DOSEN PENGAMPU :
Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep.,Ns.,M.Ng
DISUSUN OLEH :
Kelompok 10
1. Febrina Pagawak
2. Ainun Rofiqoh
3. Rania Dewi Fortuna Bawole
4. Imelda Gloria Fitowin
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA atas segala
kemampuan rahmat dan berkat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Tugas Keperawatan Medikal Bedah III : Anosmia” . Makalah ini kami
susun agar pembaca dapat memahami tentang materi mengenai model dan konsep
Kesehatan Anak II serta masalahnya. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
wawasan dan pemahaman yang luas kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah
ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan,semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit pada indera penciuman yang mengakibatkan gangguan pada pembauan
adalah anosmia. Istilah anosmia berasal dari kosa kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau).
Dari kosa kata ini diperoleh suatu terminologi, anosmia adalah hilang atau terganggunya kemampuan
indra penciuman dalam membaui suatu objek karena beberapa sebab. Penyebab terbanyak adalah usia
tua. Separuh penduduk Amerika berusia di atas 65 tahun dan tiga perempat di atas usia 80 tahun
menderita anosmia dalam derajat yang berbeda-beda.
Anosmia dapat pula terjadi pada usia muda, misalnya karena pukulan keras pada kepala, flu
yang tak kunjung sembuh, zat kimia beracun, dan beberapa penyebab lain yang membahayakan jiwa.
Diketahui, bagian dalam hidung terlapisi mukosa atau lapisan lembut yang lembap. Sel-sel di dalam
mukosa bersentuhan dengan bagian saraf penciuman yang disebut axons, lalu masuk rongga dalam
yang dinamakan foramina. Foramina ini berhubungan dengan tengkorak kepala. Sel-sel dan axons-
nya berjumlah sekitar 20-24, tersusun sedemikian rupa dan bekerja sinergis dalam mendeteksi aroma.
Ujung-ujung saraf tadi berakhir dalam suatu struktur berbentuk gelembung-gelembung penciuman.
Oleh karena itu, benturan keras di bagian kepala bisa mengakibatkan anosmia. Selain terkena
benturan, kerusakan saraf indra penciuman juga dapat terjadi karena tekanan tumor di area hidung
atau kepala. Kondisi ini bisa mencetuskan anosmia total atau kacaunya kinerja saraf, hingga terjadi
kesalahan persepsi mengenai aroma. Bau sampah misalnya, dikira bau tempe goreng. Halusinasi bau
ini pun bisa terjadi karena gangguan pada otak, misalnya akibat epilepsi.
Bahaya anosmia adalah penderita tak dapat mendeteksi bahaya dari makanan. Misalnya,
apakah makanan itu sudah rusak atau basi. Ancaman lainnya, mereka tidak dapat mendeteksi bau gas
berbahaya. Hidung mereka leluasa saja menghirup racun yang melayang-layang di udara, hingga si
racun bebas menyusup ke paru-paru. Selebihnya, gara-gara tak mampu merasakan aroma, mereka
juga tak dapat menikmati makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Dalam banyak kasus,
penderita anosmia sering kali menarik diri, lantaran mereka tidak yakin bahwa tubuh mereka tidak
menimbulkan bau yang mengganggu orang lain.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Istilah anosmia berasal dari kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau).Jadi anosmia
adalah hilang atau terganggunya kemampuan indra penciuman dalam membaui suatu objek karena
beberapa sebab.
Anosmia adalah kelainan pada indra penciuman atau dalam kata lain ketidakmampuan seseorang
mencium bau.Anosmia bisa berupa penyakit yang berlangsung sementara maupun permanen.
(http:// id.widkipedia.org/wiki/anosmia)
Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera ketidakmampuan seseorang mencium
bau.anosmia bisa berupa penyakit yang penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
Kasus ini di sebut anosmia spesifik dan kemungkinan di sebabkan oleh gen.
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor hidung, polip, tumor
nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A, Zinc
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis pd lob.frontalis),
tumor lob.fr.
2.2 Etiologi
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga menghalangi aliran
adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan
obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hisposmia karena berkurang
atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. (Kris, 2008).
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada transmisi sinyal.
b. Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan regangan,
kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
d. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
e. Definsi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui pembauan. (Kris.2008).
3. Faktor resiko
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
d. Perokok
e. Pencemaran bahan kimia
f. Cuaca
g. Virus bakteri pathogen
h. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron olfaktorius lambat laun akan
berkurang sehingga mengurangi daya penciuman.
5
i. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena jumlah bulu hidung
relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas yang kurang sehingga beresiko terhadap
infeksi pada hidung.
2.4 Patofisiologi
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system penginderaan
kimia(chemosensation). Proses yang kompleks dari mencium dan mengecap di mulai ketika molekul–
molekul dilepaskan oleh substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung,
mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan rasa khusus di
identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh
aroma dari mawar adonan pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari
jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung ke otak
penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–molekul yang menguap dan masuk kesaluran
hidung dan mengenal olfactory membrane.
Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut. Bila molekul udara masuk,
maka sel–sel ini mengirimkan impuls saraf (Loncent, 1988). Pada mekanisme terdapat gangguan atau
kerusakan dari sel–sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan
saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls
reseptor menuju efektor, ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat
menterjemahkan informasi impuls yang masuk.
6
2.5 Pathway
7
c. Menentukan derajat gangguan permanen.
Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif.
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman, yaitu:
a. Tes Odor stix–Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan
bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk memeriksa
persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12
inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak
sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang
mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik
dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan
gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan
scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini
paling mirip seperti bau coklat, pisang, bawang putih, atau jus buah,” dan pasien diharuskan
menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel (reliabilitas tes-
retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis kelamin. Tes ini
merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-
orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7-19
dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit lebih tinggi
dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau-bauan
yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.
8
o Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, tapi bukan
masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat.
o Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat
menyebabkan metaplasia epitel penciuman.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anosmia adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai penciuman antara
lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi
2. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman.
3. Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongostan
nasal.
4. Suplemen zink kadang direkomendasikan
5. Kerusakan neuro olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat di
obati.
6. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,konsistensi,
keluhan nyeri?
Apakh mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada
pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
10
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dandokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
11
a. Kram abdomen d. Anjurlkan pasien untuk
b. Nyeri abdomen meningkatkan protein dan
c. Menghindari makanan Kriteria Hasil vitamin C
d. Berat badan 20% atau e. Berikan substransi gula
lebih dibawah berat a. Adanya peningkatan f. Yakinkan diet yang dimakan
badan ideal berat badan sesuai tujuan mengandung tinggi serat untuk
e. Kerapuhan kapiler b. Berat badan ideal sesuai mencegah konstipasi
f. Diare dengan tinggi badan g. Berikan makanan yang terpilih
g. Kehilangan rambut c. Mampu mengidentifikasi (sudah dikonsultasikan dengan
berlebihan kebutuhan nutrisi ahli gizi)
h. Bising usus hiperaktif d. Tidk ada tanda alnutrisi h. Ajarkan pasien bagaimana
i. Kurang makanan e. Menunjukkan membuat catatan makanan
j. Kurang informasi peningkatan fungsi harian
k. Kurang minat pada pengecapan dari menelan i. Monitor jumlah nutrisi dan
makananan f. Tidak terjadi penurunan kadungan kalori
l. Penurunan berat badan berat badan yang berarti j. Berikan informasi tentang
dengan asupan makanan kebutuhan nutrisi
adekuat k. Kaji kemampuan pasien untuk
m. Kesalahan konsepsi mendapatkan nutrisi yang
n. Kesalahan informasi dibutuhkan
o. Membrane mukosa
pucat
p. Ketidakmampuan Nutrion Monitoring
memakan makanan
q. Tonus otot menurun a. BB pasien dalam batas normal
r. Mengeluh gangguan b. Monitor adanya penuunan berat
sensai rasa badan
s. Mengeluh asupan c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
makanan kurang dari yang biasa dilakukan
RDA (recomemded d. Monitor interaksi anak atau
daily allowance) orangtua selama makan
t. Cepat kenyang sebelum e. Monitor lingkungan selama
makan makan
u. Sariawan ronga mulut f. Jadwalkan pengobatan dan
v. Steatorea tindakan tidak selama jam
w. Kelemahan otot makan
pengunyah g. Monitor kulit keringdn
x. Kelemahan otot untuk perubahan pigmentasi
menelan h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Faktor – factor yang j. Monitor mual dan mutah
berhubungan : k. Monitor kadar albumin, total
protein, HB, dan kadar Ht
a. Factor biologis l. Monitor pertumbuhan dan
b. Factor ekonomi perkembangan
c. Ketidakmampuan untuk m. Monitor pucat, kemerahan, dan
mengabsorbsi nutrient kekeringan jaringan konjungtiva
d. Ketidakmampuan untuk n. Monitor kalori dan intake nutrisi
12
mencerna makanan o. Catat adanya edema, hiperemik,
e. Ketidakmampuan untuk hipertronik papila lidah, dan
menelan makanan cavitas oral
f. Factor psikologis p. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
2. Gangguan persepsi sensori b.d hilangnya sensasi penciuman
13
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
14
d. Materi asing dalam
jalan nafas
e. Adanya jalan nafas
tambahan
f. Sekresi bertahan / sisa
sekresi
g. Sekresi dalam bronki
Fisiologi
a. Jalan nafas alergi
b. Asma
c. Penyakit paru
obstruktif kronik
d. Hiperplasi dinding
bronchial
e. Infeksi
f. Disfungsi
neorumuskuler
15
c. Dorong klien untuk
mengidentifikasi kekuatan dan
Data Obyektif kemampuan yang ada pada diri
a. Insomnia (sulit tidur) klien.
b. Jumlah tidur kurang dari d. Libatkan dukungan dari keluarga
kebutuhan sesuai umur dan orang yang terdekat.
c. Inkontinensia Urine e. Ajurkan klien untuk berdoa sesuai
dengan kepercayaan yang dianut.
Manajemen lingkungan:
kenyamanan
a. Ciptakan lingkungan yang
tenang, bersih, nyaman dan
minimalkan gangguan
b. Hindari suara keras dan
penggunaan lampu saat tidur
malam
c. Hindari tindakan keperawatan
pada waktu klien tidur
d. Batasi jumlah pengunjung
e. Berikan susu hangat sebelum
tidur
16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera ketidakmampuan seseorang mencium
bau.anosmia bisa berupa penyakit yang penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor hidung, polip, tumor
nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A, Zinc
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis pd lob.frontalis),
tumor lob.fr.
4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis memberi saran kepada pembaca,bahwa kita sebagai
calon perawat professional perlu mengetahui serta memahami tentang penyakit anosmia.Selain itu
juga sebagai calon perawat yang professional kita harus memanfaatkan teknologi yang ada untuk di
terapkan pada keperawatan anosmia
17
DAFTAR PUSTAKA
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/Microsoft%0PowerPoint%20
%20Gangguan%20penghidu%20dan%20pengecapan.pdf. \
Anonym. 2014. Proses Penginderaan dan Persepsi. Universitas Gunadharma.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum_1/Bab_3.pdf.
Nn.2015.Anosmia.http://ilmukedokteran.net/pdf/Daftar-Masalah-Individu/anosmia.pdf.
Kris. 2008.Gangguan Penciuman atau Penghidu.
http://thtkl.wordpress.com/2008/09/25/gangguan-penciumanpenghindu/.
18