FISIOLOGI TERNAK
Disusun Oleh:
Kelompok : 8
Kelas : D
Tanggal Praktikum:
09, 16 & 23 Oktober 2013
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
I
PENDAHULUAN
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah
yang warnannya merah. Warna merah itu keadaannya tidak tetap tergantung pada
banyaknya kadar oksigen dan karbondioksida didalamnya. Darah yang banyak
mengandung karbon dioksida warnanya merah tua. Adanya oksigen dalam darah
di ambil dengan cara bernapas, dan zat tersebut sangat berguna pada peristiwa
pembakaran/ metabolisme di dalam tubuh. Viskositas/ kekentalan darah lebih
kental dari pada air yang mempunyai BJ 1,041-1,065, temperatur 38⁰C, dan PH
7,37-7,45.
Darah selamanya beredar di dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau
pompa jantung. Selama darah beredar dalam pembuluh maka darah akan tetap
encer, tetapi kalau ia keluar dari pembuluhnya maka ia akan menjadi beku.
Pembekuan ini dapat dicegah dengan jalan mencampurkan ke dalam darah
tersebut sedikit obat anti-pembekuan/ sitrus natrikus. Dan keadaan ini akan sangat
berguna apabila darah tersebut diperlukan untuk transfusi darah.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-
kira 1/13 dari berat badan. Keadaan jumlah tersebut pada tiap-tiap orang tidak
sama, bergantung pada umur, pekerjaan, keadaan jantung, atau pembuluh darah.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari praktikum kali ini adalah:
TINJAUAN PUSTAKA
Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali
tumbuhan) tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat zat yang dibutuhkan
oleh tubuh organisme tersebut. Selain itu darah juga berfungsi untuk pertahanan
tubuh terhadap virus dan bakteri.
Pada dasarnya darah merupakan cairan yang ada di dalam tubuh manusia
ataupun hewan yang berfungsi untuk alat transportasi zat zat yang ada di dalam
tubuh seperti O2 , CO2, hormon dan lain sebagainya. Tanpa darah manusia dan
sebagian hewan tidak dapat hidup karena darah merupakan pengantar oksigen dari
paru-paru ke seluruh bagian tubuh.
Pada hewan yang lain fungsi darah yaitu untuk mengangkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan tubuh. Di dalam darah terdapat hemoglobin yang berfungsi
untuk mengikat oksigen. Pada sebagian kecil hewan yang tak bertulang belakang
atau sering di sebut invertebrate oksigen langsung meresap ke dalam plasma darah
karena protein pembawa oksigennya terlarut secara bebas.
Hematologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang pembekuan darah.
A. Fungsi Darah
1. Sebagai alat pengangkut yaitu:
Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan
keseluruh jaringan tubuh.
Mengangkut karbon dioksida dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-
paru.
Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
ke seluruh jaringan/ alat tubuh.
Mengangkat / mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui ginjal dan kulit.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh
dengan perantaraan leukosit dan antibodi/ zat–zat anti racun.
3. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
B. Kandungan Darah
Kandungan dalam darah:
Air : 91%
Protein : 3% (albumin, globulin, protombin dan fibrinigen)
Mineral : 0,9% (natrium klorida, natrium bikarbonat, garam fosfat,
magnesium, kalsium, dan zat besi).
Bahan organik : 0,1% (glukosa, lemak asam urat, kreatinin, kolesterol, dan
asam amino).
D. Plasma Darah
Bagian cairan darah yang membentuk sekitar 5% dari berat badan,
merupakan media sirkulasi elemen-elemen darah yang membentuk sel darah
merah, sel darah putih, dan sel pembeku darah juga sebagai media transportasi
bahan organik dan anorganik dari suatu jaringan atau organ.
Pada penyakit ginjal plasma albumin turun sehingga terdapat kebocoran albumin
yang besar melalui glomerulus ginjal. Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari
air, di samping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di dalamnya.
III
ALAT, BAHAN, DAN PROSEDUR KERJA
3.1 Alat :
- Tabung reaksi dan rak
- Pipet 1 ml atau 2 ml
- 1 set hemometer Sahli
- 1 set haemocytometer lengkap
- Mikroskop
- Stopwatch
- Alat sentrifugasi
- Pipet mikrokapiler
3.2 Bahan:
- NaCl (3%)
- Aquades
- Darah
- HCl N/10
- Kapas
- Alkohol
- Vaccinostyle steril
- Larutan hayem
- Larutan TURK
Langkah pertama
1. Sediakan 3 buah tabung reaksi A, B, dan C
2. Tuangkan 5 tetes darah yang telah dibebaskan dari fibrin
3. - Tabung A tambahkan 2 cc aquades
- Tabung B tambahkan 2 cc larutan NaCl pekat (3%)
5. Perhatikan pada cahaya tembus dengan dasar putih yang ada hurufnya
Langkah kedua
Langkah ketiga
2. Metode Tallqvist
1. Tusuklah ujung jari, catatlah dengan tepat waktu saat darah pertama
keluar.
2. Isaplah tetesan darah dengan kertas isap sampai darah tidak keluar lagi.
3. Catat waktunya!
1. Tusuklah ujung jari, tetes darah yang keluar dihisap ke dalam mikro
kapiler yang tidak berheparin (pipet warna biru). Catatlah dengan tepat
saat tetes darah masuk ke dalam kapiler!
2. Genggamlah pipet mikrokapiler tadi dalam tangan saudara selama 5 menit.
Setelah itu patahkan sedikit demi sedikit kapiler tersebut setiap 1 menit
sampai terbentuk benang fibrin pada patahannya.
3. Catat waktu pada saat terjadi benang fibirin. Waktu antara penggisapan
darah ke dalam kapiler dan saat mulai terbentuk benang fibrin adalah
waktu pembekuan.
g. Menghitung Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah)
1. Ambil darah dengan cara menusuk bagian yang dipilih (darah juga dapat
diambil dari ujung manusia), dapat juga dari sayap ayam, telinga kelinci,
telinga domba dll). Jangan lupa memakai desinfekan untuk membersihkan
bagian yang akan diambil darahnya.
2. Isaplah darah yang keluar dari luka, dengan pipet haemocytometer yang
berbatu merah sampai tanda 1. Usahakan bekerja cepat jangan sampai
darah membeku di dalam pipet.
3. Encerkan darah dalam pipet dengan menghisap larutan hayem sampai
tanda 101, dengan demikian darah tersebut telah diencerkan sebanyak 100
kali.
4. Kocoklah pipet tersebut secara horizontal (lihat yang dicontohkan asisten).
Hal ini untuk mencegah tercampurnya larutan hayem dalam kapiler.
5. Biarkan larutan darah dalam larutan hayem ini selama 15 menit
6. Buanglah beberapa tetes larutan dari dalam pipet
7. Masukkan sampel darah ke dalam kamar hitung kemudian tutup dengan
gelas penutup
8. Lihat di bawah mikroskop, hitunglah butir-butir eritrosit yang berada di
dalam kotak-kotak kecil. Untuk menghitung jumlah eritrosit hitunglah
sebanyak 40 kotak.
( sel darah merah pecah, sehingga darah ( sel darah yang sudah pecah, tidak dapat
tembus cahaya) kembali normal walaupun ditambahkan
NaCl 3%, sel darah tetap tembus cahaya )
5 tetes darah + aquades
(5 tetes darah + aquades) + 2ml NaCl 3%
Tabung B
( darah tidak tembus cahaya, sehingga ( sel darah terlihat kembali normal setelah
terlihat sel – sel darah ) penambahan aquades )
5 tetes darah + 2ml NaCl 3% (5 tetes darah + 2ml NaCl 3%) + aquades
Tabung C
4.2 Pembahasan
Darah biasa tidak tembus cahaya, hal ini disebabkan karena sifat-sifat
optik eritrosit yang terdapat dalam darah. Jika sel-sel ini dilarutkan dalam suatu
cairan yang bebeda konsentrasi garamnya atau jika sel-sel ini membengkak karena
proses difusi atau osmosa. Maka hemoglobin akan lepas dan darah menjadi
tembus cahaya. Darah yang tidak tembus cahaya mempunyai sifat seperti cat
penutup, sedangkan darah yang tembus cahaya mempunyai sifat seperti cat lak
(pernis). Suatu larutan garam yang pekat akan meyebabkan butir-butir darah
mengisut, sehingga konsentrasi hemoglobin meningkat dan sifat darah yang
seperti cat penutup itu bertambah kuat.
Komposisi elektrolit dalam sel darah merah kualitatif sama dengan yang
terdapat dalam plasma, hanya kuantitatifnya ada perbedaan. Tekanan osmosis
didalam sel sama dengan tekanan osmosis larutan 0,9 % NaCl dalam air. Apabila
terjadi perubahan tekanan osmosis pada larutan diluar sel darah merah akan
berpengaruh terhadap besarnya sel tersebut. Larutan yang hipotonik menyebabkan
air masuk kedalam sel dan sel akan bertambah besar kemudian pecah dan
hemoglobin keluar dari sel, proses ini disebut hemolisis. Sebaliknya apabila
larutan sekeliling sel hipertonis, maka air dari dalam sel akan keluar sehingga sel
mengecil (mengkerut). Tetapi proses hemolisis dapat disebabkan oleh faktor-
faktor lain misalnya ada pelarut lain seperti eter dan kloroform.
1) Langkah Pertama
Tabung A
Pada tabung A, darah yang ditambahkan aquades mengalami
hemolisis, karena aquades merupakan cairan hipotonis yang menyebabkan
perbedaan konsentrasi dimana konsentrai darah lebih tinggi daripada
konsentrasi aquades, sehingga beberapa cairan dari aquades masuk
kedalam sel-sel darah merah tersebut sampai konsentrasinya seimbang
akan tetapi membran atau lapisan yang dimiliki darah tidak kuat untuk
menampung semua itu sehingga terjadilah Hemolisis (pecahnya sel darah
merah). Darah yang diberi aquades terlihat memudar warna merahnya,
karena hemoglobin keluar dari eritrositnya. Oleh karena itu, apabila darah
tersebut diletakan diatas sebuah tulisan maka huruf tersebut akan terlihat
jelas.
Tabung B
Pada tabung B, darah yang ditambahkan NaCl 3% akan mengalami
krenasi, karena NaCl 3% merupakan cairan hipertonis. Jika darah
dicampurkan dengan cairan tersebut maka akan terjadi proses pengerutan
(krenasi) yaitu proses dimana cairan dari sel darah merah akan keluar dari
membran plasma yang selalu menyelimutinya karena pelarut di dalam sel
darah merah akan keluar dari sel tersebut. Setelah pengamatan secara
makroskopik telah kita lakukan terhadap darah yang kita kenai perlakuan
seperti ini dan hasilnya tulisan yang dikenakan darah tersebut akan buram,
tidak terlihat terlalu jelas, karena darah tidak pecah, hanya mengkerut
sehingga darah tersebut masih mengandung Hb yang menghalangi cahaya
yang tembus.
Tabung C
Sel darah tanpa perlakuan apapun memiliki sifat yang kental dan
tidak dapat tembus cahaya, oleh karena itu tulisan tidak akan terbaca,
terlihat sangat buram sekali.
1) Langkah Kedua
Tabung A
Darah yang telah mengalami hemolisis atau pecah tidak dapat
kembali seperti semula karena membran maupun inti selnya telah pecah,
sehingga apabila diberikan larutan hipertonis atau NaCl 3% tidak akan
terjadi perubahan.
Tabung B
Sel darah yang sebelumnya mengalami krenasi karena penambahan
larutan NaCl 3 % atau larutan hipertonis, tidak mengalami kerusakan
membran sel. Sehingga bila ditambahkan larutan hipertonis, sel darah akan
kembali normal. Karena inti sel masih ada, sel darah masih hidup. Darah
terbentuk dari beberapa unsur, yaitu plasma darah, sel darah merah, sel
darah putih dam keping darah.
2. Menentukan Tahanan Osmotik Sel-Sel Darah Merah
Pada percobaan menentukan tahanan osmotik sel darah merah, darah yang
dilarutkan pada larutan NaCl 0% (aquadest) memperlihatkan bentuk yang berbeda
dibandingkan dengan yang dilarutkan pada NaCl 0.5%, NaCl 0.9% , NaCl 1%
dan NaCl 3%. Larutan NaCl 0.5% mempunyai tekanan osmotik yang lebih rendah
dari darah, sehingga dikatakan hipotonik. Pada kondisi ini air akan menembus
membran sel, akibatnya sel akan menggembung.
Air dalam sel akan keluar menembus membran, sehingga sel akan
mengkerut, atau yang biasa disebut plasmolisis. Lain halnya dengan sel darah
yang dilarutkan dalam larutan NaCl 0.9%, sel ini tidak mengalami perubahan apa-
apa. Pada kondisi isotonik ini tidak terjadi perbedaan gradien konsentrasi zat
terlarut di dalam maupun di luar sel. Oleh karena itu larutan NaCl 0.9% disebut
sebagai larutan fisiologis
Pada percobaan kali ini menggunakan sampel darah dari seorang laki –
laki berusia 19 tahun. Hasilnya tinggi meniscus tabung menunjukkan angka 12,5
ml. Hal tersebut menandakan bahwa kadar hemoglobin pada sampel adalah 12,5
gr%. Berdasarkan literature kadar hemoglobin darah normal untuk laki – laki
dewasa adalah 13,5 – 18,0 gr%. Namun dalam praktikum kali ini hanya
didapatkan nilai 12,5 gr%, berarti laki – laki tersebut menderita suatu penyakit.
Namun laki – laki tersebut tidak memiliki riwayat sakit, sehingga kemungkinan
besar terjadi kesalahan dalam praktikum, yang disebabkan oleh :
- kemampuan untuk membedakan warna tidak sama
- sumber cahaya yang kurang baik.
- kelelahan mata
- alat-alat kurang bersih
- ukuran pipet kurang tepat, perlu dikalibrasi
- pemipetan yang kurang akurat
- warna gelas standar pucat / kotor
- penyesuaian warna larutan yang diperiksa dalam komparator kurang akurat.
b. Metode Tallqvist
Pada percobaan kali ini menggunakan sampel darah dari seorang laki –
laki berusia 19 tahun. Hasilnya didapatkan nilai kadar hemoglobin 80 %. Nilai ini
relative tinggi, namun masih normal . Artinya dia memiliki hemoglobin yang
banyak, sehingga kemungkinan tidak akan menderita penyakit anemia.
Hematokrit adalah persentase volume seluruh SDM yang ada dalam darah
yang diambil dalam volume tertentu. Untuk tujuan ini, darah diambil dengan
semprit dalam suatu volume yang telah ditetapkan dan dipindahkan kedalam suatu
tabung khusus berskala hematokrit. Untuk pengukuran hematokrit ini darah tidak
boleh dibiarkan menggumpal sehingga harus diberi anti koagulan. Setelah tabung
tersebut dipusingkan / sentripus dengan kecepatan dan waktu tertentu, maka SDM
akan mengendap. Dari skala Hematokrit yang tertulis di dinding tabung dapat
dibaca berapa besar bagian volume darah seluruhnya. Nilai hematokrit yang
disepakati normal pada laki – laki dewasa sehat ialah 45% sedangkan untuk
wanita dewasa adalah 41%.
Pada percobaan kali ini menggunakan sampel darah dari seorang laki –
laki berusia 19 tahun. Hasilnya didapatkan nilai hematokrit 50 %, berdasarkan
literatur nilai tersebut dikatakan tidak normal . Namun karena perbedaan antara
nilai hematokrit percobaan dengan literatur tidak terlalu jauh, hasil tersebut
kemungkinan normal . Kesalahan terjadi karena beberapa faktor diantaranya :
bahan pemeriksaan yang tidak dicampur hingga homogen sebelum pemeriksaan
dilakukan, kecepatan dan lama pemusingan yang tidak sesuai, konsentrasi
antikoagulan yang tidak tepat, dan pembacaan yang kurang teliti.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Gandasoebrata, R. 1989. Penuntun Laboratorium Klinik, Jakarta.
Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 1983. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap Penyakit.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Kusmiyati. 2009. Mengenal Tekanan Darah dan Pengendaliannya. Vol. 10 No.1,
hal 40-41. Biologi PMIPA FKIP : Unram.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Schmid, K. and Friends. 1997. Animal Physiology: Adaptation and Environment.
Cambridge University Press. USA.
http://www.sodiycxacun.web.id/2010/07/pemeriksaan-hematokrit-ht.html
(diakses pada tanggal 11 November 2013).