Bab II Tinjauan Pustaka: 2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Hipertensi dalam Kehamilan

Gangguan hipertensi menyulitkan 5 hingga 10 persen dari semua kehamilan, dan


bersama-sama membentuk satu penyakit mematikan , bersama dengan perdarahan dan
infeksi, yang berkontribusi sangat terhadap angka kesakitan dan kematian ibu. Dengan
hipertensi, sindrom preeklampsia, baik sendiri atau ditumpangkan pada hipertensi kronis,
adalah yang paling berbahaya. Hipertensi gestasional — diikuti oleh tanda dan gejala
preeklampsia hampir setengahnya waktu, dan preeklampsia diidentifikasi pada 3,9 persen
dari semua kehamilan.

Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah suatu suatu keadaan yang di temukan
sebagai komplikasi medis pada wanita hamil dan sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas
pada ibu dan janin. Secara umum HDK dapat didefinisikan sebagai kenaikan tenganan darah
sistolik 140 mmHg keatas dan tekanan darah sistolik >90 mmHg yang diukur paling kurang 6
jam pada saat yang berbeda. Hingga saat ini hipertensi dalam kehamilan masih merupakan
salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya. Upaya pencegahan
terhadap penyakit ini dengan sendirinya akan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
tersebut. Untuk itu diperlukan bukan hanya pengetahuan mengenai patofsiologis tetapi juga
cara-cara deteksi dini dan cara intervensi terhadap perubahan yang terjadi dalam proses
penyakit tersebut.
Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan morbiditas/kesakitan pada ibu
(termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak,edema paru (cairan di dalam paru), gagal ginjal
akut, dan penggumpalan pengentalan darah di dalam pembuluh darah) serta morbiditas pada
janin termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam rahim, kematian janin di dalam rahim.
Usia sangat memengaruhi kehamilan, usia yang baik untuk hamil berkisar antara 20-
35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah berkembang dan berfungsi secara
maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun kurang
baik untuk hamil. Karena kehamilan pada usia ini memiliki ini memiliki resiko tinggi, seperti
terjadinya keguguran atau kegagalan persalinan, bahkan bisa menyebabkan kematian. Wanita
yang usianya lebih tua memiliki tingkat risiko komplikasi melahirkan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lebih muda. Bagi wanita yang berusia diatas 35 tahun, selain fisik
mulai melemah, juga kemungkinan munculnya berbagai risiko gangguan kesehatan, seperti
darah tinggi, diabetes, dan berbagai penyakit lainnya termasuk preeklampsia.Tingginya
kejadian hipertensi dalam kehamilan mempunyai kaitan erat dengan angka kesakitan dan
kematian pada janin, dan masih banyaknya faktor resiko serta belum sempurnanya
pengelolaan menyebabkan prognosa yang buruk baik ibu maupun janinnya.

Hasil penelitian dari Basana Dkk. Bahwa hasil uji statistik dengan Chi-Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur terhadap kejadian hipertensi pada kehamilan (p =
0,000), dengan nilai OR = 12,375, CI 95%. Hal ini berarti bahwa umur responden yang berisiko
12,375 kali kemungkinannya menderita hipertensi pada kehamilan dibandingkan dengan umur
responden yang tidak beresiko.
Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan obesitas
terhadap kejadian hipertensi pada kehamilan (p = 0,000), dengan nilai OR = 18,333, CI 95% . Hal ini
berarti bahwa responden yang obesitas 18.333 kali kemungkinannya menderita hipertensi
dibandingkan dengan responden yang tidak obesitas.
Hasil uji statistik dengan Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara paritas
terhadap kejadian hipertensi pada kehamilan (p = 0.000), dengan nilai OR = 23.100, CI 95%. Hal ini
berarti bahwa responden yang memiliki paritas yang tinggi 23.100 kali kemungkinannya hipertensi
pada kehamilan dibandingkan dengan responden yang paritas rendah.
Hasil penelitian dari Lutiatunnisa bahwa hasil analisis bivariate dengan menggunakan
uji chie square didapatkan hasil bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan
(p: 0,002; POR: 4,91), riwayat hipertensi (p: 0,023; POR: 3,75), status gizi sebelum hamil (p:
0,004; POR: 6,8), penambahan berat badan selama hamil (p: 0,004; POR: 7,58), konsumsi
lemak (p: 0,003; POR: 6,43) dan konsumsi kalsium (p: 0,014; POR: 3,91) dengan hipertensi
pada kehamilan.
Hasil penelitian dari Basri Dkk. bahwa pada kategori stres, memperlihatkan bahwa
jumlah ibu hamil yang mengalami hipertensi dengan kondisi stres (72,7%) lebih banyak
daripada yang tidak stres (4,3%) Berdasarkan hasil statistik menunjukan bahwa ada
memperlihatkan bahwa ada hubungan antara kondisi stres dengan kejadian hipertensi pada
ibu hamil dengan nilai p=0,000.

2.2 Jenis-jenis Hipertensi dalam Kehamilan


Jenis-jenis hipertensi dalam kehamilan yaitu :
a. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu pasca persalinan. Hipertensi kronis ditemukan dalam 1-5% dari
kehamilan dan frekuensi meningkat dengan usia dan berat badan dan lebih tinggi di individu
berkulit hitam dibandingkan pada individu berkulit putih. Dalam kebanyakan kasus kondisi
mendahului timbulnya kehamilan (pre-kehamilan) dan lainlain hipertensi berkembang dalam
20 minggu pertama kehamilan. 2, 3 Pada hipertensi kronis ada risiko tinggi untuk
pengembangan hipertensi berat atau preeklamsia (PE) dan pengiriman kecil untuk usia
kehamilan (SGA) neonates.
b. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (transient hypertensi) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan
tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalin, kehamilan
dengan preeklamsi tetapi tanpa proteinuria. hipertensi gestasional adalah pengembangan
hipertensi baru pada wanita hamil setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa kehadiran protein
dalam urin atau tanda-tanda lain dari preeklampsia.
c. Pre Eklampsia
Pre eklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema dan proteuria yang
timbul karena kehamilan.
d. Eklampsia
Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti “halilintar” dipakai karena seolah-
olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Pada
umumnya kejang didahului makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala
nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di epigastrium dan
hiperrefleksia.
2.3 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak
ada satu pun teori yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut
adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta
mendapat aliran darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi
cabang arteri radialis. Arteri 1radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut,
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri
spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen spiralis
mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri apiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi
jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhna janin dengan baik. Proses
ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif
mengalami vasokontriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah utero plasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas Sebagaimana dijelaskan pada
teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan iskemia plasenta
adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel endotel
pembuluh darah. Produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal bebas dalam darah, maka
hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil akan merusak membran
sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jernih menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.
Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi
dengan produksi antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan Pada hipertensi dalam
kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
sedangkan antioksidan, misalnya vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun,
sehingga terjadi dominan kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di seluruh tubuh melalui
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial disfunction). Pada waktu
terjadikerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
1) Ganggguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) suatu
vasodilator.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu
vasokontriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
protasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (vasodilator). Pada preeklampsi
kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi,
maka terjadi kenaikan tekana darah.
3) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerularendotheliosis).
4) Peningkatan permeabilitas kapiler.
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar vasodilator
menurun, sedangkan endotelin (vasokontriksi) meningkat.
6) Peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam kehamilan dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika
dibandingkan dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Lamanya
periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini, makin kecil
terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis
oleh natural killer cell (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel
trofoblas kadalam jaringan desidua ibu, jadi HLA-G merupakan prokondisi untuk terjadinya
invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu disamping untuk menghadapi sel natural killer.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan HLA-G. Berkurngnya
HLA-G di desidua didaerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi
trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
mempermudah terjadinya reaksi inflamasi kemungkinan terjadi immunemaladaptation pada
preeklampsia.
Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan
terjadi preeklampsia, ternyata mempunyai proporsi sel yang lebih rendah di banding pada
normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembulu darah refrakter tehadap bahanbahan vasopresor. Refrakter berarti
pembuluh darah tidak peka tehadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar
vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan
normal terjadinya refrakter pembuluh daerah terhadap bahan vasopresor adalah akibat
dilindungi oleh adanya sitensis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya rafrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintensa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin).
Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.
Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh
darah menjadi peka terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan
menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

2.4 Faktor Risiko Hipertensi Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan merupakan gangguan multifaktorial.
Menurut (Katsiki et al, 2010), beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan adalah:
1. Faktor maternal
a. Usia maternal Usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun.
Komplikasi maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata
2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Dampak
dari usia yang kurang, dapat menimbulkan komplikasi selama kehamilan. Setiap remaja
primigravida mempunyai risiko yang lebih besar mengalami hipertensi dalam kehamilan dan
meningkat lagi saat usia diatas 35 tahun.
b. Riwayat persalinan
Sekitar 85% hipertensi dalam kehamilan terjadi pada kehamilan pertama. Jika ditinjau dari
kejadian hipertensi dalam kehamilan, graviditas paling aman adalah kehamilan kedua sampai
ketiga.
c. Riwayat keluarga
Terdapat peranan genetik pada hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut dapat terjadi karena
terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi dalam kehamilan. Orang-orang dengan sejarah
keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga
dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit
jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
d. Riwayat hipertensi
Riwayat hipertensi kronis yang dialami selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, dimana komplikasi tersebut dapat mengakibatkan
superimpose preeclampsi dan hipertensi kronis dalam kehamilan.
f. Gangguan ginjal
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal akut yang diderita pada ibu hamil dapat menyebabkan
hipertensi dalam kehamilan. Hal tersebut berhubungan dengan kerusakan glomerulus yang
menimbulkan gangguan filtrasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
g. Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan
risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.
h. Pola Makan
Saat sedang hamil seorang ibu perlu memperhatikan pola makan yang baik, membutuhkan
asupan gizi yang seimbang dan tidak berlebihan agar pada masa kehamilan kondisi ibu dan
bayi yang dikandung tetap sehat dan tidak terjadi hipertensi dalam kehamilan (Sutomo,
2010).
2. Faktor kehamilan
Faktor kehamilan seperti molahilatidosa, hydrops fetalis dan kehamilan ganda berhubungan
dengan hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsi dan eklampsi mempunyai risiko 3 kali lebih
sering terjadi pada kehamilan ganda. Dari 105 kasus bayi kembar dua, didapatkan 28,6%
kejadian preeklampsi dan satu kasus kematian ibu karena eklampsi.
2.5 Kerangka Teori

Usia Maternal

Riwayat Persalinan

Riwayat Keluarga
Hipertensi pada
Kehamilan Riwayat Hipertensi

Gangguan Ginjal

Aktivitas Fisik

Pola Makan

2.6 Kerangka Konsep

Usia Maternal

Riwayat Keluarga
Hipertensi pada Riwayat Persalinan
Kehamilan
Riwayat Hipertensi

IMT

Anda mungkin juga menyukai