Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PARASITOLOGI

CACING SEBAGAI PARASIT PADA MANUSIA


NEMATODA JARINGAN
KATA PENGANTAR

Buku parasitologi edisi pertama mengetengahkan spesies – spesies parasit yang perlu
dipelajari dalam ilmu kedokteran dan dititik beratkan pada keadaan di Indonesia. Untuk tiap
spesies dilukiskan mengenai distribusi geografik, macam – macam ospek, daur hidup,
epidemiologi dan pemberantasannya. Juga diterangkan secara singkat hubungan stadium parasit
dengan gejala klinis yang ditimbulkan pada manusia, disusul dengan pengobatan penyakitnya
dan obat – obat baru yang dianjurkan. selanjutnya edisi kedua diterbitkan dengan isi yang hampir
sama, akan tetapi pada edisi tersebut ditambahkan gambar daur hidup. Dan buku ini juga sudah
disertai dengan pengetahuan yang diperoleh dari buku ajar Parasitologi yang diterbitkan diluar
negeri serta pengalaman riset lapangan yang dilakukan oleh para staf bagian parasitologi, FKUI.
Muah – mudahan buku parasitologi ini dapat dipergunakan oleh mahasiswa dan
masyarakat luas sebagai pedoman dan pengentahuan baru parasitologi.

Denpasar, 23 Februari 2016

Kelompok V
PENDAHULUAN

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad – jasad yang hidup untuk sementara atau
tetap didalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan
sebagai atau seluruhnya dari jasad itu (parasites=jasad yang mengambil makanan ; logos = ilmu).
I. Zooparasit = parasit yang berupa hewan, dibagi dalam:
a. Protozoa = hewan yang bersel satu seperti amoba
b. Metazoa = hewan yang bersel banyak yang dibagi lagi dalam helmintes (cacing) dan
aetropoda (serangga)
II. Fitoparasit = parasit yang berupa tumbuh – tumbuhan yang terdiri dari:
a. Bakteri
b. Jamur
III. Spirochaeta dan Virus
BAB II
PEMBAHASAN

NEMATODA JARINGAN
Diantara nematode jaringanyang penting dalam ilmu kedokteran adalah: Wuchereria
bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa load dan Onchocerca volvulus.

Wuchereria Bancrofti
Hospes dan Nama Penyakit

W. Bancrofti merupakan parasit manusia dan menyebabkan filariasis bancrofti atau


wukereriasis bankrofti. Penyakit ini tergolong dalam filariasis limfatik, bersamaan dengan
penyakit yang disebabkan oleh Brugia Malayi dan Brugia timori.W. Bancrofti tidak terdapat
secara alami pada hewan.

Distribusi Geografik

Parasit ini tersebar luas didaerah yang beriklim tropis diseluruh dunia dan terdapat di
Indonesia.

Daur Hidup dan Morfologinya

Cacing dewasa jantan dan betina hidup disaluran dan kelenjar limfe; bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 65-100 mm kali 0,25 mm dan
yang jantan 40 mm kali 0,1 mm. Cacing betina mengeluarkan microfilaria yang bersarung
dengan ukuran 250-300 mikron kali 7 pada waktu-waktu tertentu saja, jadi mempunyai
periodesitas. Pada umumnya, mikrrofilaria W. bancrofti bersifat periodisitas nokturna, artinya
microfilaria hanya terdapat didalam darah tepi pada waktu malam. Pada siang hari, microfilaria
terdapat dikapiler alat dalam (paru-paru, jantung, ginjal dan sebgainya).

Didaerah Pasifik, microfilaria W. bancrofti mempunyai periodisitas subperiodik diurnal.


Mikrofilaria terdapat didalam darah siang dan malam, tetapi jumlahnya lebih banyak pada waktu
siang. Didaerah perkotaan, parasit ini ditularkan oleh nyamuk Culex Quinquefasciatus.
dipedesaan, vektornya berupa nyamuk Anopheles atau nyamuk aedes. Biasanya parasit ini tidak
ditularkan oleh nyamuk Mansonia.
Pada manusia, masa pertumbuhan tersebut belum diketahui secara pasti, tetapi diduga
kurang lebih 7 bulan, sama dengan masa pertumbuhan parasit ini didalam lutung (presbytis).
Mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk, melepaskan sarungnya didalam lambung, menembus
dinding lambung dan bersarang diantara otot-otot toraks. Mula-mula parasit ini memendek,
bentuknya menyerupai sosis dan disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih seminggu,
larva ini bertukar kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut larva stadium II.

Pada hari kesepuluh dan selanjutnya, larva ini bertukar kulit sekali lagi, tumbuh makin
panjang dan lebih kurus dan disebut larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif.
Bentuk ini bermigrasi, mula-mula kerongga abdomen dan kemudian kekepala dan alat tusuk
nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung larva stadium III (benuk infeksi) ini menggigit
manusia, maka larva tersebut secara aktif masuk melalui luka tusuk kedalam tubuh hospes dan
bersarang disaluran limfe setempat. Didalam tubuh hospes, larva ini mengalami dua kali
pergantian kulit, tumbuh menjadi larva stadium IV, stadium V atau cacing dewasa. Umur cacing
dewasa filarial 5-10 tahun.

Patologi dan Gejala Klinis

Gejala klinis filariasis limfatik dapat dibagi dalam dua kelompok. Yang disebabkan oleh
cacing dewasa menimbulkan limfadenitis dan limfangitis retrograde dalam stadium akut, disusul
dengan obstruksi menahun 10 sampai 15 tahun kemudian. Gejala peradangan tersebut hilang
timbul beberapa kali dalam setahun dan berlangsung beberapa hari sampai satu dua minggu
lamanya. Yang paling sering dijumpai adalah peradangan pada sistem limfatik alat kalimin pria,
menimbulkan funikulitis, epididimitis, dan orkitis. Saluran sperma meradang, membengkak.
Kadang-kadang dijumpai gejala limfedema dan elephantiasis yang dapat mengenai seluruh
tungkai, seluruh lengan, buah zakar, payudara dan vakula. Kadang-kadang dapat pula terjadi
kiluria.

Gambar:
Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan


laboratorium.

1. Diagnosis parasitologi

a. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria didalam darah, cairan hidrokel atau
cairan kiluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal,teknik konsentrasi Knott, membrane filtrasi
tes provokatif DEC. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa
dapat dijumpai disaluran dan kelenjar limfe pada jaringan yang dijumpai sebagai tumor````.

b. Diferensiasi spesies dan stadium filaria, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA
yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan
tubuh dan dalam tubuh nyamuk vector sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang
menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan.

2. Radiodiagnosis

1. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar getah bening
inguinal pasien akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign). Ini
berguna terutama untuk evaluasi hasil pengobatan.

2. pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang ditandai


dengan zat radioaktif menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun pada
penderita yang asimptometik mikrofilaremia.

3. Diagnosis imunologi
Dengan teknik ELISA dan immunochromatografi test (ICT). Kedua teknik ini pada
dasarnya menggunakan antibody monoclonal yang spesifik untuk mendeteksi antigen
W.bancrofti dalam silkulasi. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya infeksi aktif walaupun
microfilaria tidak ditemukan dalam darah.

Pengobatan dan Prognosis

Selama lebih dari 40 tahun, dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat pilihan baik
untuk pengobatan perorangan atau masal. DEC bersifat membunuh microfilaria dan juga cacing
dewasa pada pengobatan jangka panjang. Pengobatan perorangan ditunjukkan untuk
menghancurkan parasit dan mengeliminasi, mengurangi, atau mencegah kesakitan.

Pada pengobatan masal (program pengendalian filariasis) pemberian DEC dosis standar
tidaak dianjurkan lagi mengingat efek sampingnya. Untuk itu, DEC diberikan dengan dosis lebih
rendah, dengan jangka waktu pemberian yang lebih lama untuk mencapai dosis total yang sama
misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2-0,4 selama 9-12 bulan.

Efek Samping Obat

Efek samping DEC dibagi dalam 2 jenis. Yang pertama bersifat farmakologis, tergantng
dosisnya, angka kejadian sama baik pada yang terinfeksi filariasis maupun tidak. Yang kedua
adalah respons dari hospes yang terinfeksi terhadap kematian parasit, sifatnya tidak tergantung
pada dosis obatnya tapi pada jumlah parasit dalam tubuh hospes.

Epidemologi

Filariasis bancrofti dapat dijumpai diperkotaan atau dipedesaan. Di Indonesia parasit ini
lebih sering dijumpai dipedesaan dari pada diperkotaan dan penyebarannya bersifat fokal.
Kurang lebih 20 juta penduduk Indonesia bermukim didaerah endemic filariasis bencrofti,
malayi dan timori dan mereka sewaktu-waktu dapat tertular. Kelompok umur dewasa muda
merupakan kelompok penduduk yang paling sering menderita, terutama mereka yang tergolong
penduduk berpenghasilan rendah. Obat DEC tidak mempunyai khasiat pencegah. Oleh sebab itu,
penduduk perlu dididik untuk melindungi dirinya dari gigitan nyamuk.
Brugia Malayi dan Brugia Timori
Hospes dan Nama Penyakit

Brugia Malayi dapat dibagi dalam dua varian yang hidup pada manusia dan yang hidup
pada manusia dan hewan, misalnya kucing, kera dan lainny. Brugia Timori hanya terdapat pada
manusia. penyakit yang disebabkan oleh B. Malayi disebut filariasis malayi dan yang disebabkan
oleh B. Timori disebut filariasis timori. Kedua penyakit tersebut kadang-kadang disebut sebagai
filariasis brugia.

Distribusi Geografik

B. Malayi hanya terdapat diAsia, dari India sampai ke Jepang,termasuk Indonesia. B.


Timori hanya terdapat di Indonesia Timur, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa
Tenggara Timur.

Daur Hidup dan Morfologi

Cacing dewasa jantan dan betina hidup disaluran pembuluh limfe. Bentuknya halus
seperti benang dan berwarna putih susu. Yang betina berukuran 55mm kali 0,16
mm(B.malayi),13-23mm kali 0,08 mm (B. timori). Cacing betina mengeluarkan microfilaria
yang bersarung. Ukuran microfilaria B. malayi adalah 200-260 mikron kali 8 mikron dan B.
timori 280-310 mikron kali 7 mikron.

Periodisitas microfilaria B. malayi adalah periodic nokturna, subperiodik nokturna atau


non periodic, sedangkan microfilaria B. timori mempunyai sifatperiodik nokturna. B.timori yang
hidup pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuh Anopheles barbirostris dan yang hidup
pada manusia dan hewan ditularkan oleh nyamuk Mansonia. B.timori ditularkan oleh nyamuk
An. barbirostris.Daur hidup kedua parasit ini cukup panjang, tetapi lebih pendek dari pada W.
brancrofti. Masa pertumbuhannya didalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia
kurang lebih 3 bulan. didalam tubuh nyamuk kedua parasit ini juga mengalamidua kali
pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III, menyerupai
perkembangan parasit W. bancrofti didalam tubuh manusia perkembangn kedua parasit tersebut
juga sama dengan perkembangan W.bancrofti.

Patologi dan Gejala Klinis

Gejala klinis filariasis malayi sama dengan gejala klinis filaria timori. Gejala klinis kedua
penyakit tersebut berbeda dengan gejala klinis filariasis bancrofti. Stadium akut ditandai dengan
serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul
berulangkali. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan apat sembuh dengan sendirinya,
tanpa pengobatan. Kadang-kadang peradangan pada kelenjar limfe ini menjalar kebawah,
mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrogard, yang bersifat khas untuk
filariasis. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai
tiga bulan lamanya. Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena,
berbeda dengan filariasis brancrofti.

Limfedema biasanya hilang lagi setelah gejala peradangan menyembuh, tetapi dengan
serangan berulangkali, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala
peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elephantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal,
kelenjar limfe lain dibagian medial tungkai, diketiak dan dibagian medial lengan juga sering
terkena. Pada filariasis brugia, elephantiasis hanya mengenai tungkai bawah, dibawah lutut, atau
kadang – kadang lengan bawah dibawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena,
kecuali didaerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bancrofti.

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibuktikan dengan menemukan


microfilaria didalam darah tepi.

1. Diagnosis parasitologi: sama dengan pada filariasis bancrofti, kecuali sampel berasal dari
daerah saja

2. Radiodiagnosis umurnya tidak dilakukan pada filariasis malayi

3. Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi

Gambar Brugia Malayi:

Gambar Brugia Timori:


Pengobatan dan Prognosis

Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipakai dibeberapa
Negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari
selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila
dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan
masal pemberian dosis standard an dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah
pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC
0,2-0,4% selama 9-12 bulan.

Epidemologi

B. malayi dan B. timori hanya terdapat dipedesaan, karena vektornya tidak apat
berkembang biak diperkotaan.

B.malayi yang hanya hidup pada manusia dan B.timori biasanya terdapat didaerah
persawahan, sesuai dengan tempat perindukan vektornya An.barbirostris. B.malayi yang terdapat
pada manusia dan hewan biasanya terdapat dipinggir pantai atau aliran sungai, dengan rawa-
rawa. Penyebaran B.malayi bersifat fokal, dari Sumatra sampai ke kepulauan Maluku. B.timori
hanya terdapat di Indonesia bagian Timur yaitu N.T.T. dan Timor-Timur. Yang terkena penyakit
ini terutama adalah petani dan nelayan. Kelompok umur dewasa muda paling sering terkena
penyakit ini, sehingga produktivitas penduduk dapat berkurang akibat serangan adenolimfangitis
yang berulang kali. Cara pencegahan sama dengan filariasis bancrofti.
Epidemologi Filariasis
Penyakit filariasis terutama ditemukan didaerah khatulistiwa dan merupakan masalah
didaerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang dapat juga ditemukan didaerah bukit yang tidak
terlalu tinggi. Di Indonesia penyakit ini lebih banyak ditemukan didaerah pedesaan. yang
terdapat dikota hanya W.bancrofti yang telah ditemukan dikota Jakarta, Tanggerang, Pekalongan
dan Semarang dan mungkin dibeberapa kota lainnya.

Di Indonesia filariasis tersebar luas, didaerah endemic terdapat dibanyak pulau diseluruh
Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, N.T.T., Maluku, dan
Irian Jaya. Masih banyak daerah yang belum diselidiki.

Hospes

Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain
yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru kedaerah endemic (transmigran) lebih rentan
terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita dari pada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki
lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapatkan infeksi.
Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.

Hospes Reservoar

Tipe B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi untuk manusia.
Yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah infeksi adalah kucing dan kera terutama jenis
Presbytis, meskipun hewan lain mungkin juga terkena infeksi.

Vektor

Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vector filariasis, tergantung pada jenis
cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat didaerah perkotaan (urban) ditularkan oleh Cx.
quinquefasciatus yang menggunakan air kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya.

W.bancrofti yang didaerah pedesaan (rural) dapat ditularkan oleh bermacam spesies
nyamuk. Di Irian Jaya W. bancrofti ditularkan terutama oleh An. farauti yang dapat
menggunakan bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga
sebagai vector An.koliensis. B.malayi yang hidup pada manusia dan hewan biasanya ditularkan
oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mn.uniformis yang berkembang biak didaerah rawa di
Sumatra, Kalimntan, Maluku, dll.

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup hospes, hospes reservoir
dan vector, merupakan hal yang sangat penting untuk epidemologi filariasis. Dengan demikian,
filariasis yang ada disuatu daerah endemic dapat diduga jenisnya dengan melihat keadaan
lingkungan.

Untuk pencegahan filariasis, hingga sekarang hanya dilakukan dengan menghindari


gigitan nyamuk. Untuk mendapat infeksi diperlukan gigitan nyamuk yang banyak sekali. Untuk
pemberantasan, pengobatan masal dengan DEC selalu menurunkan angka filariasis dengan jelas.
Pencegahan dengan obat-obatan masih dalam taraf penelitian.

Occult Filariasis

( Tropical Pulmonary Eosinophilia)


Distribusi Geografik

Penyakit ini dilaporkan dari Indonesia, Singapura, Vietnam, Muangthai,Afrika dan


Curacao.

Patologi dan Gejala Klinis

Occult filariasis adalah penyakit filariasis limfatik, yang disebabkan oleh penghancuran
microfilaria dalam jumlah yang berlebihan oleh sistem kekebalan penderita. Mikrofilaria
dihancurkan oleh zat anti dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap antigen
microfilaria. Gejala penyakit ini berupa hipereosinofilia, peningkatan kadar serum IgE, kelainan
klinis yang menahun dengan pembengkakan kelenjar limfe dan gejala asma bronchial.

Hipereosinifilia merupakan salah satu gejala utama dan gejala ini seringkali merupakan
petunjuk kearah etiologi penyakit tersebut. Jumlah leukosit biasanya ikut meningkat akibat
meningkatnya jumlah sel eosinofil dalam darah. Yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe
inguinal. Kadang-kadang dapat pula terkena kelenjar limfe leher, lipat siku atau kelenjar limfe
ditempat lain. Mungkin pula terdapat pembesaran kelenjar limfe diseluruh tubuh, menyerupai
penyakit Hodgkin. Bila paru terkena maka gejala klinis dapat berupa bentuk dan sesak nafas,
terutama pada waktu malam, dengan dahak yang kental dan mukopurulen. Foto rontgen paru
biasanya memperlihatkan garis-garis yang berlebihan pada kedua hilus dan bercak-bercak halus
terutama dilapangan paru dibawah. Gejala lain dapat berupa demam subfebril, pembesaran limfe
dan hati. Mikrofilaria tidak dijumpai didalam darah, tetapi microfilaria atau sisa-sisanya dapat
ditemukan dijaringan kelenjar limfe, paru, limpa dan hati. Pada jaringan tersebut terdapat
benjolan-benjolan kecil berwarna kuning kelabu dengan penampang 1-2 mm, terdiri dari
infiltrasi sel eosinofil dan dikenal dengan nama benda Meyers Kouwenaar. Didalam benda-benda
inilah dapat ditemukan sisa-sisa microfilaria.

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, hipereosinofilia, peningkatan kadar IgE yang
tinggi, peningkatan zat anti terhadap microfilaria dan gambaran rontgen paru. Konfirmasi
diagnosis tersebut adalah dengan menemukan benda Meyers Kouwenaar pada sediaan biopsi,
atau dengan melihat perbaikan gejala setelah pengobatan dengan DEC.

Gambar:

Pengobatan

Obat pilihan adalah DEC dengan dosis 6 mg/kg berat badan/hari selama 2-3 minggu.
Pada stadium dini penderita dapat disebutkan dan parameter darah dapat pulih kembali sampai
kadar yang hamper normal. Pada stadium klinik lanjut, seringkali terdapat fibrosis dalam paru
dan dalam keadaan tersebut, fungsi paru mungkin tidak dapat pulih sepnuhnya.
Loa Loa

( Cacing Loa, Cacing Mata)


Sejarah

Untuk pertama kali Mongin pada tahun 1770 meneglurkan cacing dewasa loa-loa dari
mata seorang wanita Negro di Santo Domigo,Hindia Barat.

Hospes dan Nama Penyakit

Parasit ini hanya ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut loaiasis atau Calabar
swelling (fugitive swelling). Loaiasis terutama terdapat di Afrika Barat, Afrika Tengah dan
Sudan.

Distribusi Geografik

Parasit ini tersebar didaerah khatulistiwa dihutan yang berhujan (rain forest) dan
sekitarnya ditemukan di Afrika tropic bagian Barat dari Sierra Leone sampai Angola, lembah
sungai Kongo, Republik Kongo sendiri, Kamerun dan Nigeria bagian selatan.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup dalam jaringan subkutan, yang betina berukuran 50-70 mm kali 0,5
mm dan jantan 30-34 mm kali 0,35-0,43 mm. Cacing betina mengeluarakan microfilaria yang
beredar dalam darah pada siang hari (diurna). Pada malam hari microfilaria berada dalam
pembuluh darah paru-paru.

Mikrofilaria mempunyai sarung berukuran 250-300 mikron kali 6-8,5 mikron, dapat
ditemukan dalam urin, dahak dan kadang-kadang ditemukan dalam cairan sumsum tulang
belakang. Parasit ini ditularkan oleh lalat Chrysops. Mikrofilaria yang beredar dalam darah
dihisap oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari didalam badan serangga, microfilaria tumbuh
menjadi larva infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Cacing dewasa tumbuh dalam
badan manusia dalam waktu 1 sampai 4 tahun kemudian berkopulasi dan cacing dewasa betina
mengeluarkan microfilaria.

Patologi dan Gejala Klinis

Cacing dewasa yang mengembara dalam jaringan subkutan dan microfilaria yang beredar
dalam darah seringkali tidak menimbulkan gejala. Cacing dewasa dapat ditemukan ditemukan
diseluruh tubuh dan seringkali menimbulkan gangguan dikonjungtiva mata dan pangkal hidung
dengan menimbulkan iritasi pada mata, mata sendat, sakit, pelupuk mata menjadi bengkak
sehingga mengganggu penglihatan. Pada saat-saat tertentu penderita menjadi hipersensitif
terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang
bersifat temporer.

Kelainan yang khas ini dikenal dengan Calabar Swelling atau fugitive swelling.
Pembengkakan jaringan yang tidak sakit dan nonpitting ini dapat menjadi sebesar telur ayam.
Lebih sering terdapat ditangan atau lengan dan sekitarnya. Timbulnya secara spontan dan
menghilang setelah beberapa hari atau seminggu sebagai manifestasi hipersensitif hospes
terhadap parasit. Masalah utama adalah bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis.
Cacing dewasa dapat pula ditemukan dalam cairan serebrospinal pada orang yang menderita
meningoensefalitis.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan microfilaria dalam darah yang diambil pada waktu
siang hari atau menemukan cacing dewasa di konjungtiva mata ataupun dalam jaringan
subkutan.

Gambar:

Pengobatan

Selama lebih dari 40 tahun dietilkarbamasin ( DEC ) merupakan obat pilihan, diberikan
dengan dosis 2 mg/kg BB/hr, 3 kali/hari selama 14 hari DEC membunuh microfilaria dan cacing
dewasa juga dipakai untuk profilaksis akan tetapi efek sampingnya berat. Saat ini Ivermektin
merupakan obat pilihan untuk loaiasis.

Cacing dewasa didalam mata harus dikeluarkan dengan pembedahan yang dilakukan oleh
seorang yang ahli.
Prognosis

Prognosis biasanya baik bila cacing dewasa dapat dikeluarkan dari mata atau bila
pengobatan berhasil dengan baik.

Epidemologi

Daerah endemi adalah daerah lalat Chrysops silacea dan Chrysops dimidiate yang
mempunyai tempat perindukan dihutan yang berhujan dengan kelembaban tinggi. Lalat-lalat ini
menyerang Indonesia, yang sering masuk kehutan, maka penyakitnya lebih banyak ditemukan
pada peria dewasa.

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari gigitan lalat atau dengan pemberian
obat sebulan sekali, selama 3 hari berturut-turut.

Onchocerca Volvulus

( Filaria Volvulus)
Hospes dan Nama Penyakit

Parasit ini ditemukan pada manusia. Penyakitnya disebut onkoserkosis, onkosersiasis,


river blindness, blinding filariasis.

Distribusi Geografik

Parasit ini banyak ditemukan pada penduduk Afrika, dari pantai barat, Sierra Leone
menyebar ke Republik Kongo, Agola, Sudan sampai Afrika Timur. Di Amerika Tengah terbatas
didataran tinggi sepanjang sungai tempat perindukan lalat Simulium. Di Amerika Selatan
terdapat didataran tinggi Gautemala, Mexico dan bagian timur Venezuela.

Morfologi dan Daur Hidup

Cacing dewasa hidup dalam jaringan ikat, melingkar satu dengan yang lainnya. Seperti
benang kusut dalam benjolan (tumor). Cacing betina berukuran 33,5-50 cm kali 270-400 mikron
dan cacing jantan 19-42 mm kali 130 kali 210 mikron. Bentuknya seperti kawat berwarna putih,
opalesen dan trasparan. Cacing betina yang gravid mengeluarkan microfilaria didalam jaringan
subkutan, kemudian microfilaria meninggalkan jaringan subkutan mencari jalan kekulit.
Mikrofilaria mempunyai dua macam ukuran yaitu 285-368 kali 6-9 mikron dan 150-287 kali 5-7
mikron. Bagian kepala dan ujung ekor tidak ada inti dan tidak mempunyai sarung.
Bila lalat Simulium menusuk kulit dan menghisap darah manusia maka microfilaria akan
terisap oleh lalat kemudian microfilaria menembus lambung lalat, masuk kedalam otot toraks.
Setelah 6-8 hari berganti kulit dua kali dan menjadi larva infektif. Larva infektif masuk kedalam
proboscis lalat dan dikeluarkan bila lalat menghisap darah manusia. Larva masuk lagi kedalam
jaringan ikat menjadi dewasa dalam tubuh hospes dan mengeluarkan microfilaria.

Patologi dan Gejala Klinik

Ada 2 tipe onkosersiasis

1. Tipe forest dimana kelainan kulit lebih dominan

2. Tipe savanna dimana kelainan mata yang dominan

Manifestasi onkosersiasis terutama berupa kelainan pada kulit, sistem limfatik dan mata.
Ada dua macam proses patologi yang ditimbulkan oleh parasit ini, pertama oleh cacing dewasa
yang hidup dalam jaringan ikat yang merangsang pembentukan serat-serat yang mengelilingi
cacing dalam jaringan, kedua oleh microfilaria yang dikeluarkan oleh cacing betina dan ketika
microfilaria beredar dalam jaringan menuju kulit. Pada umumnya lesi mengenai kulit dengan
mata. Kelainan yang disebabkan oleh cacing dewasa berupa benjolan-benjolan dalam jaringan
subkutan yang dikenal sebagai onkoserkoma. Ukuran benjolan bermacam-macam dari yang kecil
sampai sebesar lemon. Jumlah benjolan pun bermacam-macam dari sedikit sampai lebih dari
seratus. Letak benjolan biasanya diatas tonjolan-tonjolan tulang seperti pada scapula, iga,
tengkorak, siku-siku, krista iliaka lutut dan sacrum dan menyebabkan kelainan kosmetik.
Benjolan dapat digerak-gerakkan dan tidak terasa sakit (nyeri).

Kelainan yang ditimbulkan oleh microfilaria lebih hebat dari pada oleh cacing dewasa
karena microfilaria dapat menyerang mata dan menimbulkan gangguang pada saraf-saraf optik
dan retina mata. Kelainan mata lebih banyak ditemukan pada penduduk dengan banyak dibagian
atas badan. Reaksi radang tidak begitu hebat bila microfilaria masih dalam keadaan hidup tetapi
reaksi radang makin hebat bila microfilaria banyak yang mati. Hal ini perlu diperhatikan pada
waktu pengobatan. Sering ditemukan limbitis dengan pigmentasi coklat. Pada kasus menahun
dapat terjadi keratits berbintik, glaucoma, atrofi yang berakhir dengan kebutaan.
Diagnosis

1. Klinis: adanya nodul subkutan, hanging groin, kelainan kulit seperti kulit macan tutul
(leopard skin), atrofi kulit, kelainan pada mata berupa keratitis, dan adanya microfilaria dalam
kornea.

2. Parasitologi: menemukan microfilaria atau cacing dewasa dalam benjolan subkutan.


Diagnosis dibuat dengan menemukan microfilaria padaa biopsi kulit yakni menyayat kulit (skin-
snip) dengan pisau tajam atau pisau silet kira-kira 2-5 mm bujur sangkar. Sayatan kulit dijepit
dengan dua buah kaca obyek kemudian dipulas dengan giemsa. Untuk menemukan cacing
dewasa dapat dilakukan dengan mengeluarkan benjolan (tumor), microfilaria dapat ditemukan
juga dalam benjolan. Tes serologi sekarang sedang digalakkan untuk menunjang diagnosis
onkoserkosis.

3. Ultrasonografi nodul: untuk menentukan beratnya infeksi (worm burden).

4. Pelacak DNA: menggunakan teknik multiplikasi DNA ( Polymerase Chain


Reaction/PCR) dengan pelacak ONCHO-150 yang spesies spesifik.

Gambar:
Pengobatan

Dietilkarbamasin tidak lagi dipakai mengingat efek sampingnya yang berat. Obat yang
dipaki adalah Ivermektin baik untuk pengobatan masal maupun selektif.

Prognosis

Prognosis baik bila tidak terjadi kerusakan mata.

Epidemologi

Tempat perindukan vector (Simulium) terdapat didaerah pegunungan yang mempunyai


air sungai yang deras. Lalat ini suka menggigit manusia disekitar sungai tempat perindukannya.
Penyakit ditemukan baik pada orang dewasa maupun pada kanak. Infeksi yang menahun
seringkali diakhiri dengan kebutaan. Kebutaan terjadi pada penduduk yang berdekatan dengan
sungai, makin jauh dari sungai kebutaan makin kurang dan oleh karena itu penyakit ini dikenal
dengan river blindness.

Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan lalat Simulium atau memakai pakaian
tebal yang menutupi seluruh tubuh.
Daftar Pustaka

 https://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=wuchereria+bancrofti+infection&imgrc=msJhDzlvTUmO6M%3A
 https://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=brugia+malayi&imgrc=LdQKGO4KRTKN9M%3A
 https://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=loa+loa&imgrc=RtW0_Ic-K3RfYM%3A
 Shttps://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=brugia+timori&imgrc=OgF0wK0FpXxHuM%3A
 https://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=occult+filariasis&imgrc=JTn3a7GP4naAqM%3A
 https://www.google.com/search?q=wuchereria+bancrofti&source=lnms&tbm=isch&sa=
X&ved=0ahUKEwiZpue1t93KAhVDwI4KHS5FCDMQ_AUIBygB&biw=1360&bih=65
7#tbm=isch&q=onchocerca+volvulus+skin&imgrc=r5L7n20UY2VbfM%3A

Anda mungkin juga menyukai