Anda di halaman 1dari 15

Skenario 6 – Blok 26

Demam Berdarah Dengue : Pemberantasan dan


Penanggulangan.
Disusun Oleh
Augustine Natasha - NIM 102009101
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi :
Jalan Tanjung Duren Utara 2a Nomor 389, Jakarta Barat
087882953467 -- augustinenatasha@ymail.com

Pendahuluan

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti sebagai vektornya. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di
Indonesia, sehingga Indonesia dikenal menyumbang 15% kasus dari seluruh kasus di dunia.
Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu manajemen khusus untuk mengelola masyarakat
Indonesia, baik penduduk dan lingkungannya, supaya demam berdarah dengue tidak lagi
mengancam kesehatan masyarakat Indonesia. Pengelolaan tersebut terdiri atas pencegahan,
baik spesifik maupun tidak spesifik, dan memberdayakan badan pemerintah yang melayani
kesehatan masyarakat yaitu Puskesmas.

Isi
Epidemiologi
Di banyak negara tropis, virus dengue sangat endemik. Di asia, penyakit ini sering
menyerang di Cina Selatan, Pakistan, India, dan semua negara di Asia Tenggara. Sejak tahun
1981, virus ini ditemukan di Queensland, Australia. Di sepanjang pantai timur afrika,
penyakit ini ditemukan dalam berbagai serotipe. Penyakit ini juga sering menyebabkan KLB
di Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan bahkan sampai Amerika Serikat pada akhir tahun
1990-an. Epidemi dengue pertamakali di Asia terjadi pada tahun 1779, di Eropa tahun 1784,
di Amerika Selatan tahun 1835-an, dan di Inggris tahun 1922.1
Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit
DBD ditemukan di 200 kota di 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. Profil
kesehatan provinsi Jawa Tengah tahun 1999 melaporkan bahwa kelompok tertinggi adalah
usia 5-14 tahun yang terserang sebanyak 42% dan kelompok usia 15-44 tahun adalah yang
terserang sebanyak 37%. Data tersebut didapatkan dari data rawat inap rumah sakit. Rata-rata
insidensi penyakit DBD sebesar 6-27 per 100.000 penduduk.1
CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap
tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14%, tahun 1980 sebesar 4,8%, dan
tahun 1999 masih di atas 2%.1
Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa melaporkan bahwa pada
tahun 2004 selama bulan Januari dan Febuari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena
DBD dengan kematian 322 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta,
Bali, dan NTB.1

Agent
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok arbovirus B, yaitu
penyakit arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk
genus Flavivirus dan famili Flaviviridae. Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus
parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuannya
terdapat di Indonesia. Di daerah endemik DBD, seseorang dapat terkena infeksi semua
serotipe virus pada waktu bersamaan.1
Virus-virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang sama dengan flavivirus
lain, mempunyai genom RNA rantai tunggal yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral
dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya mempunyai diameter kira-kira 50nm. Genom
flavivirus mempunyai panjang kira-kira 11 kb (kilobases), dan urutan genom lengkap dikenal
untuk mengisolasi keempat serotipe, mengkode nukleokapsid atau protein inti (C), protein
yang berkaitan dengan membran (M), dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen protein
non-struktural (NS). Domain-domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi
dengan reseptor virus berhubungan dengan protein pembungkus.1
Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn
dari Purdue University, Amerika Serikat melaporkan bahwa struktur virus dengue yang
berbeda dengan struktur virus lainnya telah ditemukan. Permukaan virus ini halus dan
selaputnya ditutupi lapisan protein yang berwana biru, hijau, dan kuning (ilustrasi
komputer).1

Pejamu (Host)
Pada manusia, masing-masing dari keempat serotipe virus dengue mempunyai
hubungan dengan demam dengue dan demam berdarah dengue. Studi menunjukkan kaitan
erat antara DBD/dengue shock syndrome dengan infeksi oleh serotipe DEN-2 di Indonesia,
Malaysia, dan Thailand, kondisi sakit berat dengan infeksi serotipe DEN-3, dan wabah DBD
di amerika selatan dengan infeksi serotipe DEN-4. 1,2
Dengue shock syndrome (DSS) terjadi dengan frekuensi lebih tinggi pada dua
kelompok yang memiliki keterbatasan secara imunologis yaitu anak-anak yang telah
mengalami infeksi dengue sebelumnya dan bayi dengan penyusutan kadar antibodi dengue
maternal. Fase akut infeksi, setelah masa inkubasi 3-14 hari, berlangsung kira-kira 5-7 hari
dan diikuti dengan respon imun. Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak
semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan
sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi
semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat
menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. 1,2

Lingkungan (Environment)
Tempat perkembang-biakan utama vektor ialah tempat-tempat penampungan air
berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah
atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Vektor DBD
biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan
tanah. 1,2
Jenis tempat perkembang-biakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
 Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti: drum, tangki
reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember.
 Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban, kaleng, botol,plastik
dan lain-lain).
 Tempat penampungan air alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. 1,2
Penyebaran penyakit DBD di Jawa biasanya terjadi mulai bulan Januari sampai April
dan Mei. Faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit DBD antara lain:
1. Imunitas pejamu
2. Kepadatan populasi nyamuk
3. Transmisi virus dengue
4. Virulensi virus
5. Keadaan geografis setempat. 1,2
Faktor penyebaran kasus DBD antara lain:
1. Pertumbuhan penduduk
2. Urbanisasi yang tidak terkontrol
3. Transportasi. 1,2

Vektor
David Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue di Batavia disebabkan
tiga faktor utama, yaitu virus, manusia, dan nyamuk.1
Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegepty (di daerah perkotaan) dan
Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Aedes aegepty adalah spesie nyamuk tropis dan
subtropis yang ditemukan di bumi. Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istrirahat
di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang
menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah.1
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai dari
nyamuk mengisap darah sampai telur dikeluarkan biasanya bervariasi antara 3-4hari. Jangka
waktu tersebut disebut satu siklus gonotropik (gonotropic cycle). 1
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit
biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pukul 09.00-10.00
dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap
darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi
lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular
penyakit. 1
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-
kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya ditempat
yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya.1,2
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina akan
meletakan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air.
Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam
air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur
itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC sampai
42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi
maka telur dapat menetas lebih cepat.1,2
Nyamuk lain yang pernah ditemukan menjadi vektor dalam wabah DBD adalah Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris. Setiap spesies tersebut memiliki
distribusi geografis masing-masing, namun tidak se-efisien Aedes aegepty sebagai vektor
epidemik. 1,2
Salah satu faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur-telur Aedes aegepty
dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi (pengawetan dan pengeringan), kadang
selama lebih dari satu tahun. 1,2
Ciri-ciri utama nyamuk Aedes aegepty yang menjadi perhatian dalam
pemberantasannya adalah:
 Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
 Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng,
ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.
 Jarak terbang ± 100 m.
 Nyamuk betina bersifat “multiple biters” (menggigit beberapa orang karena
nyamuk tersebut sebelum kenyang sudah berpindah tempat),
 Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi. 1,2
Nyamuk yang menjadi vektor penyakit DBD adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi
saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya).
Menurut laporan terakhir, virus dapat pula ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke
telur-telurnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya. 1,2
Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air
liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari
dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue
memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. 1,2

Patofisiologi dan Gejala klinis


Secara singkat, patogenesis demam berdarah dengue adalah infeksi virus melalu
gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia untuk kemudian bereplikasi
(memperbanyak diri). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya
membentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya.
Komplek antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh
darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas
kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan bocornya sel-se darah, antara lain
trombosit dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak
sampai perdarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (hematemesis melena), saluran
pernapasan (epitaksis, hemoptisis), dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering
mengakibatkan kematian. 1,2
Pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan tanda-tanda berikut:
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas.
2. Manifestasi perdaraham dengan tes Rumpel Leede (+), mulai dari petekie (+) sampai
perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak darah-hitam.
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal :150.000-300.000 µL), hematokrit
meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40).
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome).
Kriteria diagnosis (WHO, 1997)
a) Kriteria klinis
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan.
3. Pembesaran hati.
4. Syok. 1,2
b) Kriteria laboratoris
1. Trombositopenia (<100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat >20%).1,2
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2 gejala
klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan tanda tersebut kurang
dari ketentuan diatas maka pasien dinyatakan menderita demam dengue. 1,2

Endemisitas dan Kejadian Luar Biasa


Di Indonesia, 70% dari seluruh daerah merupakan daerah endemis demam berdarah
dengue. Indonesia sendiri menyumbang 15% dari seluruh kasus DBD di dunia. Kota-kota di
Indonesia yang paling tinggi angka kejadian DBDnya adalah Jakarta dan Bali.
Berdasarkan incidence rate secara nasional, Provinsi DKI Jakarta berada di peringkat kedua
setelah Provinsi Bali. Incidence rate DBD di DKI Jakarta sebesar 202,4 per 100.000
penduduk atau jauh dari target, yakni kurang dari 150 per 100.000 penduduk. Namun, dilihat
dari jumlah kasus, DKI Jakarta lebih tinggi. Pada tahun 2010, jumlah kasus di DKI Jakarta
mencapai 18.006 dan kasus ditemukan hampir di seluruh wilayah. 1,3
7 (tujuh) Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1501/Menkes/PER/X/2010 adalah :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun
sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per
bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama. 1-4
Jika salah satu dari kriteria tersebut dipenuhi, maka KLB boleh ditegakkan di suatu daerah.

Health Promotion
Pada promosi kesehatan, yang dilakukan adalah menghentikan proses interaksi bibit
penyakit pejamu-lingkungan dalam tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit
tertentu. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena
penyakit tertentu. Misalmya, Pemberian Imunisasi, Keluarga Berencana (KB). 1,2
Definisi Promosi Kesehatan sendiri adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Selain itu untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, dan sosial, maka masyarakat harus
mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya dan sebagainya). 1,2
Yang termasuk sebagai kegiatan promosi kesehatan mengantisipasi demam berdarah
adalah penyuluhan mengenai demam berdarah dan menggalakkan program 3M plus sebagai
kegiatan dalam usaha Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). 1,2
Penyuluhan dapat melalui media seperti media cetak (leaflet, brosur, poster),
media elektronik pesan 3 M melalui TV atau radio, ”talk show” dll. Pelaksanaan kegiatan
penyuluhan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan semua pihak yang terkait anak
sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader, tokoh masyarakat, petugas
sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan, dan lain-lain.1,2
3 M Plus adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan
menghindari gigitan nyamuk Demam Berdarah dengan cara :
 Menguras
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti : bak mandi / WC, tempayan,
ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain seminggu sekali. 1,2
 Menutup
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember, gentong, drum dan lain-
lain. 1,2
 Mengubur
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar / di luar rumah yang dapat
menmpung air hujan. 1,2
 Plus tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk
 Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras
atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosid 2 – 3
bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram
Altosid untuk 100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di puskesmas atau di
apotik.
 Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk (ikan sepat, ikan kepala timah, ikan
cupang)
 Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.
 Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
 Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
 Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar. 1,2

Spesific protection
Usaha pencegahan khusus (specific protection) adalah usaha yang ditujukan pada
pejamu atau penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko
terhadap penyakit DBD seperti perbaikan kondisi lingkungan atau meningkatkan daya tahan
tubuh. Perlindungan khusus dapat dicapai dengan merubah sikap masyarakat, tindakan, dan
kebiasaan. 1,2
Pencegahan khusus dapat dimulai dengan mendorong perubahan sikap masyarakat
terhadap penyakit DBD. Dengan penyuluhan, diharapkan menciptakan proteksi dengan
perubahan sikap yang lebih waspada. Tindakan yang dapat dilakukan adalah pembasmian
vektor yang telah diketahui dengan lebih agresif dan penggalakan perlindungan individual,
terutama pada golongan rentan seperti bayi dan anak-anak. 1,2
Pembasmian vektor secara agresif dapat secara kimia. Selain penggunaan bubuk abate
untuk membunuh larva, penyemprotan insektisida juga dilakukan untuk membasmi nyamuk
dewasa. Penyemprotan ruangan adalah penyebaran droplet mikroskopik insektisida di udara
untuk membunuh nyamuk dewasa dan dapat digunakan pada situasi darurat bila penjangkitan
demam dengue telah berkembang. Dua bentuk penyemprot ruangan yang secara umum
digunakan untuk pengendalian Aedes aegypti adalah fogging termal dan aerosol volume
rendah-ultra (ULV)/ fogging dingin dan embun. 1,2
Fogging termal dihasilkan dengan alat dimana insektisida, biasanya dicampur dengan
minyak dengan titik nyala tinggi, disebarkan dengan diinjeksikan kedalam aliran gas panas
kecepatan tinggi. Bila dibuang ke atmosfir, minyak yang membawa insektisida pekat keluar
dalam bentuk asap. Malathion, fenitothion, fenthion, dan beberapa piretroid digunakan dalam
operasi pengasapan termal. Aerosol ULV dan embun mencakup pemakaian kuantitas kecil
konsentrat pestisida cair. Pemakaian konsentrat insektisida kurang dari 4,6 liter per ha
biasanya dianggap menjadi pemakaian ULV. 1,2
Bentuk perlindungan khusus selain penyemprotan adalah perlindungan pribadi berupa
penggunaan obat nyamuk oles dan kelambu. Tindakan penggunaan kelambu telah banyak
digunakan dalam upaya melindungi populasi desa dan pribumi terhadap malaria. Namun,
dalam kasus gigitan siang oleh vektor demam berdarah dengue, penggunaan kelambu kurang
relevan. Meskipun demikian, tindakan ini mungkin bermanfaat untuk kelompok khusus
seperti bayi atau orang yang harus tidur siang hari. Bagi golongan masyarakat pada
umumnya, perlindungan khusus dapat dicapai dengan merubah kebiasaan tidur siang. 1,2

Pemberdayaan Masyarakat
Departemen Kesehatan telah menerbitkan beberapa buku pedoman dalam rangka
penggerakkan peran serta masyarakat dalm PSN DBD dan sejak tahun 2000 telah melakukan
sosialisasi program PSN DBD bagi kabupaten/kota. Sasaran peran serta masyarakat terdiri
dari keluarga melalui peran PKK dan organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah
melalui kegiatan UKS dan pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum,
tempat-tempat ibadah) diharapakan peran sektor terkait dan petugas sanitasi lingkungan serta
masyarakat secara umum, melalui Gerakan 3 M. 1,2
Berbagai upaya secara politis telah dilaksanakan seperti instruksi
Gubernur/Bupati/Walikota, Surat Edaran MENDAGRI, MENDIKNAS, Wakil Presiden
untuk mengajak masyarakat melakukan PSN. Terakhir dicanangkan Gerakan Serentak PSN
(GERTAK PSN) dan Gerakan Bebas Nyamuk (GEBAS Nyamuk). Gerakan-gerakan ini dapat
disesuaikan dengan gerakan serupa yang telah ada seperti Gerakan Jum’at Bersih, Lomba-
lomba Kota bersih/kota sehat dll. 1,2
Saat ini beberapa kabupaten/kota telah berhasil membangun peran serta masyarakat
dan mulai tampak hasilnya seperti di kota Purwokerto melalui kegiatan Piket Bersama oleh
Dasawisma PKK kerjasama dengan LSM Rotary; kota Cirebon dan Pekalongan dengan peran
serta murid-murid sekolah SD dalam PSN DBD; kota Palembang memanfaatkan ikan
tempalo dengan peran ibu-ibu kader PKK; kota Dumai dan Balikpapan melakukan PSN
dengan penggunaan larvasida dan kerjasama dengan pihak industri perminyakan; propinsi
Jawa Tengah dan DKI memanfaatkan tenaga JPJ (Juru Pemeriksa Jentik) /JUMANTIK (Juru
Pemantau Jentik) dengan sistim kontrak. Beberapa kota lainnya tengah melaksanakan
membangun peran serta masyarakat sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat yang
sangat lokal spesifik. 1,2

Manajemen pemberantasan dan penanggulangan Demam Berdarah Dengue oleh


PUSKESMAS
Dalam penanggulangan DBD, menurut WHO, suatu panitia pengorganisasian atau
pengkoordinasian harus dibuat dan harus terdiri atas administrator, ahli epidemiologi,
praktisi, ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia
yang dibuat ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan. Panitia tersebut harus:
 Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan
DBD/DSS.
 Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan,
masyarakat, dan media massa.
 Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan
kesehatan dan pembantunya (misalnya staf rumah sakit, peserta didik kedokteran,
perawat, teknisi laboratorium).
 Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan
perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien.
 Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila
perlu). 1,2
 Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah.
Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan
penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang
berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS.
Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991). Dengan kata lain puskesmas
mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam
wilayah kerjanya. Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas
merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.5
Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang
bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif.
Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan (untuk mencapai tujuan dan
sasaran), pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh
kegiatan diatas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan (Depkes
RI, 2006). 1,2
Manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah
Dengue secara sederhana dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tujuan :
a. Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD.
b. Mencegah dan menanggulangi KLB.
c. Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang
nyamuk (PSN).
2. Sasaran :
Sasaran nasional (2000)
a. Morbiditas di kecamatan endemik DBD < 2 per 10.000 penduduk.
b. CFR < 2,5%
3. Pelaksanaan :
Menjalankan delapan pokok program yaitu :
 Surveilans epidemiologi
Penemuan dan pelaporan penderita, di Rumah Sakit, di Puskesmas, di
klinik/dokter praktek swasta, menggunakan sistim pelaporan yang telah baku.
Penyakit DBD termasuk salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah, sesuai dengan UU Wabah No 4 tahun 1984, PP no. 4 tahun
1991 tentang Penanggulangan Wabah dan PERMENKES No 560 th 1989 tentang
Jenis penyakit yg dapat menimbulkan wabah, maka penderita DBD wajib
dilaporkan dalam waktu < 24 jam. Dokter yg menemukan penderita/tersangka
DBD wajib melaporkannya ke Puskesmas setempat sesuai dengan tempat tinggal
penderita. 1,2
Metode :
a. Surveilans pasif : menerima pelaporan.
b. Surveilans aktif : petugas Dinas Kesehatan mendatangi RS/sarana pelayanan
kesehatan yang merawat penderita DBD.
 Pemberantasan vektor dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Pemberantasan vektor seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat
melalui penggalakan pemberantasan sarang nyamuk melalui program 3M plus dan
penggunaan insektisida, baik berupa fogging atau ULV. 1,2
Dalam menghadapi keadaan Kejadian Luar Biasa, perlu persiapan sarana dan
prasarana termasuk mesin fogging, ULV dipastikan dalam keadaan berfungsi,
kecukupan insektisida dan larvasida dan penyediaan biaya operasional. Demikian
pula kesiagaan di RS untuk dapat menampung pasien-pasien DBD dalam kondisi
KLB, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik dan tenaga medis, paramedis
dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah menyiapkan anggaran
untuk perawatan gratis bagi pasien-pasien tidak mampu dan perawatan di klas III
jika KLB terjadi. 1,2
 Tatalaksana klinis
Yang menjadi tanggung jawab Puskesmas dalam mengantisipasi DBD, maka
diadakan pelatihan Tatalaksana klinis bagi dokter anak/penyakit dalam, dokter
Puskesmas dan para medis. Kemudian pelatihan bagi petugas laboratorium ( klinis
dan serologis ) dan penyediaan sarana serta prasarana ( penyediaan tensimeter
anak untuk melakukan test torniquet, alat pemeriksaan trombosit dan hematokrit,
cairan infus, infus set dll.). 1,2
 Penyuluhan
Puskesmas menggerakan penyuluhan untuk semua anggota masyarakat dari
segala usia, menggunakan teknik penyuluhan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Puskesmas dapat menyebarkan informasi mengenai DBD melalui segala media,
mulai dari media cetak hingga melalui iklan televisi. Penyuluhan ke sekolah-
sekolah, ditujukan untuk para siswanya juga dilaksanakan untuk meningkatkan
kesadaran akan bahaya penyakit DBD ini dan meningkatkan kewaspadaan dari
anak-anak sendiri. 1,2
 Kemitraan
Kemitraan yang dimaksud adalah kerja sama antara Puskesmas dengan
organisasi masyarakat lain dengan tujuan meningkatkan peran serta masyarakat
dalam memberantas dan menanggulangi penyebaran penyakit DBD. 1,2
 Peran serta masyarakat
Peran serta masyarakat dapat berupa kegiatan kebersamaan masyarkat untuk
memberantas sarang nyamuk melalui pembersihan lingkungan secara gotong
royong, kegiatan lomba-lomba kebersihan lingkungan untuk meningkatkan
antusiasme masyarakat, dan tenaga Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dengan
sistem kontrak. 1,2
 Pelatihan
Pelatihan yang dilakukan Puskesmas dapat berupa pelatihan bagi tenaga
kesehatan, pelatihan bagi organisasi masyarakat/sekolah seperti UKS dan PKK
untuk menanggulangi sarang nyamuk, dan pelatihan untuk Juru Pemantau Jentik
yang dikontrak. 1,2
 Penelitian dan pengembangan
Penelitian vektor sangat penting untuk memahami bionomik vektor,
perubahan perilaku dan resistensi terhadap insektisida yang selama ini digunakan.
Diharapkan hasil penelitian dapat menjadi dasar pengembangan program menjadi
lebih efektif dan efisien. 1,2
4. Monitoring dan evaluasi :
a. Indikator pemerataan
 Penyelidikan epidemiologis (PE) =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝐸
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛
 Fogging focus =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑓𝑜𝑔𝑔𝑖𝑛𝑔
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎
b. Indikator efektivitas perlindungan1
𝑐𝑎𝑘𝑢𝑝𝑎𝑛 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐹𝐹/𝐴𝑆/𝑃𝑆𝑁
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠𝑛𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘𝑢𝑝 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝐹𝐹/𝐴𝑆/𝑃𝑆𝑁
c. Indikator efisiensi program1
 Angka kepadatan jentik (HI) =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
 Angka kesakitan DBD1 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡𝑎𝑛 𝐷𝐵𝐷
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘
 Angka kematian DBD1 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝐷𝐵𝐷
× 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎

Kesimpulan
Dalam pemberantasan dan penanggulangan Demam Berdarah Dengue, diperlukan usaha
promosi kesehatan, perlindungan khusus, pemberdayaan masyarakat, serta manajemen
penanggulangan DBD oleh Puskesmas untuk dukungan tatalaksana, pencegahan, serta
pemantauan terhadap perkembangan penyebaran DBD di dalam masyarakat.

Daftar Pustaka

1. Widoyono. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.hal.59-66.
2. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Modul
pelatihan bagi pelatih pemberantasansarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-
DBD) dengan pendekatan komunikasi perubahan perilaku (communication for
behavioral impact). Diunduh dari http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download
/Modul_Communication_for_Behavioral_Impact(COMB)-DBD.pdf. 14 Juni 2012.
3. Anna LK. Jakarta dan Bali paling rawan DBD. 13 Juni 2011 Diunduh dari
http://megapolitan.kompas.com/read/2011/06/13/06011957/Jakarta.dan.Bali.Paling.R
awan.DBD. 15 Juni 2012.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1501/MENKES/PER/X/2010. Diunduh dari
ml.scribd.com/doc/64362432/Permenkes-No-1501-Thn-2010. 15 Juni 2012.
5. Manajemen Puskesmas. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream
/123456789 /30695/4/Chapter%20II.pdf. 14 Juni 2012.

Anda mungkin juga menyukai