Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN

PERILAKU REMAJA DI INDONESIA

Rania Feraihan (185120300111017)


Jurusan Psikologi/ A. Psi. 2
FISIP
Universitas Brawijaya
raniaferaihan@gmail.com

ABSTRAK
Berkembangnya dengan pesat budaya Korea ke memunculkan sebuah fenomena
yaitu demam Korean Wave. Budaya dan gaya hidup Korea saat ini menjadi budaya
populer yang menyebar ke berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Menurut
survei yang dilakukan oleh Kumparan terhadap 100 penggemar Korean Wave, 57
persen dari mereka berada di usia 12-20 tahun, 42 persen fans berusia 21-30 tahun,
dengan satu persen di antaranya berusia di atas 30 tahun. Survei membuktikan
mayoritas penggemar Korean Wave adalah remaja, saat dimana identitas masih
belum terbentuk dan kognitif yang sedang berkembang. Kecintaan yang berlebih
terhadap demam Korea dapat mempengaruhi perilaku serta gaya hidup remaja.
Kata kunci : demam Korea, remaja, dampak, perilaku, gayaa hidup

PENDAHULUAN

Budaya Korea ini mulai berkembang setelah budaya Amerika Serikat yang lebih dulu
mewabah di Indonesia. Sama halnya dengan westernisasi, demam Korea ini berdampak pada
gaya hidup masyarakat Indonesia, terutama pada remaja yang mudah terpengaruh oleh faktor
luar. Remaja di Indonesia kerap berperilaku fanatik terhadap artis-artis Korea dan menaruh
perhatiannya kepada budaya Korea mulai dari budaya berpakaian, standar kecantikan, makanan
sehari-hari, bahkan budaya melakukan operasi plastik. Commented [H1]: Urgensi masalah

Budaya Korea pada zaman modern ini sudah terkenal secara mendunia, mulai dari drama,
film, grup band yang disebut boyband atau girlband, baju khas orang Korea, kosmetik atau
produk perawatan kulit, hingga makanan-makanan yang biasa dikonsumsi oleh orang Korea.
Fenomena Korean Wave mulai memuncak pada tahun 2003 di Jepang saat drama Korea
ditayangkan di negara tersebut. Merebaknya budaya Korea atau bisa juga disebut dengan Hallyu
di negara-negara Asia Timur dan beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia,
membuktikan adanya aliran budaya dari Korea ke negara-negara tetangganya (Huybrechts,
2008).

Penggemar korea, atau yang disebut juga dengan K-Lovers, tak luput dengan obsesi
menyelipkan bahasa Korea dalam percakapannya sehari-hari, berpenampilan layaknya idola
mereka, dan lebih tertarik terhadap budaya Korea ketimbang budaya Indonesia. Perilaku seperti
ini mewujudkan kecintaan mereka terhadap idolanya yang wajar terjadi pada remaja. Namun,
jika kecintaan yang berlebihan terhadap idola juga akan mengakibatkan penyimpangan perilaku
pada remaja, seperti krisis identitas, gaya hidup yang berlebihan, dan sifat agresif yang tinggi.
Selain dari dampak negatif yang muncul, terdapat dampak positif yang dapat terjadi pada
perilaku remaja di Indonesia. Dengan mengetahui dampai positif serta negatifnya terhadap
perilaku, masyarakat umum, terutama penggemar Korea, dapat mengantisipasi kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi. Commented [H2]: Alasan

Berdasarkan fenomena yang muncul tersebut, maka diperlukan uraian lebih lanjut
mengenai peran Korean Wave dalam perubahan perilaku remaja yang ada di Indonesia. Artikel
ini akan mendeskripsikan tentang 1) Bagaimana Korean Wave dapat masuk ke Indonesia 2)
Dampak masuknya Korean Wave di Indonesia terhadap perilaku remaja. Dengan demikian,
artikel dengan judul Dampak Korean Wave Terhadap Perubahan Perilaku Remaja Di Indonesia
perlu ditulis dan dibahas lanjut. Commented [H3]: Penegasan

PEMBAHASAN

Bagaimana Korean Wave dapat masuk ke Indonesia

Korean wave adalah kebudayaan pop culture yang berasal dari negara gingseng Korea
Selatan. Istilah hallyu sendiri pun pertama kali diciptakan di Cina pada tahun 1999. Hal ini
dikarenakan akibat adanya dampak membludaknya budaya Korea yang luar biasa di Cina pada
saat pemutaran drama seri Star In My Heart. Drama ini mampu menarik perhatian masyarakat
China dan Taiwan karena para aktornya sangat memukau (Amellita, 2010)

Perkembangan Korean Wave yang sangat pesat dapat terjadi karena beberapa hal.
Terutama pada menariknya citra modern orang Korea adalah terlihat dari gaya rambut, gaya
berpakaian, standar kecantikan atau ketampanan, serta gaya hidupnya. Merupakan pemandangan
umum bagi penikmat drama Korea untuk melihat benda-benda mewah tertentu yang ditampilkan
dalam drama dan film seperti gedung tinggi, mobil mahal, dan gaya hidup dengan standar tinggi
yang mendeskripsikan negara Korea sebagai negara yang maju dan sangat modern. Keberhasilan
drama seri Star In My Heart kemudian menjadi jalan bagi 23 produk-produk budaya Korea
lainnya seperti musik Korea. Pada akhir tahun 1990-an, stasiun TV kabel Korea menayangkan
vidio musik dan kemudian mendapatkan banyak penggemar di Asia.

Pada awal tahun 1996, yaitu pada saat music group beraliran pop Korea, seperti H.O.T,
Baby Vox, dan the National Ballet Company masuk pula ke negara Cina. Sampai sekarang,
musik Korea, atau juga K-Pop, menjadi bagian dari budaya hallyu yang tumbuh dengan sangat
pesat. Korean Pop pertama kali meraih populeritas di Asia, terutama pada negara Indonesia.

Kecintaan yang berlebih dari penggemar Korea kepada idolanya memunculkan beberapa
fenonomena.Penggemar seringkali berpenamilan serupa dengan Idolanya. Mereka juga
mengoleksi serta menghamburkan cukup banyak biaya untuk membeli atribut idolanya seperti
pakaian, album, kosmetik, perawaran kulit, serta berbagai merchandise lainnya. Festival Korea
juga menjadi incaran utama K-Lovers yang menjual berbagai macam makanan Korea dan
pernak-pernik dari Korea. Tak luput juga, mereka seringkali melakukan dance cover terhadap
musik Korea yang sedang populer dan seringkali diadakan ajang perlombaan. K-Lovers pun
sangat suka melakukan pertemuan untuk saling bertukar informasi, berkenalan, dan
bercengkrama dengan sesama K-Lovers lainnya dan seringkali melakukan flashmob.

Berbagai macam komunitas penggemar atau fans di berbagai wilayah di Indonesia. K-pop
memiliki banyak penggemar yang terbagi dalam berbagai fandom atau kelompok sesuai dengan
artis atau grup boyband dan girlband yang mereka idolakan dan terkenal dengan tingat
kefanatikan tinggi. Fandom adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada subkultur,
berbagai hal dan berbagai kegiatan yang berkenaan dengan penggemar dan kegemarannya.
Beberapa nama fandom seperti VIP sebutan untuk penggemar BIGBANG, ARMY sebutan untuk
BTS, EXO-L untuk EXO, SONE untuk girlband Girls’ Generation.
Dampak masuknya Korean Wave di Indonesia terhadap perilaku remaja

Fenomena Korean Wave di Indonesia merupakan pengaruh dari kemajuan teknologi,


komunikasi, dan informasi sebagai instrumen dari globalisasi budaya yang mempengaruhi
perubahan perilaku remaja. Hal ini menimbulkan sikap berlebihan dan seringkali remaja
mengimitasi budaya Korean Wave. Imitasi merupakan faktor meniru yang ada pada diri
seseorang. Dilihat dari segi positif, imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk
berperilaku baik dalam kegiatan-kegiatan yang baik pula dalam proses pengimitasiannya.
Perilaku imitasi yang di ikuti oleh mahasiswa seperti belajar bahasa Korea Selatan dan
menirukan gaya bicara orang Korea dengan sesama teman pecinta Korea, mencoba masakan
Korea di restoran-restoran yang menyajikan kuliner Korea, aktif hadir pada festival-festival
Korea yang diselenggrakan di Indonesia, mengikuti fashion artis korea mulai dari gaya
berpakaian hingga warna rambut.

Cara berbusana yang sangat terinspirasi bahkan menjiplak artis-artis Korea ini pun
sebagian besar tanpa memperhatikan aspek budaya ketimuran kita yang memunculkan
permasalahan pantas atau tidak pantasnya untuk dikenakan, terutama pada remaja. Trend Korea
lekat dengan ciri khas baju ketat yang menggantung, rok atau celana pendek diatas lutut,
pemakaian kosmetik yang berlebihann, serta rambut warna-warni. Fenomena ini membuat
remaja seperti tersihir oleh pesona artis-artis Korea tersebut dan mengajak remaja tersebut untuk
berperilaku yang sama dalam hal berbusana (Pertiwi, 2013). Mereka berpikir bahwa berpakaian
mengikuti idolanya merupakan hal yang keren dan dianggap gaul. Mereka juga menganggap
bahwa hal tersebut dapat dijadikan sebagai ajang bergengsi diatara sesama penggemar. Akibat
trend berpakaian ala Korea semakin membludak, remaja seringkali melupakan aspek kebudayaan
Indonesia yang berkiblat kepada ketimuran yaitu dengan berpakaian sopan, tertutup dan rapih.

Bukti rasa cinta K-Lovers terhadap idolanya adalah membeli dan mengoleksi album serta
merchandise yang dimiliki idolanya. Mereka rela menabung berlama-lama hanya untuk membeli
barang-barang tersebut. Mereka tidak akan puas apa yang mereka beli karena idola Koreanya
akan selalu menghasilkan produk terbaru secara terus-menerus. Untuk memenuhi kebutuhan ini,
mereka sering kali menomor duakan kebutuhan primer mereka seperti kebutuhan sekolah,
bahkan kebutuhan makan.
Rasa cinta yang berlebihan juga mengakibatkan remaja akan selalu membela pihak yang
diidolakannya. Hal ini seringkali Hal ini seringkali memicu kontroversi dan terjadilan fan war.
Seperti contoh, dalam sebuah situs netizen Korea, The Pann—sebagaimana dilansir
koreaboo.com, EXO-L mendapat citra buruk karena sering berkomentar kasar dan menghina
fandom lain, memberikan komentar hinaan ketika idol group lain yang sedang tampil, menghina
artis perempuan yang dikabarkan dekat dengan anggota EXO, dan lain sebagainya. Kebiasaan
menggunakan kata tidak baik pada media massa akan berdampak pada dunia nyata. Remaja
seperti ini kerap berperilaku agresif dan bertindak semaunya.

Selain itu, penggemar sering kali menulis cerita fiksi, atau fan fiction yang dibuat dalam
berbagai macam genre, seperti romantis, komedi, horor, sedih, dan yang unik adalah genre No
Child (NC). NC adalah genre porno yang mengandung adegan intim para pemainnya yang
biasanya adalah idolanya. Genre ini justru mendapatkan lebih banyak pembaca dibanding genre
lain. Peminat pembaca genre ini merupakan anak usia remaja, bahkan di bawah 13 tahun.
Dampak dari orang yang gemar mengonsumsi konten pornografi membuat remaja sulit
konsentrasi dalam pembelajaran, membentuk perilaku negatif, bahkan mendorong remaja untuk
meniru tindakan seksual tersebut (Donald, 2004).

Dari sekian banyaknya dampak negatif dari Korean Wave terhadap perilaku remaja,
terdapat pula hal positif yang dapat diambil. Seperti kebiasaan untuk menabung. Penggemar
Korea gemar menyisihkan uangnya untuk membeli barang Korea atau merchandise yang mereka
inginkan. Kebiasaan menabung ini akan bermanfaat untuk kedepannya dan menghindari
kebiasaan hutang karena kekurangan uang. Kita juga tidak tahu apa yang akan terjadi di masa
mendatang, maka dengan menabung ini kita memiliki persediaan uang yang cukup pada kondisi
yang mendesak. Tak luput pula, mereka menjadi belajar untuk mengatur keuangan yang mereka
miliki dan melatih sifat kedisiplinan. Penggemar Korea juga terkenal sebagai penggemar yang
kompak dan setia pada idolanya. Bukan hal yang asing jika melihat sesama penggemar Korea
akan membantu, melindungi, dan memberi perhatian satu sama lain layaknya keluarga.
Kebiasaan akan tingginya solidaritas ini membuat mereka memiliki banyak teman, luasnya
pengetahuan, dan mudah bergaul. Orang yang memiliki orientasi pada lingkungan luar
cenderung memiliki sifat ekstrover seperti ramah, terbuka, pandai berbicara, inisiatif, serta
optimis (Atkinson, 1993).
PENUTUPAN

Simpulan

Berdasarkan tulisan diatas, dapat dikemukakan simpulan berikut:

1. Pada masa globalisasi ini, budaya asing semakin mudah untuk masuk ke Indonesia. Tidak
bisa dipungkiri pula budaya Korea mencapai puncak kepopuleritasan di Indonesia dan
memunculkan demam Korea pada masyarakat Indonesia terutama remaja.
2. Demam Korea memunculkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak
negatif. Dampak tersebut dapat mempengaruhi perubahan perilaku seseorang, terutama
remaja karena masih memiliki kestabilan identitas.
3. Dampak negatif demam Korea dapat merugikan generasi millennial yang kelak menjadi
harapan sebagai penerus bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dampak negatif tersebut
harus dihindari.
4. Dampak positif dari demam Korea tersebut dapat meningkatkan kualitas diri remaja
dalam berperilaku dengan cara konsisten dalam mengamplikasikan ke kehidupan sehari-
hari.

Saran

Dengan selesainya penulisan ini, penulis memiliki saran agar masyarakat Indonesia,
terutama remaja, dapat mengetahui dampak yang terjadi pada saat budaya Korea dan budaya
asing lainnya masuk ke Indonesia. Masyarakat juga diharapkan untuk dapat mengantisipasi
dampak negatif yang ada supaya tidak menyebabkan perilaku-perilaku buruk yang muncul
terutama pada remaja yang masih memiliki kestabilan identitas. Dampak positif yang ada dapat
diaplikasikan ke kehidupan yang dapat memunculkan perilaku baik. Penulis juga berharap
kepada penulis selanjutnya yang ingin mengangkat tema serupa untuk mengembangkan
pembasan dengan menyajikan informasi-informasi terkait tema tersebut berdasarkan fakta yang
ada.
DAFTAR RUJUKAN

13 Extremely Disturbing Stories Of Sasaengs That Went Too Far. (2018, Oktober 2018).
Retrieved Mei 20, 2019, from Koreanboo: https://www.koreaboo.com/lists/13-disturbing-
stories-sasaeng-fans-went-far-1/
Amanda, G. (2015, September 2015). Hiburan. Retrieved April 15, 2019, from Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/gryseldamanda/55ed9ff2a623bdb20ebf531f/pengaruh-
budaya-korea-di-indonesia.
Amellita, N. (2010). Kebudayaan Populer Kora: Hallyu dan Perkembangannya di Indonesia.
Universitas Indonesia. 26.
Demam Budaya Korea di Indonesia. (2018, Desember 6). Retrieved 05 20, 2019, from Kulali:
http://kulali.site/?p=389
Donald. (2004). .Dampak negatif kecanduan pornografi. Retrieved April 15, 2019, from
http://aliefqu.wordpress.com/2012/01/16inilahdampaknegatif kecanduanpornografi
Faisal, M. (2017, Januari 6). Entertainment. Retrieved Mei 22, 2019, from Kumparan:
https://kumparan.com/@kumparank-pop/fanatisme-fans-k-pop-candu-dan-bumbu-remaja
Huybrects, T. (2008). The Korean Wave (Hallyu 韓流). Japan.
Ida Ri'aeni, M. S. (2019, Januari). Pengaruh Budaya Korea (K-Pop) Terhadap Remaja Di Kota
Cirebon. Communication, 01, 1-26.
Pertiwi, S. A. (2013). Konformitas dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave (Penelitian pada
Komunitas Super Junior Fans Club ELF “Ever Lasting Friend”) di Samarinda. eJournal
Psikologi, 1(2), 157-166.
Salsabila, N. (2018, December 6). Retrieved April 15, 2019, from
http://digilib.uinsgd.ac.id/17207/

Anda mungkin juga menyukai