Anda di halaman 1dari 8

Case Presentation

Erupsi Akneformis

BAB I

LAPORAN KASUS

.
Status Generalis

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Apatis
Status gizi :

 Berat badan : 70 kg
 Tinggi badan : 170 cm
 IMT : 24,2 (normal)

Tanda – tanda vital :

 Tekanan darah : Tidak dilakukan


 Nadi : 80 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : afebris

Kepala : Normochepali, terdapat verban post-craniotomy disisi kiri


Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid
Thorak :

 Pulmo : Tidak dilakukan


 Cor : Tidak dilakukan

Abdomen : Dinding perut supel, turgor kulit baik. Hepar dan Lien tidak teraba membesar,
nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-)

1.1 Status Dermatologikus


 Lokasi : Regio trunkus anterior et posterior
 Efloresensi : Tampak multiple papul eritematosa dan pustul folikuler, berukuran
milirar 1-2mm.

Diagnosis Kerja

Erupsi akneformis e.c susp. Kortikosteroid sitemik

Diagnosis Banding

 Akne vulgaris
 Miliaria Rubra

Anjuran Pemeriksaan

Pemeriksaan larutan KOH dan tinta Parker® biru hitam

Penatalaksanaan

 Non medikamentosa
 Jangan menggaruk bagian lesi meski terasa gatal,
 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya
 Menghindari pakaian yang ketat agar kulit tidak lembab.
 Menjaga kelembaban kulit agar tetap kering, dapat dilakukan dengan cara
mengeringkan bagian badan ketika berkeringat
 Medikamentosa
- Sistemik : Cetirizin 1 x 10 mg peroral

Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bona

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ERUPSI AKNEFORMIS

2.1 Pendahuluan
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea
yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustule, nodus, dan kista pada tempat
predileksinya.1 Akne ditandai dengan kondisi kulit yang berminyak dengan sebum yang
berlebihan, komedo yang terbuka dan tertutup, papul eritema dan pustule, pada sebagian kasus
juga terdapat nodul, pustul yang dalam dan pseudocysts. Kondisi ini selalu dimulai pada usia
remaja dan paling sering pada usia 20 -30 tahun.2

Akne meliputi berbagai kelainan kulit yang hampir mirip satu dengan lainnya, sehingga
diperlukan penggolongan/klasifikasi untuk membedakannya. Beberapa peneliti atau penulis
buku dermatologi mengemukakan klasifikasi yang berbeda.1

Erupsi akneiformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa peradangan
folikular dengan manifestasi klinis papulopustular. Etiologi penyakit ini masih belum jelas.
Semula erupsi akneiformis disangka sebagai salah satu jenis akne, namun kemudian diketahui
bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda.1 Erupsi akneiformis diinduksi oleh obat-obatan
seperti yodida dari medium kontras yang radiopaque atau yodida potassium bromides seperti
propantheline bromide, testosterone, siklosporin, obat antiepilepsi, litium dan kortikosteroid
sistemik.3
2.2 Definisi
Erupsi akneformis adalah kelainan kulit yang menyerupai akne berupa reaksi peradangan
folikular dengan manifestasi klinis papulopustular.1,4

2.3 Etiologi
Etiologi penyait ini masih belum jelas. Semula erupsi akneformis diduga salah satu jenis akne,
namun kemudian diketahui bahwa etiopatogenesis dan gejalanya berbeda. Induksi obat yang
diberikan secara sistemik diakui sebagai faktor penyebab yang paling utama, misalnya obat
kortikosteroid, ACTH, INH, yodida dan bromida, vitamin B2, vitamin B6, dan vitamin B12.1,4

2.5 Patogenesis
Interval waktu antara onset meminum obat dan munculnya lesi bervariasi dari 1 hari hingga
11 bulan. Ini menandakan mekanisme proses patogenesis yang bervariasi, yang dicerminkan pula
dari gambaran histopatologi. Meskipun histopatologi lesi yang diinduksi oleh isoniazid dan steroid
menunjukkan beberapa kesamaan seperti sumbatan folikel, kista retensi, dan inflamasi
perifolikular; kerusakan pada sel luminal dan supurasi dinding folikel yang nampak pada lesi
steroid tidak terjadi pada lesi akibat isoniazid. Granuloma perifolikular nampak pada lesi akibat
klorokuin dan klorpromazin, hal ini menunjukkan mekanisme hipersensitivitas lambat. Analisis
microprobe menunjukkan bahwa kedua jenis obat ini menetap di kulit dalam waktu yang lama
sebagai benda asing dan menimbulkan reaksi granulomatosa. Beberapa obat seperti lithiumjuga
menginduksi kemotaksis leukosit polimorfomuklear (PMN) dan menimbulkan lesi inflamasi
dalam bentuk papul, pustul dan nodul inflamatorik.5
Steroid androgenik anabolik menyebabkan hipertrofi kelenj ar sebasea disertai peningkatan
eksresi sebum, peningkatan produksi lipid permukaan kulit, dan peningkatan populasi
Propionibacterium acnes sehingga menimbulkan erupsi akneiformis. Patogenesis erupsi
akneiformis akibat amineptin masih belum jelas, namun diduga merupakan efek samping umum
dari peningkatan dopamin pusat, akibat efek penghambatan dopamin terhadap prolaktin, sehingga
menimbulkan peningkatan sekresi testosteron atau melalui simulasi langsung produksi androgen.5
Epidermal growth factor receptor inhibitor (EGFR-1) terdiri dari 2 kelas obat: gefitinib dan
erlotinib, yakni EGFR-I bermolekul kecil yang secara selektifmenghambat aktivitas tirosin kinase
bagian intraseluler; serta antibodi monoklonal yakni cetuximab dan trastuzumab yang berikatan
dengan bagian ekstraseluler dari EGFR. Selain terekspresi banyak pada tumor maligna solid,
EGFR juga terekspresi pada sel yang tinggal di epidermis, kelenjar sebasea, unit ekrin dan folikel
rambut. Erupsi akneiformis merupakan efek samping yang diduga akibat ketidakseimbangan pada
p27 yang terkait diferensiasi dan maturasi sel epidermis, menyebabkan hiperkeratosis, deskuamasi
abnormal, sumbatan folikel dengan pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta terbentuknya lesi
akneiformis. Selain itu, antibodi monoklonal dapat menginduksi reaksi inflamasi dengan aktivasi
neutrofil dan komplemen melalui ikatannya dengan domain Fe. Secara histologis, terdapat dilatasi
folikel dengan erosi fokal epitel infundibulum, agregasi neutrofil, dan infiltrat limfoneutrofilik
perifolikular, termasuk sel raksasa akibat benda asing.5

2.6 Gambaran Klinis1,4


1) Erupsi akneformis timbul secara akut atau subakut, dan terjadinya tidak hanya di tempat
predileksi akne saja, namun diseluruh tubuh yang memiliki folikel pilosebasea.
2) Tampak papul dan pustule, monomorfik atau polimorfik, pada mulanya tanpa komedo.
Komedo dapat terjadi sekunder kemudian setelah sistem sebum terganggu.
3) Gejala lainnya : demam, malese, dan umumnya tidak terasa gatal
4) Biasa terkena pada usia remaja sampai orang tua
5) Ada anamnesis obat yang lama dikonsumsi.

2.8 Diagnosis Banding


1. Miliaria rubra
Miliaria merupakan penyakit atau kelainan yang benigna dan sering terjadi pada kondisi
panas dan kelembaban tinggi, serta kondisi yang menyebabkan keringat berlebihan. Pada
miliaria rubra (prickly heat) lesi ditandai dengan makula dan papul eritematosa (1-4mm)
dengan vesikel pungtata diatasnya dan ekstrafolikuler.2 Pemeriksaan histopatologi, terlihat
adanya spongiosis dan vesikel spongiotik dalam stratum malpigi yang berhubungan dengan
duktus yang berhubungan dengan kelenjar ekrin. Ditemukan infeksi periduktal.2
2. Akne vulgaris
Umumnya terjadi pada remaja, berlangsung kronis, tempat predileksi di tempat sebore,
polimorf, terdiri atas komedo, papul, pustul, nodus dan kista, serta jaringan parut hipertrofi
dan hipotrofi. Umumnya tidak gatal.1

3. Dermatitis akibat obat


Erupsi polimorfik akut, setelah mendapat obat sistemik, disertai rasa gatal.1

2.10 Penatalaksanaan

A. Umum
1. Menghentikan konsumsi obat yag dipakai penderita dapat menghentikan
bertambahnya erupsi dan secara perlahan akakn menghilangkan erupsi yang ada.
B. Khusus
B.1. Sistemik : pemberian obat anti-akne sitemik sesuai dengan beratnya penyakit
memberikan hasil yang cukup baik.

C. Pencegahan
1. Menghindari faktor penyebab.

2.11 Prognosis
Erupsi akneformis merupakan penyakit yang dapat sembuh, apabila penyebab induksi obat
bias dihentikan. Apabila hal tersebut tidak mungkin dilaksanakan karena vital, maka pengobatan
topikal maupun sitemik akan memberikan hasil yang baik.
BAB III
KESIMPULAN

Erupsi akneiformis dapat muncul pada lokasi yang tidak khas, misalnya lengan dan tungkai.
Bentuk lesi pada umumnya monomorf dan tidak ditemukan komedo. Berbeda dengan akne, erupsi
akneiformis timbul secara akut atau subakut, dan tempat terjadinya tidak di tempat predileksi akne
saja, namun di seluruh bagian tubuh yang mempunyai folikel pilosebasea. Manifestasi klinis erupsi
adalah papul dan pustule, monomorfik atau oligomorfik, pada mulanya tanpa komedo. Komedo
dapat terjadi sekunder kemudian setelah sisitem sebum ikut terganggu. Dapat disertai demam,
males, dan umumnya tidak terasa gatal. Umur penderita berbeda dari remaja sampai orang tua.
Tentu ada anamnesis obat yang lama dikonsumsi. Secara umum prognosis baik, tetapi jika ada
faktor predisposisi yang tidak dapat dihilangkan maka akan bersifat kambuhan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Editor. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., Edisi Tujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017.
2. Layton AM. Disorders of the Sebaceous Gland in Rook’s Textbook of Dermatology. 8th
ed. WileyBlackwell. Singapore. 2010.
3. James DW, Timothy GB, Dirk ME. Diseases of The Skin Clinical Dermatology 11th ed.
Saunders Elsevier. 2011Wasiatmaja. Erupsi Akneiformis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi Ketujuh. Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2017
4. Janik M.P. dan Heffernan M. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th ed. New
York: Mc Graw Hill Medical. 2008
5. [editor] Wasitaatmaja S.M. kelompok studi dermatologi kosmetik Indonesia : Akne.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI. 2018

Anda mungkin juga menyukai