Anda di halaman 1dari 3

PERSELISIHAN TENTANG NAFAQAH

Jika terjadi perselisihan tentang nafaqah di selesaikan di pengadilan agama,bila suami


istri terjadi perselisihan nafaqah oleh suami dalam artian suami menyatakan telah
menyerahkan nafaqah sedangkan istri menyatakan belum, menurut jumhur istrilah yang
memenangkan nya sebab suami dalam keadaan di dakwakan dan istri di [pihak yang
mengingkari, maka yang kuat adalah istri hal ini sesuai dengan prinsip al-istihshab artinya
kembali pada asal.

Bila selisih dalam hal tamki, artinya telah memberi kesepakatan kepada suami nya untuk
bergaul, sedangkan suami nya menyatakan bahwa belum melakukan tamkin sehingga dia
tidak membayar nafaqah yang dibenarkan adalah pihak suami alasnnya adalah mengmalkan
prinsip al-istishab sebagai mana di jelas kan di atas.

HARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINAN

Dalam kitab fikih tidak penah dikenal adanya perbauran harta suami dan istri, suami
memiliki harta nya sendiri dan juga sebalik nya, sedangkan suami bekewjiban memberikan
sebagian harta nya kepada istri yang di sebut nafaqah, yang untuk selanjut nya akan di
pergunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Tidak adanya penggabungan kecuali adanya
syirkah yang dilakukan dalam suatu akad, dan jika adanya perjanjian yang dibuat pada waktu
berlangsung nya akad nikah.

HAK DAN KEWAJBAN SUAMI ISTRI DALAM PERKAWINAN POLIGAMI

Islam membolehkan suami memiliki istri lebih dari satu dalam batas paling banyak
empat namun dengan syarat yang berat kebolehan ini didasarkan pada firman Allah dalam
surat an-nisa’ (4) ayat 3:

Artinya : “jika kamu takut tida akan berlaku adil dengan anak yatim,kawinlah dengan
perempuan yang kamu senangi dua, tiga, atau empat orang, jika kamu takut tidak akan
berlaku adil diantar mereka maka kawin la satu orang saja, atau hamba sahaya, demikian itu
cara paling dekat untuk tidak menyimpang.”

Ayat ini memberikan beberapa batasan: pertama ; batasan maksimal empat orang istri,
dan yang kedua: hanya dilakukan bila mampu berlaku adil.

Tentang kesulitan dalam memenuhi kesulitan keadilan dalam perkawinan poligami di


jelaskan Allah dalam firman nya surah an-nisa’ ayat 129 :
Artinya:”dan kau tidak akan berlaku adil di antara istri-istrinmu walau kamu berusaha
untuk itu, oleh karna itu janganlah kamu cendrung di antara salah seorang diantara mereka
dan kamu meninggalkan nya seperti tergantung dan jika kau berbuat baik dan bertaqwa Allah
maha pengampun dan maha penyayang.”

Adanya cendrung kepada salah seorang istri itu sesuatu yang tidak disenangi Allah
dan berlawan dengan prinsip “bergaul yang baik”. Disamping itu juga rasul memberikan
syarat yaitu pada kemampuan untuk mrmbiyayai istri-istri tersebut. Dalam bahasan nafaqah
sudah jelas dan kadar nya sebagai mana di tentukan menurut ulama, suami yang tidak mampu
membayar nafaqah dan mahar dilarang mrlangsungkan perkawinan.

Keadilan yang di jadi kan persyaratan untuk melakukan poligami, mencangkup


kewajiban yang bersifat materi maupun tidak sebagai mana ulama memahami adil itu dalam
menyamakan, nafaqah antara sesama istri secara kuantitatif dan juga sebagaimana ulama
berpendapat bahwa selama suami menuhi kewajiban nafaqah dengan kebutuhan dan
kecukupan istri tidak mesti dalam jumlah yang sama (ibnu qudamah 305-306)

Tentang kewajiban suami dalam bentuk non materi kelihatan nya ulama tidak
mensyaratkan nya karna yang demikian itu tidak terukur dan tidak mungkin pula
menyamakan dalam suatu yang tidak terukur

Ulama menjadikan batasan keadilan dalam poligami dalam batasan bergaul di antara
istri itu di sebut dala fikih itu kasm, sedangkan patokan bergaul itu pada malam hari karna
malam itulah waktu untuk bergaul antara suami dan istri dan siang nya untuk mencari nafqah

Kasm itu di perhitungkan pada malam hari sedangkan siang nya mengikut pada nya
bila seorang mengwini dua istri dalam waktu bersamaan dia harus menentukan siapa yang
lebih dulu mendapat giliran dengan jalam undian jika ia mengawini istri-istri nya dalam
waktu yang berbeda maka istri yang baru di beri hak istimewa bila istri nya seorang perawan
maka ia boleh menetap di rumah baru nya selama tujuh hari setelah ia mulai masa giliran
,bila ia engawini seorang janda maka ia boleh menetap selama tiga hari sebelum memulai
giliran ,jika ia menyediakan rumah pada tiap-tiap istrinya maka ia boleh bermalam di rumah
istrinya secara bergilir , bila ia sendiri juga mempunyai rumah maka suami boleh emanggil
istrinya kerumah secara bergilir.

Ketentun tersebut tidak dijelaskan secara jeals dalam Al-qur’an namaun berpedoman yang
dilakukan nabi bersama istrinya
Namun apa yang di tuntut ulama fikih berkenaan nafaqah tersebut telah di
akomodirUU perkawinan yang tercangkup dalam hak dan kewajiban suami istri ,KHI juga
tidak secara spesifik memicarakan nafaqah, KHI secara lebar mengatur hak kewajiban suami
istri yang menguatkan, menegskan dan merincikan apa yang di kehendaki oleh UU
perkawinan ,hapir keseluruhan aturan dalam KHI itu yang termuat dalam pasal 77 sampai
dengan 82 yang mengacu pada kitab-kitab fikh yanga pada umunya mengikuti paham jumhur
ulama khususnya syafi’iah secara lemgkap dan kewajiban istri di atur dalam pasal 83-84.

Berkenaan dengan harta pribadi suami istri yang dibawa kedalam rumah tangga dan
harta yang di peroleh dalam perkawinan yang di tetapkan selama berjalan nya akad syirkah
atau melalui perjanjian perkawinan diataur dalam BAB VII pasal 35,36,dan 37 UU
perkawinan

Ketentuan UU perkawinan dala harta bersama perkawinan terseut di kuatkan dan di


rincikan oleh KHI dalam pasal 85 sapai 87.

Anda mungkin juga menyukai