Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN PENDIDIKAN

KEJURUAN

Prof. Dr. Sugiyono

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI


YOGYAKARTA 2016

0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Posisi Pendidikan Kejuruan dalam Sistem Pendidikan Nasional
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat difahami bahwa pendidikan itu harus disadari arti pentingnya, dan
direncanakan secara sistematis, agar suasana belajar dan proses pembelajaran
berjalan secara optimal. Dengan terbentuknya suasana dan proses pembelajaran
tersebut, peserta didik akan aktif mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan
minatnya. Dengan berkembangnya potensi peserta didik, maka mereka akan
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Selanjutnya pada pasal 3 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa,
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui jalur, jenjang dan jenis
pendidikan. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui perserta didik untuk
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Terdapat tiga jalur pendidikan yaitu, jalur pendidikan formal,
nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilakskanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
akan dikembangkan. Jenjang pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Selanjutnya jenis pendidikan adalah kelompok
yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan dan suatu satuan pendidikan.
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan

1
pendidikan pada jalur formal, nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan. Jenis pendidikan meliputi, pendidikan umum, kejuruan, vokasi,
professional, akademik, keagamaan dan khsusus.
Berdasarkan hal tersebut di atas, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
termasuk pada jalur pendidikan formal, jenjang pendidikan menengah dan jenis
pendidikan kejuruan. Dalam jalur pendidikan formal posisi SMK dalam sistem
pendidikan nasional ditunjukkan pada gambar 1.1.

Formal

Jalur Nonformal
Pendidikan

Informal

Dasar

Jenjang Menengah
Pendidikan
Sistem
Pendidikan Tinggi
Nasional

Umum

Kejuruan

SMK
Vokasi

Jenis Akademik
Pendidikan

Profesional

Khusus

Keagamaan

Gambar 1.1. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang ada Sstem Pendidikan
Nasional

2
B. Pengertian Pendidikan Kejuruan
Di negara-negara berkembang pada umumnya menyelenggarakan dua jenis
pendidikan utama yaitu pendidikan umum (general education) dan pendidikan
kejuruan (vocational education). Seperti dinyatakan oleh Jandhyala B G Tilak
(2002), dalam The Handbook on Educational Research in the Asia Pacific Region”
sebagai berikut. “General or vocational education? This is a “tough choice” in
many developing countries. In the human capital framework, general education
creates ‘general human capital’ and vocational and technical education ‘specific
human capital’ Vocational education has an advantage, imbibing specific job-
relevant skills, that can make the worker more readily suitable for a given job and
would make him/her thus more productive” Pendidikan umum atau pendidikan
kejuruan. Hal ini merupakan pilihan di beberapa negara berkembang. Dalam
pemikiran sumber daya manusia/modal manusia, pendidikan umum akan
menghasilkan sumber daya manusia yang masih bersifat umum dan pendidikan
kejuruan atau pendidikan teknik akan menghasilkan sumber daya manusia yang
spesifik. Pendidikan kejuruan memiliki beberapa keuntungan karena dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang terampil dan relevan, siap kerja dan
produktif.
Dalam hal pendidikan kejuruan Prosser and Quigley (1950) sebagai bapak
pendidikan kejuruan (vocational education) menyatakan “vocational education is
essentially a matter of establishing certain habits through repetitive training both in
thinking and in doing, it is primarily concerned with what these habits shall be and
how they shall be taught. When consider the matter a little further we find there are
general group of habits requires 1. Habits giving adaption to working environment
2. Process habits 3. Thinking habit”. Esensi dari pendidikan kejuruan adalah
mengajarkan kebiasaan berfikir dan bekerja melalui pelatihan yang berulang-ulang.
Terdapat tiga kebiasaan yang harus diajarkan yaitu: 1. Kebiasaan beradaptasi dengan
lingkungan kerja; 2. Kebiasaan dalam proses pelaksanaan kerja dan 3. Kebiasaan
berfikir (dalam pekerjaan).
Wenrich and Galloway (1988) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan
sama dengan pendidikan teknik dan sama dengan pendidikan okupasi. The term
vocational education, technical education, occupational education are used
interchangeably. These terms may have different connotations for some readers.
However, all three terms refer to education for work. Istilah pendidikan kejuruan,
pendidikan teknik, dan pendidikan okupasi digunakan secara bergantian. Istilah-
istilah tersebut mempunyai konotasi yang berbeda-beda bagi pembaca, namun ke tiga
istilah tersebut merupakan pendidikan untuk bekerja.
Wenrich and Galloway (1988) lebih jauh mengemukakan bahwa “Vocational
education might be defined as specialized education that prepares the leaner for
entrance into a particular occupation or family occupation or to upgrade employed

3
workers”. Pendidikan Kejuruan dapat diartikan sebagai pendidikan yang special
yang berfungsi menyiapkan peserta didik untuk memasuki pekerjaan tertentu, atau
pekerjaan keluarga atau untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerja.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, PENDIDIKAN KEJURUAN: merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu. Namun berdasarkan fakta yang ada, lulusan SMK tidak hanya dapat bekerja
pada bidang tertentu, tetapi juga bisa melanjutkan ke perguruan tinggi dan wirausaha.
Oleh karena itu lulusan SMK bisa BMW, yaitu bekerja di dunia kerja dan dunia
industri, melanjutkan ke perguruan tinggi khususnya ke pendidikan vokasi, atau
pendidikan profesi, atau menjadi guru SMK dan wirausaha. Manajemen SMK untuk
bisa menghasilakn lulusan BMW tersebut digambarkan seperti gambar 1.2.

MANAJEMEN MENGHASILKAN
SMK LULUSAN

Gambar 1.2. Manajemen SMK menghasilkan BMW (Bekerja, Melanjutkan


dan Wirausaha)

4
C. Kompetensi Abad 21
Seperti telah dikemukakan bahwa, pendidikan kejuruan adalah merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi, maka profil
pekerjaan dan profil tenaga kerja yang diperlukan oleh dunia kerja dan dunia
industri berupah. Lulusan pendidikan kejuruan harus memiliki kompetensi yang
relevan dengan kompetensi abad 21. Untuk itu supaya pengelolaan pendidikan,
efektif, efisien dan relevan dengan tuntutan masa depan, maka perlu difahami
terlebih dulu tentang kompetensi abad 21 tersebut.
Griffin, Patrick et all, dalam Universitas Pendidikan Indonesia (2012)
mengemukakan kompetensi manusia pada masa depan abad 21 ada empat komptensi
utama yaitu: way of thingking; way of working; tools of working dan living in the
world. Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut.
Way of thingking (Jalan berfikir) meliputi: Creativity and Innovation dan
Critical thinking, problem solving, decision, learning to learn, metacognition (kreatif
dan inovatif; berfikir kritis, pemecahan masalah, mampu membuat keputusan yang
tepat; belajar bagimana cara belajar yang baik, dan mmeiliki metakognisi) Way of
working (cara kerja) meliputi: Communication and Collaboration (komunikasi dan
kolaborasi/kerjasama). Tool of working melipui: Information literacy and ICT
Literacy (melek informasi dan melek ICT/Infomation Communication
Technology/TIK: Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Living In The World (hidup di dunia) meliupti: Citizenship (local and
global); Life and Career; Personal and social responsibility, cultural awarenes and
competencies. (Menjadi warga negara yang baik, lokal dan internasional; hidup dan
berkarir, memiliki tanggungjawab sosial; dan sadar akan budaya memiliki komptensi
untuk hidup di tingkat dunia).
Kreatif, dan inovatif

Berfikir kritis, pemecahan


Jalan masalah dan membuat
keputusan
Berfikir
Belajar bagimana cara
belajar yag baik, meta
kognisi

Komunikasi
Cara Kerja
Kompetensi Kolaborasi
Abad 21
Memahami Informasi
Alat Kerja
5
Memahami TIK

Menjadi WN lokal dan


Selanjutnya Tony Wagner dalam bukunya Global Achievement Gap mengemukakan
bahwa ada 7 kompetensi siswa yang harus dikuasai pada abad 21 yaitu:

1. Critical Thinking and Problem Solving (Mampu berpikir kritis dan


memecahkan masalah)
2. Collaboration across Networks and Leading by Influence (Mampu
berkolaborasi berbasis jaringan dan memimpin dengan pengaruh)
3. Agility and Adaptability (Mampu mengubah arah dan beradaptasi)
4. Initiative and Entrepreneurialism (Memiliki daya inisiatif dan
berkewirausahaan
5. Effective Oral and Written Communication (Bicara dan memiliki kemampuan
menulis secara efektif)
6. Accessing and Analyzing Information (Mengakses dan menganalisis
informasi)
7. Curiosity and Imagination (Bersikap selalu ingin tahu dan berimajinasi)
Komptensi murid abad 21 menurut Negara New Zealand
(rd.apec.org/index.php/21st_Century_Competencies) adalah: berfikir kritis
(thinking); menggunakan bahasa, simbul-simbul dan tek (using language; symbols
andr to others) dan berpartisipasi dengan memberikan kontribusi (participating and
contributing)

1. Thinking: mampu berfikir kreatif, inovatif dan metakognitif dalam


memperoleh informasi, mengembangkan ide, dan membuat keputusan
2. Using language, symbols and text; menggunakan bahasa, simbul-simbul
dan teks dalam bekerja dan berkomunikasi
3. Managing self: mampu mengelola diri sendiri agar memiliki motivasi
internal untuk belajar dan bekerja dan menghadapi tantangan

6
4. Relating to others: dapat beriteraksi kepada setiap orang secara interaktif
dengan orang lain dalam segala situasi
5. Participating and contributing: berbartisipasi dan dapat memberi kontribusi
dalam kehidupan bermasyarakat

D. Dalil Pendidikan Kejuruan


Berikut ini dikemukakan dalil pendidikan kejuruan yang dapat digunakan sebagai
inpirasi dalam mengelola pendidikan kejuruan dalam menghasilkan lulusan yang
memiliki kompetensi abad 21. Walaupun buku ini sudah lama, namun masih
relevan untuk digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan SMK di Indonesia.
Prosser A. Charles and Quigley Thos (1950) yang merupakan bapak
Pendidikan Kejuruan (Vocational Education), memberikan 16 dalil atau prinsip dasar
pendidikan kejuruan. Pendidikan Kejuruan akan berhasil bila memenuhi 16 prinsip
dasar/dalil tersebut. Prinsip-prinsip dasar pendidikan kejuruan adalah sebagai
berikut.
1. Vocational education will be efficient in proportion as the environment in which
the leaner is trained is a replica of the environment in which he must
subsequently work. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan
lingkungan belajar yang sesuai dengan masalah yang sama atau merupakan
replika/tiruan thd lingkungan di mana mereka natinya bekerja
2. Effective vocational training can only be given where the training jobs are
carried on in the same way which the same operation, the same tool and the
same machines in the occupational itself. Latihan kejuruan dapat diberikan
secara efektif hanya jika latihan dilaksanakan dengan cara yang sama, operasi
sama, peralatan sama dengan macam kerja yang akan dialksanakan kelak
3. Vocational education will be effective in proportion as it trains the individual
directly and specifically in the thinking habits and the manipulative habits
required in the occupation itself. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila
individu dilatih secara langsung dan spesifik untuk membiasakan cara bekerja
dan berfikir secara teratur
4. Vocational education will be effective in proportion as it enables each individual
to capitalize his interests, aptitudes and intrinsic intelligence to the highest
possible degree. Pendidikan akan efektif jika membantu individu untuk
mencapai cita-cita, kemampuan, dan keinginan yang lebih tinggi
5. That effective vocational education for any profession, calling, trade, occupation
or job can only be given to the selected group of individuals who need it, want it
and are able to profit by it. Pendidikan kejuruan untuk satu jenis keahlian,

7
posisi, dan ketrampilan akan efektif hanya jika diberikan pada klompok individu
yg merasa memerlukan, menginginkan dan mendaptkan keuntungan dri padanya
6. Vocational education will be effective in proportion as the specific training
experience for forming right habits of doing and thinking are repeated to the
point that the habits developed are those of the finished skill necessary for
gainful employment. Pendidikan kejuruan akan efektif bila pengalaman
penataran yang dilakukan akan melatih membiasakan bekerja dan berfikir secara
teratur, shg merupakan sarana yg betul2 diperlukan untuk meningkatkan prestasi
kerja
7. That vocational education will be effective in proportion as the instructor has
successful experience in the application of skill and knowledge to the operation
and processes he undertakes to teach. Pendidikan kejuruan yang efektif apabila
instruktur telah mempunyai pengalaman yang berhasil di dalam menerapkan
ketrampilan dan pengetahuan mengenai operasi dan proses
8. For every occupation there is a minimum of productive ability which an
individual must possess in order to secure or retain employment in that
occupation. If vocational education is not carried to that point with that
individual, it is neither personally nor socially effective. Untuk setiap jenis
pekerjaan, indidividu minimum harus memiliki kemampuan berproduksi agar
bisa mempertahankan diri sebagai karyawan pada pekerjaan tsb
9. Vocational education must recognize condition as they are and must train
individuals to meet more efficient ways of conducting the occupation may be
known and that better working condition are highly desirable. Pendidikan
kejuruan harus memahami posisinya di masyarakat, melatih individu untuk
memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja dan menciptakan kondisi kerja yang lebih
baik
10. The effective establishment of process habits in any leaner will be secured
proportion as the training is given on actual jobs and not on exercises or pseudo
jobs. Kebiasaan kerja akan terjadi, apabila pendidikan kejuruan memberi
pelatihan dengan pekerjaan yang nyata, dan bukan sekedar pekerjaan untuk
latihan atau pekerjaan yang bersifat tiruan.
11. The only reliable source of content for specific training in an occupation is in
the experience of master of that occupation. Hanya dengan memberi pelatihan
yang bersumber dari dunia kerja yang konsisten, meraka akan memiliki
pengalaman tuntas dalam pekerjaan
12. For every occupation there is a body of content which is peculiar to that
occupation and which practically has no functioning value in any other
occupation. Untuk setiap jenis pekerjaan, terdapat satu batang tubuh isi, satu

8
materi yang sangat tepat untuk satu jenis pekerjaan, belum tentu cocok untuk
pekerjaan yg lain
13. Vocational education will render efficient social service in proportion as it
needs the specific training needs of any group at the time that they need it and
in such a way that they can most effectively profit by the instruction. Pendidikan
kejuruan akan menuju pada pelayanan sosial yang efisien apabila
diselenggarakan dan diberikan pada manusia yang pada saat itu memerlukan
dan mereka mendapat keuntungan dari program tersebut.
14. Vocational education will be socially efficient in proportion as in its methods of
instruction and its personal relation with learner it take into consideration the
particular characteristic of any particular group which it serves. Pendidikan
kejuruan secara sosial akan efisien apabia metode pembelajaran memperhatikan
kepribadian siswa dan karakteristik kelompok yang dilayani
15. The administration of vocational education will be efficient in proportion as its
is elastic and fluid rather than rigid and standardized. Administrasi dalam
pendidikan kejuruan akan efisien bila dilaksanakan dengan fleksibel, dinamis
dan tidak kaku
16. While every reasonable effort should be made to reduce per capita cost , there is
a minimum below which effective vocational education cannot be given, and if
the course does not permit of this minimum of per capita cost, vocational
education shoul not be attempted. Walaupun setiap usaha perlu dilaksanakan
sehemat mungkin, pembiayaan pendidikan kejuruan yg kurang dari batas
minimum tidak bisa dilaksanakan secara efektif, dan jika pengajaran tidak bisa
menjangkau biaya minimumnya, sebaiknya pendidikan kejuruan tidak perlu
dilaksanakan.

9
BAB II
MANAJEMEN PENDIDIKAN KEJURUAN

A. Pengertian dan Ruang Manajemen Pendidikan


Coombs (1968) menyatakan bahwa langkah awal untuk membenahi mutu pendidikan
adalah harus dimulai dengan memperbaiki manajemen pendidikannya. Oleh karena
itu manajemen merupakan instrumen organisasi/satuan pendidikan untuk mencapai
tujuannya.
Antara manajemen dan administrasi dapat diartikan sama, tetapi juga dapat
diartikan berbeda. Dalam arti yang sama, administrasi dan manajemen merupakan
kata yang sinonim dan penggunaannya dapat digunakan secara bergantian
(interchangeable). Dalam hal ini Orlosky (1984 : 1 – 2) menyatakan : “The term
administration and management do not have precise meanings. Administration and
management are frequently treated as synonymous and interchangeable term”.
Dalam arti yang berbeda, kedudukan administrasi (dalam arti luas) lebih
tinggi dari pada manajemen. Administrasi menentukan kebijakan ke mana organisasi
akan dibawa, sedangkan manajemen merumuskan bagaimana melaksanakan
kebijakan yang telah digariskan oleh administrator. Administrasi menentukan “what”
dan ”policy-making” sedangkan manajemen menentukan “how” dan ”policy
executing”.
Kast & Rosenzweig (1979 : 7) menyatakan bahwa perbedaan administrasi
dan manajemen terletak pada di mana aktivitas manajemen itu berada. Kata
adminitrasi berkonotasi pada bidang pemerintahan dan organisasi nonprofit,
sedangkan kata manajemen lebih banyak digunakan pada bidang bisnis.
“Administration often has had the connotation of governmental or other nonprofit
organization. How ever management has been relagated to business enterprises.
Bush (1995), menyatakan bahwa manajemen pendidikan sebagai berikut.
“Educational management is a field of study and practice concerned with the

10
operation of educational organizations” Manajemen pendidikan adalah suatu bidang
kajian, dan suatu kegiatan organisasi pendidikan. Clarke ( 1994) menyatakan
bahwa “The goal of educational management is to apply good management
principles to a school setting or educational organization so that the school can then
succeed in its mission to provide students with education. Deans, superintendents,
principals, vice principals, and other senior administrators are all examples of
educational managers”. Tujuan dari manajemen pendidikan adalah menerapkan
prinsi-prinsip manajemen yang baik untuk mengelola sekolah atau organisasi
pendidikan, sehingga sekolah atau organisasi pendidikan dapat mencapai visinya
dalam mendidik murid. Dekan, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dan
Adminitrator Senior adalah contoh manajer pendidikan.
Nickels (1997) menyatakan “Educational management is process undertaken
to achieve organizational education goals through a series of activities such as
planning, organizing, directing, and controlling people and other organizational
resources” Manajemen pendidikan adalah proses kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi pendidikan, melalui kegiatan yang berkesinambungan yaitu, perencanaan,
pengorganisasian, dan pengendalian orang-orang dan sumber daya lain dalam
organisasi.

Tilaar (2001) menyatakan bahwa “Management education is a whole process


of joint activities in education that includes planning, organizing, directing,
reporting, coordination, supervision and financing, using or utilizing the facilities
available, good personnel, material, or spiritual to achieve educational goals
effectively and efficiently”. Manajemen pendidikan adalah keseluruhan proses
kerjasama dalam organisasi pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, supervisi dan
pembiayaan dengan mengunakan berbagai fasilitas, personil yang baik, material dan
spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
The job of educational management is preparing reports, creating policies,
reviewing course curricula, setting and working towards specific goals, allocating
school resources, setting or monitoring academic standards, staffing the school,
addressing the various needs of both staff and students, and collaborating with
outside stakeholders such as parents and state boards (Rush, 2003). Pekerjaan
manajemen pendidikan adalah menyiapkan laporan, membuat kebijakan, review
materi pembelajaran dan kurikulum, menyiapkan dan melakanakan pekerjaan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang spesifik, mengalokasikan sumber-sumber daya
sekolah, menyiapkan dan monitoring pelaksanaan standar akademik, penentuan staf
sekolah, mencatat berbagai kebutuhan staf dan murid, kerjasama dengan pemangku
kepentingan luar (stake holder) seperti dengan keluarga dan komite sekolah.

11
Berdasarkan pengertian tentang manajemen pendidikan tersebut dapat
dikemukkana di sini, bahwa pada dasarnya manajemen pendidikan itu berupa bidang
kajian dan proses kegiatan organisasi pendidikan; dalam melaksanakan kegiatan
menggunakan prinsip atau fungsi manajemen yang baik, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian; sumber daya yang dikelola adalah
personil/staf (sumber daya manusia) dan sumber-sumber daya yang lain; tujuan
pendidikan dicapai secara efektif dan efisien untuk memenuhi standar akademik
yang telah ditentukan.
Dengan demikian manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai proses
pengelolaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti
telah dikemukakan proses pengelolaan yang baik menggunakan fungsi-fungsi
manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahaan dan pengendalian.
Organisasi yang dikelola adalah organisasi pendidikan. Organisasi pendidikan
meliputi organisasi birokrasi pendidikan dan organisasi pada satuan pendidikan.
Organisasi birokrasi pendidikan meliputi: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Dinas Pendidikan Provinsi, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Organisasi pada
satuan pendidikan berada pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Sumber daya
pendidikan yang dikelola adalah yang tercantum dalam standar nasionalpendidikan,
yaitu kurikulum (standar isi), proses pembelajaran, ketenagaan (pendidik dan tenaga
kependidikan), sarana dan prasarana, pengelolaan, penilaian dan kompetensi lulusan.
Dengan manajemen pendidikan yang professional, tujuan pendidikan tercapai
tercapai secara efektif dan efisien. Efektif berarti manajemen pendidikan
mengerjakan pekerjaan yang benar (sesuai standar) sehingga tujuan pendidikan
tercapai pada gradasi yang tinggi. Efisien berarti mengerjakan pekerjaan dengan cara
yang benar, sehingga dapat sumber daya digunakan secara optimal. Efisien juga
dapat diartikan dengan 5 “ter”, termudah cara mengerjakannya, termurah biayanya,
tersingkat waktunta, teringan bebannya dan terpendek jaraknya. Dengan demikian
manajemen pendidikan juga dapat diartikan “mengerjakan pekerjaan yang benar
dengan cara yang benar, sehingga tujuan tercapai pada gradasi yang tinggi,
dikerjakan dengan cara yang mudah, biaya yang murah, waktu yang singkat, beban
yang ringan dan jarak yang pendek.
Bila fungsi manajemen ditunjukkan dalam pengertian manajemen, maka
manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (pengelolaan) sumber daya
manusia dan sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien. Dalam organisasi pendidikan sumber daya manusia dan sumber
daya yang lain, adalah delapan standar nasional pendidikan plus budaya dan
lingkungan. Standar nasional pendidikan, tertera pada PP No.19 Tahun 2005,
tentang Standar Nasional Pendidikan

12
Berdasarkan fungsi manajemen untuk mengelola sumber daya guna mencapai
tujuan pendidikan tersebut, lingkup kegiatan manajemen pendidikan ditunjukkan
pada gambar 2.1 berikut. Berdasarkan gambar 2.1 tersebut terlihat bahwa akitivitas
manajemen pendidikan ada 36, namun bobot antar satu aktivitas dan frekuensi
pelaksanaannya tidak sama. Fungsi perencanaan dan pengorganisasian dikerjakan di
awal tahun kegiatan, sedangkan actuating dilaksanakan pada proses kegiatan, dan
controlling dilaksanakan selama proses dan setelah akhir kegiatan. Dalam
manajemen ini akan difkuskan pada perencanaan, pembiayaan, pemimpinan dan
pengendalian pendidikan kejuruan.

FUNGSI MANAJEMEN
SNP
Planning Organizing Actuating Co

ISI 1 10 19 28
PROSE 2 11 20 29
S
KETENAGAA 3 11 21 30
N
PENGELOLAA 4 13 22 31
N
PEMBIAYAA 5 14 23 32
N
PENILAIA 6 15 24 33
N
SARPRA 7 16 25 34
S
SKL 8 17 26
Sugiyono 35

Budaya & Ling 9 18 27


Sugiyono 36

Gambar 2.1. Ruang lingkup kegiatan manajemen pendidikan

13
Manajemen pendidikan kejuruan menghadapi Indonesia emas adalah manajemen
pendidikan abad 21. Kegiatan manajemen adalah melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen secara konsisten dan berkelanjutan didasarkan pada dalil pendidikan
kejuruan untuk mengelola standar nasional pendidikan. Dari 36 aktivitas
manajemen tersebut lebih ditekankan pada pengembangan kurikulum yang relevan
dengan kompetensi abad 21, menyelenggarakan pembelajaran berbasis teaching
factory dan industry, pembiayaan yang mencukupi untuk pengadaan sarpras
khususnya untuk alat dan bahan praktik bengkel, guru profesional yang memiliki
kompetensi abad 21, kepala sekolah yang mampu menerapkan instructional
leadership, tranformational leadership (memberdayaan guru dan karyawan) dan
mampu membangun jaringan kerja, dan perlu dilaksanakannya Sistem Pengendalian
Managemen (Management Control System)
Pendidikan kejuruan adalah merupakan fungsi pembangunan ekonomi suatu
negara. Karena pertumbuhan penduduk lebih besar daripada pertumbuhan lapangan
kerja, maka negara harus membuat kebijakan ekonomi dan teknologi yang dapat
menciptakan lapangan kerja yang tinggi. Mestinya pembangunan industri sudah
harus pada tahap merancang dan memproduksi sendiri. Kebutuhan pokok masyarakat
seharusnya sudah dirancang dan diproduksi sendiri, seperti kendaraan roda dua dan
roda empat, pesawat TV, Kulkas, komputer dan laptop, handphone, kapal, pesawat
dan terbang. Kenapa SMK sudah membuat mobil tidak didukung oleh pemerintah
untuk diproduksi? Kenapa malah dilawan dengan mobil murah? Kalau kebutuhan
masyarakat tersebut dirancang dan diperoduksi sendiri, maka akan membuka peluang
kerja bagi lulusan SMK yang banyak sekali. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah
untuk perancang, produksi, pemasaran, dan perawatan.
B. Perencanaan Pendidikan

14
Baghart dan Trull (1973) menyatakan bahwa “Planning is future thinking; planning
is controlling the future; planning is decision making; planning is intergrated
decision making” Perencanaan adalah berfikir masa depan; perencanaan adalah
mengendalikan masa depan; perencanaan adalah pengambilan keputusan;
perencanaan adalah pengambilan keputusan yang terintegrasi. Selanjutnya
dinyatakan “Planning is intelligent attempt to shape the future; to make the future
better than the past’. Perencanaan adalah pemikiran yang cerdas untuk membentuk
masa depan, membuat masa depan lebih baik dari masa lampau.
Selanjutnya Banghart dan Trull (1973) menyatakan bahwa perencanaan
adalah “preparing to do” is call planning, and “communicating what is to be done”
is call plan. Menyiapkan apa yang harus dikerjakan dinamakan perencanaan dan
mengkomunikasikan apa yang harus dikerjakan dinamakan rencana. Selanjutnya
dinyatakan bahwa “ The meaning of planning involves several component process,
such as the objective to be attained; an efficient procedure for attaining them; the
appropriate allocation of the resources required to attain the objective; and a
conception of the proper form to achieve the objective”. Perencanaan terdiri atas
proses beberapa komponen seperti adanya tujuan yang harus dicapai, adanya
prosedur yang efisien untuk mencapai, adanya sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, dan adanya konsep yang jelas untuk mencapai tujuan.
Robbins dan Coulter (2010) memberikan definisi tentang perencanaan
sebagai berikut. “Planning involve defining the organization’s goal, establishing
strategies for achieving those goals, and developing plans to integrate and
coordinate work activities. It’s concerned with both end (what) and means (how)”.
Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukkaan bahwa, perencanaan itu berkenaan
dengan kegiatan penetapan tujuan organisasi, menetapkan strategi untuk mencapai
tujuan tersebut, mengembangan rancangan untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kegiatan kerja. Perencanaan berkenaan dengan apa yang
dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakan.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa, pada dasarnya
perencanaan itu merupakan keputusan yang akan dilaksanakan di masa depan;
disusun secara rasional, empiris dan sistematis (ilmiah); berisi tentang tujuan yang
akan dicapai, program dan kegiatan yang akan dikerjakan, serta cara dan sumber
daya yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Pendidikan kejuruan lebih berfungsi dalam pembangunan ekonomi. Oleh


karena itu secara nasional perlu direncanakan berapa jumlah SMK yang sesuai
dengan jenis bidang keahlian, program keahlian dan kompetensi keahlian yang harus
ada pada tigkat nasional, provinsi dan setiap kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

15
Bila dikaitan dengan pendidikan kejuruan, perencanaan pendidikan
merupakan proses yang rasional, empiris dan sistematis dalam menetapkan tujuan
pendidikan kejuruan, menentukan program kegiatan untuk mencapai tujuan,
menetapkan sumber daya yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, dan
menetapkan cara untuk mencapai tujuan. Hal ini ditunjukkan pada gambar 2.2

16
Gambar 2.2. Kegiatan dalam perencanaan

Secara makro perlu direncanakan jumlah dan jenis SMK yang perlu ada pada
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten kota, sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan
tenaga baik, lokal, nasional dan internasional. Selanjutnya secara institusional/satuan
pendidikan, karena tujuan SMK adalah BMW (Bekerja, Melanjutkan dan Wirasaha)
maka program kegiatan pembelajaran yang direncanakan di sekolah diarahkan untuk
kelompok murid yang mau bekerja, yang mau melanjutkan ke perguruan tinggi dan
akan berwirausaha. Perlu juga direncanakan juga direncanakan jumlah dan
komptensi guru dan tenaga kependidikan lain yang dibutuhan, sarana dan prasarana
pembelajaran yang dibutuhan, serta sistem evaluasi yang akan digunakan.

C. Organizing (Pengorganisasian)
Rue and Byars (2001) menyatakan bahwa ”organizing is basically a process
of division of labor accompanied by appropriate delegation of authority. Proper
organizing result more effective use resources. Pengorganisasian pada dasarnya
adalah proses pembagian pekerjaan dengan cara mendelegasikan wewenang.
Pengorganisasian yang baik akan meningkatkan efektivitas dalam menggunakan
sumber daya organisasi.
Terry (1977) memberikan definisi tentang pengorganisasian (organizing)
adalah sebagai berikut. Organizing is the establishing of effective behavioral
relationships among persons so that they may work together efficiently and gain
personal satisfaction in doing selected task under given environmental conditions for
the purpose of achieving some goal or objective. Pengorganisasian adalah proses
menetapkan hubungan perilaku yang efektif antar orang, sehingga mereka dapat
bekerja sama secara efisien dan mereka merasa puas dalam mengerjakan pekerjaan
dalam kondisi lingkungan tertentu dalam upaya mencapai tujuan bersama.
Selanjutnya Terry menyatakan bahwa, pengorganisasian akan menghasilkan
struktur organisasi, yang merupakan kerangka kerja orang-orang dalam suatu
organisasi. Pengorganisasian membangun hubungan kerja yang harmonis antar orang
atau kelompok yang memiliki kepribadian, kemampuan dan kepentingan yang
berbeda.
Rue and Byars (2001) memberikan tiga alasan perlunya pengorganisasian.
Alasan pertama, adanya pengorganisasian (organizing) adalah “is to establish lines
of authority” (menetapkan garis kewenangan). Dengan garis kewenangan yang jelas
maka akan membentuk disiplin dalam organisasi, sebaliknya dengan kewenangan
yang tidak jelas akan membuat binggung orang-orang dalam organisasi tentang apa

17
yang harus dikerjakan. Alasan kedua, dengan adanya pengorganisasian adalah
“improves the efficiency and quality of work through synergism” (meningkatkan
efisiensi dan qualitas pekerjaan melalui kerjasama yang sinergis). Sinergi ini dapat
terjadi apabila para individu atau kelompok melakukan kerjasama dalam
mengerjakan pekerjaan. Kalau setiap individu dan kelompok bekerja sendiri-sendiri
maka tidak ada sinergis. Alasan ke tiga adanya pengorganisasian adalah untuk
meningkatkan komunikasi antar pegawai dalam organisasi. Hal ini dapat terjadi
karena “a good organization structure clearly defines channels of communication
among the member of organization” (organisasi yang baik menunjukkan garis
komunikasi jelas antar anggota organisasi)
Pengorganisasian (organizing) dapat juga diartikan sebagai proses
membentuk organisasi. Membentuk organisasi adalah proses mengatur pekerjaan ke
dalam struktur tugas dan wewenang, sehingga pekerjaan dapat dikelompokkan
berdasarkan jenis dan tingkatan serta dibagi habis secara adil dan merata kepada
setiap posisi/struktur yang ada dalam organisasi tersebut. Dengan demikian kegiatan
utama dalam pengorganisasian adalah membentuk struktur organisasi, memberi
uraian tugas pada setiap struktur, membentuk hubungan kerja antara struktur satu
dengan yang lain, dan menentukan kualifikasi dan kompetensi orang-orang yang
diperlukan pada setiap struktur organisasi tersebut.
Pengorganisasian di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini ada
yang tumpang tindih sehingga tidak efektif dan efisien. Adanya Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidikan, dengan
Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada Direkrorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, membuat kedua
lembaga itu bekerja saling tumpang tindih. Supaya lebih fokus dan relevan dengan
topoksi masing-masing direktorat, maka fungsi badan yang mengelola SDM
diserahkan saja pada direktorat pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan yang
ada pada masing-masing direktorat jenderal. Pembinaan pendidikan dan tenaga
kependidikan menengah diserahkan saja pada Direktorat Pembinaan Pendidikan dan
Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah.
Pada tingkat satuan pendidikan SMK, pengorganisasian diarahkan pada
pembantukan struktur organisasi yang efisien, adanya uraian tugas yang jelas pada
setiap pegawai, penugasan guru yang menggunakan prinsip "the right man in the
right place, in the right job, in the rigt time" Selanjutnya sesuai dengan tujuan SMK
bisa BMW, maka pengorganisasian sekolah lebih diarahkan pada pemetaan dan
pengelompokkan siswa yang akan berkerja, yang akan melanjutkan dan yang akan
berwirausaha. Dengan adanya pengelompokkan ini maka pembinaan dan bimbingan
yang akan diberikan akan lebih efektif dan efisien.

18
D. Pembiayaan Pendidikan
Dalil ke 16 pendidikan kejuruan menyatakan "While every reasonable effort should
be made to reduce per capita cost , there is a minimum below which effective
vocational education cannot be given, and if the course does not permit of this
minimum of per capita cost, vocational education shoul not be attempted. Walaupun
setiap usaha perlu dilaksanakan sehemat mungkin, pembiayaan pendidikan kejuruan
yg kurang dari batas minimum tidak bisa dilaksanakan secara efektif, dan jika
pengajaran tidak bisa menjangkau biaya minimumnya, sebaiknya pendidikan
kejuruan tidak perlu dilaksanakan.
Dalil tersebut adalah sangat ideal, karena kalau biaya tidak mencukupi untuk
menyelanggarakan pendidikan kejuruan, maka pembelajaran praktik tidak optimal
sehingga komptensi lulusan tidak akan tercapai. Bapenas tahun 2009 sd 2011
memberikan data bahwa, lulusan yang paling banyak menganggur adalah lulusan
SMK. Hal ini tentu sangat ironis dengan tujuan SMK yang lulusannya untuk bekerja.
Namun data tersebut juga bisa rasional, karena dengan kebijakan pemerintah yang
memperbanyak SMK tanpa diikuti dengan peningkatan komptensi guru, alat da
bahan untuk pembelajaran parktik, maka lulusannya akan menjadi tidak kompeten,
sehingga akhirnya banyak yang menganggur.
Permasalahan utama dalam pendidikan kejuruan khususnya SMK adalah biaya
oeprasional yang tinggi, tetapi kemampuan membayar murid rendah. Dengan
demikian akan sulit membiayai pendidikan kejuruan yang ideal yang bersumber dari
murid. John/Morphet menyatakan bahwa “When quantity or quality of education is
increased, financial support generally need to increase “. Bila kualitas dan kuantitas
pendidikan ingin ditingkatkan, maka dukungan finansial juga harus ditingkatkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka bila ingin kualitas pendidikan kejuruan tinggi, maka
biaya untuk pendidikan kejuruan perlu ditingkatkan sampai memenuhi standar
minimal. Pembiayaan pendidikan kejuruan diarahkan untuk melengkapai sarana dan
prasarna pembelajaran praktik, bahan praktik dan peningkatan komptensi guru
praktik atau guru produktif.

E. Manajemen Pembelajaran
Manajemen pembelajaran dalam pendidikan kejuruan didasarkan pada dalil 1 dan 2
pendidikan kejuruan yang berbunyi sebagai berikut.
a. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan belajar yang
sesuai dengan masalah yang sama atau merupakan replika/tiruan thd
lingkungan di mana mereka natinya bekerja

19
b. Latihan kejuruan dapat diberikan secara efektif hanya jika latihan
dilaksanakan dengan cara yang sama, operasi sama, peralatan sama dengan
macam kerja yang akan dialksanakan kelak
Berdasarkan hal tersebut, maka manajemen perlu mengupayakan agar lingkungan
sekolah kejuruan merupakan replikasi dari dunia kerja sesungguhnya, yaitu dunia
kerja abad 21. Selanjutnya pembelajaran pada pendidikan kejuruan menggunakan
alat kerja, bahan, operasi dan standar yang sama dengan dunia kerja abad 21.
Pembelajaran yang demikian adalah pembelajaran yang menggunakan prinsip
"teching factory" Teaching Factory adalah suatu konsep pembelajaran dalam suasana
sesungguhnya, sehingga dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara
kebutuhan industri dan pengetahuan sekolah. Teknologi pembelajaran yang inovatif
dan praktek produktif merupakan konsep metode pendidikan yang berorientasi pada
manajemen pengelolaan siswa dalam pembelajaran agar selaras dengan kebutuhan
dunia industri. (Brosur IGI, 2007/http://kaliboyo01.blogspot.com/2008/01/teaching-
factory-sebagai-pendekatan.html). Untuk itu direktorat pembinaan SMK perlu
memotrait profil dunia kerja abad 21 sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam
pengelolaan SMK.

F. Kepemimpinan Pendidikan Kejuruan


Peter G. Northouse (2007) mendefinisikan kepemimpinan adalah sebagai berikut.
"Leadership is a process where by an individuals influence a group of individuals to
achieve a common goal". Kepemimpinan adalah proses di mana seseorang
mempengaruhi kelompok individu untuk mencapai tujuan. Jadi komptensi inti dari
seorang pemimpin adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan, khususnya tujuan organisasi yan dalam hal ini adalah tujuan pendidikan
kejuruan.
Pemimpin pendidikan berada pada tingkat nasional (menteri pendidikan),
tingkat provinsi (kepala dinas pendidikan provinsi), tingkat kabupaten/kota (kepala
dinas pendidikan kabupaten/kota) dan tingkat satuan pendidikan (kepala sekolah,
ketua, rektor).
Dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan kejuruan, menteri
pendidikan sebagai pemimpin mempunyai peran yang sangat strategis. Menteri
pendidikan harus menetapkan visi kemana pendidikan kejuruan akan dikembangkan.
Karena pendidikan kejuruan merupakan fungsi pembangunan ekonomi suatu negara,
maka menteri pendidikan perlu melakukan lobi ke menteri perindustrian, menko
ekonomi bahkan presiden agar pembangunan industri dikembangkan dari hulu
sampai hilir. Seperti telah dikemukakan bahwa, kebutuhan pokok masyarakat seperti
kendaraam roda dua dan rodak empat, pesawat televisi, kulkas, komputer, laptop,

20
handphone, kapal dan pesawat terbang dirancang dan diproduksi dalam negeri.
Dengan demikian akan tercipta peluang kerja yang banyak yang dapat diisi oleh
lulusan pendidikan kejuruan.

Strategi pembangunan pendikan kejuruan perlu dilakukan secara total, seperti


model kebijakan pembangunan SMK 80 dan model SMK Pembangunan. SMK yang
dibangun tahun 1980 dan SMK Pembangunan ternyata sampai sekarang masih tetap
efektif. Model pengembangan SMK dengan pemberian blockgrand yang jumlahnya
tidak memadai akan membuat SMK sulit berkembang untuk mengadapi komptensi
abad 21. Balai Latihan Kerja perlu dioptimalkan pemakaiannnya untuk pembelajaran
praktik SMK Swasta yang memiliki sarana pembelajaran praktik yang memadai.
Pada tingkat satuan pendidikan, pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah.
Fred M. Hechinger (dalam Davis & Thomas, 1989: 17) pernah menyatakan: “Saya
tidak pernah melihat sekolah yang bagus dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk
dan sekolah buruk dipimpin oleh kepala sekolah yang buruk. Saya juga menemukan
sekolah yang gagal berubah menjadi sukses, sebaliknya sekolah yang sukses tiba-tiba
menurun kualitasnya. Naik atau turunnya kualitas sekolah sangat tergantung kepada
kualitas kepala sekolahnya"..
Ruth Love (1986) menulis,“There is no a good school without a good
principals. Edward Dechore (1988) menulis, ”The difference between a good and a
poor school is often the difference between a good and a poor principals”. Peter
(2005) menyatakan bahwa 80% permasalahan mutu ditentukan oleh manajemennya.
Hal ini berarti untuk memajukan pendidikan kejuruan perlu kepala sekolah yang
bagus, yaitu kepala sekolah yang memiliki komptensi profesional dalam memimpin
sekolah.
Di Indonesia standar komptensi kepala sekolah tertuang dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional no 13 tahun 2007 tentang Standar Komptensi
KepalaSekolah. . Standar komptensi kepala sekolah meliputi: komptensi kepribadian,
manajerial, supervisi, kewirausahaan, dan sosial. Sebelumnya direktorat pembinaan
SMK telah merumsukan fungsi kepala sekolah yang disingkat EMASLIM, yaitu
kepala sekolah berfungsi sebagai educator (pendidik); Manager, Administrator,
Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator. Bila semua kepala sekolah telah
memiliki standar kompetensi dan melaksanakan EMASLIM tersebut, maka SMK
berpotensi untuk maju.
Kepala sekolah dituntut untuk melaksanakan kepemimpinan manajerial dan
instruksional. Kepmimpinan manajerial lebih diarahkan untuk mengelola sumber
daya pendidikan secara optimal guna mencapai tujuan SMK bisa BMW, dan
kepemimpinan instruksional yang lebih menekankan pada kepemimpinan
pembelajaran. Kepemimpinan pembelajaran merupakan tindakan kepala sekolah
yang mengarah pada terciptanya iklim sekolah yang mampu mendorong terjadinya

21
peningkatan mutu pengelolaan internal sekolah sehingga memungkinkan
terselenggaranya proses pembelajaran yang merangsang para siswa untuk mencapai
prestasi belajar yang tinggi (Bahan bimtek Program Kemitraan SMK)
Namun secara operasional kepala SMK dituntut untuk mampu mengikuti dan
memotrait perkembangan dunia kerja dan dunia industri yang selanjutnya digunakan
sebagai pertimbangan dalam pengembangan kurikulum; mengembangan model
pembelajaran teaching factory, mengembangkan unit produksi, memberi contoh, dan
menggarakkan guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk bekerja secara optimal,
dan melakukan pengendalian manajemen.

D. PENGENDALIAN/CONTROLLING
Banyak kebijakan yang tidak terlaksana dengan baik karena tidak ada pengendalian
mutu yang baik. Pengendalian menurut Terry mapun Robbins dinamakan
controlling atau pengendalian. Fungsi controlling menurut Robbins (2008) adalah
"Setting standards, comparing actual performance, With the standards, and then
take corrective action as required" (menetapkan standar kerja, membandingkan
standar dengan performance, mengambil tindakan bila terjadi penyimpangan.
Dengan demikian fungsi controll bukan sekedar pengawasan, tetapai
PENGAWASAN + TINDAK LANJUT. Fungsi Controll ini oleh Antony (2009)
dikembangkan menjadi Sistem Pengendalian Management atau Management Control
System (MCS). Management Control is a process by which manager influence other
member organization to implement the organization’s strategies. Pengendalian
Manajemen adalah suatu proses, di mana manajer mempengaruhi anggota organisasi
untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan organisasi. Prinsip dasar
MCS dapat digambarkan seperti gambar 2.3 berikut.

22
CONTROLL 2. ASSES
DEVICE with stan

1. DTECTOR:
3. EFFECT
Information about what
action
is happening

Entity being
controlled

Gambar 2.3. Sistem Pengendalian Manajemen menurut Antony (2009)

Berdasarkan gambar 2.3 tersebut, terlihat bahwa dalam sistem pengendalian


manajemen, terdiri atas tuga petugas yang berbeda yaitu:
1. Detector : berfungsi untuk memotrait kinerja organisasi (SMK) saat ini.
Untuk memotrait kondisi kinerja saat ini dapat menggunakan hasil
pengawasan atau hasil penelitian evaluasi
2. Asesor : berfungsi untuk membandingkan kinerja saat ini dengan standar
yang telah ditetapkan. Standar yang digunakan adalah perencanaan atau
dalam pendidikan menggunakan standar nasional pendidikan
3. Effector: berfungsi untuk mengambil tindakan koreksi bila terjadi
penyimpangan antara apa yang terjadi dengan standar (masalah)

23
Sistem Pengendalian Manajemen menurut Antony tersebut dapat diterapkan untuk
pengendalian mutu pada SMK dengan model seperti ditunjukkan pada gambar 2.12.
Oleh karena itu Kepala SMK perlu mengembangkan sistem ini agar perencanaan
dapat dilaksanaan dan tujuan dapat tercapai secara efektif

KEPALA SMK

DETECTOR : STANDAR KINERJA


MENGUKUR KINERJA SMK
SMK : 8 SNP 8 SNNP
EF

ASESOR : YA ANALISIS M
MEMBANDINGKAN SE
DENGAN STNDAR : SNP
Gambar 2.4. Sistem Pengendalian Manajemen SMK

IDENTIFIKA
TIDAK

MELAK
TIND

EVALU
JALAN TERUS TINDAK

24
Berdasarkan gambar 2.4 tersebut kerja Sistem Pengendalian Manajemen SMK dapat
dijelaskan sebagai berikut;
1. Kepala SMK dalam mengelola SMK menggunakan standar yang sudah jelas.
Standar tersebut dapat berupa rencana strategis, rencana tahunan atau Standar
Nasional Pendidikan
2. Kepala sekolah membentuk Unit Sistem Pengendalian Manajemen atau Sistem
Pengenadlian Mutu Internal, yang berfungsi utama sebagai detektor, asesor dan
efektor.
3. Detektor atau yang diberi tugas untuk itu, diberi mandat untuk memonitor
pelaksanaan kerja sesuai dengan yang telah direncanakan
4. Berdasarkan data pelaksanaan kerja tersebut, maka asesor membandingkan antara
pelaksanaan kerja dengan standar rencana yang telah ditetapkan. Melalui analisis
akan dapat diketahui ada atau tidakada penyimpangan
5. Bila terjadi penyimpangan maka effektor, akan melakukan analisis sebab-sebab
ada penyimpangan, memilih tindakan yang dipandang efektif dan selanjutnya
melaksanakan dan mengukur hasil tindaan tersebut
6. Hasil pelalaksanaan tindakan selanjutnya dilaporkan kepada Kepala SMK
Sekolah juga perlu menerapkan Total Quality Management, agar maju secara
berkelanjutan. Total Quality Management (TQM) is a management approach that
aims for long-term success by focusing on customer satisfaction. TQM is based on
the participation of all members of an organization in improving processes,
products, services, and the culture in which they work.
(nfolific.com/technology/definitions/computer-dictionary/tqm). Manajemen Mutu
Terpadu adalah merupakan pendekatan manajemen jangka panjang yang
memfokuskan pada kepusan pelanggan. TQM melibatkan partisipasi seluruh anggota
organisasi utuk meningkatkan kualitas proses, produk dan pelayanan dalam
pekerjaannya. TQM is a philosophy and system for continuously improving the
services and/or products offered to customers. (Ronald Fitzgerald
Article Source: http://EzineArticles.com/2555828). TQM adalah merupakan filsafat
dan sistem untuk meningkatan kualitas produk atau pelayanan secara berkelanjutan.
Total Quality Management atau Manajemen Mutu Terpadu merupakan
filsafat, budaya dan teknik manajemen yang memfokuskan pada upaya peningkatan
mutu pada seluruh aspek organisasi pendidikan secara terus menerus, sehingga
menghasilkan kualitas pendidikan yang memenuhi standar dan memuaskan
pelanggan. Karakteristik TQM adalah:
1. Fokus Pada Pelanggan: mengelola SMK yang memperhatikan pada
kebutuhan masyarakat pengguna sekolah (lulusan SMP) dan pengguna
lulusan sekolah (Dunia kerja dan dunia industri)
2. Obsesi Terhadap Mutu: keingginan agar mutu setiap sstandar nasional
tercapai pada gradasi yang tingggi, sehingga murid SMK sebelum lulus sudah
dipesan oleh dunia industri dan dunia usaha, atau menciptakan lapangan kerja
sendiri

25
3. Pendekatan Ilmiah: mengelola berdasarkan pemikiran yang rasional dengan
teori-terori manajemen modern serta mengelola berdasarkan fakta-fakta
empiris
4. Komitmen Jangka Panjang: setiap warga sekolah memiliki komitmen jangka
panjang dengan memperhatikan perubahan lingkungan eksternal, sehingga
sekolah dapat maju secara berkelanjutan
5. Kerja secara Team Work: tidak bekerja sendiri-sendiri tetapi perlu ada kerja
sama yang baik antara pendidik dan tenaga kependidikan lainnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Terus Menerus: bila sistem dan cara kerja sudah
terbukti tidak efisien dan efektif maka perlu diperbaiki
7. Diklat Bagi Pegawai: setelah dievaluasi dan ada pegawai yang tidak
memenuhi standar kerja, maka perlu diberi pendidikan dan pelatihan
8. Bebas Terkendali: pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara
bebas tidak dibawah tekanan, namun semuanya harus sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.
9. Kesatuan Tujuan: pendidik dan tenaga kependidikan harus bekerja secara
terintergrasi dan terkoordinasi dalam rangka mencapai tujuan SMK
10. Keterlibatan Staf: semua staf mempunyai peran dan tanggungjawan yang
sama dalam mencapai tujuan SMKmulai tuakang sapu sampai pimpinan

DAFTAR PUSTAKA

Anthony N, Robert; Gonvindarajan Vijay; Management Control System; McGra-


Hill, International Edition
Banghart W Frank; Trull Jr Albert; Educational Planning; The Macmillan Company;
New York; 1973
Bass, BM and Steidlmeter, Ethic, Character and Authentic Transformational
Leadership, 2006
Chung H Kae; Megginson C Leon; Organizational Behavior; Developing
Managerial Skill; harper & Row, Publisher; Cambridge; London; Sydney;
1978
Coombs; Educational Planning; McGra-Hill, International Edition (1968)
Depkdiknas; Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Jakarta: Sinar Grafika.
----------Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan
----------Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 Tentang
Standar Kepala Sekolah/ Madrasah

26
Hackman J.R., and Wageman (1996), R; Total Quality Management; Empirical,
Conceptual, and Pratical Issues. Administration Science Quarterly.
Approach' McGraw Hill 1985

Hoy, Wayne, K. Miskel, Cecil G; Educational Administration; Theory Research and


Practice; Random House; New York; 2003
Kast, E Fremont; Organization and Management; A System and Contingency
Kelly, S., Price, H. (2009). Vocational education: a clean slate for disengaged
students? Social Science Research, Vol. 38, No 4, p. 810-825.
Nickels; Educational Management; Random House; New York; 2003
Orlosky, Donald, E; Educational Administration Today, Charles E; Merril
Publishing Company; 1984

Prosser A, Charles; Quigley H. Thos; Vocational Education In a Democracy;


Amarican Technical Society; Chicago; 1950
Peter G Northouse, Leadehip, McGra-Hill, International Edition 2007
Robbins, S., & Coulter, M. (2007). Management. Internationa; Edition; Tenth
Edition; Pearson, Prentice Hall 2007
Quebec; Teaher Training in Vocatonal Education; Orientation Profesiona;
Competencies; Gouvernement du Quebec, Minestere de I'Education 2001
Rue W Leslie; Byars L Lloyd: Management; Skill and Apllication; Irwin McGraw-
Hill; Boston, New York; 2000
Sallis Edward; Total Quality Management in Education; Kogan Page 2002
Terry, R George; Principle of Management; Ricgard D. Irwin, Inc; Homewood
Illinois; 1977
Tilaar; Manajemen Pendidikan Nasional; Pt Remaja Rosdakarya Cetakan : Ke-3;
2006
Universitas Pendidikan Indonesia; Membangun Pendidikan Nasional Masa Depan
untuk menyongsong tahun 2035; UPI 2012
Wayne K. Hoy; Cecil G Miskel (2001) ; Educational Administration; Theory;
Research, and Practice; Mc Graw-Hill International Edition; 2001.
Wenrich, Ralp C.; Wenrich, J. William (1988); Joel D. Galloway; Administration of
Vocational Education; American Technical.

27

Anda mungkin juga menyukai