TB Paru Tatalaksana
TB Paru Tatalaksana
Kelompok C4
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : c4sem6.2012@gmail.com
Pendahuluan
Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.
Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosa. Penularan kuman dipindahkan melalui udara ketika seseorang
sedang batuk, bersin, yang kemudian terjadi droplet. Seseorang penderita TBC akan
mengalami tanda dan gejala seperti kelelahan, lesu, mual, anoreksia, penurunan berat-badan,
haid tidak teratur pada wanita, demam sub febris dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan, malam batuk, produksi sputum mukuporolent atau disertai darah, nafas bunyi crakles
(gemercik), Wheezing (mengi), keringat banyak malam hari dan kedinginan.1
Program pemberantasan dan penanggulangan masalah Tuberkulosis telah dilakukan,
pemerintah telah berupaya keras memenuhi sarana dan prasarana seperti sarana diagnosa,
sarana pengobatan, dan sarana pengawasan serta pengendalian pengobatan. Sejak tahun 1994
Indonesia mulai melaksanakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, shortcourse)
melalui pola operasional baru, dengan membentuk kelompok puskesmas pelaksana (KPP)
dan puskesmas pelaksana mandiri (PPM) meskipun demikian penderita TB tetap meningkat
dan cakupan pengobatan masih rendah.2
Isi
Epidemiologi
Di Negara industri diseluruh dunia ,angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980an,grafik menetap dan meningkat di
daerah dengna prevalensi HIV tinggi. Morbiditias tinggi biasanya terdapat pada kelompok
masyarakat dengan social ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah
perkotaan daripada pedesaan. 3,4
Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986 ,penyakit
tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10
penyakit terbanyak di masyarakat. SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit
tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan
kedua. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah, penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari
10 penyakit rawat jalan di rumah sakit, sedangkan menurut SURKERNAS 2001, TBC
menempati urutan ke-3 penyebab kematian (9,4%).3,4
WHO memperikrakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di seluruh dunia
pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang per tahun.Dari seluruh
kematian tersebut, 25% terjadi di Negara berkembang. Sebanyak 75% dari penderita berusia
15-50 tahun (usia produktif). WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3
terbesar di dunia setelah Cina dan India. Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui.
Asumsi prevalensi BTA(+) di Indonesia adalah 130 per 100.000 penduduk. WHO
menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara
Negara Afrika dan Asia serta Amerika. Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan
jenis kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja.
Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC sebesar
adalah usia 25-34 tahun (23,67%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa
morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengna bertambahnya umur dan pada pasien
berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki laki lebih banyak daripada wanita. Laporan
dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 76.230
penderita TBC BTA+ terdapat 43.249 laki-laki (56,79%) dan 32,936 perempuan(43,21%).3,4,5
Interaksi host,agent dan environment
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala ,pengobatan dan pencegahan TBC suatu penyakit
infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-faktor penentu
yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.3
Periode Prepatogenesis
Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan kimia
atau antibiotik dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kuman
ini bersifat tahan asam. Pada Host ,daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium
Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis
infeksi dan kondisi Host . Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul
setelah penggunaan kemoterapi moderm,sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan
obat baru. 3,6
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi.
Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi
kongenitalyang jarang terjadi. Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam
keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan
akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. 3,6
Etiologi
Mereka adalah Mycobacterium tuberculocis, Mycobacterium tuberculocis berbentuk
batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,4-3 mikrometer, tahan terhadap pewarnaan
yang asam sehingga disebut dengan Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak dan lipid yang membuat lebih tahan asam. Bisa hidup bertahun-tahun.
Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen terutama pada bagian
apical posterior paru-paru.7
Faktor lingkungan
Terdapat 3 puncak kejadian dankematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi)
dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan
pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang
pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki
laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan
rendahnya kondisi sosioekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanismepertahanan
umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer
memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.3,6
Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)
Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host .Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut
seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent,Host dan Lingkungan.3
Pada rantai penularan atau skema diatas, prinsip memutuskan rantai penularan
penyakit menular adalah memotong garis penghubung di antara host-agent-environment dan
bila penyakit diketahui ditularkan melalui vector, maka garis yang menghubungkan vector
dengan agent host dan environment juga harus diputuskan. Sebagai contoh memutuskan garis
antra agent dan host dengan melakukan imunisasi sehingga host menjadi imun, memberikan
pengobatan kepada penderita secara adekuat sehingga terjadi konversi bakteri(+) menjadi (-)
sehingga penderita menjadi tidak menularkan lagi. Antara agent dan environment dengna
melakukan sanitasi air minum (pada diare) sehingga di dalam air tidak mengandung agent
lagi. Penyehatan lingkungan pemukiman misalnya membuat rumah sehat sehingga sinar
matahari dapat masuk , ventilasi udara yang baik dapat membuat agent menjadi tidak dapat
hidup sekaligus host juga dapat hidup secara seimbang di lingkungan yang sehat. Pada
pengobatan TBC yang terjadi adalah pasien umumnya tidak patuh minum obat yang
direncanakan selama 6 bulan, sehingga akan menimbulkan resistensi dan kekambuhan yang
lebih parah,di Puskesmas diberikan pengobatan dengan Pengawasan Minum Obat(PMO)
sehingga obat yang diberikan benar benar diminum sampai selesai.3
Penularan
Berikut uraian mengenai cara penularan dari TB ini :
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.8
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.8
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.8
Risiko penularan9
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari
pasien TB paru dengan BTA negatif.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi
setiap tahun.
Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus
atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara
asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan
kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4cm ke dalam
paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan
fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.8
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)
paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan
auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya
menjadi vesikular melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan
suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. 8
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi
dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan
fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi
pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Di sini akan
didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea,
takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel, bunyi P2
yang mengeras, tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.8
Dalam tampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit paru dicurigai
dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin
positif.8
Pemeriksaan penunjang
I. Pemeriksaan Sputum
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b. Pagi ( keesokan harinya )
c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam
pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah
pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus
pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.8
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dapat dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif
2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks,
kemudian
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif
o bila 3 kali negatif : BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
b. Pemeriksaan biakan kuman: Kultur kuman dan pemeriksaan resistensi obat.
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh.
2) Agar base media : Middle brook.
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.8
II. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah.
2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
3. Bayangan bercak milier.
4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
Gambaran ini sering ditemukan pada orang-orang lanjut usia karena lesi ini sering menetap
selama hidup pasien.
Gejala lainnya dalah berkeringan pada malam hari , demam tidak tinggi/meriang , dan
penurunan berat badan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observe treatment
shourcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3
minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah daapat ditetapkan sebagai
tersangka. Gejala lainya adalah gejala tambahan. Diagnosis pada orang dewasa dengan
ditemukannya kuman BTA+ melalui pemeriksaan dahak. Dahak penderita harus diperiksa
dengan pemeriksaan mikroskopis.yang seringkali merupakan petunjuk awal dari tuberculosis
adalah foto rontgen dada. Rontge bisa menunjukkan efusi pleura, tampak daerah putih yang
bentuknya tidak teratur. Pemeriksaan sputum BTA+ minimal setelah 2x pmeriksaan maka
didiagnosis positif TB paru. Bila BTA+ 1 kali, maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen
dada atau pemeriksaan dahak diulang.
Pada anak dapat dilakukan uji tuberkulin . tuberkulin adalah komponen protein kuman
TB yang mempunyai sifat antigenic yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah teinfeksi TB makan akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi
suntikan. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm
dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar Karena infeksi TB alamiah tetapi masih
mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi bila ukuran indurasi >15 mm , hasil positif
ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm ,dinyatakn
uji tuberkulin negative. Diameter 5-9 mm ,dinyatakan uji tuberkulin meragukan.1,5
Gejala umum pada TB anak adalah:
Demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid,infeksi saluran kemih (ISK),malaria , dan lain lain), yang dapat disertrai dengan
keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia)
Batuk lama >3 minggu
Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak ,tidak ada manifestasi respiratorik yang
menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa,tetapi pada
anak bukan merupakan gejala utama. Akan tetapi gejala batuk kronik pada TB anak
dapat timbul bila limfadenitis regipnal menekan bronkus sehingga merasngsang
reseptor batuk secara kronik. Selain itu, batuk berulang dapat timbul Karena anak
dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh.
Berat badan turun
Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak.
Umumnya ,pasien TB nak mempunyai status gizi kurang atau bahkan gizi buruk.
Dengan alasan tersebut,kriteria penurunan berat badan menjadi penting. Yang
dimaksud dengan penurunan BB dalam hal ini adalah apabila terjadi penuruna selama
Mengingat kesulitan mendapatkan dahak pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan
yang sangat penting.
Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering terjadi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Oleh karena itu Unit Kerja
Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional TB Anak dengan
menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu sistem pembobotan terhadap gejala atau
tanda klinis. Dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
selanjutnya dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih
atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu
dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi
anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CTScan,dan lain
lainnya.5
Pencegahan TB paru
1. Pencegahan Primer1,9,11
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa Pra-
Kesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan
lingkungan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah
rangkaian kegiatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan
dimana individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku
masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, peran
serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat dilaksanakan dengan
menyampaikan pesan penting secara langsung ataupun menggunakan media.
Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun kelompok.Dalam program
penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk
menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini ditujukan kepada suspek,
penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai
sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan
kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan TB. Penyuluhan dengan menggunakan
bahan cetak dan media massa dilakukan untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih
luas, untuk mengubah persepsi masyarakat tentang TB-dari “suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dan memalukan”, menjadi “suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat
disembuhkan”. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara
pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan
oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan media
massa.
b. Penyuluhan Kelompok
Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada sekelompok orang
(sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan keluarganya. Penggunaan flip chart
(lembar balik) dan alat bantu penyuluhan lainnya sangat berguna untuk memudahkan
penderita dan keluarganya menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat
peraga (gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar yang singkat dan jelas.
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi penderita, tetapi juga
masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan penanggulangan TB sangat tergantung
tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media
massa (surat kabar, radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya menjangkau masyarakat terbatas, terutama pengunjung
sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu memperhitungkan kesiapan unit pelayanan,
misalnya tenaga sudah dilatih, obat tersedia dan sarana laboratorium berfungsi. Hal ini perlu
dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk mendapatkan
pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan UPK akan menjadi
“bumerang” (counter productive)
Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia mengalami
active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin merupakan
suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia) yang
diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin
BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium
bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC dan telah digunakan sejak
tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi efikasinya menunjukkan hasil
yang bervariasi yaitu antara 0 – 80% di seluruh dunia.
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan
kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya umur,
cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji tuberculinnya
negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi TBC dan
tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau rifampin.
Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga kesehatan yang bekerja di
lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG
(selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin
test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien yang hasil uji tuberculinnya positif atau
telah menderita active tuberculosis, karena pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk
pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa suspensi.
Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus yang telah
disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada ruang atau
tempat bersuhu 2 – 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya
dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada lengan bagian
atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak
0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 – 15 tahun. Sehingga
re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti
atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu
setidaknya 3 minggu).8
2. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Program pemberantasan
Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang
direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Hal yang
paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Pasien TB biasanya
telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa sembuh
dan tidak menlanjutkan pengoabatan. Nilai sossial dan budaya serta pengertian yang kurang
mengenai TB dari pasien serta keluarnya tidak menunjang keteraturan pasien untuk menelan
obat. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan
pengawasan langsung terhadap pengobatan DOTS. 3,5
Terdapat lima komponen utama strategi DOTS.
1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan dana
2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak.
3. Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT).
4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pednek dengan pengawasan langsung oleh
pengawas minum obat (PMO).
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program
penanggulangan TBC.
Kelima komponen DOTS di atas terutama untuk pasien TB dewasa, khususnya pada butit dua
dan lima. Butir dua menyatakan diagnosis TB dengan pmeriksaan sputum secar
miskroskopis, yang pada anak sulit dilaksanakan. Sebagai gantinya,untuk diagnosis TB anak
digunakan uji tuberkulin. Butir lima pun sesuai dengan butir dua, sehingga format pencatatan
dan pelaporan gdibuat untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah belum ada. Oleh sebab itu,
diperlukan format khusus untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah yang saat ini sedang
dalam proses penyusunan.
1. Tujuan
Tujuan umum :
Memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberculosis diharapkan bukan lagi
menjadi masalah kesehatan.
Tujuan khusus:
a. Cakupan penemuan kasus BTA(+) sebesar 70%
b. Kesembuhan minimal 85%
c. Mencegah multidrug resistance (MDR).
2. Sasaran
Masyarakat tersangka TBC berusia >15 tahun.
3. Kegiatan dan langkah-langkah
a. Penemuan penderita
Penemuan penderita tersangka tuberculosis paru dilaksanakan secara aktif (Active
Case Finding/ACF) dan pasif (Passive Case Finding/PCF):
1. Aktif
Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang
tanda-tanda penyakit dan cara pengobatannya. Kader
kesehatan/posyandu, kader Dasa Wisma dan kader lainnya diharapkan
dapat membantu menemukan penderita.
Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas (perkesmas)
terutama dengan adanya Bidan Desa diharapkan penemuan penderita
secara aktif dapat ditingkatkan.3,5
Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:12
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
Uji Tuberkulin
Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga diagnosis TB pada anak didapat
dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.12
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, bila terdapat gejala seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB.
Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan gizi yang baik.
2. Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan memadai.
3. Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai keringat
malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi saluran napas
bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
4. Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran ini
biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
5. Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
6. Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang tidak
sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di daerah dan
adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan (yakni di dalam
kulit), dengan tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi
yang dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm pada
anak dengan gizi baik, dan pada anak-anak dengan gizi buruk.12
2. Pasif
Penderita yang secara sukarela berkunjung ke Puskesmas,Rs dan BP4(balai
pemberantasan penyakit paru-paru). Kriteria tersangka penderita : telah
berumur lebih dari 15 tahun dengna salah satu gejala sebagai berikut :
Batuk lebih dari 4 minggu
Batuk berdarah
Nyeri dada
Sesak nafas
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.2
Panduan OAT yang di gunakan di Indonesia
a. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di
Indonesia:
Kategori 1 : 2 (RHZE) / 4 (HR) 3
Kategori 2 : 2 (RHZE)S / (HRZE) / 5(HR)
Disamping kedua kategori ini, disediakan panduan sisipan (HRZE)
Kategori anak : 2 RHZ/ $RH
b. Panduan OAT kategori 1 dan 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT-KDT ini terdiri dari 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif telah diobati sebelumnya :
Pasien kambuh
Pasien gagal
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
a. Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugaskesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormatioleh pasien.
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan
TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke Fasyankes.
3. Pencegahan Tersier9,11
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur
selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang
tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media
pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
Kedokteran Keluarga
Klinik adalah badan usaha satu jenis pelayanan kedokteran rawat jalan. Beberapa
klinik melengkapi dirinya dengan rawat inap. Misalnya: Klinik 24 jam, Klinik Dokter
Keluarga, Klinik Bedah, dsb. Klinik Dokter Keluarga adalah klinik yang diselenggarakan
oleh Dokter Praktek Umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Klinik
Dokter Kluarga sering disertai ruang rawat inap sementara (One Day Care) sebelum
mendapat tempat rawat inapdi Rumah Sakit rujukan.
9. Community oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap memperhatikan
dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.
Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam,
yakni :
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan
pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah
perkembangan pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter
keluarga di pihak lain. Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang efektif dan efisien.2
Follow Up
Penilaian pengobatan TB
Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap
pengobatan tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan 3 spesimen dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil
BTA negatif dua kali atau lebih yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan
bulan ke 7 dan akhir pengobatan Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.2
Surveilans Tuberkulosis
Yang dimaksud dengan surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan
data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan analisis dan intepretasi data, kemudian hasil
analisis didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajt kesehatan
masyarakat. Ada 3 macam metode surveilans TB, yaitu: surveilans berdasarkan data rutin,
survey periodik / survey kusus, survey sentinel. Pemilihan metode surveilans yang akan
dilaksanakan disuatu daerah atau wilayah tergantung pada tingkat epidemi TB di daerah
tersebut, kinerja program TB secara keseluruhan dan sumber daya (dana dan keahlian) yang
tersedia2
1. Surveilans berdasarkan data rutin
Surveilans ini dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang dilakukan
pada pasien TB. Data dari hasil layanan ini merupakan sistem terbalik (mudah dan
murah) untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun kemungkinan
terjadinya bias cukup besar. Nisalnya dalam layanan kolaborasi TB-HIV, jika jumlah
pasien yang menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasarkan data
rutin ini intepretasinya kurang akurat. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak
memerlukan biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan
yang berjalan baik. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi
dengan hasil dari survey periodic atau survey sentinel.
2. Surveilans periodic (survey khusus)
Survey ini merupakan survey yang cross-sectional pada kelompok pasien TB yang
dianggap dapat mewakili suatu wilayah / daerah tertentu. Untuk itu, perhitungan
sampel dari survei ini harus dilakukan secara tepat untuk menghindari bias. Survei ini
memerlukan biaya yang cukup mahal dan termasuk cukup sulit untuk
melaksanakannya. Hasil survei ini dapat digunakan untuk mengkalibrasi hasil
surveilans berdasarkan data rutin
3. Surveilans sentinel
Merupakan surveilans pasien TB sebagai kelompok sentinel. Survei sentinel ini
dilaksanakan pada tempat-tempat (sarana pelayanan kesehatan) tertentu yang terpilih
karena dianggap dapat memberikan gambaran populasi yang lebih besar. Penting
diperhatikan bahwa survei sentinel ini perlu dilakukan setiap tahun dengan mematuhi
prinsip-prinsip sentinel, yaitu harus dilakukan pada tempat, waktu, dan metode yang
sama. Survey sentinel ini memerlukan biaya yang tidak terlalu mahal dan relative
mudah dilaksanakan. Hasil surveilans sentinel ini dapat digunakan untuk
mengkalibrasi hasil surveilans berdasarkan data rutin. Disamping itu juga sangat
berguna melihat kecenderungan (tred) penyakit, misalnya prevalensi HIV pada pasien
TB sebagai kewaspadaan terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa).2
Daftar Pustaka
12. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi II. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2008.
13. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso A, Hudoyo A, Yuwono A, Jusuf A. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2011.h.1-9 ,11-35