Makalah PBL Blok 26

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 21

Tuberkulosis Paru dan Ketidakpatuhan Pasien TB Terhadap Pengobatan

Tiffany
102012368
B1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: christina.tiffany10@yahoo.com

Pendahuluan
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang paru, tetapi
bias juga meyerang organ lainnya. 1
Indonesia sendiri adalah negara dengan prevalensi TB nomor 3 tertinggi
setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah
kematian sekitar 101.000 pertahun. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi di negara-negara berkembang.
Walaupun telah diketahui obat-obat untuk mengatasi TB dan penyakit TB
dapat disembuhkan dengan obat-obat TB, penanggulangan dan pemberantasannya
sampai saat ini belum memuaskan. Angka drop out (mangkir, tidak patuh berobat)
yang tinggi, pengobatan tidak adekuat, dan resistensi terhadap Obat Anti Tuberculosis
(OAT) yaitu MDR TB merupakan kendala utama yang sering terjadi dalam
pengendalian TB dan merupakan tantangan terhadap program pengendalian TB.
MDR TB terjadi bila penderita putus berobat sebelum masa pengobatan selesai atau
penderita sering putus-ptus minum obat selama menjalani pengobatan TB. 1
Pengobatan TB membutuhkan waktu panjang (sampai 6 - 8 bulan) untuk
mencapai penyembuhan dan dengan paduan (kombinasi) beberapa macam obat,
sehingga tidak jarang pasien berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai
yang berakibat pada kegagalan dalam pengobatan TB. WHO menerapkan strategi
DOTS (Direct Observed Treatment Short course) dalam manajemen penderita TB
untuk menjamin pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung oleh seorang
pengawas minum obat (PMO). Dengan strategi DOTS angka kesembuhan pasien TB
menjadi > 85%. Obat yang diberikan juga dalam bentuk kombinasi dosis tetap (fixed
dose) karena lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Walaupun demikian angka
penderita mangkir untuk meneruskan minum obat tetap cukup tinggi.1

1
Ada sejumlah faktor interaksi yang mempengaruhi keputusan penderita untuk
berhenti minum obat. Kepatuhan terhadap pengobatan tuberkulosis begitu kompleks,
fenomenanya dinamis dengan berbagai faktor yang saling berinteraksi satu sama lain,
sehingga berdampak pada keputusan pemilihan perilaku. Pendidikan hanya sedikit
hubungannya dengan motivasi pasien untuk mengikuti pengobatan. Ketidakpatuhan
dapat diamati pada setiap pasien tanpa memandang status intelektualitas, sosial atau
ekonominya.1
Kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB dapat diakibatkan oleh banyak
faktor, seperti obat, penyakit, dan penderitanya sendiri. Faktor obat terdiri dari
panduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum
obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari semestinya, dan terjadinya resistensi
obat. Faktor penyakit biasanya disebabkan oleh lesi yang terlalu luas, adanya penyakit
lain yang mengikuti, adanya gangguan imunologis. Faktor terakhir adalah masalah
penderita sendiri, seperti kurangnya pengetahuan mengenai TB, kekurangan biaya,
malas berobat, dan merasa sudah sembuh.1

Pembahasan
Dalam menjalankan fungsinya, Program Penanggulangan Tuberculosis
Nasional menggunakan fasilitas yang ada dalam struktur pelayanan kesehatan
nasional, yaitu puskesmas. Puskesmas dibagi menjadi tiga kategori menurut fungsi
yang berbeda-beda.2
1. Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) : melatih para staf laboratorium dan
melakukan pembacaan sediaan apus dahak.
2. Puskesmas Satelit (PS) :tidak memiliki fasilitas laboratorium sendiri, dan
hanya membuat sediaan apus dahak dan difiksasi, kemudian dikirim ke PRM
untuk dibaca hasilnya. Setelah mendapatkan hasil, Puskesmas Satelit akan
menentukan rencana pengobatan.
3. Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) : menyediakan sarana diagnosis dan
pengobatan TBC tanpa bekerja sama dengan yang lain. 2

Strategi DOTS 2
Pada awal tahun 1995, WHO telah merekomendasikan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi dalam penanggulangan

2
TB dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling
efektif , yang terdiri dari 5 komponen kunci :
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat , termasuk pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. System pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Case Finding 3
Diagnosis dari kasus TB adalah dengan menggunakan cara case finding yang
pasif, karena kita mendiagnosa pasien TB dari keluhan pasien tersebut yang datang
berobat ke dokter. Case finding dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan laboratorium dari pasien saat datang ke dokter. Gejalanya
berupa batuk terus menerus selama 2 hingga 3 minggu, dapat disertai sesak napas,
hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya lupus vulgaris, kelainan rontgen toraks,
atau gangguan GIT. Efek sistemik yang timbul pula meliputi demam subfebris
selama 1 bulan atau lebih, keringat malam, anoreksia atau penurunan berat badan.
Setelah mengetahui pasien menderita TBC, dapat dilakukan case finding aktif dengan
kunjungan rumah untuk dilihat apakah adanya penyebaran TBC dirumahnya atau
tidak. Selain itu case finding aktif juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan
pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tanda-tanda penyakit dan cara-cara
pengobatannya (penyuluhan). Kader kesehatan/ kader posyandu diharapkan dapat
membantu menemukan masyarakat yang terkena TBC.

Gejala Klinis 4
Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan terbanyak adalah:
Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang panas badan mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembut
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari

3
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
Batuk/batuk berdarah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus, batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang yang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan baru
menjadi produktif (batuk dengan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Sesak napas. Pada penyakit yang ringan (baru tunbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam hari, dan lain sebagainya. Gejala ini makin lama akan makin
berat dan dapat hilang timbul secara tidak teratur.

Pemeriksaan Penunjang 4
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya
lebih dibandingkan dengan pemeriksaan sputum.Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di
daerah apeks paru tetapi dapat juga mengenai lobus bawah.Pada awal penyakit saat
lesih masih merupakan sarang- sarang pneumonia, gambar radiologis berupa bercak-
bercak seperti awan dan dengan batas- batas yang tidak tegas.Bila lesi sudah diliputi
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas.Lesi ini
dikenal dengan tuberkuloma.Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-
bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran

4
radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura, masa
cairan di bagian bawah paru, bayangan hitam radiolusen di pinggir paru.
Lalu pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa darah dan
sputum.Pemeriksaan darah kurang dapat perhatian karena hasilnya kadang- kadang
meragukan, hasilnya tidak sensirif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru
mulai akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi dengan hitng jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.Laju endap darah mulai
meningkat.Bila penyakit mulai sembuh.Jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi.Lanju endap darah mulai turun ke arah normal lagi.Lalu ada
pemeriksaan sputum.Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.Di samping
itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang
sudah diberikan.Pemeriksaan ini mudah dan murah.Pasien dianjurkan minum air
sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Untuk perwarnaan sediaan
dianjurakan mengunakan cara Kinyoun Gabbet. Pada pemeriksaan dengan biakan
setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan, koloni kuman
tuberkulosis mulai tampak.Medium biakannya menggunakan Lowenstein Jensen.
Lalu dapat dilakukan tes tuberkulin yang masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak- anak. Biasanya dipakai tes
Mantoux yakini dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein
Derivative) intrakutan. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.Dasar tes tuberkuin ini adalah reaksi alergi tipe lambat.
Pada penularan dengan kuman patogen baik yang irulen ataupun tidak tubuh manusia
akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam
perannya akan menekan antibodi selular. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan,
akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi selular dan antigen tuberkulin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin
kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, hasil tes
Mantoux dibagi dalam: 1) Indurasi 0-5 mm mantoux negatif. 2) Indurasi 6-9 mm:
hasil meragukan. 3) indurasi 10-15 mm: mantoux positif. 4) indurasi> 15 mm:

5
Mantoux positif kuat. Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan
reaksi Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu
yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain.

Pengobatan TBC pada orang dewasa 4

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan.
a. Tahap Awal
Pada tahap awal ini pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat, bila pengobatan
tahap awal ini diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagian besar pasien TB BTA positif
menjadi BTA negatif dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pasien mendapat obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih
lama (kurang lebih4 -6 bulan), tahap lanjutan ini penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

6
Follow Up (Tindak Lanjut) 4
Setelah pasien selesai melaksanakan terapi selanjutnya akan tetap dilakukan
pemantauan. Pemantauan yang biasa dilakukan akan dilihat dari hasil pemeriksaan
ulang dahak mikroskopis
Pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori-1:

 Akhir tahap intensif:


o Negatif: Tahap lanjutan dimulai.
o Positif: Dilanjutkan dengan OAT sisipan selama 1 bulan. Jika sesudah
sisipan tetap positif, tahap lanjutan tetap diberikan.
 Sebulan sebelum akhir pengobatan:
o Negatif: OAT dilanjutkan.
o Positif: gagal, ganti dengan OAT kategori-2 mulai dari awal.
 Akhir pengobatan (AP):
o Negatif dan minimal satu pemeriksaan sebelumnya negatif: sembuh
o Positif: gagal, ganti dengan OAT kategori-2 mulai dari awal

Pasien baru BTA negatif dan foto toraks mendukung TB dengan pengobatan kategori-
1:

 Akhir intensif:
o Negatif: Teruskan pengobatan dengan tahap lanjutan sampat selesai,
kemudian pasien dinyatakan pengobatan lengkap.
o Positif: Ganti dengan kategori-2 mulai dari awal.

Pasien BTA positif dengan pengobatan kategori-2:

 Akhir intensif:
o Negatif: Teruskan pengobatan dengan tahap lanjutan.
o Positif: Beri sisipan selama 1 bulan, jika setelah sisipan masih tetap
positif, teruskan pengobatan tahap lanjutan. Jika ada fasilitas, rujuk
untuk uji kepekaan obat.
 Sebulan sebelum akhir pengobatan:
o Negatif: Lanjutkan pengobatan hingga selesai.

7
o Positif: Pengobatan gagal, disebut Kasus kronik, bila mungkin lakukan
uji kepekaan obat, bila tidak, rujuk ke unit pelayanan spesialistik.
 Akhir pengobatan (AP):
o Negatif: Sembuh
o Positif: pengobatan gagal, disebut kasus kronik, jika mungkin, lakukan
uji kepekaan obat, jika tidak, rujuk ke unit pelayanan spesialistik

Program Pemberantasan TB

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam


penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia menyatakan strategi DOTS sebagai
salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan
kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy)terdiri dari 5 komponen
kunci:
1. Komitmen politis berkesinambungan dari pemegang kebijakan
Dengan keterlibatan pemimpin wilayah, TB dapat menjadi salah satu prioritas
utama dalam program kesehatandan akan tersedia dana yang sangat diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan strategi DOTS.
2. Diagnosis sputum dengan pemeriksaan mikroskopik bermutu
Untuk mendiagnosis penyakit TB diperlukan mikroskop untuk pemeriksaan
dahak langsung pada penderita tersangka TB.
3. Pengobatan jangka pendek dengan PMO (Pengawas Minum Obat) langsung
Melalui PMO, pederita akan diawasi dalam meminum seluruh obatnya. Ini
adalah untuk memastikan bahwa penderita meminum obatnya dengan betul
dan diharapkan untuk sembuh pada waktu akhir pengobatannya. PMO
haruslah orang yang dikenal dan dipercayaioleh penderita maupun oleh
petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang cukup dan bermutu.
Panduan penggunaan OAT jangka pendek yang bener, termasuk dosis dan
jangka waktu pengobatan yang tepat sangat penting dalam keberhasilan
pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT jangka pendek
harus selalu terjamin.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan

8
Pencatatan dan pelaporan merupakan bagian dari sistem survailans penyakit
TB. Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan boleh
dipantau kemajuan pengobatan penderita, pemeriksa follow up, sehingga
akhirnya penderita dinyatakan sembuh atau selesai pengobatannya. Strategi
DOTS di atas telah dikembangkan oleh kemitraan global dalam
penanggulangan TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi DOTS
sebagai berikut:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan siten kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset.

Pengertian Populasi dan Sampel


Pelaksanaan suatu penelitian selalu berhadapan dengan objek yang diteliti atau
diselidiki. Objek tersebut dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, benda-
benda mati lainnya, serta peristiwa dan gejala yang terjadi di dalam masyarakat atau
di dalam alam. 5
Dalam melakukan penelitian, kadang-kadang peneliti melakukannya terhadap
seluruh objek, tetapi sering juga peneliti hanya mengambil sebagian saja dari seluruh
objek tersebut. Meskipun penelitian hanya mengambil sebagian dari objek yang
diteliti, tetapi hasilnya dapat mewakili atau mencakup seluruh objek yang diteliti. 5
Keseluruhan objek penelitan atau objek yang diteliti tersebut adalah populasi
penelitian. Sedangkan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi ini disebut sampel penelitian. Dalam mengambil
sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel
tersebut sedapat mungkin mewakili populasinya. Teknik ini biasanya disebut teknik
sampling. Di dalam penelitian survey teknik sampling ini sangat penting dan perlu
diperhitungkan masak-masak. Sebab teknik pengambilan sampel yang tidak baik akan
mempengaruhi validitas hasil penelitian tersebut. 5

Teknik Sampling 5

9
Pada garis besarnya hanya ada dua jenis sampel, yaitu sampel-sampel
probabilitas atau sering disebut random sample ( sampel acak) dan sampel-sampel
non-probabilitas (non-probability samples). Tiap-tiap sampel ini terdiri dari berbagai
macam pula.
1. Probability ( random sampling)
Pengambilan sampel secara random atau acak disebut random sampling, dan
sampel yang diperoleh disebut sampel random. Teknik random sampling ini
hanya boleh digunakan apabila setiap unit atau anggota populasi itu bersifat
homogen. Hal ini berarti setiap anggota populasi ini mempunyai kesempatan
yang sama untuk diambil sebagai sampel. Teknik random ini dapat dibedakan
menjadi :
 Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling)
Hakikat dari pengambilan sampel secara acak sederhana adalah bahwa
setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk diseleksi sebagai sampel. Apabila besarnya sampel yang
diinginkan itu berbeda-beda, maka besarnya kesempatan bagi setiap
satuan elementer untuk terpilih pun berbeda-beda pula. Teknik
pengambilan sampel acak sederhana ini dibedakan menjadi dua cara,
yaitu dengan mengundi anggota populasi (lottery technique) atau
teknik undian, dan dengan menggunakan table bilangan atau angka
acak (random number). Random number ini dapat dilihat pada buku-
buku statistik.
 Pengambilan sampel secara acak sistematis ( Systematic sampling)
Teknik ini merupakan modifikasi dari sampel random sampling.
Caranya adalah, membagi jumlah atau anggota populasi dengan
perkiraan jumlah sampel yang diinginkan. Hasilnya adalah interval
sampel. Sampel diambil dengan membuat daftar elemen atau anggota
populasi secara acak antara 1 sampai dengan n. Kemudian membagi
dengan jumlah sampel yang diinginkan, misalnya hasil sebagai interval
X tersebut. Contoh, jumlah populasi 200, sampel yang diinginkan 50,
maka intervalnya adalah 200:50=4, Maka anggota populasi yang
terkena sampel adalah setiap elemen yang mempunyai nomor kelipatan

10
4, yakni 4,8,12,16 dan seterusnya sampai mencapai jumlah 50 anggota
sampel.
 Sampling Stratifikasi (Stratified Sampling)
Populasi dibagi ke dalam kelompok strata dan kemudian mengambil
sampel dari tiap kelompok tergantung kriteria yang ditetapkan.
Misalnya, populasi dibagi ke dalam anak-anak dan orang tua kemudian
memilih masing-masing wakil dari keduanya.
 Sampling Rumpun (Cluster Sampling)
Populasi dibagi ke dalam kelompok kewilayahan kemudian memilih
wakil tiap-tiap kelompok. Misalnya, populasi adalah Jawa Tengah
kemudian sampel diambil dari tiap-tiap kabupaten. Bisa juga batas-
batas gunung, pulau dan sebagainya.
 Sampling Bertahap (Multistage Sampling)
Pengambilan sampel menggunakan lebih dari satu teknik probability
sampling. Misalnya, menggunakan metode stratified sampling pada
tahap pertama kemudian metode simple random sampling di tahap
kedua dan seterusnya sampai mencapai sampel yang diinginkan.
2. Non Random ( Non Probability) Sampling
Teknik non-probability sampling bahwa setiap anggota populasi memiliki
peluang nol. Artinya, pengambilan sampel didasarkan kriteria tertentu seperti
judgment, status, kuantitas, kesukarelaan dan sebagainya. Ada bermacam-
macam metode non-probability sampling dengan turunan dan variasinya, tapi
paling populer sebagai berikut:
 Sampling Kuota (Quota Sampling)
Mirip stratified sampling yaitu berdasarkan proporsi ciri-ciri tertentu
untuk menghindari bias. Misalnya, jumlah sampel laki-laki 50 orang
maka sampel perempuan juga 50 orang.
 Sampling Kebetulan (Accidental Sampling)
Pengambilan sampel didasarkan pada kenyataan bahwa mereka
kebetulan muncul. Misalnya, populasi adalah setiap pegguna jalan tol,
maka peneliti mengambil sampel dari orang-orang yang kebetulan
melintas di jalan tersebut pada waktu pengamatan.
 Sampling Purposive (Purposive or Judgemental Sampling)

11
Pengambilan sampel berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat
kriteria tertentu siapa yang dijadikan sebagai informan. Misalnya,
Anda meneliti kriminalitas di Kota Semarang, maka Anda mengambil
informan yaitu Kapolresta Semarang, seorang pelaku kriminal dan
seorang korban kriminal.
Analisis Data 6
1. Statistik Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha
menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya.
Penelitian Deskriptif ini juga sering disebut noneksperimen, karena pada
penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel
penelitian. Dengan penelitian metode deskriptif, memungkinkan peneliti untuk
melakukan hubungan antar variabel, menguji hipotesis, mengembangkan
generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal. Di
samping itu, penelitian deskriptif juga merupakan penelitian dimana
pengumpulan data untuk mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang
berkaitan dengan keadan dan kejadian sekarang. Mereka melaporkan keadaan
objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya.
Pada umumnya tujuan utama penelitian deskriptif adalah untuk
menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek
yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangannya, akhir-akhir ini metode
penelitian deskriptif banyak digunakan oleh peneliti karena dua alasan.
Pertama, dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan
penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat
berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan
bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia.
2. Statistik Analitik
Nama lain dari statistik analitik adalah statistik inferensial. Statistik analitik
dibedakan menjadi statistik parametrik dan non-parametrik. Statistik
parametric mensyaratkan terpenuhinya banyak asumsi, yaitu asumsi tentang
kenormalan data, homogenitas data, dan datanya berupa interval dan rasio.
Sedangkan statistik non-parametrik tidak memerlukan terpenuhinya syarat
tersebut.

12
Desain Studi Epidemiologi 7
1. Studi Cross-Sectional
Studi cross-sectional sering juga disebut sebagai studi prevalensi atau survey,
dan merupakan studi yang paling serderhana dan sering dilakukan. Studi
cross-sectional mengukur variabel dependen (misalnya, penyakit) dan variabel
independen (pajanan) secara bersamaan. Studi cross-sectional digunakan
untuk mengetahui hubungan antara suatu penyakit dan variabel atau
karakteristik yang terdapat di masyarakat pada suatu saat tertentu, misalnya
untuk mengetahui hubungan antara penyakit dan kondisi tertentu yang
terdapat di masyarakat, misalnya malnutrisi. Studi cross-sectional tidak
menjelaskan peristiwa mana yang lebih dulu terjadi.
2. Studi Case Control
Studi case control atau yang disebut juga studi kasus control adalah salah satu
studi analitik yang digunakan untuk mengetahui faktor risiko atau masalah
kesehatan yang diduga memiliki hubungan erat dengan penyakit yang terjadi
di masyarakat. Studi case control sangat bermanfaat untuk kasus penyakit
yang jarang dijumpai dan berkembang secara laten di masyarakat. Studi ini
bersifat retrospektif, yaitu menelusuri ke belakang penyebab-penyebab yang
dapat menimbulkan suatu penyakit di masyarakat. Studi kasus control
membandingkan antara kelompok studi yaitu orang-orang yang sakit, dan
kelompok control, yaitu orang-orang yang sehat tetapi memiliki karakteristik
yang sama dengan orang yang sakit atau kelompok studi. Dari hasil
perbandingan antara kelompok studi dan kelompok control, didapatkan nilai
rasio, yaitu proporsi antara orang sakit yang memiliki faktor risiko dan orang
sehat (tidak sakit) yang memiliki faktor risiko. Rasio tersebut adalah estimasi
risiko relative atau odds ratio.
Langkah-langkah yang diperlukan dalam studi case control adalah dengan cara
menentukan sekelompok orang-orang berpenyakit (kasus) dan sekelompok
orang-orang yang tidak berpenyakit (kontrol), lalu membandingkan frekuensi
paparan pada kedua kelompok. Di dalam studi kasus kontrol ini dimulai
dengan kasus atau sampel yang telah ada atau dengan kata lain sudah terjadi
dan sudah tersedia) dimana digunakan sampel kelompok kontrol sebagai
pembanding. Kelompok kontrol tersebut terdiri dari sekumpulan orang yang
bukan kasus (bukan penderita penyakit yang bersangkutan) yang ciri-cirinya

13
(dalam hal umur, jenis kelamin, ras, tingkat sosial, dll).
3. Studi Cohort
Studi cohort disebut juga sebagai studi follow-up, insidensi, longitudinal atau
studi prospektif, merupakan penelitian analitik pada sekelompok orang
(kohort) yang memiliki atribut sama, seperti tempat tinggal, jenis kelamin,
pekerjaan, dan lain-lain. Studi kohort dilakukan dengan menggunakan dua
kelompok, yaitu kelompok studi (sekelompok orang yang terpajan pada faktor
risiko) dan kelompok kontrol (sekelompok orang yang tidak terpajan faktor
risiko). Kedua kelompok itu selanjutnya diikuti terus menerus selama periode
waktu tertentu untuk memastikan apakah individu yang terpajan atau tidak
terpajan faktor risiko itu menjadi sakit atau tidak.
Kegunaan studi kohort adalah untuk memberikan informasi yang pasti
mengenai faktor etiologi, terutama pada penyakit yang kronik, dan untuk
mengukur asosiasi berbagai tingkatan faktor risiko dengan penyakit.

Usulan (Proposal) Penelitian 5


Proses penelitian pada garis besarnya terdiri dari empat tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan (perencanaan)
2. Tahap pelaksanaan (pengumpulan data)
3. Tahap pengolahan dan analisis data
4. Tahap penulisan hasil penelitian (laporan)
Pada tahap persiapan ini mencakup kegiatan-kegiatan pemilihan (perumusan )
masalah sampai dengan penyusunan instrument (alat pengukur / pengumpulan data).
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan ini biasanya dirumuskan
dalam bentuk usulan atau proposal penelitian. Usulan penelitian ini biasanya
dibedakan menjadi dua versi yaitu :
1. Usulan penelitian dimana hasil penelitian nantinya focus diarahkan kepada
pemecahan masalah atau mencari informasi yang akan digunakan untuk
memecahkan masalah atau kepentingan program. Dengan kata lain, usulan
penelitian untuk kepentungan program.
2. Usulan penelitian dimana hasilnya difokuskan kepada kepentingan ilmu
pengetahuan atau karya ilmiah, misalnya untuk membuat skripsi, thesis, atau
disertasi dan sebagainya. Usula ini lebih terinci dan lebih rumit dari versi yang
pertama.

14
Dibawah ini akan diuraikan sedikit tentang format atau out line usulan penelitian,
khususnya untuk kepentingan penulisan ilmiah :
1. Judul penelitian
2. Latar belakang masalah
3. Perumusan masalah
4. Tujuan penelitian
a) Umum
b) Khusus
5. Manfaat penelitian
6. Tinjauan kepustakaan
7. Kerangka konsep, hipotesis, dan definisi operasional
8. Metode penelitian :
a) Jenis penelitian
b) Populasi dan sampel
c) Cara pengumpulan data
d) Instrumen (alat pengumpulan data )
e) Rencana pengolahan dan analisis data
9. Rencana kegiatan
10. Organisasi penelitian
11. Rencana biaya (anggaran)
12. Daftar kepustakaan

Pengumpulan data 5
Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi
keberhasilan penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan
data, siapa sumbernya, dan apa alat yang digunakan.
Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data
diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak
langsung (data sekunder).
Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk
mengumpulkan data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan
penggunaannya melalui angket, wawancara, pengamatan, tes, dkoumentasi dan
sebagainya.
Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat yang digunakan untuk

15
mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek
list, kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara, camera photo dan
lainnya.
Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi
dan wawancara.
1. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang
dijadikan responden untuk dijawabnya.
Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit
dilakukan jika respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma
Sekaran (dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip
pengukuran dan penampilan fisik.
Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :
 Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk
mengukur maka harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
 Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan
responden. Tidak mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-
istilah bahasa Inggris pada responden yang tidak mengerti bahasa
Inggris, dsb.
 Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka
artinya jawaban yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika
pernyataan tertutup maka responden hanya diminta untuk memilih
jawaban yang disediakan.
2. Observasi
Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya
mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan
untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini
digunakan bila penelitian ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.
 Participant Observation
Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-

16
hari orang atau situasi yang diamati sebagai sumber data.
Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku
siswa, semangat siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru,
dsb.
 Non participant Observation
Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan
observasi yang penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang
sedang diamati.
Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga, seorang peneliti yang
menempatkan dirinya sebagai pengamat dan mencatat berbagai peristiwa yang
dianggap perlu sebagai data penelitian.
Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang
mendalam karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui
makna yang terkandung di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list,
buku catatan, kamera photo, dll.
3. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui
tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti
terhadap nara sumber atau sumber data.
Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai
studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000
responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai
teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif)
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
 Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa
informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya
sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu
tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu
kelancaran wawancara.
 Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan
diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang

17
ingin digali dari responden.

Pengolahan Data 5
Kegiatan pengumpulan dan pengolahan data dala penelitian selalu
berhubungan. Dalam pengumpulan data digunakan alat pengumpul data atau sering
disebut instrument penelitian. Istrumen ini disusun sedemikian rupa sehingga
menghasilkan data yang mudah diolah. Langkah-langkah pengolahan data ini antara
lain sebagai berikut :
1. Penyusunan data
Untuk memudahkan penilaian dan pengecekan apakah semua data yang
diperlukan dala menguji hipotesis dan untuk mencapai tujuan penelitian itu
sudah lengkap, perlu dulakukan seleksi dan penyusunan data. Langkah ini
penting karena sering terjadi kecenderungan bagi peneliti untuk tidak
mengaitkan antara data yang dikumpulkan dengan hipotesis dan tujuan
penelitian, sehingga kadang-kadang data yang diperlukan dalam menguji
hipotesis tidak diperoleh, sedngkan data yang tidak diperlukan tersedia. Dalam
penyusunan data perlu dipertimbangkan hal-hal berikut :
 Hanya memilih/ memasukkan data yang penting dan benar – benar
diperlukan.
 Hanya memilih data yang objektif (tidak bias)
 Bila data yang dikumpulkan menggunakan wawancara atau angket,
harus dibedakan antara informasi yang diperlukan dengan kesan
pribadi responden.
2. Klasifikasi
Kegiatan untuk mengelompokkan atau menggolong-golongkan data ini
disebut klasifikasi data. Klasifikasi data didasarkan pada kategori yang dibuat
berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri. Biasanya pengeompokkan ini
disesuaikan dengan permasalahan, tujuan penelitian dan hipotesis. Antara
masalah penelitian, hipotesis penelitian, dengan klasifikasi data ini terkait erat.
3. Analisis data
Dalam tahap ini data diolah dan dianalisis dengan teknik-teknik tertentu. Data
kualitatif diolah dengan teknik analisis kualitatif sedangkan kuantitatif dengan
menggunakan teknik analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif

18
dapat dilakukan dengan tangan atau melalui proses komputerisasi. Dalam
pengolahan ini mencakup tabulasi data dan perhitungan-perhitungan statistic,
bila diperlukan uji statistic.Analisis data dibedakan menjadi tiga macam,
yakni:
 Analisis univariate yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian.
 Analisis bivariate yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan / berkorelasi
 Analisis ultivariate yang dilakukan lebih dari dua variabel. Biasanya
hubungan antara satu variable terikat dan satu variabel bebas.
4. Pengujian Hipotesis
5. Penafsiran dan penyimpulan
Kesimpulan adalah hasil dari proses berpikir induktif dari penemuan
penelitian dan sebagai hasil pembuktian hipotesis.

Laporan Penelitian 5
Laporan suatu kegiatan penelitian memuat berbagai aspek yang dapat
memberi gambaran kepada orang lain atau pembaca tetang seluruh kegiatan, langkah,
metode, teknik maupun hasil dari penelitian tersebut. Laporan penelitian sebagai salah
satu bentuk laporan ilmiah mempersoalkan :
a) Masalah apa yang diteliti dan cara mempersoalkan masalah tersebut.
b) Kepada siapa hasil penelitian tersebut berlaku, aau seberapa jauh hasil
penelitian tersebut berlaku ( mewakili populasi)
c) Pendekatan teknis apa yang dipakai
d) Hasil penelitian
e) Kesimpulan penelitian.
Bentuk atau format laporan penelitian
1. Bagian pendahuluan, yang terdiri dari :
a) Halaman judul
b) Kata pengantar
c) Daftar isi
d) Daftar tabel
e) Daftar gambar, grafik, diagram (ilustrasi)

19
2. Bagian Inti/isi laporan, terdiri dari
a) Pendahuluan, berisi tentang :
 Latar belakang masalah
 Pernyataan masalah
 Tujuan penelitian
 Perumusan hipotesis
 Definisi variabel variabel
b) Bahan dan cara (metode penelitian ), terdiri dari :
 Deskripsi bahan (daerah ) penelitian
 Metode penelitian yang terdiri dari
 Desain (jenis) penelitian
 Ppulasi dan sampel penelitian
 Cara pengumpulan data
 Alat pengumpulan data
 Rencana analisis data
c) Hasil penelitian , terdiri dari
 Penyajian data
 Uji statistic
 Analisis dan interpretasi hasil penelitian atau pembahasan hasil
penelitian
d) Kesimpulan dan rekomendasi (saran) terdiri dari :
 Rekomendasi untuk peningkatan program
 Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya
3. Bagian penutup, terdiri dari :
a) Daftar kepustakaan
b) Lampiran-lampiran bila ada
c) Indeks atau daftar istilah bila ada.

20
Daftar Pustaka
1. Tjandra A. Pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008 (h)3-37.
2. Struktur Program Penanggulangan TB Nasional. Diunduh tanggal 5 Juli 2015
dari: http://www.tbindonesia.or.id/2012/03/20/struktur-program-tb/
3. Houghton AR. Gray D. Chamberlain’s gejala dan tanda dalam kedokteran
klinis. Jakarta: EGC; 2012,h.103-7.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, etall. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.2196-9,2231-8,2256-7.
5. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2008.
h.79-89, 93-115, 185-91
6. Lapau B. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia; 2013.h.36
7. Nugrahaeni DK. Konsep dasar epidemiologi. Jakarta: EGC; 2011.h135-61

21

Anda mungkin juga menyukai