak-anak sangat rentan. ( WHO, 2017 ).6 Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang tinggi dan komplikasi yang dapat timbul balk pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil dengan anemia cenderung mengalami kelahiran prematur, mudah jatuh sakit akibat daya tahan tubuh yang lemah, melahirkan bayi dengan barat badan rendah, mengalami pendarahan pasca persalinan dan angka kematian yang tinggi (Kemenkes RI, 2014).7 Menurut World Health Organization pravelensi anemia pada ibu hamil sebesar 41,8 % dengan mewakili 56 milyar wanita dengan kehamillan.6 Berdasarkan hasil Risekesdas 2018, pravalensi anemia pada ibu hamil bertambah dari 37,1% tahun 2013 menjadi 48,9 % tahun 2018.3 Anemia tersebut diakibatkan karena kekurangan kadar hemoglobin (Hb). Kadar Hb ibu yang kurang dari 11 gr% saat kehamilan dapat diartikan sebagai kadar Hb abnormal/kurang dari normal, sehingga disebut anemia saat hamil. Pada umumnya ibu hamil yang kekurangan Hb diakibatkan oleh karena kekurangan asupan zat besi sebelum atau selama kehamilan.8 Dampak yang diakibatkan oleh adanya anemia pada ibu hamil adalah berbagai macam komplikasi terhadap ibu, berupa gangguan saat kehamilan (kenaikan berat badan gestasi yang tidak adekuat, abortus, prematuritas), gangguan saat persalinan (atonia uteri, partus lama, pendarahan), gangguan saat masa nifas (rentan terhadap infeksi dan stress akibat penurunan daya tahan tubuh, produksi ASI rendah), hingga yang paling parah adalah mortalitas. Sedangkan akibat yang ditimbulkan pada janin adalah terjadi imaturitas, prematuritas, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), gangguan pertumbuhan organ dan otak bayi, dan malnutrisi atau malformasi pada bayi yang dilahirkan.8 Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi, BBLR merupakan penyebab kematian neonatal nomor dua setelah asfiksia neonatorum dan merupakan penyakit ketiga terbesar dari sepuluh penyakit terbesar di ruangan perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi dengan angka kejadian sekitar 135 bayi yang BBLR pada tahun 2017, sedangkan data dari rekam medis pada tahun 2011 angka kejadiannya didapatkan 189 bayi dengan BBLR. Pada tahun 2012 jumlah bayi dengan BBLR adalah 135 dan pada tahun 2018 jumlah ibu hamil yang melahirkan sebanyak 1109. Oleh karena itu, skripsi ini bertujuan untuk memperlihatkan hubungan antara Anemia pada ibu hamil dengan kejadian bayi berat lahir rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi periode 1 Januari 2019 – 1 Februari 2019.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Raden Mattaher Jambi ? 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan anemia dalam kehamilan dengan kejadian bayi berat lahir rendah (BBLR) di RS Raden Mattaher Jambi. 1.3.2 Tujuan Khusus A. Untuk mengetahui kejadian Anemia dalam kehamilan di RS Raden Mattaher Jambi B. Untuk mengetahui kejadian Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) di RS Raden Mattaher Jambi C. Untuk menganalisis hubungan Anemia dalam kehamilan dengan kejadian Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) di RS Raden Mattaher Jambi
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pembaca Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang Anemia dalam Kehamilan dan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ). 1.4.2 Bagi Mahasiswa/I Keperawatan Sebagai sumber informasi dalam upaya meningkatkan program pelayanan dan penanganan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) dan kejadian Anemia dalam Kehamilan. 1.4.3 Bagi Keluarga dan Masyarakat Sebagai sumber informasi tentang Anemia dalam Kehamilan dan Bayi Berat Lahir Rendah ( BBLR ) Daftar Pustaka
1. Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung. (2016). Profil Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung 2016. Dinas Kesehatan Bangka Belitung. Bangka Belitung. 2. Bagla, Pallava (2014). WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight Policy Brief. Dikutip 14 September 2019 dari Low Birth Weight : https://www.who.int/nutrition/topics/globaltargets_lowbirthweight_policy brief.pdf 3. Riset Kesehatan Dasar. (2018). Hasil Utama Riskerdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia 4. Arisman (2014). Gizi Da/am Daur Kehidupan. Jakarta: EGG. As'ad, (2013). Pertumbuhan dan Perkembangan anak. Jakarta:EGC. 5. Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung. (2016). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung 2016. Dinas Kesehatan Bangka Belitung. Bangka Belitung. 6. World Health Organization (2019). Anaemia. Dikutip 14 September 2019 dari Anaemia WHO : https://www.who.int/topics/anaemia/en/ 7. Pratiwi, Ajeng Maharani, DKK. 2018. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah di Kabupaten Banjarnegara.Yogyakarta: Universitas ‘Aisyah Yogyakarta. 8. Audrey, Hillary Meita, Aryu Candra. 2016. Hubungan Antara Status Anemia Ibu Hamil Trimester III dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Wilayah Kerja Puskesmas Almahera, Semrang. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 5(4): 966-971.