Anda di halaman 1dari 23

Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan

Islam Perenialis Esensialis Kontekstual Falsifikatif dalam


Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Madrasah

Oleh : Asfahani*
Dosen Tarbiyah IAI Sunan Giri Ponorogo

Abstract: The flow of perennial-contextual-contextual-falsifikatif is the flow


that wants to take the values of the past (salaf or classical) and to contact with
the development of science and technology by conducting falsification test. This
flow takes the middle course and the falsification test and develops the insights
of current Islamic education in line with the demands of the development of
science and technology as well as change and preserve the values (ilahiyah
and insaniyah) and simultaneously cultivate in context, the development of
science and technology and change social existence. Typology of peralial
thinking of this contextual contextual falsifikatif according to Muhaimin can be
seen in the thought of Abudi Nata, he is very concerned with the thinking of
Muslim philosophers such as al-Ghozali, Ibn Khaldun, Ikhwanus Shafa and so
forth. But he is also very concerned about the socio-cultural conditions facing
Islamic society today.In the view of Islam, it is often echoed with the term “al-
Muhāfazah al-al-qadīm al-sālih wa al-akhzu bi al-Jadīd al-aslah”, which
maintains the good old things that have existed while developing the values of
Islam, new value is better. This principle is the most dominant to maintain and
still use it until now that is madrasah.

Keywords: School of Philosophy of Education, Perenialist-Essentialist-


Contextual-Falsifikatif, Education of Islamic Religious Education.

— 93 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

PENDAHULUAN
Dinamika dan perubahan pranata sosial merupakan suatu kenyataan yang tidak
bisa dibantah, sebab telah menjadi sifat dasar dari segala yang ada di muka
bumi. Pendidikan Islam sebagai usaha dan karya manusia, tentu juga tidak
luput dari hukum tersebut, kalau mampu mengikuti irama perubahan, maka ia
akan survive. Sebaliknya kalau lamban, maka cepat atau lambat pendidikan
Islam akan tertinggal dan ditinggalkan di landasan. Agar pendidikan Islam tetap
survive maka perlu keberanian mengadakan perubahan-perubahan esensial
secara periodik. Tetapi kalau ingin maju (berkembang) dan bukan hanya
survive, maka harus diadakan perubahan yang lebih fundamental sebagai
antisipasi ke masa depan sesuai dengan trend yang berkembang. Untuk itu,
tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa eksistensi pendidikan merupakan salah
satu syarat yang mendasar bagi meneruskan dan mengekalkan kebudayaan
manusia. Di sini, fungsi pendidikan berupaya menyesuaikan
(mengharmonisasikan) kebudayaan lama dengan kebudayaan baru secara
proporsional dan dinamis.1

Dalam pemikiran aliran ini adalah mengambil jalan tengah serta uji falsifikasi 2
dan mengembangkan wawasan-wawasan kependidikan Islam masa sekarang
selaras dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perubahan dan melestarikan nilai-nilai (ilahiyah dan insaniyah) dan sekaligus
menumbuhkembangkan dalam kontek, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta perubahan sosial yang ada.3

Tipologi aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-


falsifikatif sangat menghargai pendidikan Islam yang berkembang pada era
terdahulu yang sudah mengakar dan mentradisi;
1
Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret Timur Tengah Era Awal
dan Indonesia (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), 167.
2
Falsifikasi yaitu cara memverifikasi asumsi, teori dengan menggunakan pelawannya. Kata falsifikasi berasal
dari bahasa latin, yakni falsus (palsu, tidak benar) dan facere (membuat). Falsifikasi adalah cara memverifikasikan
asumsi teoritis (hipotesis, teori) dengan menggunakan pelawannya. Ini dilakukan dengan data yang diperoleh
melalui eksperimen. Falsifikasi berlandaskan pada suatu postulat yang berbunyi bahwa proposisi teoritis tidak
terbukti bila pendapat sebaliknya turun dari aneka pernyatan yang cocok satu sama lain, kendatipun pernyataan-
pernyataan itu didasarkan pada observasi. Lihat Lorens Bagus , Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 489.
3
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 105.

— 94 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

berusaha mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era terdahulu dalam


konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi; serta berusaha melakukan
rekonstruksi pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang dianggap kurang
relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.4

Aliran perenialis -esensialis-kontekstual-falsifikatif bersifat kritis karena


adanya upaya kontekstualisasi dan falsifikasi, dan lebih bersifat komprehensif
dan integratif dalam membangun kerangka pendidikan Islam.5

Sedangkan dalam praktek pendidikan, diperlukan proses pembelajaran yang


maksimal. Di mana pembelajaran adalah salah satu proses untuk memperoleh
pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk memperoleh
nilai.6 Dengan proses pembelajaran yang bermutu diharapkan dapat
menghasilkan output yang berkualitas.

DEFINISI ISTILAH
Perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif merupakan aliran filsafat
pendidikan Islam yang dikonsep dari aliran -aliran filsafat pendidikan pada
umumnya dan pola pemikiran Islam yang berkembang dalam menjawab
tantangan dan perubahan zaman serta era modernitas.7
Untuk memperjelas maksud dari perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif,
maka akan dikemukakan definisi dari istilah tersebut.
1. Perenialis
Perenialis diambil dari kata perenial yang berarti abadi atau kekal. Sehingga
perenialis mengandung kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai
dan norma yang bersifat kekal atau abadi.8 Nilai-nilai dan norma yang
dimaksud adalah nilai-nilai dan norma pada era salaf atau klasik.

4
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 134.
5
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum PAI, 97.
6
M. Suyudi, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur‟an (Yogyakarta: Mikraj, 2005), 122.
7
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 67.
8
Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 27.

— 95 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

2. Esensialisme
Esensialisme adalah aliran yang ingin kembali kepada kebudayaan lama,
warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan
manusia.9 Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan pada era salaf atau
klasik.
3. Kontekstual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia kontekstual berarti yang berhubungan
dengan konteks.10 Sedangkan konteks dalam kamus filsafat berarti lingkungan
sekitar, kondisi, atau fakta-fakta yang membantu memberikan suatu gambaran
menyeluruh terhadap suatu hal.11

4. Falsifikasi
Dalam kamus filsafat falsifikasi berarti cara memverifikasikan asumsi teoritis
dengan menggunakan pelawannya.12

Jadi dari definisi-definisi istilah di atas dapat disimpulkan aliran perenialis-


esensialis-kontekstual -falsifikatif adalah aliran yang ingin mengambil nilai-
nilai pada masa lalu (salaf atau klasik) dan mengkontekkan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan melakukan uji
falsifikasi.

9
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya:
Usaha Nasional, 1986), 260.
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), 591.
11
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996), 489.
12
Ibid., 227.

— 96 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

KONSEP PEMIKIRAN ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


PERENIALIS-ESENSIALIS-KONTEKSTUAL-FALSIFIKATIF

Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan


1. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Barat
a. Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perenial yang berarti abadi atau kekal. Dari
makna yang terkandung dalam kata itu, perenialisme mengandung kepercayan
filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal
abadi.13
Aliran perenialisme dianggap sebagai regressive road to culture yaitu jalan
kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau. Perenialisme
menghadapi kenyataan dalam kebudayaan manusia sekarang, sebagai suatu
krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern. Untuk menghadapi
situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan
kembali kepada kebudayaan masa lampau.14

Pendidikan harus banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan


ideal yang telah teruji dan tangguh. Karena itu perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan kebudayaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lalu.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk membantu anak menyingkap dan


menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki. Di mana dalam penyelenggaraan
pengajaran guru mempunyai peranan yang dominan.

13
Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), 27.
14
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila (Surabaya:
Usaha Nasional, 1986), 296.

— 97 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

b. Esensialisme
Esensialisme merupakan suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada
mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di
sekolah.15
Bagi aliran ini pendidikan adalah sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil
ini maka aliran esensialisme dianggap sebagai aliran yang ingin kembali
kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-
kebaikannya bagi kehidupan manusia.

Sehingga tujuan pendidikan diarahkan untuk menyampaikan warisan budaya


dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah
bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adalah berharga untuk
diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan-
keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai yang tepat.16 Guru dalam aliran
esensialisme mempunyai peranan yang sangat dominan, sehingga pendidikan
berpusat pada guru (teacher centered).

c. Progressivisme
Aliran progressivisme adalah suatu aliran filsafat pendidikan yang sangat
berpengaruh dalam abad ke-20 ini. Pengaruh itu terasa di seluruh dunia,
terlebih-lebih di Amerika Serikat. Usaha pembaharuan di dalam lapangan
pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran progressivisme ini.17
Biasanya aliran progressivisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup
liberal. Yang dimaksudkan dengan ini ialah pandangan hidup yang
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak
perubahan, tidak terikat oleh suatu doktrin tertentu), corious (ingin
mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati
terbuka).18

15
Uyoh, Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2004), 158.
16
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), 163.
17
Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam, 20.
18
Ibid.

— 98 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Progressivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan


penyelenggaraan pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered),
sebagai reaksi terhadap pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru
(teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-centered).
d. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme.
Gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada
pada saat sekarang ini.
Rekonstruksionalisme dipelopori oleh John Dewey, yang memandang
pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung
terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya
pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di
masyarakat. Perkembangan lebih lanjut dari rekonstruksionalisme Dewey
adalah rekonstruksionalisme radikal, yang memandang pendidikan sebagai alat
untuk membangun masyarakat masa depan.19
Tujuan pendidikan rekonstruksionalisme adalah membangkitkan kesadaran
para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi
umat Islam dalam skala global, dan mengajarkan kapada mereka ketrampilan-
ketrampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
e. Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme itu unik yaitu memfokuskan pada pengalaman-
pengalaman individu. Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir
mengenai kehidupan, apa maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya. 20
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individu dan pemenuhan
diri secara pribadi. Setiap individu dipandang

19
Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, 151.
20
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, 133.

— 99 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap
nasibnya.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut eksistensialisme adalah untuk
mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya
untuk pemenuhan diri.

2. Aliran Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam


Pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam dapat dicermati dari pola
pemikiran Islam yang berkembang di belahan dunia Islam pada periode modern
ini, terutama dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman serta era
modernitas. Ada empat model pemikiran keislaman, yaitu: model tekstualis
salafi, model tradisionalis mazhabi, model modernis dan model neo-modernis.21

a. Tekstualis Salafi
Model tektualis salafi berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam al-Qur‟an dan al-sunnah al-sahihah dan
kurang begitu mempertimbangkan situasi konkrit dinamika pergumulan
masyarakat muslim kontemporer yang mengitarinya. Masyarakat ideal yang
diidam-idamkan adalah masyarakat salaf. Rujukan utama pemikirannya adalah
kitab suci al-Qur‟an dan kitab-kitab hadits, tanpa menggunakan keilmuan yang
lain.

Dari uraian tersebut dapat difahami bahwa model tekstualis salafi berusaha
menjadikan al-Qur‟an dan al-sunnah dengan tanpa menggunakan pendekatan
keilmuan lain, dan menjadikan masyarakat salaf sebagai parameter untuk
menjawab tantangan dan perubahan zaman serta modernitas. Hal ini
menunjukkan bahwa model tekstualis salafi lebih bersikap regresif dan
konservatif.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat dua aliran yang lebih
dekat dengan model tekstualis salafi yaitu perenialisme dan esensialisme,
terutama dilihatnya dari wataknya yang regresif dan konservatif.

21
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), 50.

— 100 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Perenialis menghendaki agar kembali kepada jiwa yang menguasai abad


pertengahan, sedang tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat
salaf. Sedangkan esensialisme menghendaki pendidikan yang bersendikan atas
nilai-nilai yang tinggi. Sedang tekstualis salafi juga beranggapan bahwa nilai-
nilai kehidupan pada masyarakat salaf perlu dijunjung tinggi dan dilestraikan
keberadaannya hingga sekarang.

Atas dasar tersebut maka dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam
model tekstualis salafi dikategorikan dalam perenialis-tektualis salafi dan
sekaligus esensial-tekstualis salafi, untuk menyederhanakan dari model tersebut
maka digunakan istilah perenialis-esensialis salafi.

b. Tradisional Mazhabi
Model tradisionalis mazhabi berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai
mendasar yang terkandung dalam al-Qur‟an, dan al-sunnah al-shahihah melalui
bantuan khazanah pemikiran Islam klasik. Namun seringkali kurang begitu
mempertimbangkan situasi sosio-historis masyarakat setempat. Hasil pemikiran
ulama terdahulu dianggap sudah pasti atau absolut tanpa mempertimbangkan
dimensi historisnya.

Model tradisionalis-mazhabi lebih menonjolkan wataknya yang tradisional dan


mazhabi. Watak tradisionalnya diwujudkan dalam bentuk sikap dan cara
berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat
kebiasaan serta pola-pola pikir yang ada secara turun-temurun dan tidak mudah
terpengaruh oleh situasi sosio historis masyarakat yang sudah mengalami
perubahan dan perkembangan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan tehnologi. Sedangkan watak mazhabinya diwujudkan dalam bentuk
kecenderungan untuk mengikuti aliran, pemahaman atau doktrin, serta pola-
pola pemikir sebelumnya yang dianggap sudah relatif mapan.

Dengan demikian pendidikan Islam lebih berfungsi sebagai upaya


mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi dan budaya serta praktik sistem
pendidikan Islam terdahulu tanpa

— 101 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

mempertimbangkan relevansinya dengan konteks perkembangan modern,


karena wataknya yang semacam itu, sehingga ia juga lebih dekat dengan
perenialisme dan esensialisme. Karena itu model tersebut dikategorikan ke
dalam tipologi perenialis esensialis-mazhabi.

c. Modernis
Model modernis berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar
yang terkandung dalam al- Qur‟an dan al-sunnah al-sahihah dengan hanya
semata- mata mempertimbangkan kondisi dan tantangan sosio-historis dan
kultural yang dihadapi oleh masyarakat muslim kontemporer tanpa
mempertimbangkan muatan-muatan khazanah intelektual muslim era klasik.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan, terdapat suatu mazhab yang lebih
dekat dengan model pemikiran modernis tersebut yaitu progressivisme. Dimana
progressivisme menghendaki pendidikan yang pada hakikatnya progresif.
d. Neo-Modernis
Model ini berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai mendasar yang
terkandung dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan mengikut
sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta
mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh dunia
teknologi modern. Jargon yang sering dikumandangkan adalah “al-Muhāfazah
„alā al-Qadīm al-Sālih wa al-Akhzu bi al-Jadīd al-Aslah”, yakni memelihara
hal-hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang
lebih baik.

Kata al-Muhāfazah „alā al-Qadīm al-Sālih, menggaris bawahi adanya unsur


perenialisme dan esensialisme, yakni sikap regresif yang berarti kembali
kemasa lalu. Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan.

Sikap regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan)
dan nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun
serta dikembangkan oleh para pemikir

— 102 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

dan masyarakat terdahulu dengan melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi


terhadap keperlakuannya pada masa-masa sekarang.
Kata al-Akhzu bi al-Jadīd al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis dan
progresif serta sikap rekonstruktif walaupun tidak bersikap radikal. Model ini
dalam konteks pemikiran pendidikan Islam dikategorikan sebagai tipologi
perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-


Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif
Aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis -kontekstual-falsifikatif
adalah sebuah aliran yang berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai
mendasar yang terkandung dalam al-Qur‟an dan al-Sunnah al-Sahihah dengan
mengikut sertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik
serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan oleh
dunia teknologi modern.22 Jadi aliran ini selalu mempertimbangkan al-Qur‟an
dan al-Sunnah al -Sahihah, khazanah pemikiran klasik, serta pendekatan-
pendekatan keilmuan yang muncul pada abad modern. Jargon yang sering
dikumandangkan adalah “al-Muhāfazah „alā al-Qadīm al-Sālih wa al-Akhzu bi
al-Jadīd al-Aslah”, yakni memelihara hal -hal yang baik. Yang telah ada sambil
mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

Kata al-Muhāfazah „alā al-Qadīm al-Sālih, menggaris bawahi adanya unsur


perenialisme dan esensialisme , yakni sikap regresif yang berarti kembali
kemasa lalu.23 Dan sikap konservatif yang berarti mempertahankan. 24 Sikap
regresif dan konservatif ini berlaku terhadap nilai-nilai Ilahi (ketuhanan) dan
nilai-nilai insani (budaya manusia) yang telah ada dan yang telah dibangun
serta dikembangkan oleh para pemikir dan masyarakat terdahulu, misalnya
sholat dan sifat tawadu‟.

22
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), 940.
24
Ibid., 509.

— 103 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Namun sikap-sikap tersebut muncul setelah dilakukan kontekstualisasi, dalam


arti mendudukkan khazanah intelektual muslim klasik dalam konteknya.
Pemikiran-pemikiran mereka bukan berarti terlepas dari kritik atau tidak bisa
diperdebat atau dikritisi (unde batable) terutama dalam konteks keberlakuannya
pada masa sekarang. Karl R Pupper menawarkan prinsip falsifikasi, yaitu suatu
pemikiran, teori atau ucapan bersifat ilmiah kalau terdapat kemungkinan
menyatakan salahnya, atau dilakukan uji falsifikasi terutama dikaitkan dengan
keberlakuan ketidakberlakuannya pada kasus-kasus tertentu. Atau menguji
relevan tidaknya pemikiran mereka dalam konteks masa sekarang.25

Hal-hal yang dipandang relevan akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang


relevan akan disikapi dengan cara al-Akhzu bi al-Jadīd al-Aslah, yaitu mencari
alternatif lainnya yang terbaik dalam kontek pendidikan masyarakat muslim
kontemporer.26
Jadi kata al-Akhzu bi al-Jadīd al-Aslah menunjukkan adanya sikap dinamis
(berkembang) dan progresif (lebih maju) serta sikap rekonstruktif (menelaah)
walaupun tidak bersifat radikal (tidak menyeluruh).27
Dengan demikian, Jargon yang dikumandangkan oleh aliran tersebut menggaris
bawahi perlunya para pemikir, pemerhati dan pengembang pendidikan Islam
untuk mendudukkan pemikiran dan pengembangan pendidikan yang dilakukan
para era kenabian dan sahabat serta oleh para ulama terdahulu (pasca salaf.
Sebagai pengalaman mereka dan dalam konteks ruang dan zamannya, untuk
selanjutnya perlu dilakukan uji falsifikasi, agar ditemukan relevan tidaknya
dengan kontek sekarang dan yang akan datang. Hal-hal yang dipandang relevan
akan dilestarikan, sebaliknya yang kurang relevan akan dicarikan alternatif
lainnya atau dilakukan rekonstruksi tertentu dalam konteks pendidikan
masyarakat muslim kontemporer.28

Maka aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-


falsifikatif ini lebih bersifat kritis karena adanya upaya
25
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 56.
26
Muhaimin, Wacana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), 96.
27
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 718.
28
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, 157.

— 104 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

kontekstualisasi dan falsifikasi, dan lebih bersifat komprehensif dan integratif


dalam membangun kerangka filsafat pendidikan Islam. Kajian tentang
persoalan hakikat komponen-komponen pokok aktivitas pendidikan Islam serta
persoalan landasan atau dasar pemikirannya dibangun dari nash al-Qur‟an dan
al-Hadits melalui model penafsiran tematik ( maudū‟i), dengan tetap
mempertimbangkan nilai-nilai khazanah intelektual muslim klasik di bidang
pendidikan Islam yang dianggap relevan dan kontekstual, serta mencermati
nilai-nilai dan sistem pendidikan yang perlu dikembangkan pada era sekarang. 29

Parameter Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam


Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif
Parameter aliran perenialis esensialis kontekstual falsifikatif adalah: 30
• Bersumber dari al-Qur‟an dan al-Sunnah/Hadits.
• Regresif dan konservatif dengan melakukan kontekstualisasi dan uji
falsifikasi, maksudnya adalah menghormati dan menerima konsep
pendidikan klasik yang sudah mengakar atau mentradisi dalam kehidupan
umat Islam baik pada masa salaf (klasik), dan pertengahan dengan
melakukan kontekstualisasi dan uji falsifikasi terhadap keberlakuannya
dengan pendidikan kontemporer.
• Rekontruksi yang kurang radikal, yaitu menelaah kembali pemikiran
pendidikan Islam terdahulu yang kurang relevan dengan pendidikan
kontemporer walaupun tidak menyeluruh.
• Wawasan kependidikan Islam yang concen terhadap kesinambungan
pemikiran pendidikan Islam dalam merespon tuntutan perkembangan
IPTEK dan perubahan sosial yang ada.

29
Ibid.
30
Ibid., 66.

— 105 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Ciri-ciri Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam


Perenialis-Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif
Ada beberapa ciri pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-
esensialis-kontekstual-falsifikatif yaitu:31
1) Menghargai pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada era salaf
(klasik), dan abad pertengahan.
2) Mendudukkan pemikiran pendidikan Islam era salaf (klasik) dan
pertengahan dalam konteks ruang dan zamannya untuk difalsifikasi.
3) Rekonstruksi (menelaah) pemikiran pendidikan Islam terdahulu yang
dianggap kurang relevan dengan tuntutan dan kebutuhan era kontemporer.

Melihat ketiga ciri di atas aliran perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif


berusaha mempertahankan pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada
masa salaf dan pasca salaf yang masih dianggap relevan dengan tuntutan
perkembangan zaman dengan melakukan falsifikasi. Dan mengadakan
perubahan terhadap pemikiran yang kurang relevan dengan tuntutan dan
kebutuhan era kontemporer. Misal dalam hal metode pembelajaran.

Konsep Pemikiran Aliran Filsafat Pendidikan Islam Perenialis-


Esensialis-Kontekstual-Falsifikatif dalam Pengembangan
Komponen Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Hakekat Pendidikan
Hakekatnya pendidikan adalah upaya mengembangkan, mendorong dan
mengajak manusia lebih maju berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik
yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.32

31
Ibid.
32
Ibid., 74-75.

— 106 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Tujuan Pendidikan
Melihat pandangan perenialis-esensialis -kontekstual -falsifikatif tentang
hakekat pendidikan, maka tujuan pendidikan diarahkan untuk membantu
peserta didik dalam menguak, menemukan dan menginternalisasikan nilai-nilai
yang diungkapkan pada masa salaf al-salih atau masa klasik dan pertengahan,
menjelaskan dan menyebarkan warisan ajaran dan nilai salaf atau para
pendahulunya yang dianggap mapan dalam ujian sejarah, karena itu penting
diketahui oleh semua orang misal, sholat, pentingnya jihād fī sabīlillah dan
lain-lain.33
Di lain pihak tujuan pendidikan juga untuk memberikan ketrampilan-
ketrampilan dan alat-alat kepada peserta didik yang dapat dipergunakan untuk
berinteraksi dengan lingkungannya yang selalu dalam proses perubahan,
sehingga ia bersikap dinamis dalam menghadapi dan merespon tuntutan dan
kebutuhan-kebutuhan lingkungannya, serta mampu menyesuaikan dan
melakukan penyesuaian kembali dengan tuntutan perubahan sosial dan
perkembangan IPTEK dengan dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran universal
(Allah). Singkatnya, tujuan menurut tipologi ini adalah melestarikan nilai-nilai
ilahiyah dan insaniyah sekaligus menumbuhkembangkannya dalam konteks
perkembangan IPTEK dan perubahan sosial yang ada.34

Melihat tujuan di atas tampaknya aliran ini mengedepankan aspek kognitif,


afektif, dan psikomotorik dalam tujuan pembelajarannya.

Kurikulum
Kurikulum dalam pandangan perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif
ditekankan pada:
• Pelestarian doktrin-doktrin dan nilai-nilai agama yang dipandang mapan
sebagaimana tertuang dan terkandung dalam kitab-kitab terdahulu, yang
berisi hal-hal yang utama (dasar) dan esensial, serta mata pelajaran-mata
pelajaran kognitif sebagaimana yang ada pada masa salaf dan pasca salaf,
misal pelajaran al-Qur‟an, fiqh (syari‟ah) dan lain-lain.

33
Muhaimin, Wacana Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 132.
34
Ibid.

— 107 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

• Penggalian problem yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya


atau diberi pengalaman untuk memecahkannya secara kritis dalam
perspektif ajaran dan nilai-nilai agama Islam.35

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam yang menyangkut doktrin-doktrin


ibadah khusus (shalat, puasa, zakat, haji, nikah dan lain-lain) atau nilai-nilai
esensial dalam Islam yang teruji dalam sejarah seperti tawadu‟, pentingnya
jihād fī sabīlillah, larangan dendam dan sebagainya, merupakan ajaran dan
nilai-nilai yang harus dilestarikan, dipertahankan, dan disebarkan dari generasi
ke generasi berikutnya, untuk diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-
hari.
Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat aktual peserta didik juga dilatih untuk
menggali problem-problem yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya
atau yang dialami peserta didik yang berbeda konteknya dengan yang dialami
oleh pendahulunya. Misalnya peserta didik diajak untuk menggali, menemukan
dan mengidentifikasi masalah-masalah dekadensi moral, dan kenakalan remaja
akibat adanya arus globalisasi dan lain-lain.

Metode
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat
untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang dicita-
citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan
Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara
yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidak tepatan
dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar
mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma.
Karenanya, metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas pendidikan
Islam.36
Dalam aliran perenialis esensialis kontekstual falsifikatif, metode yang
digunakan dalam hal-hal yang bersifat doktriner adalah:37

35
Ibid., 133.
36
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritias dan Praktis (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), 64.
37
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 133.

— 108 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

• Metode Ceramah
Metode ceramah adalah tehnik penyampaian pesan pengajaran yang sudah
lazim dipakai oleh guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara
penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sini
sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat
keterangan-keterangan guru bilamana diperlukan.38

• Metode Tanya Jawab (Dialog)


Metode tanya jawab ialah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban, atau
sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru yang menjawab
pertanyaan.39
• Metode Diskusi
Diskusi adalah suatu kegiatan kelompok dalam memecahkan masalah untuk
mengambil kesimpulan. Diskusi tidak sama dengan berdebat. Diskusi selalu
diarahkan kepada pemecahan masalah yang menimbulkan berbagai macam
pendapat dan akhirnya diambil suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh
anggota kelompok.40
• Metode Pemberian Tugas (Resitasi)
Metode resitasi biasa disebut metode pekerjaan rumah, karena siswa diberi
tugas-tugas khusus di luar jam pelajaran. Penekanan metode ini terletak pada
jam pelajaran berlangsung di mana siswa disuruh untuk mencari informasi atau
fakta-fakta berupa data yang dapat ditemukan di laboratorium, perpustakaan,
pusat sumber belajar dan sebagainya.41

Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat antisipasif terhadap masalah-masalah


negatif yang aktual di masyarakat, metode yang dikembangkan adalah: 42
38
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 34.
39
Ibid., 43.
40
Abu Ahmadi dan Joko Prasetya, Strategi Belajar Mengajar (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 57.
41
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, 47.
42
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, 133-134.

— 109 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

• Cooperative activities atau cooperative learning


Cooperative activities atau cooperative learning adalah metode yang
mengedepankan kerjasama antar siswa dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan oleh guru.
• Contextual teaching and learning
Contextual teaching and learning adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.43

• Metode proyek
Metode proyek (unit) adalah suatu metode mengajar dimana bahan pelajaran
diorganisasikan sedemikian rupa sehingga merupakan suatu keseluruhan atau
kesatuan bulat yang bermakna dan mengandung suatu pokok masalah.44

Evaluasi
Rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan Islam adalah evaluasi atau
penilaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya
dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya.45

Dalam aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-


falsifikatif evaluasi yang digunakan dalam hal-hal yang bersifat doktriner
adalah:46
1) Ujian-ujian objektif.
2) Ujian-ujian essay.
3) Tes-tes diagnostik.
4) Tes prestasi belajar yang terstandarisasi.
5) Tes kompetensi berbasis amaliah.
43
Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan,
Pendekatan Kontekstual (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002), 11.
44
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetio, Strategi Belajar Mengajar, 70.
45
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, 77.
46
Muhaimin, Pengembangan Kurikukum Pendidikan Agama Islam, 133-134.

— 110 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Sedangkan dalam hal-hal yang bersifat antisipasi terhadap masalah-masalah


negatif yang aktual di masyarakat, maka evaluasinya lebih banyak
menggunakan evaluasi formatif, dengan asumsi bahwa setiap peserta didik
mempunyai kelebihan -kelebihan tertentu yang berbeda antara satu dengan
lainnya, sehingga perlu dikembangkan kemampuan dan kelebihannya
tersebut.47

Pengajar (Guru)
Pengajar sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan pengajar sangat menentukan kelangsungan proses belajar
mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Pengajar harus pandai
membawa peserta didiknya kepada tujuan yang hendak dicapainya. 48

Sedangkan menurut aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-


kontekstual-falsifikatif peran pengajar pendidikan agama adalah sebagai figur
yang memiliki otoritas tinggi, yang meyakini kebenaran masa lalu, penyebar
kebenaran dan orang yang ahli dibidangnya. Selain itu seorang pengajar harus
berperan sebagai fasilitator dan yang memimpin serta mengatur pembelajaran. 49

Pelajar (Peserta Didik)


Sebagai subjek utama dalam pendidikan, terutama dalam proses belajar
mengajar, peserta didik memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses
belajar mengajar, peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensi, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen
yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan.

Peserta didik diibaratkan sebagai makhluk rasional yang dibimbing, diajak dan
diarahkan untuk menggali, menemukan dan mengidentifikasi masalah-masalah
yang ada, atau yang dialami oleh peserta didik yang

47
Muhaimin, Pengembangan Kurikukum Pendidikan Agama Islam, 134.
48
Ibid., 120.
49
Ibid., 133-144.

— 111 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

berbeda konteksnya dengan yang dialami oleh para pendahulunya. Ia dilatih


dan diberi pengalaman untuk memecahkannya dalam perspektif ajaran dan
nilai-nilai agama Islam.50
Konsep pemikiran aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis -
kontekstual- falsifikatif dalam pengembangan komponen perangkat
pembelajaran dalam kurikulum pendidikan agama Islam sudah signifikan
dengan perkembangan pendidikan saat ini. Implikasi aliran ini sangat sesuai
dengan ciri khas di madrasah yang masih mempertahankan konsep lama dan
mengambil konsep yang baru yang lebih baik.

PENUTUP
Simpulan
Tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah pada dasarnya
adalah melestarikan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah dan
menumbuhkembangkannya dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi dan situasi sosial yang ada. Walaupun dalam rumusan tujuannya
tidak secara langsung mengacu pada aliran perenial-esensial-kontekstual-
falsifikatif tapi pada prinsipnya orientasi tujuannya pada pelestarian nilai
ilahiyah dan insaniyah dan menumbuh kembangkan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta situasi sosial yang ada. Tujuan tersebut adalah
esensi dari tujuan pendidikan perspektif aliran filsafat pendidikan Islam
perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah adalah pelestarian


dokrin-doktrin dan nilai-nilai esensial pada era salaf maupun klasik dan juga
penggalian problem yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Hanya saja
porsi pemberian materi yang sifatnya doktrinal dan nilai-nilai esensial pada era
salaf (klasik) lebih dominan dari pada penggalian problem yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat. Jadi materi lebih banyak melestarikan hal-hal yang
sudah ada pada masa salaf atau klasik. Materi tersebut adalah esensi dari materi
perspektif aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-
falsifikatif.

50
Ibid.

— 112 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah adalah adanya


keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran walaupun guru masih mempunyai
peran yang tidak kecil. Dalam metode pembelajaran juga menggabungkan
metode tradisional dan modern walaupun metode modern penerapannya belum
maksimal. Proses tersebut adalah esensi dari proses pembelajaran perspektif
aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-falsifikatif.

Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di madrasah lebih menyeluruh


artinya tidak hanya evaluasi dari segi kognitif saja melainkan dari afektif dan
psikomotorik. Evaluasi yang digunakan berbentuk evaluasi sumatif dan
formatif. Sehingga dari segi evaluasi sudah mengembangkan hal-hal sesuatu
tuntutan perkembangan zaman. Evaluasi tersebut adalah esensi dari evaluasi
perspektif aliran filsafat pendidikan Islam perenialis-esensialis-kontekstual-
falsifikatif.

DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu dan Prasetya, Joko, Strategi Belajar Mengajar Bandung:
Pustaka Setia, 2005
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat Jakarta: Gramedia, 1996
Bogdan dan Biklen. Qualitative Research For Education, An Introduction To
Theory And Methods. Boston: Allyn And Bacon. 1982.
Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan, Pendekatan Kontekstual Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, 2002
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke
Tiga Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Mudyaharjo, Redja, Pengantar Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,
Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005.

Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. 2004.

— 113 —
Qalamuna, Vol. 10, No. 2, Juli - Desember 2017 Asfahani : Implementasi Konsep Pemikiran Aliran Filsafat
Pendidikan ...

Nizar, Samsul. Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam: Potret


Timur Tengah Era Awal dan Indonesia. Jakarta: Quantum Teaching. 2005.

Noor Syam, Muhammad, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan


Pancasila Surabaya: Usaha Nasional, 1986
Patton. Qualitative Evaluation Methods. Baverly Hills: Sage Publication.
1980.
S. Simpson, El, Marriam, SB. A. Quide to Research for Educators and Trainer
on Adults. Malabar Florida: Robert E. Krieger Publising Company. 1984.

Sadullah, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan Bandung: Alfabeta, 2004


Suyudi, HM. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur‟an. Yogyakarta: Mikraj.
2005.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam Jakarta:
Ciputat Press, 2002
Zuhairini, et. all, Filsafat Pendidikan Islam Jakarta: Bumi Aksara, 1995

— 114 —

Anda mungkin juga menyukai