Anda di halaman 1dari 21

Tuberkulosis dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga

Kelompok C4
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : c4sem6.2012@gmail.com

Pendahuluan
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.
Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang
sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan
mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-badan,
haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles
(gemercik), Wheezing (mengi), keringat banyak malam hari dan kedinginan.1
Program pemberantasan dan penanggulangan masalah Tuberkulosis telah dilakukan,
pemerintah telah berupaya keras memenuhi sarana dan prasarana seperti sarana diagnosa,
sarana pengobatan, dan sarana pengawasan serta pengendalian pengobatan. Sejak tahun 1994
Indonesia mulai melaksanakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, shortcourse)
melalui pola operasional baru, dengan membentuk kelompok puskesmas pelaksana (KPP)
dan puskesmas pelaksana mandiri (PPM) meskipun demikian penderita TB tetap meningkat
dan cakupan pengobatan masih rendah.2
Isi

Epidemiologi
Di Negara industri diseluruh dunia ,angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980an,grafik menetap dan meningkat di
daerah dengna prevalensi HIV tinggi. Morbiditias tinggi biasanya terdapat pada kelompok
masyarakat dengan social ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah
perkotaan daripada pedesaan. 3,4
Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986 ,penyakit
tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10
penyakit terbanyak di masyarakat. SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit
tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan
kedua. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah, penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari
10 penyakit rawat jalan di rumah sakit, sedangkan menurut SURKERNAS 2001, TBC
menempati urutan ke-3 penyebab kematian (9,4%).3,4
WHO memperikrakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di seluruh dunia
pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang per tahun.Dari seluruh
kematian tersebut, 25% terjadi di Negara berkembang. Sebanyak 75% dari penderita berusia
15-50 tahun (usia produktif). WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3
terbesar di dunia setelah Cina dan India. Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui.
Asumsi prevalensi BTA(+) di Indonesia adalah 130 per 100.000 penduduk. WHO
menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara
Negara Afrika dan Asia serta Amerika. Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan
jenis kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja.
Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC sebesar
adalah usia 25-34 tahun (23,67%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa
morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengna bertambahnya umur dan pada pasien
berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki laki lebih banyak daripada wanita. Laporan
dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230
penderita TBC BTA+ terdapat 43.249 laki-laki (56,79%) dan 32,936 perempuan(43,21%).3,4,5
Interaksi host,agent dan environment
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala ,pengobatan dan pencegahan TBC suatu penyakit
infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-faktor penentu
yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.3
Periode Prepatogenesis
Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan kimia
atau antibiotik dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kuman
ini bersifat tahan asam. Pada Host ,daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis
infeksi dan kondisi Host . Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul
setelah penggunaan kemoterapi moderm,sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan
obat baru. 3,6

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi
kongenitalyang jarang terjadi. Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam
keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan
akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. 3,6
Etiologi
Mereka adalah Mycobacterium tuberculocis, Mycobacterium tuberculocis berbentuk
batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,4-3 mikrometer, tahan terhadap pewarnaan
yang asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-tahun.
Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen terutama pada bagian
apical posterior paru-paru.7
Faktor lingkungan

Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik.


1. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar
tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.8
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
2
m /orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m 2/orang. Untuk
kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya
minimum 90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk
suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di
syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.8
2. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka
dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 luks, kecuali untuk kamar tidur diperlukan
cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari
segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang
lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama. Penularan kuman TB Paru relatif tidak
tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi
udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.8
3. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya
kuman TB.8
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang
terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam
kelembaban (humidity) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas
ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan
untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur
kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.8
4. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai dan dinding
yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.8
5. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman
TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.8
Lingkungan nonfisik meliputi social, budaya, ekonomi dan politik. 3
Faktor Host
Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, daya tahan
tubuh, higieni , dan pengobatan. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen
penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Umur merupakan
faktor terpenting dari Host pada TBC.

Terdapat 3 puncak kejadian dankematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi)
dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang
pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki
laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan
rendahnya kondisi sosioekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanismepertahanan
umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.3,6
Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host .Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut
seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent,Host dan Lingkungan.3
Pada rantai penularan atau skema diatas, prinsip memutuskan rantai penularan
penyakit menular adalah memotong garis penghubung di antara host-agent-environment dan
bila penyakit diketahui ditularkan melalui vector, maka garis yang menghubungkan vector
dengan agent host dan environment juga harus diputuskan. Sebagai contoh memutuskan garis
antra agent dan host dengan melakukan imunisasi sehingga host menjadi imun, memberikan
pengobatan kepada penderita secara adekuat sehingga terjadi konversi bakteri(+) menjadi (-)
sehingga penderita menjadi tidak menularkan lagi. Antara agent dan environment dengna
melakukan sanitasi air minum (pada diare) sehingga di dalam air tidak mengandung agent
lagi. Penyehatan lingkungan pemukiman misalnya membuat rumah sehat sehingga sinar
matahari dapat masuk , ventilasi udara yang baik dapat membuat agent menjadi tidak dapat
hidup sekaligus host juga dapat hidup secara seimbang di lingkungan yang sehat. Pada
pengobatan TBC yang terjadi adalah pasien umumnya tidak patuh minum obat yang
direncanakan selama 6 bulan, sehingga akan menimbulkan resistensi dan kekambuhan yang
lebih parah,di Puskesmas diberikan pengobatan dengan Pengawasan Minum Obat(PMO)
sehingga obat yang diberikan benar benar diminum sampai selesai.3
Penularan
Berikut uraian mengenai cara penularan dari TB ini :

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.8

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.8

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.8

Risiko penularan9
 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
 Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun.
 Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
 Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan
kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4cm ke dalam
paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan
fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.8
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikular melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan
suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. 8
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan
didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea,
takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.8
Dalam tampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit paru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
positif.8

Pemeriksaan penunjang

I. Pemeriksaan Sputum
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.8
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,
kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
b. Pemeriksaan biakan kuman: Kultur kuman dan pemeriksaan resistensi obat.
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.
2) Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.8
II. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
Gambaran ini sering ditemukan pada orang-orang lanjut usia karena lesi ini sering menetap
selama hidup pasien.

III. Uji Tuberkulin (Tes Mantoux)


Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia
dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik
penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan
konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan
infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.8
Diagnosis dan Manifestasi
Pathogenesis TB sangat kompleks ,sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi
dan bergantung pada beberpa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta
interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi
kuman,sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi imun serta
kerentanan pejamu pada awal terjadi infeksi. Untuk mengetahui tentang penderita
tuberculosis dengan baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai
tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditumeukan gejala klinis utama(cardinal
symptom) pada dirinya.1,5,10
Gejala utama pada tersangka TBC adalah :
 Batuk berdahak lebih dari tiga minggu
 Batuk berdahak
 Sesak napas
 Nyeri dada

Gejala lainnya dalah berkeringan pada malam hari , demam tidak tinggi/meriang , dan
penurunan berat badan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observe treatment
shourcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3
minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah daapat ditetapkan sebagai
tersangka. Gejala lainya adalah gejala tambahan. Diagnosis pada orang dewasa dengan
ditemukannya kuman BTA+ melalui pemeriksaan dahak. Dahak penderita harus diperiksa
dengan pemeriksaan mikroskopis.yang seringkali merupakan petunjuk awal dari tuberculosis
adalah foto rontgen dada. Rontge bisa menunjukkan efusi pleura, tampak daerah putih yang
bentuknya tidak teratur. Pemeriksaan sputum BTA+ minimal setelah 2x pmeriksaan maka
didiagnosis positif TB paru. Bila BTA+ 1 kali, maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen
dada atau pemeriksaan dahak diulang.
Pada anak dapat dilakukan uji tuberkulin . tuberkulin adalah komponen protein kuman
TB yang mempunyai sifat antigenic yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah teinfeksi TB makan akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi
suntikan. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar Karena infeksi TB alamiah tetapi masih
mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi bila ukuran indurasi >15 mm , hasil positif
ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm ,dinyatakn
uji tuberkulin negative. Diameter 5-9 mm ,dinyatakan uji tuberkulin meragukan.1,5
Gejala umum pada TB anak adalah:
 Demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid,infeksi saluran kemih (ISK),malaria , dan lain lain), yang dapat disertrai dengan
keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi.
 Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
 Batuk lama >3 minggu
Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak ,tidak ada manifestasi respiratorik yang
menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa,tetapi pada
anak bukan merupakan gejala utama. Akan tetapi gejala batuk kronik pada TB anak
dapat timbul bila limfadenitis regipnal menekan bronkus sehingga merasngsang
reseptor batuk secara kronik. Selain itu, batuk berulang dapat timbul Karena anak
dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh.
 Berat badan turun
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak.
Umumnya ,pasien TB nak mempunyai status gizi kurang atau bahkan gizi buruk.
Dengan alasan tersebut,kriteria penurunan berat badan menjadi penting. Yang
dimaksud dengan penurunan BB dalam hal ini adalah apabila terjadi penuruna selama

Mengingat kesulitan mendapatkan dahak pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
yang sangat penting.
Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering terjadi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Oleh karena itu Unit Kerja
Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional TB Anak dengan
menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu sistem pembobotan terhadap gejala atau
tanda klinis. Dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
selanjutnya dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu
dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi
anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CTScan,dan lain
lainnya.5

Pencegahan TB paru

1. Pencegahan Primer1,9,11
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa Pra-
Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah
rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan
dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran
serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.Dalam program
penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk
menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek,
penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai
sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan
bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari “suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat
disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara
pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan
oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media
massa.

a. Penyuluhan Langsung Perorangan


Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk berhasil dibanding
dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang
terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas
kesehatan (dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di rumah,
puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada. Supaya komunikasi
dengan penderita bisa berhasil, petugas harus menggunakan bahasa yang sederhana yang
dapat dimengerti oleh penderita. Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai
masyarakat untuk penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar,
petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan
simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta tunjukkan perhatian terhadap
kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau bertanya tentang
hal-hal yang masih belum dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
 Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan tentang penyakit apa
yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan berusaha memahami perasaan penderita
tentang penyakit yang diderita serta pengobatannya.
 Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor manusia yang dapat
menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak diterima oleh
keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan bahwa pasien
tidak tahu tentang TB.

b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok orang
(sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan flip chart
(lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna untuk memudahkan
penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat
peraga (gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan jelas.

c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita, tetapi juga
masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat tergantung
tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media
massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama pengunjung
sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan,
misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu
dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan
pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi
“bumerang” (counter productive)

d. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis


 Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan
TB-paru.
 Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
upaya mengurangi penyebaran penyakit.
 Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada
orang lain.
 Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.
 Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi
tercapainya masyarakat yang sehat.
 Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang
mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.
 Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru
bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti
halnya penyakit lain.
 Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya
sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami
active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan
suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang
diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin
BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium
bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak
tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil
yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia.
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan
kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur,
cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya
negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin.
Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di
lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG
(selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin
test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya positif atau
telah menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk
pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah
disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau
tempat bersuhu 2 – 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya
dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian
atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak
0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga
re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti
atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu
setidaknya 3 minggu).8
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.

Program pemberantasan
Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang
direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Hal yang
paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Pasien TB biasanya
telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa sembuh
dan tidak menlanjutkan pengoabatan. Nilai sossial dan budaya serta pengertian yang kurang
mengenai TB dari pasien serta keluarnya tidak menunjang keteraturan pasien untuk menelan
obat. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan
pengawasan langsung terhadap pengobatan DOTS. 3,5
Terdapat lima komponen utama strategi DOTS.
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan dana
2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
3. Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT).
4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pednek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas minum obat (PMO).
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program
penanggulangan TBC.

Kelima komponen DOTS di atas terutama untuk pasien TB dewasa, khususnya pada butit dua
dan lima. Butir dua menyatakan diagnosis TB dengan pmeriksaan sputum secar
miskroskopis, yang pada anak sulit dilaksanakan. Sebagai gantinya,untuk diagnosis TB anak
digunakan uji tuberkulin. Butir lima pun sesuai dengan butir dua, sehingga format pencatatan
dan pelaporan gdibuat untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah belum ada. Oleh sebab itu,
diperlukan format khusus untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah yang saat ini sedang
dalam proses penyusunan.
1. Tujuan
Tujuan umum :
Memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberculosis diharapkan bukan lagi
menjadi masalah kesehatan.
Tujuan khusus:
a. Cakupan penemuan kasus BTA(+) sebesar 70%
b. Kesembuhan minimal 85%
c. Mencegah multidrug resistance (MDR).
2. Sasaran
Masyarakat tersangka TBC berusia >15 tahun.
3. Kegiatan dan langkah-langkah
a. Penemuan penderita
Penemuan penderita tersangka tuberculosis paru dilaksanakan secara aktif (Active
Case Finding/ACF) dan pasif (Passive Case Finding/PCF):
1. Aktif

Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang
tanda-tanda penyakit dan cara pengobatannya. Kader
kesehatan/posyandu, kader Dasa Wisma dan kader lainnya diharapkan
dapat membantu menemukan penderita.

Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas (perkesmas)
terutama dengan adanya Bidan Desa diharapkan penemuan penderita
secara aktif dapat ditingkatkan.3,5

Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan


klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat. Strategi penemuan pasien TB yang diberlakukan DEPKES RI dilakukan
secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan
kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB.12
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas
dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis,
asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi,
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.12

Pemeriksaan Dahak Mikroskopis


Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):12
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:12
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.

Pemeriksaan Tes Resistensi


Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan
telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional
TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar
sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah.12

Uji Tuberkulin
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat
dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.12

Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, bila terdapat gejala seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang baik.
2. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan memadai.
3. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat
malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran napas
bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
4. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini
biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
6. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan
adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan (yakni di dalam
kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi
yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm pada
anak dengan gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk.12
2. Pasif
Penderita yang secara sukarela berkunjung ke Puskesmas,Rs dan BP4(balai
pemberantasan penyakit paru-paru). Kriteria tersangka penderita : telah
berumur lebih dari 15 tahun dengna salah satu gejala sebagai berikut :
 Batuk lebih dari 4 minggu
 Batuk berdarah
 Nyeri dada
 Sesak nafas

b. Pengobatan penderita (case holding)


Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
1. Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.3,5,10
Secara singkat OAT lini pertama antara lain :2
a. Golongan-1 Lini Pertama : Isoniazid (H), Ethambutol (E), Pyrazinamide(Z),
Rifampicin (R), Streptomycin (S)
b. Golongan-2 / obat suntik / suntikan lini kedua : Kanamicin (Km), Amikacin (Am),
Capreomycin (Cm)
c. Golongan-3 / golongan floroquinolone : Ofloxacin (Ofx) , Lecofloxacin (Lfx),
Moxifloxacin (Mfx)
d. Golongan-4 / obat bakteriostatik lini kedua : Ethionamide (Eto), Prothionamide (Pto),
Cycloserine (Cs), Para aminosalisilat (PAS), Terizidone (Trd)
e. Golongan-5 / obat yang belum terbukti efikkasinyaa dan tidak direkomendasikan oleh
WHO: Clofazimine (Cfz), Linezolid (Lzd), Clavulanate (Amx-Clv)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :


 OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan
 Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO)
 Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan
1. Tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan
secara intensif diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negative (konversi) dalam 2 bulan
2. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2
Panduan OAT yang di gunakan di Indonesia
a. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
Kategori 1 : 2 (RHZE) / 4 (HR) 3
Kategori 2 : 2 (RHZE)S / (HRZE) / 5(HR)
Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan sisipan (HRZE)
Kategori anak : 2 RHZ/ $RH
b. Panduan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien

Panduan OAT lini pertama dan peruntukkannya


a. Kategori 1 (2RHZE/4H3R3)2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
 Pasien baru TB paru BTA positif
 Pasien TB paru BTA negative foto torax positif
 Pasien TB ekstra paru

Berat badan Tahap intensif (tiap hari) Tahap lanjutan


(3xseminggu)

30-37kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2 KDT

38-54kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2 KDT

55-70kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2 KDT

>71kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2 KDT

b. Kategori 2 (2RHZES / HRZE / 5H3R3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif telah diobati sebelumnya :

 Pasien kambuh
 Pasien gagal

 Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat


Tahap intensif (selama 56 hari / 28 hari): RHZE + S

Tahap lanjutan (selama 20 minggu) : RH + E (400)2

Pengawasan Menelan Obat

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugaskesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormatioleh pasien.
 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien

b. Siapa yang bisa jadi PMO


Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,Perawat,Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c. Tugas seorang PMO
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampaiselesai pengobatan.
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
 Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat
dari unit pelayanan kesehatan.

d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
 TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
 TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
 Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
 Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
 Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke Fasyankes.

3. Pencegahan Tersier9,11
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur
selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang
tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media
pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Kedokteran Keluarga

Dokter Keluarga adalah Dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip


Kedokteran Keluarga (komprehensif, kontinu, koordinatif, kolaboratif), mengutamakan
pencegahan, dengan sasaran keluarga beserta segala aspek dan mengikuti perkembangan
ilmu/teknologi Kedokteran mutachir (Evidence Based Medicine,EBM).

Klinik adalah badan usaha satu jenis pelayanan kedokteran rawat jalan. Beberapa
klinik melengkapi dirinya dengan rawat inap. Misalnya: Klinik 24 jam, Klinik Dokter
Keluarga, Klinik Bedah, dsb. Klinik Dokter Keluarga adalah klinik yang diselenggarakan
oleh Dokter Praktek Umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Klinik
Dokter Kluarga sering disertai ruang rawat inap sementara (One Day Care) sebelum
mendapat tempat rawat inapdi Rumah Sakit rujukan.

Dalam teori administrasi, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,


penggerakpelaksanaan, dan pengontrolan (Planning, Onganizing, Actuating, Controling)
terhadap perangkat administrasi (Man, Money, Material, Mothode). Secara singkat,
manajemen adalah proses memfungsikan prangkat administrasi agar menghasilkan satu target
(sesuatu yang diharapkan). Manajemen Klinik Dokter Keluarga adalah proses perencanaan
dan pengontrolan tenaga, sarana prasarana, dana, metoda, pasar, dsb agar mencapai target.
Singkatnya manajemen Klinik Dokter Keluarga adalah proses memfungsikan perangkat
Klinik Dokter Keluarga agar mencapai target yang diharapkan.

Prinsip Kedokteran Keluarga


1. Dokter kontak pertama (first contact)
Dokter keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama kali
ditemui pasien/klien dalam masalah kesehatannya.

2. Layanan bersifat pribadi ( personal care)


Dokter keluarga memberikan layanan yang bersifat pribadi dengan
mempertimbangkan pasien sebagai bagian dari keluarga.

3. Pelayanan paripurna ( comprehensive)


Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik,
psikologis, dan social budaya.

4. Pelayanan bersinambungan (continuous care)


Pelayanan Dokter keluarga berpusat pada orangnya (pasient-centered) bukan pada
penyakitnya (diseases-centered).

5. Mengutamakan pencegahan (prevention first)


Karena berangkat dari paradigma sehat, maka upaya pencegahan oleh Dokter keluarga
dilaksanakan sedini mungkin.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasien Dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan
disiplin ilmu lainnya.
7. Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya, Dokter
keluarga bekerjasama dan mendelegasikan pengelolaan pasiennya pada pihak lain
yang berkompeten.
8. Family oriented
Dalam mengatasi masalah Dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga,
dampak kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya.

9. Community oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap memperhatikan
dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.

Tujuan Pelayanan dokter keluarga

Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam,
yakni :
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah
perkembangan pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter
keluarga di pihak lain. Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang efektif dan efisien.2
Follow Up

Pemantauan kemajuan pengobatan dilaksanakan dengan memeriksa dahak secara


mikroskopik. Yang diperiksa adalah 2 spesimen dahak, untuk fase intensif diperiksa akhir
bulan ke 2 untuk kategori I dan akhir bulan ke 3 untuk kategori II. Pemeriksaan dahak untuk
melihat terjadinya konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi BTA negatif. Konversi
positif apabila ke dua spesimen dahak BTA negatif.

Penilaian pengobatan TB
Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap
pengobatan tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan 3 spesimen dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil
BTA negatif dua kali atau lebih yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan
bulan ke 7 dan akhir pengobatan Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.2
Surveilans Tuberkulosis
Yang dimaksud dengan surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan analisis dan intepretasi data, kemudian hasil
analisis didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajt kesehatan
masyarakat. Ada 3 macam metode surveilans TB, yaitu: surveilans berdasarkan data rutin,
survey periodik / survey kusus, survey sentinel. Pemilihan metode surveilans yang akan
dilaksanakan disuatu daerah atau wilayah tergantung pada tingkat epidemi TB di daerah
tersebut, kinerja program TB secara keseluruhan dan sumber daya (dana dan keahlian) yang
tersedia2
1. Surveilans berdasarkan data rutin
Surveilans ini dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang dilakukan
pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistem terbalik (mudah dan
murah) untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun kemungkinan
terjadinya bias cukup besar. Nisalnya dalam layanan kolaborasi TB-HIV, jika jumlah
pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasarkan data
rutin ini intepretasinya kurang akurat. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak
memerlukan biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan
yang berjalan baik. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi
dengan hasil dari survey periodic atau survey sentinel.
2. Surveilans periodic (survey khusus)
Survey ini merupakan survey yang cross-sectional pada kelompok pasien TB yang
dianggap dapat mewakili suatu wilayah / daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan
sampel dari survei ini harus dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei ini
memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk
melaksanakannya. Hasil survei ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil
surveilans berdasarkan data rutin
3. Surveilans sentinel
Merupakan surveilans pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel ini
dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu yang terpilih
karena dianggap dapat memberikan gambaran populasi yang lebih besar. Penting
diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan setiap tahun dengan mematuhi
prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada tempat, waktu, dan metode yang
sama. Survey sentinel ini memerlukan biaya yang tidak terlalu mahal dan relative
mudah dilaksanakan. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk
mengkalibrasi hasil surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu juga sangat
berguna melihat kecenderungan (tred) penyakit, misalnya prevalensi HIV pada pasien
TB sebagai kewaspadaan terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa).2

Daftar Pustaka

1. Achmadi, Umar Fahmi. Manajemen penyakit berbasis wilayah. Jakarta: Penerbit


Buku Kompas. 2005.
2. Wayan, I. Promosi Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta. 2000
3. Widoyono.Penyakit Tropis,Epidemiologi,Penularan,Pencegahan&Pemberantasan.
Jakarta: Penerbit Erlangga;2008.h.1-21.
4. Ranuh IGN,Suyitni H,Hadinegoro SRS,Kartasasmita CB, Ismoedijanto.Pedoman
imunisasi di Indonesia.ed 3.Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2008.4-5,131.
5. Rahajoe N Nastiti,Basir Darfioes, MS Makmuri, Kartasasmita CB.Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak.ed 2.Jakarta:UKK Respirologi PP IDAI;2007.3-5,25-41,53-7,63-5.
6. Arias,KM.Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.Jakarta:Penerbit EGC;2010.h.3-4
7. Nelson,WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.Jakarta:
EGC, 2000 : h.1028
8. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 (3). Jakarta: Interna
Publishing; 2010. h. 2230-48.
9. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara; 1996. h.91-
118.
10. Waloejono K .Pedoman Praktis Pelaksanaan Kerja di Puskesmas.Magelang:Balai
Pelatihan Kesehatan;2000.h.120-3.
11. Aditama TY, Subuh M, Mustikawati DE, Surya A, Basri C, Kamso S. Pedoman
nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2011. h.1-4, 11-35

12. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi II. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2008.
13. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso A, Hudoyo A, Yuwono A, Jusuf A. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2011.h.1-9 ,11-35

Anda mungkin juga menyukai