Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

“SISTEM PERSEPSI SENSORI: ANOSMIA”

DOSEN PENGAMPU :
Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep.,Ns.,M.Ng

DISUSUN OLEH :

Kelompok 10

1. Febrina Pagawak
2. Ainun Rofiqoh
3. Rania Dewi Fortuna Bawole
4. Imelda Gloria Fitowin

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat TUHAN YANG MAHA ESA atas segala
kemampuan rahmat dan berkat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Tugas Keperawatan Medikal Bedah III : Anosmia” . Makalah ini kami
susun agar pembaca dapat memahami tentang materi mengenai model dan konsep
Kesehatan Anak II serta masalahnya. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
wawasan dan pemahaman yang luas kepada pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu kami sangat menghargai akan saran dan kritik untuk membangun makalah
ini lebih baik lagi. Demikian yang dapat kami sampaikan,semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Jayapura, September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................................................... 5
2.1 Pengertian ...................................................................................................................................... 5
2.2 Etiologi .......................................................................................................................................... 5
2.3 Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi .................................................................................................................................. 6
2.5 Pathway ......................................................................................................................................... 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................. 7
2.7 Pemeriksaan Sensori ..................................................................................................................... 7
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................................................................ 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................................ 10
3.1 Pengkajian ................................................................................................................................... 10
3.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................................................ 11
3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................................................................... 11
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit pada indera penciuman yang mengakibatkan gangguan pada pembauan
adalah anosmia. Istilah anosmia berasal dari kosa kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau).
Dari kosa kata ini diperoleh suatu terminologi, anosmia adalah hilang atau terganggunya kemampuan
indra penciuman dalam membaui suatu objek karena beberapa sebab. Penyebab terbanyak adalah usia
tua. Separuh penduduk Amerika berusia di atas 65 tahun dan tiga perempat di atas usia 80 tahun
menderita anosmia dalam derajat yang berbeda-beda.
Anosmia dapat pula terjadi pada usia muda, misalnya karena pukulan keras pada kepala, flu
yang tak kunjung sembuh, zat kimia beracun, dan beberapa penyebab lain yang membahayakan jiwa.
Diketahui, bagian dalam hidung terlapisi mukosa atau lapisan lembut yang lembap. Sel-sel di dalam
mukosa bersentuhan dengan bagian saraf penciuman yang disebut axons, lalu masuk rongga dalam
yang dinamakan foramina. Foramina ini berhubungan dengan tengkorak kepala. Sel-sel dan axons-
nya berjumlah sekitar 20-24, tersusun sedemikian rupa dan bekerja sinergis dalam mendeteksi aroma.
Ujung-ujung saraf tadi berakhir dalam suatu struktur berbentuk gelembung-gelembung penciuman.
Oleh karena itu, benturan keras di bagian kepala bisa mengakibatkan anosmia. Selain terkena
benturan, kerusakan saraf indra penciuman juga dapat terjadi karena tekanan tumor di area hidung
atau kepala. Kondisi ini bisa mencetuskan anosmia total atau kacaunya kinerja saraf, hingga terjadi
kesalahan persepsi mengenai aroma. Bau sampah misalnya, dikira bau tempe goreng. Halusinasi bau
ini pun bisa terjadi karena gangguan pada otak, misalnya akibat epilepsi.

Bahaya anosmia adalah penderita tak dapat mendeteksi bahaya dari makanan. Misalnya,
apakah makanan itu sudah rusak atau basi. Ancaman lainnya, mereka tidak dapat mendeteksi bau gas
berbahaya. Hidung mereka leluasa saja menghirup racun yang melayang-layang di udara, hingga si
racun bebas menyusup ke paru-paru. Selebihnya, gara-gara tak mampu merasakan aroma, mereka
juga tak dapat menikmati makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Dalam banyak kasus,
penderita anosmia sering kali menarik diri, lantaran mereka tidak yakin bahwa tubuh mereka tidak
menimbulkan bau yang mengganggu orang lain.

1.2 Tujuan Penulisan


 Mahasiswa mampu memahami penyakit anosmia
 Mahasiswa mampu memberikan auhan keperawatan dengan baik
 Mahasiswa mampu memberikan diagnose yag tepat
 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan penyakit anosmia

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Istilah anosmia berasal dari kata Yunani “an” (tidak) dan “osmia” (membau).Jadi anosmia
adalah hilang atau terganggunya kemampuan indra penciuman dalam membaui suatu objek karena
beberapa sebab.
Anosmia adalah kelainan pada indra penciuman atau dalam kata lain ketidakmampuan seseorang
mencium bau.Anosmia bisa berupa penyakit yang berlangsung sementara maupun permanen.
(http:// id.widkipedia.org/wiki/anosmia)
Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera ketidakmampuan seseorang mencium
bau.anosmia bisa berupa penyakit yang penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
Kasus ini di sebut anosmia spesifik dan kemungkinan di sebabkan oleh gen.
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor hidung, polip, tumor
nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A, Zinc
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis pd lob.frontalis),
tumor lob.fr.

2.2 Etiologi
1. Defek konduktif
a. Proses inflamasi / peradangan dapat mengakibatkan gangguan pembauan.
b. Adanya massa / tumor dapat menyumbat rongga hidung sehinga menghalangi aliran
adorant / ke epitel olfaktorius.
c. Abnormalitas development (misalnya ensefalokel, kista dermoid) juga dapat menyebabkan
obstruksi.
d. Pasien pasca laringektomi atau trakheotomi dapat menderita hisposmia karena berkurang
atau tidak adanya aliran udara yang melalui hidung. (Kris, 2008).
2. Defek sentral / sensorineural
a. Proses infeksi / inflamasi menyebabkan defek sentral gangguan pada transmisi sinyal.
b. Penyebab congenital menyebabkan hilangnya struktur syaraf.
c. Trauma kepala, operasi otak atau perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan regangan,
kerusakan atau terpotongnya fila olfaktoria yang halus dan mengakibatkan anosmia.
d. Toksitisitas dari obat – obatan sistemik dan inhalasi
e. Definsi gizi (vit A, thiamin, zink) terbukti dapat mempengarui pembauan. (Kris.2008).
3. Faktor resiko
a. Proses degenerative patologi (penyakit Parkinson, Alzheimer)
b. Proses degenaratife normal (penuaan)
c. Lingkungan
d. Perokok
e. Pencemaran bahan kimia
f. Cuaca
g. Virus bakteri pathogen
h. Usia: Dengan bertambahnya usia seseorang jumlah neuron olfaktorius lambat laun akan
berkurang sehingga mengurangi daya penciuman.

5
i. Jenis kelamin: Perempuan lebih beresiko menderita anosmia karena jumlah bulu hidung
relative lebih sedikit daripada pria dan imunitas yang kurang sehingga beresiko terhadap
infeksi pada hidung.

2.3 Manifestasi Klinis


Keluhan pasien:
 Anosmia unilateral jarang menjadi keluhanàdapat dikenali dengan menguji bau secara terpisah
pada masing-masing lubang hidung.
 Anosmia bilateral, di lain pihak, membuat pasien mencari pertolongan dokter.
 Pasien-pasien anosmik biasanya mengeluhkan hilangnya kemampuan merasa meskipun
ambang rasanya mungkin berada pada kisaran normal. Pada kenyataannya, mereka
mengeluhkan hilangnya deteksi rasa, yang sebagian besar merupakan fungsi dari penciuman.
Tanda dan gejala yang lain adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya kemampuan dan bahkan sampai tidak bisa mendeteksi bau.
2. Gangguan pembau yang timbul bisa bersifat total / tidak bisa mendeteksi seluruh bau.
3. Dapat bersifat parsial / hanya sejumlah bau yang dapat dideteksi.
4. Dapat juga bersifat spesifik (hanya satu / sejumlah kecil yang dapat dideteksi)
5. Kehilangan kemampuan merasa / mendeteksi rasa dalam makanan yang di makan.
6. Berkurangnya nafsu makan.

2.4 Patofisiologi
Indra penciuman dan pengecapan tergolong ke dalam system penginderaan
kimia(chemosensation). Proses yang kompleks dari mencium dan mengecap di mulai ketika molekul–
molekul dilepaskan oleh substansi di sekitar kita yang menstimulasi sel syaraf khusus dihidung,
mulut atau tenggorokan. Sel–sel ini menyalurkan pesan ke otak, dimana bau dan rasa khusus di
identifikasi. Sel – sel olfaktori (saraf penciuman) di stimulasi oleh bau busuk di sekitar kita. Contoh
aroma dari mawar adonan pada roti. Sel–sel saraf ini ditemukan di sebuah tambahan kecil dari
jaringan terletak diatas hidung bagian dalam, dan mereka terhubung secara langsung ke otak
penciuman (olfaktori) terjadi karena adanya molekul–molekul yang menguap dan masuk kesaluran
hidung dan mengenal olfactory membrane.
Manusia memiliki kira–kira 10.000 sel reseptor berbentuk rambut. Bila molekul udara masuk,
maka sel–sel ini mengirimkan impuls saraf (Loncent, 1988). Pada mekanisme terdapat gangguan atau
kerusakan dari sel–sel olfaktorus menyebabkan reseptor dapat mengirimkan impuls menuju susunan
saraf pusat. Ataupun terdapat kerusakan dari sarafnya sehingga tidak dapat mendistribusikan impuls
reseptor menuju efektor, ataupun terdapat kerusakan dari saraf pusat di otak sehingga tidak dapat
menterjemahkan informasi impuls yang masuk.

6
2.5 Pathway

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Biopsi neuroepitelium olfaktorius.
Namun, karena degenerasi neuroepitelium olfaktorius yang luas dan interkalasi epitel
pernapasan pada daerah penciuman orang dewasa tanpa disfungsi penciuman yang jelas,
material biopsi harus diinterpretasikan dengan hati-hati.
2. CT scan
Kelainan tulang, fraktur fossa kranii anterior yang tak diduga sebelumnya
3. MRI kepala
mengevaluasi bulbus olfaktorius, ventrikel, dan jaringan-jaringan lunak lainnya di
otak. CT koronal paling baik untuk memeriksa anatomi dan penyakit pada lempeng
kribiformis, fossa kranii anterior, dan sinus menyingkirkan neoplasma pada fossa kranii
anterior, sinusitis paranasalis, dan neoplasma pada rongga hidung dan sinus paranasalis.

2.7 Pemeriksaan Sensori


Pemeriksaan sensorik fungsi penciuman dibutuhkan untuk:
a. Memastikan keluhan pasien
b. Mengevaluasi kemanjuran terapi, dan

7
c. Menentukan derajat gangguan permanen.
Langkah pertama menentukan sensasi kualitatif.
Langkah pertama dalam pemeriksaan sensorik adalah menentukan derajat sejauh mana
keberadaan sensasi kualitatif. Beberapa metode sudah tersedia untuk pemeriksaan penciuman, yaitu:
a. Tes Odor stix–Tes Odor stix menggunakan sebuah pena ajaib mirip spidol yang menghasilkan
bau-bauan. Pena ini dipegang dalam jarak sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk memeriksa
persepsi bau oleh pasien secara kasar.
b. Tes alkohol 12 inci – Satu lagi tes yang memeriksa persepsi kasar terhadap bau, tes alkohol 12
inci, menggunakan paket alkohol isopropil yang baru saja dibuka dan dipegang pada jarak
sekitar 12 inci dari hidung pasien.
c. Scratch and sniff card (Kartu gesek dan cium) – Tersedia scratch and sniff card yang
mengandung 3 bau untuk menguji penciuman secara kasar.
d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) – Tes yang jauh lebih baik
dibanding yang lain adalah UPSIT; ia sangat dianjurkan untuk pemeriksaan pasien dengan
gangguan penciuman. Tes ini menggunakan 40 item pilihan-ganda yang berisi bau-bauan
scratch and sniff berkapsul mikro. Sebagai contoh, salah satu itemnya berbunyi “Bau ini
paling mirip seperti bau coklat, pisang, bawang putih, atau jus buah,” dan pasien diharuskan
menjawab salah satu dari pilihan jawaban yang ada. Tes ini sangat reliabel (reliabilitas tes-
retes jangka pendek r = 0,95) dan sensitif terhadap perbedaan usia dan jenis kelamin. Tes ini
merupakan penentuan kuantitatif yang akurat untuk derajat relatif defisit penciuman. Orang-
orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya akan mencapai skor pada kisaran 7-19
dari maksimal 40. Skor rata-rata untuk pasien-pasien anosmia total sedikit lebih tinggi
dibanding yang diperkirakan menurut peluang saja karena dimasukannya sejumlah bau-bauan
yang beraksi melalui rangsangan trigeminal.

Langkah kedua menentukan ambang deteksi


Setelah dokter menentukan derajat sejauh mana keberadaan sensasi kualitatif, langkah kedua
pada pemeriksaan sensorik adalah menetapkan ambang deteksi untuk bau alkohol feniletil. Ambang
ini ditetapkan menggunakan rangsangan bertingkat. Sensitivitas untuk masing-masing lubang hidung
ditentukan dengan ambang deteksi untuk fenil-teil metil etil karbinol. Tahanan hidung juga dapat
diukur dengan rinomanometri anterior untuk masing-masing sisi hidung.
Terapi
 Kurang penciuman hantaran, seperti : rinitis alergi, rinitis dan sinusitis bakterial, polip,
neoplasma, dan kelainan-kelainan struktural pada rongga hidung
 Terapi à dapat dilakukan secara rasional dan dengan kemungkinan perbaikan yang tinggi.
 Terapi berikut ini seringkali efektif dalam memulihkan sensasi terhadap bau:
o pengelolaan alergi;
o terapi antibiotik;
o terapi glukokortikoid sistemik dan topikal;
o operasi untuk polip nasal, deviasi septum nasal, dan sinusitis hiperplastik kronik.

Terapi Kurang Penciuman Sensorineural


Dalam terapi ini tidak ada terapi khusus karena sering terjadi penyembuhan secara spontan.
 Terapi Seng
o Defisiensi seng yang mencolok tak diragukan lagi dapat menyebabkan kehilangan dan
gangguan sensasi bau, namun bukan merupakan masalah klinis kecuali di daerah-
daerah geografik yang sangat kekurangan
 Terapi vitamin (sebagian besar berbentuk vitamin A)

8
o Degenerasi epitel akibat defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anosmia, tapi bukan
masalah klinis yang sering ditemukan di negara-negara barat.
o Pajanan pada rokok dan bahan-bahan kimia beracun di udara yang lain dapat
menyebabkan metaplasia epitel penciuman.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anosmia adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan yang dapat digunakan untuk memperbaiki kehilangan sesuai penciuman antara
lain antihistamin bila diindikasi penderita alergi
2. Berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi penciuman.
3. Koreksi operasi yang memblok fisik dan mencegah kelebihan dapat digunakan dekongostan
nasal.
4. Suplemen zink kadang direkomendasikan
5. Kerusakan neuro olfaktorius akibat infeksi virus prognosisnya buruk, karena tidak dapat di
obati.
6. Terapi vitamin A sebagian besar dalam bentuk vitamin A

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
 Bagaimana klien menjaga kesehatan?
 Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
 Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
 Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
 Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
 Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
 Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
 Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
 Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
 Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
 Apakah klien mengalami anoreksia?
 Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
 Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,konsistensi,
keluhan nyeri?
 Apakh mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada
pernapasan?
Saat sakit:
 Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
 Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
 Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
 Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
 Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
 Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
 Apakah tidur klien terganggu?
 Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
 Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
 Apakah tidur klien terganggu, penyebab?

10
 Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
 Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
 Bagaimana menghindari rasa sakit?
 Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
 Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
 Bagaimana menghindari rasa sakit?
 Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
 Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
 Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
 Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
 Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
 Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
 Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
 Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dandokter)?
 Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
penciuman.
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya sensasi penciuman.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan berkurangnya istirahat tidur.

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


penurunan penciuman
Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari a. Nutritional Status : Nutrion Management
kebutuhan tubuh b. Nutritional Status : food a. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Asupan nutrisi and fluid b. Kolaborasi dengan ahli gizi
c. Intake untuk menentukan jumlah kalori
tidak cukup untuk
d. Nutritional Status : dan nutrisi yang dibutuhkan
memenuhi kebutuhan nutrient intake psien
metabolic e. Weight control c. Anjurkan pasien untuk
Batasan karakteristik : meningkatkan intake Fe

11
a. Kram abdomen d. Anjurlkan pasien untuk
b. Nyeri abdomen meningkatkan protein dan
c. Menghindari makanan Kriteria Hasil vitamin C
d. Berat badan 20% atau e. Berikan substransi gula
lebih dibawah berat a. Adanya peningkatan f. Yakinkan diet yang dimakan
badan ideal berat badan sesuai tujuan mengandung tinggi serat untuk
e. Kerapuhan kapiler b. Berat badan ideal sesuai mencegah konstipasi
f. Diare dengan tinggi badan g. Berikan makanan yang terpilih
g. Kehilangan rambut c. Mampu mengidentifikasi (sudah dikonsultasikan dengan
berlebihan kebutuhan nutrisi ahli gizi)
h. Bising usus hiperaktif d. Tidk ada tanda alnutrisi h. Ajarkan pasien bagaimana
i. Kurang makanan e. Menunjukkan membuat catatan makanan
j. Kurang informasi peningkatan fungsi harian
k. Kurang minat pada pengecapan dari menelan i. Monitor jumlah nutrisi dan
makananan f. Tidak terjadi penurunan kadungan kalori
l. Penurunan berat badan berat badan yang berarti j. Berikan informasi tentang
dengan asupan makanan kebutuhan nutrisi
adekuat k. Kaji kemampuan pasien untuk
m. Kesalahan konsepsi mendapatkan nutrisi yang
n. Kesalahan informasi dibutuhkan
o. Membrane mukosa
pucat
p. Ketidakmampuan Nutrion Monitoring
memakan makanan
q. Tonus otot menurun a. BB pasien dalam batas normal
r. Mengeluh gangguan b. Monitor adanya penuunan berat
sensai rasa badan
s. Mengeluh asupan c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
makanan kurang dari yang biasa dilakukan
RDA (recomemded d. Monitor interaksi anak atau
daily allowance) orangtua selama makan
t. Cepat kenyang sebelum e. Monitor lingkungan selama
makan makan
u. Sariawan ronga mulut f. Jadwalkan pengobatan dan
v. Steatorea tindakan tidak selama jam
w. Kelemahan otot makan
pengunyah g. Monitor kulit keringdn
x. Kelemahan otot untuk perubahan pigmentasi
menelan h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Faktor – factor yang j. Monitor mual dan mutah
berhubungan : k. Monitor kadar albumin, total
protein, HB, dan kadar Ht
a. Factor biologis l. Monitor pertumbuhan dan
b. Factor ekonomi perkembangan
c. Ketidakmampuan untuk m. Monitor pucat, kemerahan, dan
mengabsorbsi nutrient kekeringan jaringan konjungtiva
d. Ketidakmampuan untuk n. Monitor kalori dan intake nutrisi

12
mencerna makanan o. Catat adanya edema, hiperemik,
e. Ketidakmampuan untuk hipertronik papila lidah, dan
menelan makanan cavitas oral
f. Factor psikologis p. Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
2. Gangguan persepsi sensori b.d hilangnya sensasi penciuman

Gangguan presepsi sensori NOC NIC


penciuman Tujuan: mengembalikan fungsi
penciuman ke normal 1. Anjurkan klien untuk
mengubah posisi secara
Kriteria Hasil:
Individu akan men sering, meskipun hanya
demonstrasikan penurunan mengangkat satu sisi tubuh
gejala beban sensori berlebih dengan sedikit berulang
yang ditandai dengan 2. Rujuk perubahan proses
penurunan presepsi penciuman pola berpikir yang
berhubungan dengan
ketidakmampuan
mengevaluasi realitas untuk
mengetahui intervensi
tambahan.
3. Dengan meningkatkan
stimulus sensori yang
bervariasi hal ini dapat
membantu mencegah
perubahan akibat
kemunduran sensori yang
lain.
4. Dengan terlebih dahulu
menjelaskan tentang
stimulus sensori yang akan
dialami individu,
kondisidistress, tekanan dan
konfusi akan berulang
5. Kualitas/kuantitas input
sensori berkurang akibat
immobilitas/pengurangan.

13
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan NOC NIC


jalan nafas
a. Respiratory status: Airway suction
Definisi : ventilation
b. Respiratory status : airway a. Pastikan kebutuhan oral atau
Ketidakmampuan untuk patency tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau Kriteria hasil : b. Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah
obstruksi dari saluran
a. Mendemonstrasikan batuk suctioning
pernafasan untuk efektif dan suara napas c. Informasikan pada klien pada
mempertahankan yang bersih, tidak ada keluarga tentang suctioning
kebersihan jalan nafas. sianosis dan dispeneu d. Minta klien napas dalam
(mampu mengeluarkan sebelum suction dilakukan
Batasan karakteristik : sputum, mampu bernapas e. Berikan oksigen dengan
dengan mudah, tidak ada menggunakan nasal untuk
a. Tidak ada batuk pursed lips) memfasilitasi suction
b. Suara nafastambahan b. Menujukan jalan napas nasotracheal
c. Perubahan yang paten (pasien tidak f. Gunakan alat yang steril
frekuensinafas merasa tercekik, irama setiap melakukan tindakan
d. Perubahan irama nafas napas, frekuensi g. Anujrkan pasien untuk
e. Sianosis pernafasan dalam rentang istirahat dan napas dalam
f. Kesulitan berbicara normal,tidak ada suara setelah kateter dikeluarkan
Atau mengeluarkan napas upnormal) dari nasotracheal
suara Penurunan bunyi c. Mampu h. Monitor status oksigen pasien
nafas mengindentifikasikan dan i. Ajarkan keluarga bagaimana
g. Dipsneu mencegah factor yang cara melakukan suction
h. Sputum dalam jumlah menghambat jalan napas j. Hentikan suction dan berikan
berlebihan oksigen apabila pasien
i. Batuk tidak efektif menunjukan brikaldi
j. Orthopneu k. Buka jalan napas, gunakan
k. Gelisah teknik chinlift
l. Mata terbuka lebar l. Posisikan pasien untuk
mengatur fentilasi
Faktor yang Berhubungan m. Pasang mayo bila perlu
n. Melakukan fisio terapi dada
Lingkungan : bila perlu
o. Auskultasi suara napas catat
a. Perokok pasif adanya suara tambahan
b. Mengisap asap p. Monitor respirasi dan status
c. Merokok oksigen

Obstruksi jalan nafas :


a. Spasme jalan nafas
b. Mokus dalam jumlah
berlebihan
c. Eksudat dalamjalan
alveoli

14
d. Materi asing dalam
jalan nafas
e. Adanya jalan nafas
tambahan
f. Sekresi bertahan / sisa
sekresi
g. Sekresi dalam bronki

Fisiologi
a. Jalan nafas alergi
b. Asma
c. Penyakit paru
obstruktif kronik
d. Hiperplasi dinding
bronchial
e. Infeksi
f. Disfungsi
neorumuskuler

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan berkurangnya istirahat tidur.

Gangguan pola tidur, NOC NIC


kurang berhubungan
dengan : a.Perasaan nyaman Peningkatan kualitas tidur
b. Tidur sesuai dengan pola a. Kaji pola tidur klien
a. Cemas / takut kebiasaan b. Jelaskan pentingnya tidur yang
b. Agen biokimia : obat c. Kebutuhan istirahat cukup adekuat kepada klien dan
c. Keletihan keluarga
d. Suhu tubuh meningkat c. Identifikasi penyebab gangguan
/demam Setelah dilakukan asuhan ke tidur, Fisik: nyeri, sering Bak,
e. Depresi / berduka perawatan selama ....x 24 jam : sesak nafas, batuk, demam, mual
f. Perpisahan dgn orang yg dll.
terdekat/benda kesayangan Klien dapat tidur sesuai dengan d. Psikis: cemas, stress, lingkungan
kebutuhan dan usia: dll.
g. Nausea
- Bayi: 18-20 jam e. Fasilitasi klien untuk tidur yang
h. Sesak nafas
- Balita: 12-14 jam adekuat : rubah posisi tidur sesuai
i. Nyeri - Anak sekolah:10-12 jam kondisi, berikan benda-benda
j. Lingkungan : pencahayaan, - Dewasa muda:8-9 jam yang familier pada anak
bising, lingkungan baru - Dewasa: 6-8 jam
- Lansia: sekitar 6 jam Peningkatkan koping
Data Subyektif
d. Klien mengutarakan merasa a. Diskusikan pilihan yang realistis
Klien mengatakan : segar dan puas terhadap terapi/ tindakan yang
e. Istirahat dan tidur cukup akan dilakukan
a. Tidur tidak puas
b. Sering terbangun di b. Dorong klien untuk memiliki
harapan yg realistis untuk
malam hari
mengatasi perasaan putus asa
c. ………………………….

15
c. Dorong klien untuk
mengidentifikasi kekuatan dan
Data Obyektif kemampuan yang ada pada diri
a. Insomnia (sulit tidur) klien.
b. Jumlah tidur kurang dari d. Libatkan dukungan dari keluarga
kebutuhan sesuai umur dan orang yang terdekat.
c. Inkontinensia Urine e. Ajurkan klien untuk berdoa sesuai
dengan kepercayaan yang dianut.
Manajemen lingkungan:
kenyamanan
a. Ciptakan lingkungan yang
tenang, bersih, nyaman dan
minimalkan gangguan
b. Hindari suara keras dan
penggunaan lampu saat tidur
malam
c. Hindari tindakan keperawatan
pada waktu klien tidur
d. Batasi jumlah pengunjung
e. Berikan susu hangat sebelum
tidur

16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anosmia merupakan suatu tidak adanya/hilangnya sensasi penciuman, dalam hal ini berarti
hilangnya kemampuan mencium atau membau dari indera ketidakmampuan seseorang mencium
bau.anosmia bisa berupa penyakit yang penciuman. Hilangnya sensasi ini bisa parsial ataupun total.
Anosmia terbagi menjadi dua (2) yaitu:
1. Intranasal : obstruksi hidung (rhinitis vasomotor, rhinitis alergi, tumor hidung, polip, tumor
nasofaring), Rhinitis atrofikan, def.vitamin A, Zinc
2. Intrakranial : trauma kepala, infeksi (abses otak lob.frontalis, meningitis pd lob.frontalis),
tumor lob.fr.

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis memberi saran kepada pembaca,bahwa kita sebagai
calon perawat professional perlu mengetahui serta memahami tentang penyakit anosmia.Selain itu
juga sebagai calon perawat yang professional kita harus memanfaatkan teknologi yang ada untuk di
terapkan pada keperawatan anosmia

17
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/Microsoft%0PowerPoint%20
%20Gangguan%20penghidu%20dan%20pengecapan.pdf. \
 Anonym. 2014. Proses Penginderaan dan Persepsi. Universitas Gunadharma.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/psikologi_umum_1/Bab_3.pdf.
 Nn.2015.Anosmia.http://ilmukedokteran.net/pdf/Daftar-Masalah-Individu/anosmia.pdf.
 Kris. 2008.Gangguan Penciuman atau Penghidu.
http://thtkl.wordpress.com/2008/09/25/gangguan-penciumanpenghindu/.

18

Anda mungkin juga menyukai