Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah sindrom pola perilaku individu yang berkaitan


dengan suatu gejala penderitaan dan pelemahan didalam satu atau lebih fungsi
penting dari manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik, gaangguan
tersebut mempengaruhi hubungan antara dirinya sendiri dan juga masyarakat
(Maramis, 2010).

Gangguan jiwa atau mental illnes adalah keadaan dimana seseorang


mengalami kesultan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan
dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa
merupakan suatu gangguan yang sama halnya dengan gangguan jasmaniah
lainnya, tetapi gangguan jiwa bersifat lebih kompleks, mulai dari yang ringan
seperti rasa cemas, takut hingga tingkat berat berupa sakit jiwa (Budiono,
2010)

Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami


gangguan dalam pikiran,perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam
bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat
menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang
sebagai manusia ( UU.RI No.18, 2014)

2.2 Faktor Yang Menyebabkan Gagguan Jiwa

Gejala yang paling utama pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi terdapat
beberapa penyebab dari beragai unsur yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu muncul gangguan kejiwaan.

7
8

Menurut Maramis 2010 dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa, sumber


penyebab gangguan jiwa dapat dibedakan atas :

1.Faktor Somatik (Somatogenik),yaitu akibat gangguan pada


neuroanatomi, neurofisiologi,dan nerokimia, termasuk tingkat
kematangan dan perkembangan organik, serta faktorpranatal dan
perinatal.
2. Faktor Psikologik (Psikogenik), yaitu keterkaitan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah,persaingan antara saudara kandung, hubungan dalam
keluarga,pkerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan
mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apab ila keadaan
tersebut kurang baik, maka dapat menyebabkan kecemasan, depresi, rasa
malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor Sosial Budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh mengenai keagamaan

Sedagangkan Menurut Faris tahun 2016 faktor-faktor penyebab


gangguan jiwa diantaranya :

1. Usia
Pada usia menginjak dewasa,dimana pada usia ini
merupakan usia yang produktif, dimana seseorang dituntut untuk
menghadapi dirinya sendiri secara mandiri, masalah yang dihadapi
juga semakin banyak, bukan hanya masalah dirinya sendiri tetapi
juga harus memikirkan anggota keluarganya.
2. Tidak bekerja
Tidak mempunyai pekerjaan mengakibatkan seseorang
tidak mempunyai penghasilan dan gagal dalam menunjukan
aktualisasi dirinya, sehingga seseorang tidak bekerja tdak
mempunyai kegiatan dan memungkinkan mengalami harga diri
rendah yang berdampak pada gangguan jiwa.
9

3. Kepribadian yang tertutup


Seseorang yang memiliki kepribadian tertutup cenferung
menyimpan permasalahannya sendiri sehingga masalah yang
dihadapi akan semakin menumpuk. Hal ini yang membuat
seseorang tidak bisa menyelesaikan permasalahan dan enggan
mengungkapkan sehingga menimbulkan depresi dan mengalami
gagguan jiwa.
4. Putus obat
Pada beberapa penelitian menunjukan bahwa seseorang
dengan gangguan jiwa harus minum obat seumur hidup, terkadang
klien merasa bosan, dan kurang pengetahuan akan menghentikan
minum obat dan merasa sudah sembuh.
5. Pengalaman yang tidak menyenangkan
Pengalaman tidak menyenangkan yang daialami misalnya
adanya aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan oleh masyarakat
atau kejadian lain akan memicu seseorang mudah mengalami
ganguan jiwa

6. Konflik dengan teman atau keluarga


Seseorang yang memepunyai konflik dengan keluarga
misalnya karena harta warisan juga dapat membuat seseorang
mengalami gangguan jiwa. Konflik yang tidak terselesaikan
dengan teman atau keluarga akan memicu stressor yang berlebihan.
Apabila seseorang mengalami stressor yang berlebihan namun
mekanisme kopingnya buruk, maka kemungkinan besar sesorang
akan mengalami gangguan jiwa.
10

2.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala yang muncul pada pasien dengan gangguan jiwa
menurut Maramis tahun 2010 diantaranya :

a. Normal dan Abnormal


Abnormal berarti menyimpang dari yang normal. Seseuatu
dikatakan abnormal apabila terdapat suat norma, dan seseorang
tersebut telah menyimpang dari batas-batas norma

b. Gangguan Kesadaran
Kesadaran mrupakan kemampuan individu dalam mengadakan
pembatasan terhadap lingkungannya serta dengan dirinya sendiri
(melalui panca inderanya).apabila kesadaran tersebut baik maka
orientasi (waktu, tempat, dan orang) dan pengertian yang baik serta
pemakaian informasi yang masuk secara efektfif (melalui ingatan dan
pertimbangan). Kesadaran menurun adalah suatu keadaan dengan
kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara
keseluruhan (secara kwantitatif). Kesadaran yang berubah atau tidak
normal merupakan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan
dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu dalam taraf tidak
sesuai kenyataan.

c. Gangguan Ingatan
Ingatan berdasarkan tiga proses yaitu, pencatatan atau regristas i
(mencatat atau meregristasi sesuatu pengalaman didalam susunan saraf
pusat); penahanan atau retensi (menyimpan atau menahan catatan
tersebut) ; dan pemanggilan kembali atau “recall” (mengigat atau
mengeluarkan kembali catatan itu). Gangguan ingatan terjadi apabila
terdapat gangguan pada salah satu atau lebih dari ketiga usnsur diatas.
11

d. Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi atau Disorientasi timbul sebagai akibat
gangguan kesadarandan dapat menyangkut waktu, tempat, atau orang.
Gangguan Afek dan Emosi. Afek ialah nada perasaan, menyenangkan
atau tidak (seperti kebanggan, kekecewaan, kasih sayang) yang
menyertai suatu pikiran dan biasanya bermanifestasi afek ke luar dan
disertai oleh banyak komponen fisiologik. Emosi adalah manifestasi
fek ke luar dan dsertai oleh banyak komponen fisiologi dan berlansung
relatif tidak lama. Seseorang dikatakan telah mengalami gangguan
afek atau emosi yaitu dapat berupa depresi, kecemasan, eforia,
anhedonia, kesepian, kedangkalan, labil, dan ambivalensi.

e. Gangguan Psikomotor
Psikomotor merupakan gerakan badan yang dipengaruhi oleh
keadaan jiwa, gangguan psikomotor dapat berupa :
a. Hipokinesia atau hipoaktivitas : gerakan atau aktivitas
berkurang
b. Stupor Katatonic : reaksi terhadap lingkungan sangat
berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi sangat lambat.
c. Katalepsi : mempertahankan posisi tubuh secara kaku
posisi badan tertentu.
d. Fleksibilitas serea : memetahankan posisi badan yang
dibuat padanya oleh orang lain.
e. Hiperkinesia : pergerakan atau aktivitas yang berlebihan
f. Gaduh gelisah katatonik : aktivtas motorik yang
kelihatannya tidak bertujuan, yang berkali-kali dan seakan-
akan tidak dipengaruhi oelh rangsangan dari luar
g. Berisikap aneh : dengan sengaja mengambil sikap atau
posisi badan yang tidak wajar
h. Grimas : miik yang aneh dan ebrulang- ulang
i. Stereotype : gerakan salah satu anggota badan yang berkali-
kali dan tidak bertujuan.
12

7. Gangguan proses berfikir


Proses berfikir meliputi proses pertimbangan, pemahaman,
ingatan serta penalaran.
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan intelegensi
10. Gangguan kepribadian.
2.4 Klasifikasi Gangguan Jiwa

Sistem klasifikasi pada ICD (International Classification of Disease)


dan DSM (Diagnostic and Sttistical Manual of Mental Disorer) menggunakan
sistem kategori. ICD menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang
mencoba menstandartkan diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari
berbagai sindrom, serta memberikan pertimbangan untuk diagnosa banding.
Kriteria diagnosis pada DSM menggunakan sistem multtiaksis, yag
menggambarkan berbagai gejala yang harus ada agar diagnosis dapat
ditegkakan. Multiaksisi tersebut meliputi sebagai berikut :

Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus
perhatian klinis

Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental

Aksis 3 : kondisi medis secara umum

Aksisi 4 ; masalah lingkungan dan psikososisal

Aksis 5 : penilaian fungsi secara global

Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia


(PPDGJ) pada awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada
DSM, tetapi pada PPDGJ III disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat,
klasifikasi PPDGJ III meliputi :

F00-R09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental


simtomatik)
13

F10-F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat


psikoaktif

F20-F29: Skizofrenia , gangguan skizotipal, dan gangguan waham

F30-F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif)

F40-F48 : gangguan neurotik, gangguan somaoform, dan gangguan


terkait stress

F50-F59 : sindroma perilaku yanng berhubungan dengan gangguan


fisiologis dan faktor fisik

F60-F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa

F70-F79 : retardasi mental

F80-F89 : gangguan perkembangan psikologis

F90-F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya


pada anak dan remaja

Secara umum klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil riset


kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi 2 bagian yaitu
gangguan jiwa berat/kelompok psikosa dan gangguan jiwa ringan
meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa
kecemasan, panik, gangguan alam perasaan dan sebagainya. Untuk
skizofrenia masuk dalam kelompok gangguan jiwa berat.

2.5 Macam-macam program pengobatan untuk pasien dengan gangguan


jiwa

Pada pasien dengan gangguan jiwa dibutuhkan beberapa pengobatan


untuk memulihkan kondisi jiwanya dan mencegah terjadinya kekambuhan,
beberapa terapi pengobatan pada pasien gangguan jiwa menurut buku Ajar
Keperawatan Jiwa tahun 2015, diantaranya :
14

a. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada
susunan saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan
perilaku, yang biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan
kejiwaan. Terdapat banyak jenis obat psikofarmaka dengan
farmakokinetik khusus untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku
pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis psikofarmaka ini perlu
diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya kolaborasi
pemberian psikofarmaka, mengidentifikasi dan mengantisipasi
terjadinya efek samping, serta memadukan dengan berbagai alternatif
terapi lainnya.
b. Kejang Listrik
Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan
pada pasien gangguan jiwa, menggunakan aliran listrik untuk
menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung sekitar 25–150
detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk
pasien. Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak
melalui dua elektroda dan ditempatkan pada bagian temporal kepala
(pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran terapeutik untuk
menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang
epileptik tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang
peran penting bukanlah kejang yang ditampilkan secara motorik,
melainkan respons bangkitan listriknya di otak yang menyebabkan
terjadinya perubahan faali dan biokimia otak
c. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan
mengubah perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Cara ini cukup efektif karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi
satu dengan yang lain, saling memengaruhi, saling bergantung, dan
terjalin satu persetujuan norma yang diakui bersama, sehingga
terbentuk suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat
interaksi, interelasi, dan interdependensi. Terapi aktivitas kelompok
15

(TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi anggotanya, yang


setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan memberikan
umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru untuk
meningkatkan respons sosial, serta harga diri. Keuntungan lain yang
diperoleh anggota kelompok yaitu adanya dukungan pendidikan,
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, da n meningkatkan
hubungan interpersonal.
d. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah terapi jangka pendek dan dilakukan secara
teratur, yang memberikan dasar berpikir pada pasien untuk
mengekspresikan perasaan negatifnya, memahami masalahnya,
mampu mengatasi perasaan negatifnya, serta mampu memecahkan
masalah tersebut.
e. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah suatu cara untuk menggali masalah emosi
yang timbul kemudian dibahas atau diselesaikan bersama dengan
anggota keluarga, dalam hal ini setiap anggota keluarga d iberi
kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam menyelesaikan
masalah. Keluarga sebagai suatu sistem sosial merupakan sebuah
kelompok kecil yang terdiri atas beberapa individu yang mempunyai
hubungan erat satu sama lain dan saling bergantung, serta d iorganisasi
dalam satu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
f. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah lingkungan fisik dan sosial yang ditata
agar dapat membantu penyembuhan dan atau pemulihan pasien.
Milleu berasal dari Bahasa Prancis, yang dalam Bahasa Inggris
diartikan surronding atau environment, sedangkan dalam Bahasa
Indonesia berarti suasana. Jadi, terapi lingkungan adalah sama dengan
terapi suasana lingkungan yang dirancang untuk tujuan terapeutik.
Konsep lingkungan yang terapeutik berkembang karena adanya efek
negatif perawatan di rumah sakit berupa penurunan kemampuan
berpikir, adopsi nilai- nilai dan kondisi rumah sakit yang tidak baik
16

atau kurang sesuai, serta pasien akan kehilangan kontak dengan dunia
luar.
g. Terapi Perilaku
Perilaku akan dianggap sebagai hal yang maladaptif saat perilaku
tersebut dirasa kurang tepat, mengganggu fungsi adaptif, atau suatu
perilaku tidak dapat diterima oleh budaya setempat karena
bertentangan dengan norma yang berlaku. Terapi dengan pendekatan
perilaku adalah suatu terapi yang dapat membuat seseorang
berperilaku sesuai dengan proses belajar yang telah dilaluinya saat dia
berinteraksi dengan lingkungan yang mendukung.

2.6 Macam-macam Program pengobatan pada pasien gangguan jiwa

Dalam menunjang tercapainya kesembuhan tidak hanya terapi


yang dibutuhkan, tetapi juga program pengobatan pada pasien gangguan
jiwa, menurut Psychiatric-Mental Health Nursing tahun 2015 macam-
macam pengobatan pada pasien gangguan jiwa diantaranya :

a. Pengobatan rawat inap dirumah sakit


Perawatan psikiatri rawat inap disebuah rumah sakit
merupakan cara utama untuk orang dengan penyakit mental. Unit
psikiatri menekankan terapi bicara atau interaksi antara pasien
dengan staf dan lingkungan yang ada. Terapi lingkungan juga
mrupakan salah satu aspek dalam pengobatan rawat inap dirumah
sakit untuk membantu pasien dalam menstabilkan pasien dengan
gangguan jiwa yang lebih akut. Dalam init rawat inap ditujukan
untuk mengidentifikasi gejala dan ketrampilan dalam menangani
gejala yang muncul, serta mengidentifikasi masalah jangka panjang
untuk menjalani terapi rawat jalan.
17

b. Pengobatan rawat jalan


Rawat jalam adalah salah satu unit kerja dirumah sakit atau
suatu pelayanan kesehatan yang melayani pasien berobat jalan dan
tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur
diagnostik dan terapeutik. Pelayanan rawat jalan merupakan
pelyanan kepada pasien untuk observasi, diagnosa pengobatan,
rehabilitasi medik dan peayanan kesehatan lainnya yang bersifat
umum, spesialistik, sub spesialistik yang dilaksanakan di suatu
rumah sakit atau layanan kesehatan tanpa tinggal rawat inap
(Agustiawan & Andri )
Salah satu program dalam rawat jalan adalah rehabilitasi
kejiwaan yang mengacu pada layanan yang dirancang untuk
mempromosikan proses pemulihan untuk orang dengan penyait
mental. Program rawat jalan bertujuan untuk mengontrol gejala dan
memanajemen pengobatan untuk pemberdayaan dan pningkatan
kualitas hidup. Pelayanan rawat jalan lebih mengedepankan
komunitas yang berbasis masyarakat.

2.7 Manfaat Rawat Jalan pada pasien dengan ganggan jiwa

Rawat jalan merpakan salah satu program dalam proses pemuliha n


kondisi kejiwaa n yang terganggu pasca rawat inap, menurut Psychiatric
Mental Health Nursing edisi ke-5 tahun 2015 menyebutkan tujuan
dilakukan rawat jalan diantaranya :

a. Pemulihan dari kondisi gangguan jiwa


b. Peningkatan kualitas hidup
c. Terwujudnya komunitas yang terintregasi
d. Meningkatkan kemandirian pasca rawat inap
e. Penurunan penerimaan pasien dirumah sakit
f. Perawatan berkelanjutan
g. Mencegah kekambuhan
18

h. Mencegah pasien putus obat


i. Peningkatan kesehatan fisik

2.8 Definisi Kepatuhan

Kepatuhan merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan


ketaatan pada tujuan yang telah ditentukan dan mengacu pada tingkat
pasien melaksanakan tingkah laku dan pengobatan yang disarankan (Rut
& Damansia, 2015).

2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Rawat Jalan pada


Pasien Gangguan Jiwa
Suatu program pengobatan sangat membutuhkan kepatuhan dari
setiap pasien, baik itu pengobatan jangka panjang maupun jangka panjang.
Pengobatan rawat jalan pada pasien gangguan jiwa merupakan pegobatan
yang rentan terhadap kepatuhan, seringkali pasien merasa jenuh untuk
melakukan pengobatan terus menerus dan kemudian tidak patuh pada
pengbatan. Menurut CI Otpataku et all tahun 2015 menyebutkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan rawat jalan pada pasien
gangguan jiwa diantaranya :

1. Wawasan atau pengetahuan


Pengetahan atau wawasan mengenai suatu penyakit yang
sedang dialami oleh seorang pasien merupakan hal penting dalam
melaksanakan kepatuhan pengobatan rawat jalan.untuk
menghindari keadaan sakit, seseorang diharapkan mengetahui
bagaimana cara menjaga kesehatannya dan mempertahankan
kondisi tersebut agar tidak terjadi kekambuhan.
2. Motivasi dari diri sendiri

Dalam menjalankan pengobatan rawat jalan yang intensif


seesorang membutuhkan motivasi dari dirinya sendiri, seperti
semangat untuk kesembuhannya, mengupayakan diri agar tidak putus
asa dalam program pengobatannya, serta melawan rasa bosan dengn
19

pengobatan yang panjang. Kesembuhan baik secara jasmani maupun


rohani merupakan sesuatu yang harus dimiliki oleh tiap-tiap individu
untuk menghasilkan kualitas hidup yang baik sehingga dapat
menjalankan hidup didalam masyarakat sesuai perannya masing-
masing ( Andriani & Kahirul, 2016 ).

3. Dukungan dari Keluarga


Dukungan keluarga sangat penting terhadap pengobatan
pasien gangguan jiwa, karena pada umumnya seesorang dengan
gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal
kapaan ia harus berobat. Keluarga harus selalu membimbing dan
mengarahkan agar seseorang dengan gangguan jiwa untuk dapat
berobat dengan benar dan teratur.
Dukungan keluarga yang bisa diberikan kepada pasien
meliputi dukungan emosional yaitu dengan memberikan kasih
sayang dan sikap mengahrgai yang diperlukan klien, dukungan
informasional yaitu dengan memberikan nasihat dan pengarahan
kepada klien, dan dukungan penilaian mmberikan pujian kepada
klien jika mau diarahkan untuk berobat ( Karmila, Dhian, &
Herawati, 2016)

4. Tenaga Kesehatan Yang Profesional


Tenaga kesehatan profesional yang melayani pasien dengan
gangguan jiwa harus mampu memberikan wawasan tentang
gangguan jiwa dan selalu melakukan pengawasan terhadap
pasiennya, serta dapat menunjukan perilaku dan sikap yang baik
saat memberikan pelayanan kepada pasien dengan gangguan jiwa
sehingga dapat terus melaksanakan pengobatan.
Tenaga ksehatan khusunya seorang perawat sebagai tenaga
keehatan profesional mempunyai kesempatan yang paling besar
untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan yang
komprehensif dengan membantu pasien memnuhi kebutuhan dasar
20

yang holistik (Anton, 2011). Bukan hanya perawat namun juga


dokter ataupun seluruh aspek dalam layanan kesehatan harus
mampu memberikan wawasan, konseling, memberikan dukungan,
pengawasan terhadap perkembangan kondisinya, serta dapat
memperlakukan pasien dengan baik, ramah, dan peduli (Okpataku,
2015)
5. Stigma Positif Dari Masyarakat
Prasangka dan stigma buruk yang menyertai pasien
gangguan jiwa menyebabkan kesulitan yang dihadapi pasien
gangguan jiwa bertambah.begitupun sebaliknya stigma baik dan
penerimaan serta perlakuan yang baik dari masyarakat membantu
pasien gangguan jiwa beserta kelurganya dalam mengahdapi
masalah yang muncul dan mengurangi beban secara subyektif
maupun beban obyektif, serta memotivasi dalam proses
kesembuhan.
Adanya dukungan dari masyarakat membuat individ u akan
merasa diperdulikan, diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak
mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat,
merasa ikhlas dengan kondisi, sehingga merasa lebih tenang dalam
mengadapi suatu masalah ( Fauziah & Latipun, 2016).

6. Agama dan Kepercayaan


Agama membantu proses self-regulation atau pengaturan
diri. Dilihat dari sudut pandang psikologis, self- regulation akan
membuat individu bertigkah laku sesuai dengan aturan-aturan atau
tujuan yang ingin dicapainya tersebut. Oleh karena itu jika
dikaitkan dengan hubungannya dengan kesehatan, agama akan
memeberikan berbagai aturan untuk menjalani hidup yang sehat.
Idividu dengan konsep agama yang positif memiliki kemungkinan
lebih kecil untuk mengalami depresi ( Anton, 2011).

Anda mungkin juga menyukai