Anda di halaman 1dari 18

JOURNAL READING

The Role of Magnesium Sulfate (MgSO4) in Fetal

Neuroprotection
ISI JURNAL

ABSTRAK

Pencegahan disabilitas neurologis yang terkait dengan kelahiran prematur adalah salah satu
tantangan utama pada kedokteran perinatal saat ini. Magnesium sulfat (MgSO4) yang merupakan
fokus dari tinjauan ini telah diusulkan sebagai peran utama dalam mengatasi masalah ini.
MgSO4 mudah didapatkan, murah, dan telah diusulkan sebagai bagian wajib dari manajemen
kelahiran prematur. Hasil dari berbagai RCT tentang penggunaan MgSO4 sebagai agen
neuroprotektif telah menjadi subyek dari banyak tinjauan sistematis. Penelitian lain berfokus
pada jadwal pemberian dosis, efek samping, dan hanya sedikit yang berfokus pada meneliti
mekanisme kerja magnesium. Sementara itu, banyak pedoman di seluruh dunia telah menyatakan
bahwa MgSO4 merupakan unsur penting dari praktik sehari-hari ketika menangani kelahiran
prematur karena telah terbukti mengurangi risiko defisit neurologis yang berat, terutamacerebral
palsy. Semakin dini diberikan, semakin besar manfaat yang terkait dengan penggunaan MgSO4
antenatal. Dosis 4 g yang diberikan secara intravena selama 15 menit dilanjutkan dengan 1 g /
jam hingga maksimum 24 jam dan minimum selama 4 jam adalah regimen standar yang
diusulkan dalam sebagian besar pedoman. Namun, perlu diketahui bahwa sebuah penelitian
baru-baru ini menemukan bahwa dosis total 64 g dikaitkan dengan efek proteksi maksimum.
Hanya protokol yang digunakan oleh RCT terbesar, studi BEAM, dengan dosis awal 6 g diikuti
dengan dosis rumatan 2 g / jam, jika dilanjutkan selama 24 jam akan memberikan dosis total
lebih dari 50 g. Studi lain melaporkan peningkatan risiko kematian neonatal dengan dosis
setinggi ini. Beberapa penelitian menunjukkan adanya risiko efek samping serius bagi ibu dan
bayi baru lahir. Hasil dari tinjauan sistematis menunjukkan bahwa dosis yang paling umum
digunakan (4 g bolus dilanjutkan dengan rumatan 1 g / jam) tidak meningkatkan mortalitas
neonatal dan komplikasi neonatal lainnya seperti asfiksia neonatal, perforasi usus spontan,
enterokolitis nekrotikans, dan intoleransi makanan. Injeksi bolus tunggal MgSO4 4 g untuk
menstimulasi produksi BDNF dalam persalinan preterm yang sangat "mencurigakan", dan 4 g
ketika kelahiran prematur mungkin merupakan protokol terbaik dalam hal keselamatan dan juga
memiliki alasan yang lebih kuat.

Pendahuluan
Tingkat kelahiran prematur meningkat di sebagian besar negara maju dan berkembang,
meskipun banyak dari peningkatan ini tampaknya bersifat iatrogenik. Pada skala global,
kelahiran prematur adalah penyebab utama kematian perinatal di negara maju dan berkembang,
dan cerebral palsy tetap sebagai salah satu morbiditas jangka panjang utama yang terkait dengan
kelahiran prematur. Sejak awal abad ini, magnesium sulfat (MgSO4) telah diusulkan sebagai
agen neuroprotektif. Terlepas dari beberapa uji coba besar, dengan sebagian besar hasil positif,
perdebatan tentang penggunaan MgSO4 masih berlanjut, tidak hanya pada dosis optimal dan
jadwal pemberian namun pada aspek keselamatan. Tinjauan ini bertujuan untuk memberikan
pembaruan tentang penggunaan MgSO4 saat ini sebagai agen neuroprotektif dalam pengelolaan
kelahiran prematur dengan penekanan khusus pada dosis optimal, mekanisme kerja dan potensi
masalah keamanan.

Apakah cerebral palsy (CP) hanya merupakan beban pribadi atau beban dunia?

Angka kelahiran prematur secara keseluruhan terus menunjukkan peningkatan.


Prematuritas didefinisikan sebagai persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu, dan
merupakan penyebab utama dari mortalitas dan morbiditas neonatal. WHO melaporkan bahwa
setiap tahun lebih dari 15 juta bayi lahir prematur. Kelahiran prematur terjadi baik di negara
maju maupun negara berkembang. Negara-negara maju seperti AS memiliki tingkat prematur
sekitar 12,7%, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan beberapa negara berkembang, misalnya
Indonesia yang melaporkan angka sebesar 15,5%.

Salah satu perhatian utama dalam prematuritas adalah gangguan neurologis. Cerebral
palsy (CP) adalah gangguan neurologis terkait prematuritas yang paling umum. Tingkat CP
terkait erat dengan tingkat prematuritas. Semakin prematur, maka semakin tinggi risiko CP. Jika
dibandingkan dengan bayi cukup bulan, risiko CP untuk bayi yang lahir prematur pada 34-36
minggu, 31-33 minggu, 28-30 minggu, dan <28 minggu masing-masing adalah 3, 8-14, 28-30,
dan 30–80 kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan.

Di negara maju, biaya seumur hidup satu orang dengan CP diperkirakan sekitar sembilan
juta dolar. Biaya-biaya ini tidak dapat ditanggung oleh satu keluarga, sehingga jumlah kasus
tahunan yang tinggi di negara mana pun (biasanya sekitar 2 per 1000) tidak hanya menjadi
tragedi namun juga beban keuangan utama.
MgSO4 sebagai agen neuroprotektif

Penggunaan MgSO4 untuk proteksi saraf awalnya dimulai dengan pengamatan bahwa
tingkat CP pada preeklampsia jauh lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normotensif
yang sesuai dengan usia kehamilan. Berbagai hipotesis kemudian diajukan, dan akhirnya
diketahui bahwa penggunaan antenatal MgSO4 dapat menjadi faktor protektif. Setelah penelitian
oleh Nelson dan Grether, dilakukan berbagai RCT untuk menyelidiki peran potensial dari
MgSO4 antenatal dalam pencegahan CP atau defisit neurologis lainnya yang terkait dengan
prematuritas, termasuk beberapa studi multicenter skala besar (Tabel 1). Tabel 1 memberikan
gambaran dari empat studi terbesar pada MgSO4 sebagai agen neuroprotejtif. Terdapat beberapa
perbedaan penting antara berbagai studi, terutama yang berkaitan dengan subyek penelitian,
dosis dan durasi, dan hasil. Namun, tiga penelitian besar: ACTOMgSO4 (2003), PREMAG
(2007), dan BEAM (2008) sepakat bahwa penggunaan antenatal MgSO4 dapat mengurangi
tingkat CP. Dalam studi BEAM (2008), tingkat CP sedang atau berat terbukti secara signifikan
lebih rendah pada kelompok MgSO4 (1,9 vs 3,5%; RR 0,55 [0,32-0,95]). Tingkat CP
keseluruhan cenderung lebih rendah pada kelompok MgSO4 pada studi PREMAG (2007) dan
studi ACTO MgSO4 (2003), RR: masing-masing 0,63 [0,35-1,15] dan 0,83 [0,54-1,27], tetapi
hasilnya tidak signifikan secara statistik. Namun, kedua studi tersebut menunjukkan penurunan
yang signifikan secara statistik dari hasil gabungan "kematian atau disfungsi motorik", OR 0,62
[0,41-0,93] dan 0,75 [0,59-0,96], masing-masing. Terlepas dari peran MgSO4 dalam pencegahan
CP, banyak dokter masih khawatir tentang efek samping, baik untuk ibu dan bayi. Namun, hanya
studi MagNET yang menunjukkan efek MgSO4 antenatal yang berpotensi berbahaya dan
penelitian tersebut dibatalkan sebelum waktunya. Hasil studi MagNET mewakili perhatian utama
untuk antenatal MgSO4, namun analisis menyimpulkan bahwa efek samping dari antenatal
MgSO4 hanya terlihat ketika obat digunakan untuk tujuan tokolitik dengan durasi penggunaan
yang lama (lebih dari 5 hari). FDA tidak merekomendasikan penggunaan MgSO4 sebagai agen
tokolitik. Gambaran pada Tabel 1 menunjukkan perbedaan besar dalam dosis total MgSO4 yang
diberikan antara berbagai penelitian, mulai dari 4 hingga 30 g.

Meta-analisis Individual Participant Data (IPD) yang dilakukan oleh Crowther dkk
menggabungkan data dari studi besar (5493 wanita dan 6131 bayi) dan menyimpulkan bahwa
penggunaan MgSO4 tidak memiliki efek yang jelas pada hasil mortalitas bayi atau CP. Tetapi
jika meta-analisis dibatasi pada empat studi dimana MgSO4 diberikan untuk proteksi saraf janin,
terdapatpenurunan yang signifikan pada risiko mortalitas atau CP (RR 0,86, 95% CI 0,75-0,99,
4448 bayi). Mengenai potensi bahaya pada bayi, tidak ada efek yang ditemukan pada risiko
mortalitas bayi secara keseluruhan. Meta-analisis IPD ini merekomendasikan penggunaan
magnesium antenatal pada kelahiran prematur yang direncanakan atau diharapkan untuk
neuroproteksi janin, tanpa ada efek terhadap bayi yang signifikan.

Setelah data yang konsisten telah diterbitkan oleh uji coba utama ini, pedoman untuk
proteksi saraf pada bayi prematur juga diterbitkan oleh berbagai negara (Tabel 2). Awalnya,
ACOG berkeinginan untuk ikut serta dalam masalah ini dalam pendapat komite mereka yang
diterbitkan pada bulan Maret 2010, namun pada waktu yang sama, pedoman praktik klinis
Australia untuk proteksi saraf janin juga diterbitkan. SOGC menerbitkan pedoman praktik klinis
dengan topik MgSO4 untuk proteksi saraf janin yang dirilis pada Mei 2011. RCOG
mengadaptasi pedoman Australia dan merilisnya pada Agustus 2011. Banyak negara mengikuti
atau mengadopsi salah satu pedoman yang diterbitkan ini.

Karena cara pencegahan ini murah, mudah digunakan, dan menurut penelitian utama
memiliki potensi untuk mengurangi tingkat prematuritas terkait CP sebesar hampir 50% (studi
BEAM dengan dosis total tertinggi MgSO4) tampaknya tidak ada halangan bagi semua negara
untuk menerapkan protokol ini dalam standar manajemen kelahiran prematur saat ini. Namun,
terdapat variasi antara berbagai pedoman yang bahkan ditemukan dalam aspek-aspek penting
termasuk seleksi pasien, dosis, waktu dan metode pemberian (Tabel 2).

Usia kehamilan

Usia kehamilan dimana MgSO4 harus diberikan dalam kelahiran prematur yang
diantisipasi bervariasi antara pedoman. Sebagian besar pedoman (RCOG dan Australia) sepakat
untuk merekomendasikan pemberian MgSO4 untuk proteksi saraf janin dari viabilitas menjadi
kurang dari 30 minggu. Hanya SOGC yang memiliki cut off yang lebih tinggi, yaitu pada 32
minggu. Penentuan cut off usia kehamilan untuk penggunaan MgSO4 didasarkan pada
keseimbangan antara waktu optimal untuk agen untuk secara signifikan mengurangi risiko CP,
dibandingkan potensi "berlebihan" dari MgSO4 pada usia kehamilan dengan efek kecil terhadap
pencegahan CP.
Dosis optimal

Mengenai dosis optimal MgSO4 antenatal, hanya satu penelitian yang diterbitkan. Studi
oleh Brookfield dkk, analisis post-hoc data BEAM, menyimpulkan bahwa dosis total MgSO4 64
g dikaitkan dengan tingkat CP terendah. Terdapat saran bahwa dosis total magnesium antenatal
lebih relevan dibandingkan kadar magnesium dalam darah tali pusat, karena merupakan
prediktor yang lebih baik. Data Brookfield dkk terbatas karena tidak ada analisis mengenai efek
diferensial potensial pada tingkat keparahan CP yang berbeda.

Berdasarkan analisis post-hoc studi BEAM ini, pedoman perlu diubah untuk mencapai
dosis total 64 g, yaitu rumatan 2 g / jam setelah bolus awal 6 g, kemudian infus dilanjutkan
selama 30 jam. Konsensus tentang pemantauan tampaknya kurang kontroversial. Ketika
magnesium sulfat diberikan untuk sebagai agen neuroprotektif janin, penyedia layanan bersalin
harus menggunakan protokol preeklampsia untuk memantau hipermagnesemia ibu. Indikasi
untuk memantau denyut jantung janin pada wanita yang menerima MgSO4 antenatal untuk
proteksi saraf janin harus mengikuti rekomendasi pengawasan janin yang ada.

Mengapa magnesium, dan bagaimana cara kerjanya?

Mekanisme kerja definitif dari MgSO4 antenatal sebagai agen neuroprotektif janin masih
belum jelas. Beberapa temuan biokimia dan histopatologis telah terlibat sebagai mekanisme yang
mungkin untuk menjelaskan efek neuroprotektif dari MgSO4, mekanisme tersebut meliputi:
kemampuan neuroprotektif dari MgSO4 untuk mencegah apoptosis sel neuronal abnormal awal,
mencegah pelepasan agen inflamasi dan sitotoksik, mengurangi peradangan saraf dan
meningkatkan ambang kejang, mengurangi perdarahan otak, stimulasi respon adaptasi lokal
melalui vasodilatasi dan respon kardiovaskular yang lebih baik, dan meningkatkan neurogenesis
pada pematangan sel otak dini dengan merangsang sekresi faktor neurotropik.

Otak dalam fase perkembangan (kehamilan prematur) sangat rentan terhadap cedera.
Respon otak untuk beradaptasi dengan kondisi hipoksia jauh lebih rendah dibandingkan dengan
otak yang matang. Proses hipoksik-iskemik atau infeksi-inflamasi akan menyebabkan kematian
sel saraf dengan cepat. Penelitian oleh Volpe dkk dan Kadhim dkk pada sel-sel saraf prematur
telah menunjukkan dominasi pada jalur apoptosis dibandingkan jalur nekrotik. Peningkatan
kadar caspase-3 secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan proses apoptosis ini. Brain-
derived neurotrophic factors (BDNF) dapat menekan produksi caspase-3, karena BDNF dapat
terlibat dalam mencegah proses apoptosis sel neuronal abnormal. Beberapa faktor neurotropik
lainnya: neurotropin-4 (NT4) dan neurotrophin-3 (NT3) ditemukan tidak seefektif BDNF dalam
peran potensial neuroprotektif mereka. BDNF juga telah ditunjukkan untuk memblokir reseptor
N-metil D-aspartat (NMDA) untuk mencegah produksi glutamat yang berlebihan; glutamat yang
berlebihan terlibat dalam proses hipoksik-iskemik. Produksi glutamat berlebihan oleh reseptor
NMDA akan menghasilkan pelepasan sitokin dan kemokin proinflamasi. Sitokin proinflamasi
utama yang dilepaskan adalah sitokin: interleukin 1-beta (IL-1b), interleukin 6 (IL-6), interleukin
8 (IL-8), tumor necrosis factor – Alpha (TNF-a), dan juga kemokin (CXCL8) / IL-8, CCL2 /
MCP-1, CCL5 / RANTES, CXCL10 / IP-10, dan CXCL9 / MIG). Pelepasan agen sitokin
proinflamasi ini akan menyebabkan kerusakan langsung sel-sel saraf. Mekanisme patofisiologis
ini adalah jalur utama dari cedera otak prematur.

Kerusakan otak janin sebagian besar terjadi pertama kali di daerah periventrikular,
sehingga sering disebut periventricular leucomalacia. Cedera pada area ini dapat menyebabkan
manifestasi klinis cerebral palsy. Proses demielinasi yang dipicu oleh pelepasanVascular Cell
Adhesion Molecule 1 (VCAM-1) juga terbukti dihambat oleh BDNF. Produksi BDNF
berkorelasi positif dengan kematangan otak. Semakin matang otak, semakin banyak BDNF yang
diproduksi. Merangsang produksi BDNF untuk mencegah atau mengurangi proses destruktif
yang terjadi di otak janin tampaknya menjadi pendekatan yang menarik. MgSO4 antenatal telah
ditemukan untuk meningkatkan sekresi BDNF di otak janin prematur hingga ke tingkat yang
sebanding dengan kehamilan cukup bulan. Jadi, efek positif dari MgSO4 dapat dijelaskan dengan
meningkatkan pematangan sel-sel otak janin serta meningkatkan ketahanannya terhadap cedera
yang biasanya terkait dengan prematuritas (Gambar 1).

MgSO4 juga memiliki potensi untuk mengatur / meningkatkan tonus pembuluh darah dan
mempertahankan perfusi oksigen yang baik untuk organ. Hal ini membantu sistem
kardiovaskular untuk beradaptasi ketika terjadi hipoksia untuk memberikan efek protektif
terhadap sel di banyak organ terutama otak. Otak, jantung, dan kelenjar adrenal adalah organ
khusus yang harus dilindungi dengan mendistribusikan kembali darah oleh apa yang disebut
fenomena brainsparing. Kaskade biomolekuler yang terlibat dalam efek khusus MgSO4 ini
masih belum jelas. Data yang relevan secara klinis dari pemetaan aliran warna dengan USG
prenatal telah menunjukkan bahwa setelah paparan MgSO4 antenatal, janin menunjukkan
pemetaan vaskular dan aliran vaskular yang lebih baik terutama di arteri pericallosal.

Salah satu jalur utama kerusakan neuronal pada bayi baru lahir prematur adalah
kebutuhan yang tidak terpenuhi untuk konsumsi oksigen yang tinggi dalam kondisi hipoperfusi.
Near-infrared spectroscopy (NIRS) mampu mengukur cerebral fractional oxygen extraction
(cFTOE) yang memungkinkan pemeriksaan terperinci tentang hubungan antara pengiriman dan
konsumsi oksigen serebral. Dalam percobaan pada hewan, terjadi penurunan cFTOE sebelum
cedera otak neonatal dini setelah kelahiran yang sangat prematur. Domba janin telah
menunjukkan penurunan sementara dalam konsumsi oksigen otak setelah pemberian MgSO4.
Efek serupa telah dijelaskan pada bayi yang lahir prematur setelah menerima magnesium
antenatal. MgSO4 memiliki kapasitas untuk mengurangi kebutuhan oksigen di otak neonatal dan
menurunkan cFTOE. Penurunan ini dapat berkontribusi pada mekanisme neuroprotektif MgSO4
karena peningkatan cFTOE terkait dengan cedera otak neonatal. Stark dkk menunjukkan bahwa
MgSO4 tidak mengubah pengiriman oksigen ke jaringan otak atau sistemik. Menghindari
hipoksia serebral sangat penting pada bayi prematur untuk menghindari cedera otak. MgSO4
mencegah defisiensi oksigen di sel otak dengan menurunkan konsumsi oksigen,
bukanmemberikan lebih banyak oksigen. Kemampuan MgSO4 untuk memperbaiki
keseimbangan antara pengiriman oksigen dengan konsumsi (dengan menurunkan konsumsi
oksigen) dapat menjadi salah satu mekanisme penting sebagai agen neuroprotektif otak janin.

Makalah terbaru juga menyoroti peran penting oleh astrosit dan mikroglia di jalur yang
mengarah ke prematuritas terkait kerusakan otak perinatal. Tipe 2 sel ini memiliki karakteristik
kontras yang unik. Sel-sel ini dapat bertindak sebagai sel perusakdan juga dapat berperan sebagai
pelindung. Menurut Dammann dkk, dan Khawja dkk, astroglia adalah mediator penting dari
cedera dini setelah insiden hipoksia-iskemik dan infeksi. Kaskade ini terutama disebabkan oleh
ekspresi berlebih dari hemichannels koneksin, pelepasan ATP dan aktivasi reseptor purinergik.
Respons patologis yang berlebihan ini merangsang mikroglia proinflamasi. Namun, mikroglia
dapat berkontribusi pada perbaikan cedera dan dengan mengadopsi fungsi restoratif, terutama
untuk bayi yang lahir cukup bulan. MgSO4 menekan aktivasi astrosit dan mikroglia yang
merusak.
Koning dkk mengusulkan mekanisme MgSO4 lain pada otak bayi prematur. MgSO4
menginduksi prakondisi otak neonatal prematur untuk melawan cedera otak hipoksik-iskemik,
melalui induksi resistensi mitokondria dan penurunan peradangan pada model tikus. MgSO4
diberikan bolus antara 6 hari dan 12 jam sebelum cedera hipoksiskemik pada tikus berusia 7 hari.
Intervensi ini mengurangi cedera otak, mempertahankan respirasi mitokondria, dan mengurangi
produksi ROS serta peradangan.

Terlepas dari berbagai kemungkinan jalur dimana MgSO4 dapat mengerahkan efek
protektifnya, masih banyak pertanyaan terkait patofisiologi proteksi saraf, terutama mengenai
keseimbangan yang memicu mikroglia dan astrosit untuk beralih dari kerusakan ke perbaikan
setelah cedera. Mekanisme magnesium sulfat yang berpotensi bekerja di banyak jalur untuk
melindungi cedera otak janin-bayi prematur dapat dilihat pada Gambar 1.

Apa potensi efek samping terkait pemberian MgSO4 antenatal?

Penting untuk diketahui bahwa dalam skenario klinis dimana MgSO4 diberikan untuk
proteksi saraf janin, tidak ada data yang menunjukkan adanya efek samping. Studi MagNET
adalah satu-satunya studi besar yang mengindikasikan potensi efek samping yang terkait dengan
antenatal MgSO4. Studi MagNET memiliki dua kelompok, kelompok neuroprotektif dengan
hanya bolus tunggal 4 g versus MgSO4 yang diberikan sebagai obat tokolitik intravena yang
sedang berlangsung. Penelitian ini dihentikan sebelum waktunya setelah peringatan sementara
yang diangkat oleh komite pemantauan keselamatan tentang kematian anak yang lebih tinggi
pada kelompok magnesium yang sedang berlangsung (perbedaan risiko 10,7% [2,9-18,5%], p
<0,02). Komite peninjau ini menemukan bahwa neonatus dengan luaran yang merugikan (IVH,
periventricular leucomalacia (PVL), cerebral palsy dan kematian neonatal sebelum lahir
termasuk lahir mati) memiliki kadar magnesium tali pusat yang lebih tinggi (OR 3,7 [1,11-11,9])
dan penulis menyimpulkan bahwa penggunaan MgSO4 dikaitkan dengan luaran perinatal yang
lebih buruk tergantung dosis. Kelompok studi tokolitik dapat dianggap sebagai kesalahan karena
FDA telah mengindikasikan bahwa MgSO4 seharusnya tidak lagi digunakan untuk tokolisis
jangka panjang, terutama tidak lebih dari 5 hari. Hal ini akan mengubah kategori keamanan dari
B ke D (meskipun pengumuman keamanan ini diumumkan beberapa tahun setelah penelitian).
Namun, Mittendorf dan kelompoknya menyatakan bahwa terdapat penurunan yang signifikan
secara statistik dalam kejadian IVH pada periode neonatal dari 18,9% menjadi 4,4% dengan
jumlah yang diperlukan untuk rentang pengobatan dari 140 hingga 266 sesuai dengan pengaturan
statistik yang berbeda. Mittendorf dkk juga menyatakan bahwa anion Mg mungkin dapat
memiliki efek positif dalam kesehatan neonatal.

RCT besar berikutnya pada MgSO4 untuk proteksi saraf mendapatkan kesimpulan yang
berbeda. ACTO MgSO4 melaporkan bahwa MgSO4 antenatal tidak meningkatkan angka
kematian neonatal. Hasil ini diperkuat oleh hasil studi PREMAG. Jadi, tiga RCT besar pada
proteksi saraf tidak menunjukkan hasil yang merugikan di antara neonatus yang terpapar
MgSO4. Luaran neonatal termasuk skor Apgar <7 pada 5 menit, kebutuhan akan dukungan
pernapasan yang berkelanjutan, dan kejang neonatal tidak berbeda antara MgSO4 dan kelompok
plasebo.

Dalam analisis cost–benefit 2016 dari 10 studi termasuk 6 RCT yang melibatkan 18.655
bayi prematur, penggunaan MgSO4 dikonfirmasi sebagai strategi proteksi saraf yang baik karena
secara signifikan mengurangi risiko defisit neurologis (odds ratio [OR] 0,61, interval
kepercayaan 95% [ CI] 0,42-0,89, p <0,01). Penelitian ini juga tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam neonatal mortality rate (NMR), NMR bahkan sedikit lebih rendah pada
kelompok magnesium MgSO4 (OR: 0,92, 95% CI: 0,77-1,11, p <0,39). Efek neonatal merugikan
lainnya pada neonatus juga tidak berbeda secara signifikan antara kelompok pengobatan dan
plasebo.

Overdosis MgSO4 dapat menyebabkan insiden yang merugikan atau bahkan fatal akibat
depresi pernapasan. MgSO4 secara teori dapat menyebabkan efek hipotonik pada otot. Dalam
sebuah penelitian terhadap 52 subjekuntuk menentukan efek samping dari MgSO4antenatal, Riaz
dkk menyatakan bahwa bayi yang terpapar magnesium memiliki insiden hipotonik lebih tinggi
dan median skor Apgar yang lebih rendah dibandingkan bayi kontrol. Namun, para penulis ini
tidak menemukan hubungan antara hasil yang merugikan dan konsentrasi magnesium serum ibu
saat melahirkan, durasi pengobatan, atau dosis MgSO4. Selain itu, tidak ada perbedaan yang
ditemukan dalam dosis atau panjang pemberian magnesium antenatal, dan kadar magnesium
darah tali pusat. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam sejumlah episode intoleransi makan
atau dalam waktu untuk buang air besar pertama atau berkemih antara magnesium antenatal yang
terpapar dan tidak terpapar. Jadi, penulis menyimpulkan bahwa meskipun ada masalah teoritis
tentang depresi pernapasan neonatal, hal ini tidak terkait dengan masalah yang dapat terdeteksi
secara klinis ketika MgSO4 digunakan untuk proteksi saraf janin. Temuan ini sesuai dengan
kesimpulan studi Weisz dkk. Dalam studi khusus ini, MgSO4 antenatal tidak ditemukan
berkaitan dengan bahaya. Bayi dalam kelompok magnesium ditemukan memiliki kebutuhan
yang lebih rendah untuk ventilator mekanik pada hari ke-3 kehidupan dan pengobatan untuk
hipotensi pada hari ke-1 kehidupan meskipun memiliki berat lahir dan usia kehamilan lebih
rendah dibandingkan dengan bayi dalam kelompok tanpa magnesium antenatal. Selain itu,
MgSO4 tidak menempatkan neonatus pada risiko kematian yang lebih tinggi, resusitasi intensif,
morbiditas neonatal, mortalitas, pemberian makan yang tertunda, atau rawat inap yang lebih
lama.

Masalah khusus tentang efek samping neonatal dari pemberian MgSO4 antenatal telah
difokuskan pada saluran pencernaan. Beberapa publikasi melaporkan peristiwa serius seperti
spontaneous intestinal perforation (SIP), necrotizing enterocolitis (NEC), dan intoleransi
makanan. Penghambatan kontraktilitas otot polos oleh MgSO4 telah diusulkan sebagai
penjelasan teoritis untuk kemungkinan efek samping saluran cerna ini, yang menghasilkan atonia
usus dan stagnasi feses. Magnesium berinteraksi dengan kalsium sebagai antagonis kompetitif,
menyebabkan ketersediaan kalsium yang rendah untuk aktivitas aktin-miosin. MgSO4 juga dapat
menyebabkan peningkatan resistensi arteri mesenterika yang berpotensi menyebabkan infark dan
iskemia. Sebaliknya, penelitian lain menunjukkan bahwa MgSO4 tidak mempengaruhi kecepatan
aliran darah usus secara signifikan pada neonatus prematur. Studi-studi ini telah dikritik
berdasarkan jumlah subyek yang kecil dan kurangnya kontrol untuk faktor-faktor perancu; kritik
ini telah menyebabkan kebingungan yang berkelanjutan tentang hasil ini. Faktor-faktor lain
seperti penggunaan inotropika, pemberian steroid, penjepitan tali pusat tertunda, profilaksis
indometasin, dan hipotensi onset dini adalah perancu potensial yang tidak dapat diatasi dalam
penelitian tersebut.

Jadi, beberapa penelitian selanjutnya telah dimulai untuk mengatasi masalah-masalah


potensial ini. Sebuah studi kohort retrospektif Kanada yang dirancang dengan baik oleh Shalabi
dkk, dengan sejumlah besar subyek, menyimpulkan bahwa paparan antenatal pada MgSO4 tidak
terkait dengan NEC atau SIP pada bayi yang sangat prematur. Penelitian ini mencakup hampir
5000 subjek yang terdiri dari bayi yang terpapar dan tidak terpapar, dimaksudkan untuk
mengatasi faktor-faktor perancu yang dapat menyebabkan salah interpretasi hasil. Bayi juga
dianalisis secara terpisah dalam kelompok 22-25 minggu dan 26-27 minggu, untuk menantang
penelitian sebelumnya oleh Kaymar dkk bahwa tingkat NEC secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok paparan antenatal MgSO4 dengan usia kehamilan <26 minggu dan serupa untuk SIP
seperti yang dilaporkan Rattray dkk. Selain itu, studi nasional Kanada yang besar ini oleh
Shalabi dkk sampai pada beberapa hasil menarik lainnya. Mortalitas ditemukan secara signifikan
lebih rendah pada kelompok yang terpapar dari mereka yang lahir sebelum usia kehamilan 26
minggu [p = 0.02, OR: 0,75 (0,61-0,93)], juga tingkat perdarahan intraventrikular (IVH) berat
dan periventricular leucomalacia (PVL) ditemukan secara signifikan lebih rendah [p = 0,049,
OR: 0,8 (0,65-0,99)]. MgSO4 antenatal juga dikaitkan dengan penurunan insiden retinopati
prematuritas (ROP) [p =0.049, OR: 0,81 (0,65-0,999)] untuk bayi yang lahir sebelum usia
kehamilan 28 minggu. Studi besar lainnya oleh Weisz dkk (dengan 1387 bayi prematur yang
terpapar MgSO4 antenatal, dan total 6015 bayi yang memenuhi syarat) tidak menemukan
perbedaan dalam morbiditas bayi, displasia bronkopulmoner, NEC stadium >2, IVH derajat 3-
4atau PVL, ROP stadium >3, dan sepsis . Selain itu, risiko kematian bayi secara signifikan lebih
rendah pada kelompok yang terpapar MgSO4 antenatal (RR: 0,61; 95% CI: 0,40-0,94; p <0,01).
Hasil dari penelitian besar ini memberikan jaminan bahwa penggunaan MgSO4 antenatal adalah
strategi yang aman dan efektif tanpa peningkatan risiko kematian neonatal atau morbiditas yang
signifikan.

Namun, MgSO4 antenatal masih terdaftar oleh FDA sebagai salah satu obat yang
berpotensi membahayakan bayi baru lahir. FDA juga baru-baru ini memperingatkan terhadap
penggunaan jangka panjang MgSO4 karena kekhawatiran tentang hipokalsemia pada janin atau
bayi yang sedang berkembang, berpotensi menimbulkan risiko osteopenia dan patah tulang.
Penting untuk diketahui bahwa kekhawatiran FDA ini hanya terjadi ketika MgSO4 digunakan
selama lebih dari 5-7 hari (kategori D). Penggunaan MgSO4 untuk durasi yang lebih pendek
terdaftar sebagai FDA kategori B.

Banyak ahli mengusulkan bahwa dosis optimal antenatal MgSO4 perlu disesuaikan
dengan karakteristik individu termasuk usia kehamilan dan kadar magnesium serum ibu. Dalam
pencegahan kejang eklampsia, kadar optimal magnesium serum ibu adalah 4–7 mEq / L. Namun,
publikasi terbaru oleh Sharma dkk menunjukkan bahwa kadar 2,5-3,5 mEq / L cukup untuk
mencegah kejang, yang dapat dicapai dengan dosis yang digunakan dalam rejimen Dhaka untuk
eklampsia. Kadar ini adalah target terbaik kadar darah tali pusat untuk proteksisaraf janin.
Menurut bukti dari Basu dkk, kadar magnesium darah tali pusat serum> 4,5 mEq / L akan
meningkatkan risiko kematian neonatal sebesar 16,9 kali. Dalam studi ini, 1813 dari 3763 bayi
yang lahir antara 24 dan 32 di follow-uphingga 18 bulan, dan dibandingkan tingkat kematian dan
kerusakan otak antara tiga kelompok: tanpa magnesium sulfat, magnesium sulfat dosis rendah
(<50 g), dan dosis tinggi (> 50 g). Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok dosis tinggi bayi
memiliki tingkat kematian yang secara signifikan lebih tinggi (OR 1,9, 95% CI 1,2-2,9), tetapi
tidak ada perbedaan dalam risiko kerusakan otak / CP pada subyek yang selamat. Diskusi juga
menyatakan bahwa ketika total dosis melebihi 50 g, keuntungan neuroprotektif dari MgSO4
antenatal tidak lagi ada.

Mengacu pada studi dari Alonso dkk, tingkat magnesium "berbahaya" ini (> 4,5 mEq / L)
hanya akan dicapai dengan melebihi dosis 50 g. Menurut Basu dkk, potensi terapi MgSO4 akan
tercapai jika kadar magnesium serum darah tali pusat berada di kisaran 2,5-3,5 mEq / L. Sebagai
studi Pritchard pada farmakokinetik MgSO4, dosis loading MgSO44g menyebabkan peningkatan
segera namun sementara dalam konsentrasi plasma ibu menjadi 4,2-7,4 mEq / L. Konsentrasi ini
kemudian menurun menjadi 2,6-3,4 mEq / L dalam 60 menit dan tetap stabil selama setidaknya 6
jam. Kadar magnesium serum ibu berkorelasi dengan kadar tali pusat. Kadar magnesium serum
ibu adalah 1,2-1,7-mEq / L lebih tinggi dibandingkan dengan tali pusat. Berdasarkan hal ini,
dosis tunggal 4 g MgSO4 cukup potensial untuk mencapai efek neuroprotektif pada janin.

Terdapat dua cara utama yang secara rasional dapat dicapai dalam strategi neuroprotektif
untuk kelahiran prematur: stimulasi produksi faktor neurotropik dan penurunan produksi faktor
proinflamasi. Produksi faktor neurotropik yang melindungi otak, berkembang dari waktu ke
waktu setelah pemberian MgSO4. Efek ini akan terjadi bahkan hanya dengan dosis tunggal
MgSO4. Namun, jika kelahiran prematur yang diharapkan tidak terjadi dalam 1-2 hari pertama,
tambahan MgSO4 antenatal 4 g diperlukan segera saat kelahiran (spontan atau secara medis).
MgSO4 pada sekitar waktu persalinan akan meningkatkan kadar magnesium terionisasi yang
bekerja pada jalur hipoksik-iskemik yang disebabkan oleh asfiksia kelahiran prematur.
Singkatnya, kapan pun kelahiran prematur spontan atau persalinan prematur secara medis
dilakukan, diperlukan dosis tunggal MgSO44 g; jika kelahiran prematur tidak segera terjadi,
diperlukan 4 g lagi sangat dekat dengan perkiraan waktu persalinan yang sebenarnya.
Sampai sekarang, sebagian besar dosis rumatan hampir secara meyakinkan disetujui pada
1 g / jam. Namun, kemungkinan konflik berasal dari penelitian lain yang menunjukkan bahwa
jika tujuannya adalah untuk mengoptimalkan hasil dosis potensial harus ditingkatkan menjadi 2 g
/ jam. Pada dosis itu, dosis maksimum yang akan diberikan adalah 64 g seperti yang ditunjukkan
oleh simulasi statistik oleh Brookfield dkk. Namun, peneliti lain mengusulkan dosis maksimum
untuk menghindari efek berbahaya adalah 50 g. Koning dkk melakukan studi pada hewan dan
menemukan bahwa pemberian MgSO4 akan mencapai efek neuroprotektif maksimum pada dosis
1,1 mg / g berat badan. Ruamtan diberikan dengan suntikan intraperitoneal tunggal. Suntikan
diberikan pada titik waktu yang berbeda sebelum cedera hipoksik-iskemik dengan tujuan untuk
strategi neuroprotektif guna melindungi otak yang belum matang dari dampak kelahiran
prematur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MgSO4 menginduksi prakondisi protektif otak
neonatal, dengan melemahkan produksi ROS, proses inflamasi, akumulasi suksinat, dan
penurunan fungsi mitokondria. Penelitian tersebut menyatakan bahwa walaupun dosis optimal
yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 1,1 mg / g berat badan atau sekitar 66 g total untuk
wanita hamil 60 kg, tidak dianjurkan untuk memberikan dosis tinggi pada manusia. Dosis seperti
itu akan menghasilkan kadar serum MgSO4 sekitar 6,6 mEq / L, yang melebihi batas atas
keamanan pada janin manusia. Hasil ini serupa dengan penelitian Basu bahwa batas atas untuk
alasan keamanan adalah 4,5 mEq / L. Di bagian pembahasannya, Koning dkk menyarankan
bahwa injeksi dosis tunggal MgSO4 cukup memadai untuk mencapai tujuan proteksi saraf dan
juga memenuhi aspek keamanan. Studi ini merekomendasikan injeksi bolus tunggal
dibandingkan infus sampai persalinan. Efek proteksi saraf potensial untuk periode kritis muncul
3 jam setelah pemberian dan menghilang setelah 24 jam. Dalam sudut pandang yang sama dari
aspek keselamatan neonatal, Meghan dkk menerbitkan sebuah penelitian yang menunjukkan
bahwa paparan di atas 80 g selama kehamilan dapat secara signifikan menyebabkan intoleransi
makan neonatal, dengan tingkat intoleransi makan dua kali dibandingkan dengan kelompok yang
tidak terpapar (44 vs 22%, p <0,04); dosis kumulatif magnesium sulfat ibu lebih tinggi pada
kelompok intoleransi pemberian makan bayi enteral dibandingkan dengan kelompok toleransi
(70,4 ± 52,3 berbanding 47,4 ± 40,1 g; p = 0,04).

Meskipun dosis optimal maksimal masih perlu dicari dalam uji coba selanjutnya, Doll
dkk menemukan hasil yang menarik dalam penelitiannya bahwa kadar magnesium serum yang
lebih tinggi dari bayi berat lahir sangat rendah yang lahir <27 minggu dikaitkan dengan
penurunan risiko pemeriksaan motorik yang abnormal (spastisitas, cerebral palsy, atau
hipotonia). Perlu diketahui bahwa dalam penelitian ini, sebagian besar subjek masih dalam
kisaran “normal” kadar serum magnesium tanpa pengobatan (kadar magnesium serum rata-rata
adalah 1,9 mEq / L, kisaran: 0,9-4,7 mEq / L). Studi ini menunjukkan bahwa kadar Mg kuartil
yang lebih tinggi memiliki luaran neurologis abnormal yang lebih rendah. Kadar magnesium dari
2,5 hingga 3,5 mEq / L memiliki jumlah kelainan neurologis terendah. Menariknya, hasil ini
sesuai dengan proposal Basu dan Ohhashi mengenai kisaran target kadarmagnesium serum
neonatus untuk mencapai proteksi saraf dengan pemberian MgSO4 antenatal. Kadar ini akan
dicapai dengan injeksi bolus tunggal MgSO4 4 g.

Temuan terbaru bahwa peningkatan sementara serum MgSO4 menginduksi "ketahanan"


di otak yang sedang berkembang juga sangat penting. Banyak data yang mendukung bahwa
MgSO4 adalah penguat faktor neurotropik dan efektif sebagai neuroprofilaksis jika pengobatan
dimulai sebelum masa kehamilan, beberapa saat sebelum periode kritis untuk cedera otak.
Peningkatan besar sekresi BDNF oleh pemberian MgSO4 yang mengarah ke aktivasi reseptor
dari delapan promotor gen BDNF pada vesikel inti padat retikulum endoplasma tampaknya tidak
berhubungan dengan dosis dibandingkan dengan stimulasi pneumatik alveolar tipe 2 yang
mensekresi sejumlah besar surfaktan setelah dipicu oleh injeksi steroid. Berbeda dengan steroid,
produksi BDNF setelah MgSO4 akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Dosis tunggal, kapan
pun dibutuhkan, cukup memadai menurut Koning dkk dan juga akan meningkatkan interval
waktu antara pemberian MgSO4 dan kelahiran (setidaknya> 12 jam sebelum kelahiran). Hal ini
didasarkan pada penelitiannya pada model tikusprematur, bahwa MgSO4 memberikan efek
neuroprotektif di otak prematur oleh prakondisi otak terhadap cedera, seperti mengurangi
kerentanan otak yang belum matang serupa dengan hipoksia, glukokortikoid, dan xenon.
Sehingga, Koning dkk mengusulkan bahwa MgSO4 dapat diberikan tidak hanya dalam kasus
kelahiran prematur, tetapi pada semua pasien dengan risiko tinggi kelahiran prematur. Studi
Hagberg menunjukkan bahwa CP tidak hanya disebabkan oleh asfiksia tetapi lebih sering karena
jalur inflamasi-infeksi. Kelahiran prematur spontan dini memang sebagian besar disebabkan oleh
proses inflamasi -infeksi. Dengan alasan ini, pemberian MgSO4 mulai dilakukanpada kasus-
kasus persalinan spontan yang terancam prematur.
Namun, salah satu pertimbangan untuk memberikan MgSO4 sedekat mungkin dengan
waktu persalinan sebenarnya didasarkan pada mekanisme lain yang diusulkan untuk proteksi
otak janin yang memiliki keuntungan besar untuk memotong kondisi yang merugikan ketika
terjadi aklimatisasi. Bayi prematur jauh lebih sensitif terhadap hipoksia ketika proses perslainan
mengubah pasokan oksigen secara dramatis dari plasenta ke respirasi paru-paru, dibandingkan
dengan bayi cukup bulan. Dalam kondisi akut ini, MgSO4 dapat memberikan perlindungan otak
dengan vasodilatasi otak. Pencegahan hipoksia akan memblokir glutamat dan sensitisasi laktat
reseptor NMDA, memotong proses inflamasi, proses demielinisasi, dan proses apoptosis
berikutnya. Efek protektif ini membutuhkan MgSO4 0–6 jam sebelum kelahiran.
PemberianMgSO4 4 g tambahan akan sangat tepat untuk kelahiran prematur. Diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan dosis dan waktu pemberian MgSO4.

Apa efek samping ibuterkaitpemberian MgSO4 antenatal?

Efek samping ibu terkait dengan MgSO4 antenatal telah diteliti secara luas. Meskipun
kejadian yang mengancam nyawa hampir tidak pernah terjadi di kebidanan, beberapa kejadian
tersebut termasuk henti nafas, perubahan fungsi jantung, henti jantung, dan kematian. Efek
samping ringan yang umum termasuk flushing, sakit kepala, rasa panas dan keringat, mual,
muntah, pandangan kabur, dan ketidaknyamanan di lokasi injeksi intravena atau intramuskuler.
Menurut ulasan Cochrane baru-baru ini, tidak ada perbedaan penting dalam efek samping ibu
antara kelompok MgSO4 antenatal dan kelompok plasebo ketika digunakan untuk proteksi saraf
janin. Namun, mereka mengkonfirmasi tingkat kejadian efek samping minor yang lebih tinggi
termasuk flushing, hipotensi, takikardia, mual / muntah, berkeringat, dan rasa tidak nyaman di
tempat injeksi. Efek samping ini, meskipun sebagian besar dianggap minor, dapat menyebabkan
jumlah pasien yang lebih tinggi yang menghentikan pengobatan mereka (RR 3,26; 95% CI 2,46-
4,31; tiga percobaan; 4847 wanita). Efek samping minor yang paling umum adalah flushing dan
rasa panas di seluruh tubuh serta ketidaknyamanan tempat injeksi. Biasanya, dosis loading awal
menyebabkan gejala terbanyak. Pemberian dosis awal dengan durasi yang lebih pendek
dianggapmenyebabkan tingkat efek samping yang lebih tinggi. Studi IRIS membandingkan
kelompokloading 60 menit dengan kelompok loading 20 menit. Hasil utamanya adalah
terjadinya efek samping ibu yang dikaitkan dengan infus MgSO4. Penghentian terapi secara
signifikan lebih rendah pada kelompok loading yang lebih lambat (RR 0,05; 95% CI 0,01-0,39).
Efek samping keseluruhan ditemukan serupa. Efek samping minor terjadi pada 71%, hampir
serupa dengan hasil dari studi ACTO MgSO4 (89%), dan BEAM (77%). Studi IRIS
menunjukkan bahwa laju infus yang lebih lambat pada 60 menit pada dosis awal akan
memberikan tingkat flushing dan rasa panas yang lebih rendah dibandingkan dengan infus 20
menit (RR 0,49; 95% CI 0,24-0,99). Tidak ada perbedaan lain antara kelompok untuk efek
samping lainnya, termasuk efek samping yang mengancam nyawa. Meskipun efek sampingnya
kecil, efek tersebut dapat mengakibatkan kebutuhan terapi tambahan sehingga mungkin lebih
baik untuk menggunakan waktu loading yang lebih lambat.

Kesimpulan

Beberapa publikasi terbaru mengkonfirmasi efektivitas dan keamanan (dosis loading 4 g,


rumatan 1g / jam) dari pemberianMgSO4 antenatal untuk mencegah cerebral palsy.
PemberianMgSO4 4 g pada kelahiran prematur dini yang sangat dicurigai diikuti oleh 4 g pada
kelahiran prematur yang tak terhindarkan mungkin merupakan metode yang lebih dipilih,
sederhana dan murah untuk digunakan dalam praktik sehari-hari. Dosis tersebut dianggap efektif
tanpa mengorbankan aspek keamanan. Perlu diketahui bahwa saat ini agen neuroprotektif lain
seperti melatonin sedang diteliti. Dokter juga tidak boleh melupakan manfaat penting yang
terkait dengan penjepitan tali pusat yang tertunda, terutama dalam kasus kelahiran prematur.

Tinjauan Pustaka Pendahuluan

1. Benneth P, Thornton S. Pret-term labour – preface, best practice and research clinical
obstetrics and gynaecology, vol 21, ISSN. P. 727-728
2. Gathwala. Neural Protection with Magnesium. India : J Pediatrics; 2001: h. 417-9
3. Sulistyowati S, Waluyo F, Hari S. Peran magnesium sulfat dalam menurunkan kadar
TNF-a dan IL-b pada bayi premature. Agustus 2017. 29 (4).h.1-5
4. Burd I, Chai J, Gonzales J, et all. Beyond White Matter Damage : Fetal Neural Injury.
American Journal of Obstertics. 2009. 201 (3) h.279
5. Crowther,et all. MBC pregnancy and childbirth. 2013. Diunduh dari
http://www.biomedcentral.com/1471-2393/
6. Clement Chollat, Stepahne Marret. Magnesium sulfat dan neuroproteksi fetus: tinjauan
umum bukti klinis. 2017. France. H.1-8

Anda mungkin juga menyukai