Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan proses fisiologis yang terjadi pada tiap
kehamilan. Nyeri pada persalinan bukan lah hal yang baru dikenal sekarang
tetapi sudah sejak zaman dahulu.
Petugas kesehatan tidak henti – hentinya berusaha mengurangi atau
mencegah rasa persalinan, baik secara fisik maupun psikologis. Saat ini wanita
menganggap persalinan sebagai komponen utama terdiri dari nyeri dan kerja
keras. Pemikiran demikian dapat mengganggu baik pada ibu maupun janin
karena stress dapat mengakibatkan pengurangan aliran darah ibu dan janin.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengulangan rasa nyeri persalinan
untuk mengurangi ataupun juga menghilangkan rasa nyeri tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Dari Nyeri ?
2. Apa Definisi Dari Nyeri Persalinan ?
3. Bagaimana Fisiologis Nyeri Persalinan ?
4. Bagaimana Penyebab Nyeri Persalinan ?
5. Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Nyeri
Persalinan ?
6. Apa Saja Tahap – Tahapan Nyeri Persalinan ?
7. Bagaimana Managemen Nyeri Pada Persalainan ?
8. Apa Itu Partograf ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa Definisi Dari Nyeri ?
2. Untuk mengetahui Apa Definisi Dari Nyeri Persalinan ?

1
3. Untuk mengetahui Bagaimana Fisiologis Nyeri Persalinan ?
4. Untuk mengetahui Bagaimana Penyebab Nyeri Persalinan ?
5. Untuk mengetahui Apa Saja Faktor Yang Mempengaruhi Respon
Terhadap Nyeri Persalinan ?
6. Untuk mengetahui Apa Saja Tahap – Tahapan Nyeri Persalinan ?
7. Untuk mengetahui Bagaimana Managemen Nyeri Pada Persalainan ?
8. Untuk mengetahui Apa Itu Partograf ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nyeri


Nyeri adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulasi spesifik
bersifat subjektif dan berbeda antara masing-masing individu karena dipengaruhi
factor psikososial dan kultur dan endorphin seseorang, sehingga orang tersebut lebih
merasakan nyeri (Yanti Puspita S. 2018)
Nyeri adalah

2.2 Pengertian Nyeri Persalinan


Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang
terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan janin
selama persalinan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan otot (Yanti
Puspita S,2018).
Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi Rahim, kontraksi sebenarnya
telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi Braxton hicks
akibat perubahan-perubahan dari hormon estrogen dan progesterone tetapi sifatnya
tidak teratur, tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg, dan kekuatan
kontraksi Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan dan sifatnya
teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya pecah
menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga kleuar sebelum proses persalinan.
Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam waktu 24
jam (Gadysa, 2009).
Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot Rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada
pinggang, daerah perut dan akan menjalar kearah paha. Kontraksi ini menyebabkan
adanya pembukaan mulut rahim (serviks). Dengan adanya pembukaan serviks ini
maka akan terjadi persalinan.

3
2.3 Fisiologis Nyeri Persalinan

Sensasi nyeri di hasilkan oleh jaringan serat saraf kompleks yang melibatkan
system saraf perifer dan sentral. Nyeri persalinan, system saraf otonom dan terutama
komponen simpatis berperan dalam sensasi nyeri (Yanti Puspita S. 2018)

1. System saraf otonom


a. System saraf otonom mengontrol aktifitas otot polos dan visceral, uteru
yang dikenal sebagai system saraf involunter karena organ ini berfungsi
tanpa control kesadaran. Terdapat dua komponen yaitu system simpatis
dan parasimpatis. Saraf simpatis menyuplai uterus dan membentuk bagian
yang sangat penting dari neuroanatomi nyeri persalinan.
b. Neuronaferen mentransmisikan informasi dari rangsang nyeri dari system
saraf otonom menuju sitem saraf pusat dari visera terutama melalui serat
saraf simpatis. Neuron aferen somatik dan otonom bersinaps dalam region
kornu dorsalis dan saling mempengaruhi, nyeri yang paling dominan
dirasakan selama bersalin terutama selama kala I (Mander,2003).
c. Neuron aferen otonom berjalan keatas melalui medulla spinalis dan batang
otak berdampingan dengan neuron aferen somatik, tetapi walaupun
sebagian besar serat aferen somatik akhirnya menuju thalamus, banyak
aferen otonom berjalan menuju hipotalamus sebelum menyebar ke
thalamus dan kemudian terakhir pada kortek serebri.
d. Gambaran yang berada lebih lanjut dari system saraf otonom adalah fakta
bahwa neuron aferen yang keluar dari system saraf pusat hanya melalui
tiga region.

2.4 Penyebab Nyeri Persalinan

Rasa nyeri persalinan muncul karena :

1. Kontraksi otot Rahim

4
Kontraksi Rahim menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks serta iskemia
Rahim akibat kontraksi arteri myometrium. Karena Rahim merupakan organ
internal maka nyeri yang timbul disebut nyeri visceral. Nyeri visceral juga
dapat dirasakan pada organ lain yang bukan merupakan asalnya disebut nyeri
alih (reffered pain). Pada persalinan nyeri alih dapat dirasakan pada punggung
bagian bawah dan sacrum. Biasanya ibu hanya mengalami rasa nyeri ini
hanya selama kontraksi dan bebas dari rasa nyeri pada interval antar
kontraksi.
2. Regangan otot dasar panggul
Jenis nyeri ini timbul pada saat mendekati kala II. Tidak seperti nyeri visceral,
nyeri ini terlokalisir di daerah vagina, rectum dan perineum sekitar anus.
Nyeri jenis ini disebut nyeri somatic dan disebabkan oleh peragangan struktur
jalan lahir bagian bawah akibat penurunan bagian terbawah janin.
3. Episiotomy
Ini dirasakan apabila ada tindakan episiotomy, laserasi maupun rupture pada
jalan lahir.
4. Kondisi psikologis
Nyeri dan rasa sakit yang berlebihan akan menimbulkan rasa cemas. Takut,
cemas, dan tegang memicu produksi hormone prostaglandin sehingga timbul
stress. Kondisi stress dapat mempengaruhi kemampuan tubuh menahan rasa
nyeri.

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Terhadap Nyeri Persalinan


Faktor yang mempengaruhi respon terhadap nyeri persalinan sebagai
berikut (Yanti Puspita S. 2018) :
1) Budaya
Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi oleh budaya
individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin. Penting bagi
perawat maternitas untuk mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik

5
budaya mempengaruhi seorang ibu dalam mempersepsikan dan mengekspresikan
nyeri persalinan.

2) Emosi (cemas dan takut)


Stress atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan kontraksi
uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit yang dirasakan. Karena saat wanita
dalam kondisi inpartu tersebut mengalami stress maka secara otomatif tubuh
akan melakukan reaksi defensive sehingga secara otomatis dari stress tersebut
merangsang tubuh mengeluarkan hormone stressor yaitu hormone katekolamin
dan hormone adrenalin, katekolamin ini akan dilepaskan dalam konsentrasi
tinggi saat persalinan jika calon ibu tidak bias menghilangkan rasa takut nya
sebelum melahirkan, berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan
“bertempur atau lari” (fight or flight).

3) Pengalaman persalinan
Pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat mempengaruhi respons ibu
terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan
sulit pada persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman
lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri.

4) Support system
Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping persalinan dapat
membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu mengatasi rasa
nyeri.

5) Persiapan persalinan
Persiapan persalinan tidak menjamin persainan akan berlangsung tanpa nyeri.
Namun, persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan
nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih berbagai teknik atau metode latihan
agar ibu dapat mengatasi ketakutannya.

6
2.6 Tahap – Tahapan Nyeri Persalinan
1. Transduksi
Transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (naxious stimuli)
dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung syaraf.
Stimuli ini dapat berupastimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia
(substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-mediator
nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran
nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunyya
nilai ambang rangsang reseptor karena pengaruh mediator-mediator tersebut di
atas an penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang
yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer
ini mengakibatkan pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas
neuron pada spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler
yang menyebabkan nyeri dirasakan lbih lama. Rangsangan nyeri diubah menjadi
depolaisasi membrane resptor yang kemudian menjadi impuls syaraf.

2. Transmisi
Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dan nosiseptor syaraf
perifer melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi
sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron
presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmitter.

3. Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi
melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam
neurotansmiter antara lain endorphin, yang dikeluarkan oleh sel otak dan neuron
di spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula spinalis atau
supraspinalis.

7
4. Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris, informasi
kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan
amigdala). Persepsi menetukan berat ringannya nyeri yang dirasakan.

2.7 Manajemen Nyeri


a) Metode farmakologis
1. Pethidin
Pethidin merupakan salah satu metode pengurangan rasa sakit yang
dilakukan dengan menyuntikkan pethidine di paha atau pantat. Efek
pethidin, yang merupakan turunan morfin ini, tidak hanya dirasakan oleh
ibu, tetapi juga oleh janin. Janin ikut mengantuk dan agak lemas. Oleh
karena itu, cara ini sudah jarang digunakan.
2. ILA (Intra Thecal Labor Anlegesia)
Tujuan utama tindakan ILA ialah untuk menghilangkan nyeri
persalinan tanpa menyebabkan blok motorik, sakitnya hilang tetapi tetap
bisa mengejan, yang dapat dicapai dengan menggunakan obat-obat
anastesia (Judha, 2012).
3. Anastesi Epidural
Obat anastesi disuntikkan pada rongga kosong tipis (epidural) diantara
tulang punggung bagian bawah (Judha, 2012).
4. Entonox
Pengurangan rasa sakit lewat inhalasi atau penghirupan, menggunkan
campuran oksigen dan oksida nitrogen (nitrous oxide). Entonox bekerja
langsung pada otak ibu, dengan mematikan rasa sakit yang ditangkap oleh
otak. Obat bius hirup ini memberikan efek ringan dan bau bekerja 30
menit setelah digunakan serta tidak berdampak apapun pada janin
(Andriana, 2007).

8
b) Non Farmakologis
1. Aromaterapi
2. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS)
Membantu menurunkan nyeri dengan cara menstimulasi pelepasan
endorphin. TENS merupakan alat penurun nyeri yang bersifat noninfasif
dan murah, tidak mempunyai efek samping dan dapat dikontrol oleh ibu
sendiri.
3. Relaksasi
Sebagian besar ibu hamil mengalami ketakutan terhadap nyeri persalinan
yang akan mereka alami. Selama persalinan, ketakutan akan menyebabkan
dan meningkatkan rasa nyeri persalinan. Sementara itu, relaksasi
menyebabkan penurunan ketegangan yang dialami ibu bersalin maupun
bayinya dan lebih efektif bila dilakukan sejak masa kehamilan.
4. Teknik Pernapasan
Pada umumnya, metode relaksasi berfokus pada pengontrolan pernapasan
dan memastikan proses pernapasan berfungsi dengan baik. Saat ibu
bersalin mengalami rasa takut, pernapasan menjadi dangkal dan cepat,
bahu tertarik ke depan atas mendekati telinga dan leher disertai rasa kaku
dan kencang.
5. Kompres Panas/ Dingin
Kompres panas meningkatkan suhu kulit lokal, sirkulasi, dan metabolisme
jaringan. Kompres panas mengurangi spasme otot dan meningkatkan
ambang nyeri. Kompres paans lokal atau selimut hangat akan
menenangkan wanita. Sedangkan kompres dingin terutama berguna untuk
nyeri musculoskeletal atau sendi. Kompres dingin mengurangi ketegangan
otot (lebih lama dibandingkan dengan kompres panas. Kompres dingin
juga mengurangi pembengkakan dan menyejukkan bagi kulit.
6. Indermal Water Blocks

9
Intradermal water blocks atau injeksi intrakutan air steril menurunkan
nyeri tulang belakang (low back pain) selama persalinan. Injeksi
disemprotkan dalam waktu 20-30 detik.
7. Hidroterapi
Air merupakan hal yang mengagumkan dalam penurunan nyeri. Saat
persalinan air dapat membuat ibu menjadi rileks, membawa perasaan
seolah berada pada dunia sendiri tanpa seorangpun yang masuk
didalamnya. Hidroterapi dapat dilakukan dengan cara menyiram tubuh
dengan shower ke area punggung, atau perut untuk menurunkan stimulus
nyeri akibat kontraksi. Selain itu, hidroterapi dapat juga dilakukan dengan
cara berendam dalam kolam atau bak untuk persalinan dan berakhir
sampai bayi lahir. Teknik ini lebih dikenal dengan nama waterbirth.
8. Umumnya ada dua teknik pemijatan yang dilakukan dalam persalinan,
yaitu effleurage dan countepressure. Effleurage adalah teknik pemijatan
berupa usapan lembut, lambat dan panjang atau tidak teputus-putus.
Teknik ini menimbulkan efek relaksasi. Sedangkan message
countepressure adalah pijatan tekanan kuat dengan cara meletakkan tumit
tangan atau bagian datar dari tangan, atau juga menggunakan bola tenis.
Tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus atau lingkaran kecil. Teknik
ini efektif menghilangkan rasa sakit punggung akibat persalinan.

2.8 Partograf
a. Pengertian
Beberapa pengertian dari partograf adalah sebagai berikut:
1) Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan
dan informasi untuk membuat keputusan klinik (JNPK- KR, 2007).
2) Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama persalinan
(Sarwono,2008).

10
3) Partograf atau partogram adalah metode grafik untuk merekam kejadian-
kejadian pada perjalanan persalinan (Farrer, 2001).

b. Tujuan
Adapun tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
1) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai
pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
2) Mendeteksi apakah proses persalinan bejalan secara normal. Dengan
demikian dapat pula mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya
partus lama.
3) Data pelengkap yang terkait dengan pemantuan kondisi ibu, kondisi bayi,
grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang
diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan
asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara
rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir (
JNPK-KR, 2008).
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong
persalinan untuk :
1) Mencatat kemajuan persalinan
2) Mencatat kondisi ibu dan janinnya
3) Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
4) Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit
persalinan
5) Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik
yang sesuai dan tepat waktu (JNPK-KR, 2008).

c. Penggunaan partograf
Partograf harus digunakan:
 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan
elemen penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk

11
semua persalinan, baik normal maupun patologis. Partograf sangat
membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan
membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan penyulit maupun yang
tidak disertai dengan penyulit
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah,
Puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll)
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri,
Bidan, Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran) (JNPK-
KR,2008).

d. Pengisian partograf
Pengisian partograf antara lain:
1) Pencatatan selama Fase Laten Kala I Persalinan Selama fase
laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini
dapat dilakukan secara terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan
maupun di Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu
harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan.
Semua asuhan dan intervensi juga harus dicatatkan. Kondisi ibu dan bayi
juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :
 Denyut jantung janin : setiap 30 menit
 Frekwensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 30 menit
 Nadi : setiap 30 menit
 Pembukaan serviks : setiap 4 jam
 Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
 Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam
 Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 – 4 jam
 Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan (JNPK-KR,2008).

12
2) Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi yang dimulai
pada fase aktif persalinan; dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil – hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, meliputi:
a. Informasi tentang ibu :
 Nama, umur
 Gravida, para, abortus (keguguran)
 Nomor catatan medik nomor Puskesmas
 Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah :
tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat
ibu)
b. Waktu pecahnya selaput ketuban
c. Kondisi janin:
 DJJ (denyut jantung janin)
 Warna dan adanya air ketuban)
 Penyusupan ( moulase) kepala janin.
d. Kemajuan persalinan
 Pembukaan serviks
 Penurunan bagian terbawah janin atau persentase janin
 Garis waspada dan garis bertindak
e. Jam dan waktu
 Waktu mulainya fase aktif persalinan
 Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
f. Kontraksi uterus : frekuensi dan lamanya
g. Obat – obatan dan cairan yang diberikan:
 Oksitisin
 Obat- obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.

h. Kondisi ibu :

13
 Nadi, tekanan darah, dan temperature
 Urin ( volume , aseton, atau protein)
i. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam
kolom tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan
persalinan) (Sarwono, 2009).

e. Mencatat temuan pada partograf


Adapun temuan-temuan yang harus dicatat adalah
1) Informasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai
asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai : „jam atau pukul‟
pada partograf ) dan perhatikan kemungkinan ibu datang pada fase laten.
Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung
janin ( DJJ ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin)
 Denyut jantung janin
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda-
tanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf
menunjukan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis
yang sesuai dengan angka yang menunjukan DJJ. Kemudian
hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas
bersambung. Kisaran normal DJJ terpapar pada patograf diantara
180 dan 100. Akan tetapi penolong harus waspada bila DJJ di
bawah 120 atau di atas 160.
 Warna dan adanya air ketuban
Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah.
Catat semua temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
lajur DJJ. Gunakan lambang-lambang berikut ini :

14
U : Selaput ketuban masih utuh ( belum pecah )J :
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih M:
Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
meconium
D : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir
lagi ( kering )
 Penyusupan (Molase) tulang kepala janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala
bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang)
panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupannya atau tumpang
tindih antara tulang kepala semakin menunjukan risiko disporposi
kepala panggul ( CPD ). Ketidak mampuan untuk berakomodasi
atau disporposi ditunjukan melalui derajat penyusupan atau
tumpang tindih ( molase ) yang berat sehingga tulang kepala yang
saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan
disporposi kepala panggul maka penting untuk tetap memantau
kondisi janin serta kemajuan persalinan.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan
antar tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada dikotak
yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-
lambang berikut ini :
1 : Tulang-tulang kepala janin terpish, sutura dengan mudah dapat
dipalpasi
2 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih
dapat dipisahkan
4 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak
dapat dipisahkan (JNPK-KR,2008).

15
3) Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di kolom paling kiri adalah
besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka sesuai dengan besarnya
dilatasi serviks dalam satuan sentimeter dan menempati lajur dan kotak
tersendiri. Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain
menunjukan penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan
kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah janin tercantum angka
1-5 yang sesaui dengan metode perlimaan. Setiap kotak segi empat atau
kubus menunjukan waktu 30 menit untuk pencatatan waktu pemeriksaan,
DJJ, kontraksi uterus dan frekwensi nadi ibu.
 Pembukaan servik
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf
setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda „X‟ harus
dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya
pembukaan serviks.
Perhatikan :
 Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks
yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada fase
aktif persalinan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dalam
 Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks dari hasil pemeriksaan dalam
harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang
sesuai dengan bukaan serviks ( hasil periksa dalam ) dan
cantumkan tanda „X‟ pada ordinat atau titik silang garis
dilatasi serviks dan garis waspada

16
 Hubungkan tanda „X‟ dari setiap pemeriksaan dengan
garis utuh (tidak terputus) (JNPK-KR,2008).
 Penurunan bagian terbawah janin
Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan)
yang menunjukan seberapa jauh bagian terendah bagian janin
telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal,
kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian
terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7
cm (JNPK-KR,2008).
Berikan tanda „O‟ yang ditulis pada garis waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika hasil palpasi kepala diatas simfisis pubis
adalah 4/5 maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan
tanda „O‟ dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
 Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi
jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase
aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan
serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya
penyulit .Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan
(berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal
ini menunjukan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan
persalinan (JNPK-KR,2008).

f. Jam dan waktu


Setiap kotak pada partograf untuk kolom waktu (jam) menyatakan satu jam
sejak dimulainya fase aktif persalinan (JNPK-KR,2008).

17
g. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan “
kontraksi per 10 menit “ di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah
kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak
kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerminkan
temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi. Sebagai contoh jika ibu mengalami 3
kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak
kontraksi (JNPK-KR,2008).

h. Obat-obatan dan cairan yang diberikan


 Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam tetes
per menit.
 Obat-obatan lain
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan I.V dalam
kotak yang sesuai dengan kolom waktunya (JNPK- KR,2008).

i. Halaman belakang partograf


Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal- hal yang
terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala I hingga IV ( termasuk bayi baru lahir). Itulah
sebabnya bagian ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilau dan catatkan
asuhan yang telah diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama
persalinan kala IV untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah
terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan
kala IV ( mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan
persalinan ( yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan

18
untuk menilai memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan
persalinan yang bersih dan aman (JNPK- KR,2008).

j. Kontraindikasi pelaksanaan patograf


Berikut ini adalah kontraindikasi dari pelaksanaan patograf.
 Wanita hamil dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
 Perdarahan antepartum
 Preeklampsi berat dan eklampsi
 Persalinan premature
 Persalinan bekas sectio caesaria (SC)
 Persalinan dengan hamil kembar
 Kelainan letak
 Keadaan gawat janin
 Persalinan dengan induksi
 Hamil dengan anemia berat
 Dugaan kesempitan panggul (Ujiningtyas, 2009).

k. Keuntungan dan kerugian pelaksanaan partograf


Keuntungan
 tersedia cukup waktu untuk melakukan rujukan (4 jam) setelah perjalanan
persalinan melewati garis waspada.
 Di pusat pelayanan kesehatan cukup waktu untuk melakukan tindakan.
 Mengurangi infeksi karena pemeriksaan dalam yang terbatas
Kerugian
 Kemungkinan terlalu cepat lakukan rujukan, yang sebenarnya dapat
dilakukan di tempat (Ujiningtyas, 2009).

19
l. Gambar partograf

20
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang
terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta penurunan
janin selama persalinan. Respons fisiologis terhadap nyeri meliputi peningkatan
tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat, diameter pupil, dan ketegangan
otot.
Nyeri persalinan ini sebenarnya dapat ditanggulangi untukmengurangi atau
bahkan menghilangkan rasa nyeri persalinan sehingga ibu dapat merasakan
sedikit nyaman dalam persalinan. Manajemen persalian ada secara farmakalogis
dan non farmakologis. Dengan metode farmakologis bisa dengan cara
menuntikkan pethidine, dengan cara ILA, anastesi epidural dan lain – lainnya.
Dan dengan non farmakologis bisa dengan cara aromaterapi, relaksasi, teknik
pernapasan, kompres panas/dingin dan lain – lainnya
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga penulis dan para pembaca mendapatkan
ilmu yang bermanfaat. Dan penulis menyadari masih banyak kurang dari kata
kesempurnaan penulis menerima kritik dan saran terhadap makalah yang
disusun.

22
DAFTAR PUSTAKA

Puspita Sari, Yanti. 2018. Asuhan Keperawatan Maternitas. Padang : Andala


Universitas Press.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan maternitas Edisi 2. Jakarta : ECG.
Saifuddin, AB. 2002. Buku panduan praktis Pelayanan Kesehatan maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

23

Anda mungkin juga menyukai