Anda di halaman 1dari 7

1

2.1 Sejarah Penggunaan dan Reaksi Kerja Mono Sodium Glutamat


2.1.1 Sejarah Penggunaan Mono Sodium Glutamat
Mono Sodium Glutamat atau lebih dikenal dengan istilah MSG dikalangan
masyarakat ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang. Glutamat alami yang
berbentuk L- glutamic acid pertama kali ditemukan pada tahun 1866 oleh Karl
Ritthausen seorang peneliti Jerman yang mengisolasinya dari tepung gluten.
Garam asam glutamat pertama kali ditemukan oleh Kikunae Ikeda pada tahun
1908 dan mengidentifikasi rasa umami dari asam glutamat serta berhasil
mengisolasi asam glutamat dari tumbuhan laut (genus laminaria) atau disebut
“konbu” di Jepang yang memiliki cita rasa yang khas yang disebut umami yaitu
suatu elemen rasa yang dijumpai pada elemen alamiah seperti kaldu dimana
karakteristik umami berupa sedap, lezat dan enak berbeda dengan empat rasa yang
lain yaitu pahit, manis, asin, dan asam (Jinap et al. 2010). Profesor Ikeda asal
Jepang pertama kali menemukan MSG dan menyebutnya dengan sebutan 'umami'.
Nama tersebut ia dapatkan dari nama sebuah bumbu masak yang telah digunakan
sejak seratus tahun lalu. Namun, tidak langsung sukses begitu saja, temuan
profesor Ikeda ini ternyata masih membutuhkan puluhan tahun untuk bisa
diterima masyarakat.
Pada 1908, Profesor Ikeda berhasil mengisolasi kristal yang terbuat dari
glutamat, salah satu asam amino paling umum yang ditemukan dalam makanan
dan juga tubuh manusia. Setahun kemudian, ia berhasil menemukan cara untuk
memproduksi zat ini dengan menggabungkan glutamat dan natrium, yang
merupakan penyedap yang lezat dan mudah dicerna. Ia berhasil menemukan
monosodium glutamat, atau dikenal dengan MSG. Sayangnya, rasa umami pada
MSG sulit dipahami oleh masyarakat. Baru pada 2000, peneliti berhasil
menemukan reseptor rasa umami, atau gurih di lidah, sehingga menjadikannya
rasa dasar kelima.
Rasa umami atau gurih dideteksi langsung melalui reseptor rasa, tetapi
kebanyakan orang akan lebih sulit mengidentifikasi atau menjelaskan rasa ini
dibandingkan empat rasa dasar lainnya, yaitu asin, manis, pedas, dan pahit.
Namun, dengan penjelasan dari penemuan Prof Ikeda, rasa umami atau gurih dari
MSG dapat dipahami secara perlahan. Kehadiran MSG mulai eksis kalangan juru
2

masak. Seiring dengan hadirnya MSG, rasa umami semakin melejit bagai
primadona di dunia kuliner.

2.1.2 Reaksi Kerja Mono Sodium Glutamat


Tubuh memetabolisme glutamat yang berasal dari MSG dengan cara yang
sama dengan terhadap glutamat alami. Tubuh hanya akan mengenali glutamat,
tetapi tidak dapat membedakan dari mana asalnya, apakah berasal dari keju,
tomat, jamur, atau berasal dari MSG (Jinap et al. 2010). MSG diabsorbsi sangat
cepat di dalam saluran cerna dan menyebabkan meningkatnya kadar glutamat
dalam plasma darah (Abbas et al. 2011). Dalam sirkulasi MSG akan berdisosiasi
menjadi natrium dan L- glutamat, L-glutamat akan melewati mesothelial
peritoneal sel dan tiba di aliran darah melalui suatu sistem transportasi
menggunakan ATP. sebagian L- glutamat akan berkonjugasi di dalam sel dan
akan mengalami proses eliminasi dan sebagian lagi akan berubah menjadi
glutamin (Abass et al. 2011)
Reseptor glutamat ada 2 jenis yaitu ionotropik dan metabotropik. Reseptor
Jenis ionotropik (terkait kanal ion) ada tiga, yaitu N-methyl-D-aspartate receptor
(NMDA), α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionate receptor (AMPA)
and kainite receptor (KA). Reseptor NMDA ini banyak ditemukan diotak yaitu
pada bagian cortex cerebral dan hippocampus, selain itu ditemukan juga pada
jaringan ekstraneuronal seperti sel beta pankreas, saluran urogenital pria bagian
bawah, ginjal dan limfosit (Abass et al. 2011).
Glutamat memicu reseptor NMDA dengan efek membuka reseptor
sehingga terjadi pembukaan kanal ion Ca+2 , ion kalsium yang masuk akan
mengaktifkan enzim enzim seperti protease, lipase dan endonuklease yang dapat
berpengaruh terhadap posfolipid yang merupakan penyusun membran sel (Kumar
et al. 2004), proses ini disertai pelepasan radikal oksigen bebas berbentuk radikal
superoxide (O2.-), oleh SOD akan dirubah menjadi bentuk H2O2, dengan adanya
logam Fe2+ melalui reaksi Fenton akan terbentuk radikal hidroksi (OH-) dan
diakhiri dengan peroksidasi lipid, peroksidasi protein dan kerusakan DNA,
sehingga menyebabkan peroksidasi membran sel yang kemudian pecah dan isi sel
mengalir keluar dan mengalami kematian sel akibat nekrosis (Abass et al. 2011).
3

Gambar 1. Struktur Mono Sodium Glutamat (MSG)

Kadar asam glutamat dalam darah manusia mulai meningkat setelah


mengkonsumsi MSG 30 mg/kgBB/hari, yang berarti sudah mulai melampaui
kemampuan metabolisme tubuh. Bila masih dalam batas terkendali, peningkatan
kadar ini akan menurun kembali ke kadar normal atau seperti kadar semula dalam
3 jam, berarti rata-rata dalam sehari dibatasi penambahan maksimal 2,5-3,5 g
MSG (BB 50-70 kg), dan tidak boleh dalam dosis tinggi sekaligus. Sementara,
satu sendok teh rata-rata berisi 4-6 g MSG (Maidawilis 2010).
Menurut Fahim (1999), MSG menyebabkan penurunan kandungan
histamin yang berarti dalam sistem saraf pusat dan menyebabkan kerusakan pada
otak. MSG menyebabkan terjadinya obesitas dan gangguan pertumbuhan serta
perkembangan tubuh pada tikus neonatal. Selain itu beberapa peneliti lain
mengatakan bahwa MSG dapat menyebabkan gangguan endokrinal melalui
mekanisme hipotalamus-hipofisis (Maidawilis 2010).
BAB III
PEMBAHASAN MONO SODIUM GLUTAMAT DAN PEPTIDA LAINNYA

1.1 Tujuan Intervensi


Ditinjau dari citarasa yang dihasilkan, MSG mampu menambah kuatnya
rasa makanan sehingga menyebabkan meningkatnya nafsu makan (Yanamoto et
al. 2009). Akan tetapi, penambahan MSG pada makanan sebagaimana
penambahan bahan kimia pada umumnya, bukan berarti tanpa efek samping.
MSG merupakan penguat rasa yang penggunaannya cukup luas di
masyarakat, mulai dari produk makanan ringan hingga masakan olahan. Luasnya
penggunaan MSG seringkali tidak disertai dengan pencantuman kadarnya pada
kemasan, bahkan penggunaan MSG untuk konsumsi rumah tangga tidak memiliki
takaran yang jelas.
MSG pada makanan yang dikonsumsi sering mengganggu kesehatan
karena MSG akan terurai menjadi sodium dan glutamat. Garam dari MSG mampu
memenuhi kebutuhan garam sebanyak 20-30%, sehingga konsumsi MSG yang
berlebihan menyebabkan kenaikan kadar garam dalam darah (Lisdiana 2004).
Asam glutamat adalah asam amino yang terdapat paling banyak dalam cairan otak
dan sumsum tulang belakang dan bekerja sebagai neurotransmitter. Asam
glutamat digolongkan pada asam amino non esensial karena tubuh manusia
sendiri dapat menghasilkan asam glutamat. MSG yang dikonsumsi secara
berlebihan berpotensi meningkatkan kadar glutamat dalam darah hingga menjadi
zat toksik yang sampai pada otak sehingga menyebabkan kematian neuron melalui
aktivaasi reseptor asam amino eksitatorik yang berlebihan (Prastiwi et al. 2015).
WHO menetapkan ADI untuk manusia sebesar 120 mg/kg BB (Nurhayani dan
Jinap 2010).
Selain MSG, jenis flavour enhancer lainnya yaitu peptida, salah satu jenis
peptida yang sering digunakan yaitu aspartam. Aspartam merupakan pemanis
sintetis non karbohidrat yang terdiri dari dua asam amino yaitu asam aspartat dan
fenilalanin. Khusus asam aspartat, juga merupakan senyawa yang berfungsi
sebagai penghantar neurotransmitter yang memacu eksitasi pada ujung sinaps
syaraf otak. Aspartam tergolong ke dalam ADI yaitu batas konsumsinya sebesar

4
5

50 mg/kg berat badan. Senyawa kimia sejenis alkohol yang terdapat dalam
aspartam, di dalam lambung berubah menjadi formaldehid (formalin) yang
kemudian mengalami perubahan menjadi senyawa asam yang bernama asam
format, sehingga pada akhirnya menimbulkan peningkatan derajat keasaman
dalam darah, atau asidosis metabolik. Formaldehid yang terbentuk dapat
terakumulasi dalam sel, kemudian bereaksi dengan berbagai enzim dan DNA di
mitokondria maupun inti sel, sehingga konsumsi yang berlebih pada aspartam
akan berpotensi kanker pada pengguna jangka panjang.
Dengan demikian perubahan yang diinginkan terjadi terhadap indikator
yang diintervensi, dalam hal ini adalah frekuensi penggunaan MSG dan peptida,
adalah mengalami penurunan di kemudian hari, melihat efek yang dapat
ditimbulkan dari kedua jenis BTP di atas.

1.2 Ide-Ide Strategis


Dalam mencapai perubahan pada indikator yang diintervensi tersebut,
maka diperlukan ide-ide strategis agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Penggunaan bahan-bahan alami sebagai pengganti MSG dan juga peptida dapat
dijadikan suatu ide sebagai solusi pengganti MSG dan peptida sehingga
penggunaan keduannya dapat dikurangi.
Penggunaan peptida jenis aspartam misalnya, tentu saja dapat dikurangi
dengan penggunaan gula sebagai bahan pemanis alami, sedangkan eberapa bahan
alami yang dapat digunakan sebagai pengganti MSG diantaranya yaitu kaldu, gula
pasir, garam, dan rempah-rempah. Kaldu dapat dibuat sendiri, yaitu dari daging
sapi, ayam, udang, ebi, ikan teri, kerang dan sebagainya. Cita rasa gurih kaldu tak
kalah nikmat dengan MSG. Gula pasir dan garam yang dicampurkan dalam
masakan membuat cita rasa masakan menjadi lebih nikmat. Campuran gula pasir
dan garam dapat memberikan cita rasa gurih, asin manis, dan sedap sekaligus.
Rempah-rempah seperti cengkeh, lada hitam, ketumbar, pala, jinten, kayu manis,
dan sebagainya, dapat membuat masakan tetap terasa nikmat meski tanpa
tambahan MSG. Selain menambah cita rasa, rempah-rempah juga membuat
masakan beraroma lebih harum. Bawang merah, bawang putih, dan bawang
bombay, ketiganya memiliki cita rasa khas masing-masing.
6

Di negara dengan hasil bumi berupa bumbu dan rempah yang melimpah
ruah ini, sebetulnya kita tidak terlalu memerlukan MSG. Cukup kreasikan aneka
masakan dengan takaran bumbu-bumbu dan bahan olahan masakan yang pas
maka kita sudah bisa menikmati hidangan lezat dan tentu lebih aman dikonsumsi.

1.3 Tahapan Strategis dan Sumberdaya


Tahapan strategis yang dapat dilakukan demi terlaksananya ide-ide
strategis di atas adalah dengan cara pemberian pemahaman kepada masyarakat
mengenai bahaya konsumsi MSG dan peptida berlebih bagi kesehatan.
Pemahaman tersebut dapat diberikan melalui pendidikan, penyuluhan, iklan-iklan
di media sosial, dan tindakan-tindakan persuasif lainnya.
Kebanyakan konsumen atau ibu rumah tangga tidak mengetahui informasi
akan dampak negatif dalam kesehatan manusia. Ketika konsumen memiliki
pengetahuan yang lebih banyak, maka ia akan lebih baik dalam mengambil
keputusan, ia akan lebih efisien dan lebih cepat mengolah informasi dan mampu
mercall informasi yang lebih baik (Sumarwan 2011).
Konsumen seharusnya dibekali pengetahuan mengenai MSG sejak dini.
Mereka hanya tahu bahwa MSG berbahaya namun tidak mengetahui secara pasti
seperti apa MSG itu. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu media informasi yang
ditujukan kepada anak-anak usia dini mengenai MSG. Media informasi sendiri
memiliki arti sebagai alat bantu yang dijadikan sebagai penyalur pesan. Media
informasi ditujukan kepada anak usia dini tentunya bertujuan untuk
memperkenalkan MSG sejak dini. Selain itu pula anak usia dini juga sedang
berkembang pola pikirnya atau yang sering disebut dengan Golden Age. Dengan
diperkenalkannya informasi mengenai MSG tersebut, diharapkan anak-anak usia
dini ini akan memahami penggunaan MSG secara bijak nantinya.
Namun pada kenyataan terdapat pula masyarakat yang telah mengetahui
bahwa MSG berbahaya tetapi masih tetap mengkonsumsinya. Semua kembali
kepada keputusan individu itu sendiri yang mengkombinasikan pengetahuan
untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu
diantaranya.
7

Anda mungkin juga menyukai