Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-
obatan menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat. Ilmu ini
mengandung sedikit kesenian, maka dapat dikaitkan bahwa ilmu resep adalah
ilmu yang mempelajari seni meracik obat, terutama ditujukan untuk melayani
resep dari dokter (Syamsuni, 2006).
Pelayanan atau penyediaan obat-obatan berarti pengumpulan, pengenalan,
pembakuan serta pedistribusian bahan obat-obatan kepada masyarakat. Melihat
ruang lingkup dunia farmasi yang luas, maka dapat dipahami bahwa ilmu resep
dapat tidak berdiri sendiri tanpa kerja sama yang baik dengan cabang ilmu yang
lain, seperti fisika, kimia, biologi, dan farmakologi.
Di bidang farmasi, seringkali terhubung dengan fenomena-fenomena yang
terkait dengan sifat fisika. Untuk mempelajari salah satu kaitan tersebut, ahli
farmasi mempelajari farmasi fisika. Ilmu inilah yang memuat hubungan farmasi
dalam konsep dunia fisika.
Farmasi fisika adalah ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika
dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika mempelajari tentang sifat fisikokimia
molekul obat, kinetika dan orde reaksi, kelarutan dan faktor yang
mempengaruhinya, bobot jenis, stabilitas obat, sistem dispersi, mikromeritik,
difusi dan disolusi, viskositas dan rheologi, serta fenomena antar permukaan dan
penentuan tegangan permukaan yang banyak dijumpai dalam bidang kefarmasian
mengenai sifat fisika obat,.
Sifat fisika obat yang mempengaruhi bioavaibilitas dari sediaan farmasi
biasanya bergantung pada bobot jenis dan rapat jenisnya, dimana bobot jenis suatu
zat berbeda dengan bobot jenis zat yang lainnya. Pengetahuan mengenai bobot
jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan sangat penting karena digunakan sebagai
salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair, selain
itu untuk uji identitas dan kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk
cairan. Air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena
mudah didapat dan mudah dimurnikan.
Melihat pentingnya mempelajairi bobot jenis, maka dari itu dilakukan
percobaan farmasi fisika mengenai bobot jenis dimana larutan yang dijadikan
sampel adalah minyak jarak (Oleum ricini) dengan menggunakan alat piknometer.
1.2 Maksud danTujuan
1.2.1 Maksud
Mengetahui dan memahami cara penetapan bobot jenis dan rapat jenis
pada suatu sampel.
1.2.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu bobot jenis dan rapat
jenis
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan bobot jenis dari sampel
dengan menggunakan metode piknometer
1.3 Manfaat Percobaan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu bobot jenis dan
rapat jenis
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui cara penetapan bobot jenis dari sampel
dengan menggunakan piknometer
1.4 Prinsip Percobaan
Penentuan bobot jenis dengan menggunakan metode piknometer. Prinsip
metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruang, yang di
tempati cairan ini. Untuk ini dibutuhkan wadah untuk menimbang yang
dinamakan piknometer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bobot Jenis
2.1.1 Definisi
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat dibanding
dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25oC). Rapat jenis (specific
gravity) adalah perbandingan antara bobot jenis suatu zat pada suhu tertentu
(biasanya dinyatakan sebagai 25o /25o, 25o/4o, 4o,4o). Untuk bidang farmasi
biasanya 25/25o C (Pratama, 2008).
Penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali
dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu
25o terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. bila suhu ditetapkan
dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat diudara oada suhu
yang di tetapkan terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila
suhu 25oC zat terbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telahh tertera
pada masing-masing monografi dan mengacu pada air yang tetap pada suhu 25oC.
2.1.2 Macam-macam Bobot Jenis
Menurut Lachman (1994), pengujian bobot jenis dilakukan untuk
menentukan 3 macam bobot jenis, yaitu:
1. Bobot janis sejati (benar), yakni perbandingan antara massa dan volume
zat padat tanpa pori dan tanpa ruang rongga. Penentuan bobot jenis sejati
bahan berbentuk butir dan serbuk menuntut bahan tersebut berada dalam
bentuk sehalus mungkin, dilakukan dengan menggunakan metode
piknometer cairan atau metode manometer.
2. Bobot jenis nyata, yaitu volume yang membesar akibat adanya pori-pori
yang menyebabkan besarnya volume.
3. Bobot jenis efektif, yaitu massa parikel dibagi volume partikel termasuk
pori yang tebuka dan tertutup. Seperti titik lebur, titik didih atau indeks
bias (bilangan bias). Kerapatan relatif merupakan besaran spesifik zat.
Besaran ini dapat digunakan untuk pemeriksan konsentrasi dan
kemurniaan senyawa aktif, senyawa bantu dan sediaan farmasi.
2.2 Rapat Jenis
2.2.1 Definisi
Rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari berat
suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat
mempunyai temperatur yang sama atau temperatur yang telah diketahui. Air
digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hidrogen atau udara untuk gas.
Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat
dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena
mudah didapat dan mudah dimurnikan (Ansel, 1989).
Berbeda dengan kerapatan, bobot jenis merupakan bilangan murni atau
tanpa dimensi, yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus
yang cocok. Bobot jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan
sebagai perbandinga yang massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume
air pada suhu 4oC atau temperatur lain yang telah ditentukan (Martin, 1993).
Kerapatan atau densitas adalah massa per satuan. Satuan umumnya adalah
kilogram per meter kubik, atau ungkapan yang umum, gram per sentimeter
kubik, atau gram per milliliter. Kerapatan berubah dengan perubahan
temperatur (dalam banyak kasus, kerapatan menurun dengan kenaikan
temperatur, karena hampir semua substansi mengembang ketika dipanaskan).
Konsekuensinya temperatur harus dicatat dengan nilai kerapatannya, tekanan gas
harus spesifik. Kerapatan adalah massa per unit volume suatu zat pada temperatur
dan tertentu. Sifat ini merupakan salah satu sifat fisika yang paling sederhana dan
sekaligus merupakan salah satu sifat fisika yang paling definitive, dengan
demikian dapat digunakan untuk menentukan kemurnian suatu zat. Hubungan
antara massa dan volume tidak hanya menunjukan ukuran dan bobot molekul
suatu komponen, tetapi juga gaya-gaya yang mempengaruhi sifat karakteristik
pemadatan (Packing Characteristic). Dalam sistem matriks kerapatan diukur
dengan gram/ml (untuk cairan) atau gram/cm2 (Stoker, 1993).
Menurut Annief (2001), kerapatan partikel bisa keras dan lembut dalam
satu hal dan kasar serta berpori dalam hal lainnya, seseorang harus menyatakan
kerapatan dengan hati-hati. Kerapatan partikel secara umum didefinisikan sebagai
berat per satuan volume, kesulitan timbul bila seseorang mencoba untuk
menentukan volume dan partikel yang mengandung retakan-retakan mikroskopis
pori-pori dalam ruang kapiler. Penentuan bobot jenis berlangsung dengan
piknometer, Areometer, timbangan hidrostatik (timbangan Mohr-Westphal) dan
cara manometris. Metode Piknometer, pinsip metode ini didasarkan atas
penentuan massa cairan dan penentuan rungan yang ditempati cairan ini. Ruang
piknometer dilakukan dengan menimbang air.
Pengujian kerapatan dilakukan untuk menentukan 3 macam kerapatan
jenis yaitu (Lachman, 1994) :
a. Kerapatan sejati, yaitu massa partikel dibagi volume partikel tidak
termasuk rongga yang terbuka dan tertutup.
b. Kerapatan nyata, yaitu massa partikel dibagi volume partikel tidak
termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.
c. Kerapatan efektif, yaitu massa parikel dibagi volume partikel termausk
pori yang tebuka dan tertutup
Menurut peraturan apotek, harus digunakan piknometer yang sudah ditera,
dengan isi ruang dalam ml dan suhu tetentu (20oC). Ketelitian metode piknometer
akan bertambah sampai suatu optimum tertentu dengan bertambahnya volume
piknometer. Optimun ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe piknometer,
yaitu tipe botol dengan tipe pipet (Martin, 1993).
Kerapatan adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari berat
suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat
mempunyai temperature yang sama atau temperature yang telah diketahui dan
dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik ( g /cm3 = g /ml )
dan dalam satuan SI kilogram per meter kubik ( kg /m3 )

massa zat
ρ=
Volume zat

Air digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hydrogen atau udara
untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan berat jenis terutama menyangkut cairan,
zat padat dan air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar
karena mudah didapat dan mudah dimurnikan.
Berbeda dengan kerapatan, berat jenis adalah bilangan murni atau tanpa
dimensi, yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang
cocok.
ρzat
d=
ρair

Berat jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai


perbandingan massa dari suatu zat terhadap massa sejumlah volume air pada suhu
40C atau temperatur lain yang telah ditentukan.
2.3 Metode Penentuan Bobot Jenis
Menurut Voight (1994) dalam penentuan bobot jenis ada beberapa metode
yang digunakan untuk penentuan bobot jenis pada cairan, yakni :
a. Metode Piknometer (Roth, Herman J, 1994).
Prinsip metode ini didasarkann atas ketentuan massa cairan
danpenentuan ruang, yang ditempati cairan ini. Untuk ini dibutuhkan
wadah untuk menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian metode
piknometer akan bertambah hingga mencapai keoptimuman tertentu
dengan bertambahnya volume piknometer. Keoptimuman ini terletak pada
sekitar isi ruang 30 ml.
Prinsip Metode Piknometer ini didasarkan atas penentuan massa cairan
dan penentuan rungan yang ditempati cairan ini. Ruang piknometer
dilakukan dengan menimbang air. Menurut peraturan apotek, harus
digunakan piknometer yang sudah ditera, dengan isi ruang dalam ml dan
suhu tetentu (20°C). Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai
suatu optimum tertentu dengan bertambahnya volume piknometer.
Optimun ini terletak sekitar isi ruang 30 ml. Ada dua tipe piknometer,
yaitu tipe botol dengan tipe pipet.
b. Metode Neraca Hidrostatik
Metode ini berdasarkan hukum Achimedes yaitu suatu benda yang
dicelupkan ke dalam cairan akan hilang massa sebesar barat volume cairan
yang terdesak.
c. Metode Mohr-westphal
Benda dari kaca dibenamkan tergantung pada blok timbangan yang
ditoreh menjadi 10 bagian sama dan disetimbangkan dengan bobot lawan.
Keuntungan penentuan kerapatan dengan neraca mohr-westphal adalah
penggunaan waktu yang singkat dan mudah dilakukan.
d. Metode Areometer
Penentuan kerapatan dengan aerometer berskala (timbangan benam,
sumbu) didasarkan pada pembacaan seberapa dalamnya tabung gelas
tercelup yang sepihak diberati dan pada kedua ujung ditutup dengan
pelelehan.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bobot Jenis
Menurut Sinko (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi bobot
jenis suatu zat, yakni :
a. Temperatur,
Dimana pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat
menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula
halnya pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa
membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya.
b. Massa zat
Jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya
juga menjadi lebih besar.
c. Volume zat
Jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung
pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot
molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot
jenisnya.
d. Kekentalan/viskositas
Dalam bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan
digunakan sebagai salah satu metode analisis yang berperan dalam
menentukan senyawa cair, digunakan pula untuk uji identitas dan
kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk cairan, serta dapat
pula diketahui tingkat kelarutan/daya larut suatu zat.
2.5 Uraian Bahan
2.5.1 Air Suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Aqua destilata
Nama Lain : Air suling, aquades
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih tidak bewarna,tidak berbau, tidak


mempunyai rasa
Kegunaan : Sebagai pembersih
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
2.5.2 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Dirjen POM, 1995; Sweetman, 2009)
Nama Resmi : Aethanolum
Nama Lain : Etanol, Etil alkohol, Alkohol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46.07 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan


mudah bergerak, bau khas dan rasa panas. Mudah
terbakar dan memberikannyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Kegunaan : Untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan untuk mencegah terjadinya
infeksi atau pencemaran oleh jasad renik
Khasiat : Antiseptik dan desinfektan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.5.3 Minyak zaitun (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Oleum ricinii
Nama lain : Minyak Jarak
Rumus Molekul : C57O9H110
Berat Molekul : 939,50 g/mol
Pemerian : Cairan kental, transparan kuning pucat atau hampir
tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing
dan tengik serta rasa khas.
Kelarutan : Larut dalam etanol, dapat bercampur dengan
etanol, dengan asam asetat glasial,dengan
kloroform dan eter.
Kegunaan : Sebagai pelembut
Khasiat : Laksativum (I9ritasi kulit)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Percobaan
Dilaksanakannya praktikum farmasi fisika dengan percobaaan bobot jenis
pada Jumat 11 Oktober. Pukul 07.00 WITA yang bertempat di Laboratorium
Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan Kesehatan,
Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan untuk praktikum yaitu corong, gelas ukur,
kalkulator, neraca analitik, oven, penjepit tabung reaksi, piknometer, termometer,
wadah.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum yaitu alkohol 70%,
aquadest, es batu, minyak ricini (Oleum ricini), tisu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan, dan dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
2. Dibersihkan piknomerter dengan air suling kemian dibilas dengan alkohol
70%
3. Dipanaskan piknometer pada suhu 100o selama 15 menit
4. Dikeluarkan piknometer dari oven kemudian ditimbang massa piknometer
kosong pada neraca analitik sebanyak tiga kali
5. Dmasukkan minyak zaitun kedalam piknometer 25o mL
6. Diasukkan piknometer yang sudah berisi minyak zaitun ke dalam wadah
yang berisi es batu
7. Diukur suhu minyak dengan termometer sampai mencapai 25o
8. Diangkat piknometer dan dibersihkan bagian luar menggunakan tissu
9. Ditimbang kembali piknometer pada neraca analitik sebanyak tiga kali
10. Dihitung bobot jenis dan rapat jenis minyak zaitun
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Piknometer + Minyak zaitun


Piknometer Kosong (b1)
(b2)
1 31,51 g 56,01 g
2 31,50 g 56,01 g
3 31,51 g 56,01 g
∑ 31,51 g 56,01 g

4.2 Perhitungan
Dik : b1 = 31,51 g
b2 = 76,12 g
V = 25 mL
ρair = 1 g/mL
Dit : a. Bobot jenis ?
b. Rapat jenis ?
Peny :
a. Bobot Jenis
m
𝜌= v
𝑏2−𝑏1
= 𝑣

56,01 g - 31,51 g
= 25 mL
24,5 g
=
25 mL
= 0,98 g/mL
b. RapatJenis
𝜌𝑧𝑎𝑡
d =
𝜌𝑎𝑖𝑟
0,98 g/mL
= 1 g/mL
= 0,98
Jadi, bobot jenis minyak jarak yang dihasilkan dari percobaan ini adalah
0,98 g/mL dan rapat jenisnya adalah 0,98
4.2 Pembahasan
Bobot jenis adalah suatu bilangan murni tanpa dimensi, namun dapat
dikonversikan menjadi densitas dengan menggunakan rumus yang sesuai.
Sedangkan rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal, dari
berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat
mempunyai temperatur yang sama atau temperatur yang telah diketahui (Daniels,
1928).
Percobaan bobot jenis ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami cara
menentukan bobot jenis dan rapat jenis menggunakan metode piknometer. Dalam
bidang farmasi bobot jenis dan rapat jenis suatu zat atau cairan digunakan sebagai
salah satu metode analisis yang berperan dalam menentukan senyawa cair,
digunakan pula untuk uji kemurnian dari senyawa obat terutama dalam bentuk
cairan, serta dapat pula diketahui daya larut suatu zat.
Metode percobaan yang digunakan kali ini yaitu metode piknometer untuk
menentukan bobot jenis suatu bentuk sediaan cairan yang dimana sediaan yang
digunakan sebagai sampel adalah minyak jarak (Oleum ricini). Dimana, ditimbang
lebih dahulu berat piknometer kosong dan piknometer berisi zat cair yang diuji.
Selisih dari penimbangan adalah massa zat cair tersebut pada pengukuran suhu
kamar 25℃, dan dalam volume konstan tertera pada pinometer. Maka bobot jenis
zat cair tersebut adalah massanya sendiri dibagi dengan volume piknometer,
dengan satuan g/ml. Serta akan diperoleh nilai rapat jenis yang merupakan
perbandingan bobot jenis zat dengan bobot jenis aquadest.
Prinsip dari percobaan ini didasarkan pada penentuan massa cairan dan
penentuan ruang, yang ditempati cairan ini. Untuk itu dibutuhkan wadah untuk
menimbang yang dinamakan piknometer. Ketelitian piknometer akan bertambah
hingga mencapai keoptimuman ini terletak pada sekitar isi ruang 30 ml.
Alat-alat yang akan digunakan dibersihkan menggunakan aquadest dan
dibilas menggunakan alkohol 70%. Menurut Pratiwi (2002) hal ini karena alkohol
70% berfungsi sebagai desinfektan untuk membunuh mikroorganisme yang
menempel pada alat yang akan digunakan sehingga tidak akan berpengaruh pada
saat melakukan percobaan bobot jenis.
Piknometer dibersihkan menggunakan air setelah itu dibilas menggunakan
alkohol 70% dilakukan untuk mempercepat pengeringan piknometer serta
menghilangkan sisa dari pembersihan, karena biasanya pencucian menggunakan
air akan meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehingga dapat
mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga
mempengaruhi nilai bobot jenis sampel (Rahardjo, 2010).
Piknometer yang telah dibilas lalu diuapkan di dalam oven. Penguapan
dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa molekul air yang tertinggal dalam
piknometer sehingga diperoleh bobot kosong dari piknometer. Menurut Herman
(1988) hal ini juga bertujuan untuk mendapatkan nilai bobot jenis yang lebih
akurat karena piknometer yang masih berisi sisa molekul air akan dapat
berpengaruh pada perhitungan bobot jenis suatu zat.
Piknometer diuapkan pada suhu 100℃ selama 15 menit. Pada suhu ini,
tekanan uap cairan bisa mengatasi tekanan atmosfer dan membentuk gelambung
di dalam massa cair. Menurut Lachman (1994) pada saat ini, standar titik didih
yang ditetapkan oleh IUPAC adalah suhu dimana pendidihan terjadi pada tekanan
1 bar. Pada tekanan dan temperatur udara standar 76 cmHg, 25℃ titik didih air
sebesar 100℃
Piknometer yang telah diuapkan lalu ditimbang pada neraca analitik
sebanyak tiga kali. Nilai berat yang diperoleh tersebut akan dirata-ratakan
sehingga mendapatkan nilai berat piknometer kosong. Penimbangan dilakukan
sebanyak tiga kali agar mendapatkan hasil yang lebih akurat dalam suatu proses
pengukuran (At Wood, 2008).
Minyak jarak yang digunakan sebagai sampel dimasukan kedalam
piknometer. Piknometer yang sudah berisi minyak jarak dimasukan kedalam
wadah berisi es batu agar tejadi penurunan suhu yang cepat. Hal ini sesuai dengan
Stoker (1993) yaitu tujuan penggunaan wadah yang berisi es batu untuk
mempercepat penurunan suhu hingga mencapai suhu yang telah di tentukan.
Suhu pada piknometer dilihat menggunakan termometer hingga
menunjukan nilai 25℃ agar tetap stabil dan menyesuaikan dengan suhu ruangan.
Menurut Voight (1994) digunakan suhu 25℃ karena pada temperatur tersebut
biasanya senyawa dalam keadaan stabil. Pada suhu tinggi senyawa yang di ukur
berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenis,
demikian pula pada suhu yang sangat rendah akan menyebabkan senyawa
membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya.
Piknometer diangkat dari wadah yang berisi es batu serta bagian luarnya
dibersihkan menggunakan tisu. Tisu digunakan bertujuan untuk menghindari
penambahan bobot jenis. Hal ini karena jika memegang piknometer tanpa
menggunakan tisu lemak atau kotoran yang terdapat pada tangan akan menempel
di piknometer (Sinko, 2011).
Piknometer berisi minyak jarak ditimbang kembali pada neraca analitik
sebanyak tiga kali. Hasil yang di dapatkan dari penimbangan piknometer di hitung
menggunakan rumus bobot jenis dan rapat jenis. Bobot jenis minyak jarak yang di
peroleh yaitu 0,98 g, dimana hal ini kurang sesuai dengan literature. Menurut
Nasrudin (2014) yang menyatakan bahwa bobot jenis minyak jarak (Oleum ricini)
adalah berkisar antara 0,961 dan 0,963 g/mL.
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa bobot jenis dan rapat jenis
dapat diidentifikasi menggunakan metode piknometer. Selain itu, bobot jenis dan
rapat jenis minyak jarak (Oleum ricini) memiliki nilai lebih rendah dibandingkan
air pengujian ini dilakukan menggunakan metode piknometer dengan cara
dipanaskan kemudian diturunkan suhunya sampai 25oC.
Menurut Linda (2009), kemungkinan kesalahan yang terjadi yaitu
kurangnya ketelitian dari alat yang digunakan maupun dari pengamat yang
melakukan percobaan. Pada percobaan bobot jenis kesalahann terjadi pada
penggunaan alat yaitu kurangnya tingkat ketelitian pada neraca analitik yang
digunakan, kesalahan mata pengamat dalam membaca angka pada neraca analitik
saat menimbang minyak jarak sehingga data yang dihasilkan tidak akurat. Selai
itu juga pemanasan piknometer yang kurang maksimal mengakibatkan masih
adanya air yang belum menguap serta kenaikan bobot jenis.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bobot jenis didefinisikan sebagai perbandingan massa suatu zat terhadap
massa air dengan volume yang sama pada suhu 4° C atau pada suhu lain yang
ditetapkan. Rapat jenis adalah perbandingan antara bobot jenis suatu zat dengan
bobot jenis air pada suhu tertentu (biasanya dinyatakan sebagai 25°/25°, 25°/4°,
4°/4°. Penentuan bobot jenis suatu sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
metode piknometer, dimana ditimbang berat piknometer kosong dan piknometer
berisi zat, yang kemudian nilai yang didapat akan dihitung dengan rumus bobot
jenis.
5.1 Saran
5.2.1 Saran Untuk Asisten
Asisten dapat dengan baik membimbing praktikan saat praktikum, serta
menjelaskan pembuatan laporan dengan lebih jelas serta mendampingi praktikan
agar tidak terjadi kesalahan saat praktikum berlangsung.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Lebih melengkapi sarana dan prasarana dalam laboratorium untuk
memperlancar jalannya praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Jurusan
Sarana dan prasarananya sebaiknya ditingkatkan kembali agar kualitas kerja
lebih baik lagi.
5.2.4 Saran Untuk Praktikan
Diharapkan agar praktikan lebih meningkatkan kinerjanya sehingga dapat
memahami serta melakukan dengan baik praktikum yang akan dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai