Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No.

1 April 2016

HUBUNGAN KINERJA PENGAWAS MENELAN


OBAT DENGAN KESEMBUHAN
TUBERKULOSIS DI UPT PUSKESMAS
ARCAMANIK KOTA BANDUNG
Dewi Hayati1, Elly Musa2
1
Universitas BSI Bandung, dewihayati1992@gmail.com
2
Universitas BSI Bandung, ellymusa@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat. WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Kesembuhan
pengobatan TB sangat ditentukan oleh adanya keteraturan minum obat anti tuberkulosis.
Hal ini dapat dicapai dengan adanya pengawas menelan obat (PMO) yang memantau dan
mengingatkan penderita TB untuk meminum obat secara teratur. PMO sangat penting
untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil yang optimal. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui hubungan kinerja PMO dengan kesembuhan TB. Metode penelitian ini
adalah penelitian korelasi dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini
adalah penderita TB dengan jumlah sampel 37 orang yang telah memenuhi kriteria
inklusi. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah total sampling. Variabel bebas
penelitian ini adalah kinerja PMO, sedangkan variabel terikatnya adalah kesembuhan TB.
Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kinerja PMO
dengan kesembuhan TB dengan nilai p value = 0,001. Kesimpulan bahwa kinerja PMO
yang baik akan membantu meningkatkan angka kesembuhan TB. Saran bagi PMO untuk
lebih meningkatkan kinerja nya sehingga mencapai hasil yang optimal terhadap
kesembuhan TB.
Kata Kunci : kinerja PMO; pengawas menelan obat; kesembuhan TB

ABSTRACK
Tuberculosis is an infectious disease remains a public health problem. WHO has
recommended DOTS strategy (Directly Observed Treatment Short-course) in TB control.
Cure TB treatment is determined by the regularity of taking anti tuberculosis drugs. This
can be achieved by the supervisor to take medication (PMO) that monitor and remind TB
patients to take medicine regularly. PMO is very important to assist the patient in order
to achieve optimal results. The purpose of this study was to analize the relationship
between the perpormance of PMO to the cure of TB. The methode of this research is a
correlation study with cross sectional. Sampels in this research is patients with TB. The
number of the sample was 37 people who have met the inclusion criteria by using
sampling technique. The independent variable of this reasearch is performance of PMO,
while the dependent variable is the cure of TB. Data were analyzed using chi square test
to know the relationship. The result of the research indicate that there is a significant
correlation between the performance of PMO to the cure of TB with P value = 0,001. The
conclusion is a good performance of PMO will help to improve the cure rate of TB.
Suggestions for the PMO to increase performance so that achieve result optimal for cure
TB.
Keyword : performance of PMO; PMO; cure of TB

ISSN: 2338-7246 10
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis merupakan pengobatan TB sangat ditentukan oleh
masalah kesehatan masyarakat di adanya keteraturan minum obat anti
seluruh dunia karena telah menginfeksi tuberkulosis (Sukana et al., 2010). Hal
sepertiga penduduk dunia. Pada tahun ini dapat dicapai dengan adanya
1993 WHO (World Health pengawas menelan obat (PMO) yang
Organization) mencanangkan memantau. PMO sangat penting untuk
kedaruratan global penyakit TB. Hal ini mendampingi penderita agar dicapai
disebabkan banyaknya penderita yang hasil yang optimal (Depkes RI, 2011).
tidak berhasil disembuhkan. Prevalensi Walaupun semua pihak sudah dilibatkan
TB di Indonesia dan negara-negara dalam pelaksanaan program DOTS di
sedang berkembang lainnya cukup UPT Puskesmas Arcamanik, tetapi
tinggi. Angka kematian karena infeksi angka kesembuhan TB di UPT
TB berjumlah sekitar 300 orang per hari Puskesmas Arcamanik masih di bawah
dan terjadi >100.000 kematian per tahun target nasional. Dikarenakan PMO
(Saptawati et al., 2012). memiliki peran yang sangat penting
Menurut laporan WHO 2013, Indonesia dalam mencapai kesembuhan penyakit
menempati urutan ke tiga jumlah kasus TB, maka peneliti perlu meneliti tentang
tuberkulosis setelah India dan Cina kinerja PMO terhadap kesembuhan
dengan jumlah 700 ribu kasus. Secara penyakit TB.
kasar di perkirakan di Indonesia setiap
100.000 penduduk terdapat 130
penderita baru BTA (+). KAJIAN LITERATUR
WHO telah menetapkan target untuk Tuberkulosis adalah penyakit menular
temuan kasus TB melalui strategi langsung yang disebabkan oleh kuman
DOTS (Directly Observed Treatment Mycobacterium tuberculosis, yakni
Short-course) sebesar >70% dan angka kuman aerob yang dapat hidup terutama
kesembuhan >85%. Sementara di paru atau di berbagai organ tubuh
pencapaian secara global temuan kasus yang lainnya yang mempunyai tekanan
untuk semua bentuk TB pada tahun parsial oksigen yang tinggi. Kuman ini
2011 adalah 66% (rentang: 64-69%), mempunyai kandungan lemak yang
meningkat dari 53-59% pada tahun 2005 tinggi pada membrana selnya, sehingga
dan 38-43% di tahun 1995 (Depkes RI, menyebabkan bakteri ini menjadi tahan
2012). Pada tahun 2014, di Jawa Barat terhadap asam dan pertumbuhan dari
telah ditemukan dan diobati sebanyak kumannya berlangsung lambat (Tabrani,
25.038 kasus TB. Sebanyak 3.832 atau 2010).
16% kasus TB yang ditemukan dan Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO)
diobati yaitu kasus baru TB BTA positif. adalah hasil kerja yang dicapai oleh
Angka kesembuhan TB di Jawa Barat PMO melalui aktivitas kerja yang telah
mencapai 92% (Dinas Kesehatan ditentukan menurut kriteria yang berlaku
Provinsi Jawa Barat, 2014). Kasus TB di bagi pekerjaan tersebut. Kinerja PMO
Kota Bandung pada tahun 2014 dipengaruhi beberapa variable antara
mencapai 1.323 jiwa, 38% kasus dengan lain usia, jenis kelamin, pendidikan,
TB BTA (+). Angka kesembuhan keluarga, tingkat sosial, pengalaman,
penyakit TB di Kota Bandung hanya kemampuan, dan lain-lain
mencapai 78%. (Dinas Kesehatan Kota (Sukamto,2002).
Bandung, 2014).
Pada tahun 2014 UPT Puskesmas METODE PENELITIAN
Arcamanik menempati urutan ke enam Jenis penelitian yang digunakan dalam
tertinggi angka kelalaian pengobatan penelitian ini adalah penelitian korelasi
TB. Angka kesembuhan di UPT dengan pendekatan cross sectional.
Puskesmas Arcamanik pada tahun 2014 Kinerja PMO menjadi variabel terikat
hanya mencapai 76% (Puskesmas didalam analisis hubungan karakteristik
Arcamanik, 2014). Keberhasilan individu PMO dengan kinerja PMO dan

ISSN: 2338-7246 11
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

status kesembuhan TB menjadi variabel N= jumlah keseluruhan


terikat didalam analisis hubungan responden
kinerja PMO dengan kesembuhan TB. Analisa bivariat dilakukan dengan
Karakteristik individu PMO menjadi menggunakan uji statistik Chi Square
variabel bebas didalam analisis (Chi Kuadrat) untuk mengetahui
hubungan karakteristik individu PMO hubungan antara dua variabel yaitu
dengan kinerja PMO dan kinerja PMO variabel bebas (kineja PMO) dengan
menjadi variabel bebas dalam analisis variabel terikat (kesembuhan penyakit
hubungan kinerja PMO dengan TB) (Riyanto, 2011). Pada analisis
kesembuhan TB. bivariat ini, peneliti akan menganalisis
Populasi dalam penelitian ini adalah hubungan karakteristik individu PMO
penderita TB yang berobat di poli DOTS dengan kinderja PMO dan hubungan
Puskesmas Arcamanik Kota Bandung. kinerja PMO dengan kesembuhan
Sampel penelitian ini adalah penderita penyakit TB. Variabel yang dilakukan
TB yang telah melakukan pengobatan analisis menggunakan skala data
minimal 6 bulan terhitung mulai nominal dan ordinal dan diolah
triwulan 1 sampai 4 2014. Kriteria menggunakan SPSS.
inklusi dalam penelitian ini adalah Tabel data yang diperoleh dinyatakan
penderita dengan minimal 6 bulan sebagai berikut:
pengobatan dan penderita TB yang Kesembuhan
mempunyai riwayat kartu
Tidak
pengobatan/TB 01. Kriteria Ekslusi Sembuh
Sembuh
dalam penelitian ini adalah penderita Kinerja
yang menolak dijadikan sebagai Buruk A B
responden penelitian dan penderita TB Baik C D
yang sudah pindah tempat tinggal di luar
wilayah kerja UPT Puskesmas Keterangan:
Arcamanik. Besar sampel dalam a = Pasien TB sembuh dengan kinerja
penelitian ini adalah 41 penderita TB PMO buruk
dan yang memenuhi kriteria inklusi b = Pasien TB tidak sembuh dengan
berjumlah 37 penderita TB di poli kinerja PMO buruk
DOTS UPT Puskesmas Arcamanik Kota c = Pasien TB sembuh dengan kinerja
Bandung. PMO baik
Teknik pengambilan sampel dalam d = Pasien TB tidak sembuh dengan
penelitian ini adalah total sampling. kinerja PMO baik
Total sampling adalah teknik
pengambilan sampel dimana jumlah Dengan rumus chi square :
sampel sama dengan populasi
(Sugiyono, 2014). Alasan mengambil 2
(𝑓0 − 𝑓𝑒)2
𝑥 =∑
total sampling karena jumlah populasi 𝑓𝑒
yang kurang dari 100 seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian semuanya Keterangan:
(Sugiyono, 2014). x2 = Nilai chi-kuadrat
Analisa univariat dalam penelitian ini f0 = Frekuensi yang
adalah gambaran karakteristik individu diobservasi (frekuensi empiris)
responden dan gambaran kinerja PMO fe = Frekuensi yang
dengan rumus sebagai berikut: diharapkan (frekuensi teoritis)
𝑓 Interpretasi hasil:
P= 𝑥 100%
𝑛 Pengambilan keputusan didasarkan pada
besarnya nilai yaitu bila  value 0,05,
Keterangan: maka Ha tidak signifikan dan Ho
P= persentasi proporsi signifikan. Artinya tidak ada hubungan
F= jumlah responden yang yang bermakna antara karakteristik
termasuk dalam kriteria individu PMO dengan kinerja PMO dan

ISSN: 2338-7246 12
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

kinerja PMO dengan kesembuhan TB, ternyata benar


sedangkan bila  value 0,05, maka Ha merupakan faktor
signifikan dan Ho tidak signifikan. risiko terjadinya
Artinya ada hubungan yang bermakna efek.
antara karakteristik individu PMO POR < 1, artinya variabel yang
dengan kinerja PMO dan kinerja PMO diteliti merupakan
dengan kesembuhan TB. Jika ada nilai faktor protektif
Expected (harapan) kurang dari 5, maka atau justru dapat
nilai p yang digunakan adalah nilai p mengurangi
dari Fisher’s Exact Test. Tetapi jika kejadian penyakit.
tidak ada nilai E < 5, maka nilai p yang
digunakan adalah nilai p dari Continuity HASIL PENELITIAN
Correction. Gambaran karakteristik individu
Untuk mengetahui tingkat kekuatan PMO di UPT Puskesmas Arcamanik
hubungan antara kinerja PMO dengan Kota Bandung.
kesembuhan TB dianalisa menggunakan Menurut Sukamto (2002), kinerja PMO
Prevalence Odds Ratio (POR). Karena, dipengaruhi beberapa variabel antara
desain penelitian yang digunakan adalah lain usia, jenis kelamin, pendidikan,
cross sectional maka untuk mengetahui keluarga, tingkat sosial, pengalaman,
seberapa besar risiko yang digunakan kemampuan, dan lain-lain. Dari hasil
adalah POR (Prevalence Odds Ratio) penelitian mengenai gambaran
yang memiliki arti yang sama dengan karakteristik individu PMO di UPT
OR dalam pengolahan data SPSS. Puskesmas Arcamanik dari 37 PMO
Hasil persentase dari pengolahan data, didapatkan hasil 32 (86%) PMO adalah
diinterpretasikan sebagai berikut : seorang perempuan. Perempuan
Setelah X2 hitung diketahui, lalu cenderung lebih telaten dalam
dibandingkan dengan X2 tabel. melakukan suatu pekerjaan. Sehingga
Sehingga: dalam pemilihan PMO yang mempunyai
Bila harga X2 hitung ≥ X2 tabel, tugas mengawasi penderita TB dalam
maka H0 ditolak dan H1 pengobatan perempuan lebih banyak
diterima. terlibat menjadi seorang PMO
Bila harga X2 hitung < X2 tabel, dibandingkan dengan laki-laki.
maka H0 diterima. PMO didalam penelitian ini sebagian
H0 : tidak ada hubungan antara besar (54%) berumur 26-45 tahun atau
kinerja PMO dengan usia produktif. Umur merupakan salah
kesembuhan TB satu faktor yang dapat menggambarkan
H1 : ada hubungan antara kematangan seseorang, baik kematangan
kinerja PMO dengan fisik, psikis dan sosial (Notoatmodjo,
kesembuhan TB 2003). Umur responden yang termuda
POR = 1, artinya variabel yang 17 tahun, sedangkan yang tertua
diduga menjadi berumur 67 tahun. Secara teori tidak ada
faktor risiko batasan umur untuk menjadi PMO, yang
ternyata tidak ada terpenting PMO dapat melakukan
pengaruhnya pengawasan kepada penderita TB pada
terhadap saat menelan obat. Tetapi mengingat
terjadinya efek, fungsi dari seorang PMO adalah
dengan kata lain membuat penderita TB patuh dalam
bersifat netral dan pengobatan maka disarankan usia PMO
bukan merupakan adalah usia produktif.
faktor risiko Tingkat pendidikan PMO sebagian besar
terjadinya efek. (59%) memiliki pendidikan menengah
POR > 1, artinya variabel yang (SMA) dan 24% memiliki pendidikan
diduga menjadi tinggi. Pendidikan adalah suatu usaha
faktor risiko untuk mengembangkan kepribadian dan

ISSN: 2338-7246 13
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

kemampuan didalam dan diluar sekolah setuju terhadap perannya dalam


dan berlangsung seumur hidup keberhasilan pengobatan TB, tetapi
(Notoatmodjo, 2007). Pendidikan 80,8% PMO mempunyai kinerja yang
mempengaruhi proses belajar, semakin kurang. Hal ini menunjukkan perlu
tinggi pendidikan seseorang maka adanya kesadaran PMO terhadap
semakin mudah orang tersebut untuk kesehatan, sehingga PMO dapat
menerima informasi baik dari orang lain menjalankan tugasnya dengan baik.
ataupun media asa dan mampu Kinerja PMO yang baik akan lebih
menjelaskannya kembali informasi yang mendorong dan memotivasi penderita
didapat dengan jelas. Semakin banyak dalam menjalankan pengobatan TB,
informasi yang masuk semakin banyak karena masa pengobatan TB yang cukup
pula pengetahuan yang didapat tentang panjang. Sehingga penderita TB akan
kesehatan. memperoleh kesembuhan total.
Hubungan kedekatan PMO dengan Sebaliknya jika kinerja PMO buruk
penderita dalam penelitian ini 15 orang dimungkinkan akan mempengaruhi
(40%) adalah orang tua dan 14 orang penderita TB dalam melakukan
nya adalah sebagai ibu dari penderita pengobatan menjadi tidak teratur. Untuk
TB. Sosok seorang ibu akan lebih meningkatkan kinerja PMO tersebut
disegani dan dihormati oleh anaknya. perlu ditekankan kepada petugas
Seorang ibu juga akan lebih perhatian kesehatan supaya memberikan motivasi
dan sosok terdekat kepada anaknya kepada PMO dan informasi TB dengan
sehingga bisa mengawasi penderita TB baik dan jelas kepada keluarga penderita
setiap saat. yang ditunjuk sebagai PMO. Petugas
Gambaran kinerja PMO di UPT kesehatan yang memberikan informasi
Puskesmas Arcamanik Kota Bandung dengan jelas kepada PMO akan
Dari hasil penelitian 23 orang (62%) meningkatkan pengetahuan dan
PMO memiliki kinerja yang baik. Hal pemahaman PMO, sehingga PMO akan
ini bisa dikarenakan berbagai faktor lebih memahami tugas dan fungsinya.
yang mempengaruhi kinerja yang baik Hubungan karakteristik individu
pada individu. Menurut depkes RI PMO dengan kinerja PMO di UPT
(2012), tugas seorang PMO adalah Puskesmas Arcamanik Kota Bandung
mengawasi pasien TB agar menelan Analisis hubungan karakteristik individu
obat secara teratur sampai selesai PMO berdasarkan jenis kelamin dengan
pengobatan, memberi dorongan kepada kinerja PMO, bahwa dari 32 orang
pasien agar mau berobat secara teratur, perempuan didapat 19 (59%) PMO
mengingatkan pasien untuk periksa memiliki kinerja baik. Sedangkan, dari 5
ulang dahak pada waktu yang telah orang PMO berjenis kelamin laki-laki 4
ditentukan. Mengingat pentingnya tugas (80%) PMO memiliki kinerja baik. Pada
yang dilakukan oleh seorang PMO, penelitian ini, tidak hubungan
maka kinerja PMO yang baik akan karakteristik individu PMO berdasarkan
mempengaruhi kesembuhan pasien. jenis kelamin dengan kinerja PMO. Hal
Menurut Departemen Kesehatan RI ini dimungkinkan penerapan strategi
(2008), untuk menjamin kesembuhan, DOTS pada pengobatan TB tidak
mencegah resistensi, keteraturan membedakan jenis kelamin dan semua
pengobatan dan mencegah drop out/lalai PMO mempunyai tugas yang sama
perlu diadakan pengawasan dan sesuai dengan Pedoman Nasional
pengendalian pengobatan dengan Pelaksanaan Pengobatan TB.
pendekatan DOTS (Directly Observed Analisis hubungan karakteristik individu
Treatment Shortcourse) oleh pengawas PMO berdasarkan umur dengan kinerja
pengobatan setiap hari. PMO, bahwa dari sebaian besar PMO
Hasil penelitian Lupitayanti (2014), berumur 26-45 tahun didapat 11 orang
bahwa PMO 100% mempunyai (54%) PMO yang memiliki kinerja baik.
pengetahuan yang baik tentang TB dan Sedangkan dari hampir setangahnya
sebesar 100% PMO mempunyai sikap (32%) PMO berumur >46 tahun didapat

ISSN: 2338-7246 14
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

7orang (58%) PMO memilki kinerja membantah suaminya. Sehingga hal ini
yang baik. Pada penelitian ini tidak ada berpengaruh terhadap kinerja PMO.
hubungan karakteristik individu PMO Tetapi pada penelitian ini tidak ada
berdasarkan umur dengan kinerja PMO. hubungan karakteristik individu PMO
Menurut Gobbins (2003), menyatakan berdasarkan hubungan kedekatan
bahwa kinerja individu akan merosot dengan kinerja PMO.
dengan bertambahnya umur seseorang, Hubungan kinerja PMO dengan
hal tersebut sejalan dengan hasil kesembuhan TB di UPT Puskesmas
penelitian ini. Seorang PMO yang Arcamanik Kota Bandung
bertugas melakukan pengawasan minum Analisis kinerja PMO dengan
obat kepada penderita diharuskan bisa kesembuhan TB, bahwa 23 orang
menjadi sosok yang disegani oleh (100%) penderita TB yang sembuh
penderita. Sehingga, pasien cenderung memiliki kinerja PMO yang baik. Pasien
lebih menurut dan ini akan TB dengan kinerja PMO yang baik lebih
memudahkan PMO dalam menjalankan besar kemungkinan untuk sembuh. Hal
tugasnya. ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
Analisis karakteristik individu PMO yang menyebutkan pada kelompok yang
berdasarkan tingkat pendidikan dengan menerapkan strategi DOTS dengan
kinerja PMO, bahwa dari 22 orang PMO pengawasan oleh PMO, cenderung
dengan tingkat mendidikan menengah memperoleh kesembuhan total (Sukarna
15 (68%) PMO memilki kinerja yang et al., 2003). Kesembuhan pasien TB
baik dan dari 9 orang PMO dengan dapat dicapai dengan adanya pengawas
tingkat pendidikan tinggi 7 (78%) PMO minum obat (PMO) yang memantau dan
memiliki kinerja yang baik. Pada mengingatkan penderita TB untuk
penelitian terdapat hubungan meminum obat secara teratur. PMO
karakteristik individu PMO berdasarkan sangat penting untuk mendampingi
tingkat pendidikan dengan kinerja PMO. penderita agar dicapai hasil yang
Hal ini sejalan dengan penelitian optimal (DepKes, 2000).
Sukamto (2002), bahwa kinerja PMO Berdasarkan hasil penelitian Jumaelah
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. (2013), didapat bahwa ada hubungan
Pendidikan PMO dapat mempengaruhi antara kinerja pengawas menelan obat
tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap keberhasilan pengobatan TB
PMO tentang pengawasan penderita TB. paru dengan DOTS di RSUP Dr.Kariadi
Semakin tinggi tingkat pendidikan PMO Semarang. Strategi baru pengobatan TB
maka PMO akan semakin tinggi pula yang melibatkan PMO dalam program
tingkat pengetahuan dan DOTS dapat meningkatkan keberhasilan
pemahamannya. Sehingga secara tidak pengobatan TB yang tercermin dari
langsung juga akan mempengaruhi meningkatnya angka konversi dan angka
kinerja PMO. kesembuhan serta menurunnya angka
Analisis karakteristik individu PMO drop out. Namun demikian, tidak
berdasarkan hubungan kedekatan menutup kemungkinan untuk terjadi
dengan kinerja PMO, bahwa pada PMO kegagalan pada pasien TB dengan
dengan kinerja yang baik terbanyak kinerja PMO baik. Hal ini dikarenakan
pada hubungan kedekatan sebagai orang faktor yang mempengaruhi kesembuhan
tua 11 orang (73%) 10 orang TB tidak hanya dari kinerja PMO saja
diantaranya adalah seorang ibu. melainkan dari faktor pasien dan faktor
Sedangkan Semua PMO yang berjumlah lingkungan.
6 orang dengan kinerja yang buruk, Kasus penyakit TB sangat terkait
memiliki hubungan kedekatan dengan faktor perilaku pasien dan
sebagai seorang istri. Hal ini terjadi lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasi
dikarenakan PMO yang tidak dapat dan higiene terutama sangat terkait
menjalankan tugasnya, sehubungan dengan keberadaan kuman, dan proses
dengan posisi PMO di dalam tatanan timbul serta penularannya. Faktor
keluarga dimana seorang istri dilarang perilaku sangat berpengaruh pada

ISSN: 2338-7246 15
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

kesembuhan yang dimulai dari perilaku dengan penderita sebagai orangtua.


hidup sehat (makan makanan yang Sebagian besar PMO memiliki kinerja
bergizi dan seimbang, istirahat cukup, yang baik. Tidak terdapat hubungan
olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, antara karakteristik individu penderita
hindari stress), kepatuhan untuk minum PMO berdasarkan jenis kelamin, umur
obat dan pemeriksaan rutin untuk dan hubungan kedekatan dengan kinerja
memantau perkembangan pengobatan PMO dan terdapat hubungan antara
serta efek samping (Hendrawati, 2008). karakteristik individu PMO berdasarkan
Dalam penelitian ini, peneliti tidak tingkat pendidikan dengan kinerja PMO.
melakukan pengkajian prilaku dan Terdapat hubungan antara kinerja PMO
lingkungan pasien TB. dengan kesembuhan TB.
Pengawasan dan perhatian dari tenaga Disarankan UPT Puskesmas Arcamanik
kesehatan maupun dari pihak keluarga memberikan penghargaan kepada PMO
yang telah dipercayai sebagai pengawas dengan kinerja yang baik 1 tahun sekali
menelan obat merupakan salah satu untuk memotivasi PMO, mengadakan
faktor yang mempengaruhi kepatuhan sosialisasi TB tingkat kelurahan dan
tuberkulosis dalam menjalani kecamatan yang dilaksanakan oleh
pengobatan yang membutuhkan waktu puskesmas secara rutin 6 bulan sekali,
cukup lama. Menurut Muniroh et mengadakan pelatihan kader PMO
al.,2013 didapatkan hasil hubungan sesuai dengan kebutuhan dan pelatihan
yang bermakna antara kepatuhan diadakan rutin 6 bulan sekali, sehingga
minum obat, pengawas minum obat dan kader PMO dapat menjadi koordinator
perilaku buang dahak dengan PMO di wilayahnya dan membantu
kesembuhan pada penderita TB. dalam meningkatkan angka kesembuhan
Kinerja PMO yang baik akan dan penjaringan suspek TB dan
memotivasi penderita untuk menjalani mengaktifkan pelacakan TB mangkir
pengobatan secara taratur sehingga dengan melibatkan kader PMO.
keberhasilan pengobatan dapat tercapai.
Sebaliknya jika kinerja PMO buruk REFERENSI
dimungkinkan akan mempengaruhi Aditama, T.Y. 2005. Rokok dan
pengobatan pendeita TB menjadi tidak Tuberkulosis Paru. Jakarta: Bagian
patuh. Maka dari itu kinerja PMO perlu Pulmonologi dan Kedokteran
ditingkatkan terutama dalam hal Respiratori FKUI.
memberikan informasi pada anggota Alimul Hidayat, Aziz. 2011. “Metode
keluarga dengan TB, karena jika Penelitian Keperawatan dan Teknik
informasi tidak disampaikan Analisis Data”. Jakarta: Salemba
dikhawatirkan akan menyebabkan Medika.
penularan TB. Berdasarkan hasil Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian.
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Jakarta: Rineka Cipta.
kinerja PMO berperan penting dalam Departemen Kesehatan RI. 2008.
meningkatkan angka kesembuhan TB. Pedoman Nasional
Sehingga diharapkan dengan adanya Penanggulangan Tuberkulosis.
PMO dengan kinerja yang baik akan Jakarta: Kemenkes RI.
meningkatkan angka kesembuhan TB. Departemen Kesehatan RI. 2010.
Pedoman Nasional
PENUTUP Penanggulangan Tuberkulosis.
Berdasarkan hasil penelitian dan Jakarta: Kemenkes RI.
pembahasan, maka dapat disimpulkan Departemen Kesehatan RI. 2014.
bahwa hampir semua PMO berjenis Pedoman Nasional
kelamin perempuan, sebagian besar Penanggulangan Tuberkulosis.
PMO berumur usia produktif, sebagian Jakarta: Kemenkes RI.
besar PMO memiliki tingkat pendidikan Departemen Kesehatan RI. 2000. Profil
menengah dan hampir setengahnya Kesehatan Indonesia. Jakarta:
PMO memiliki hubungan kedekatan Kemenkes RI.

ISSN: 2338-7246 16
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Mangkang Semarang Barat”.


Kesehatan Indonesia. Jakarta: Jurnal Keperawatan Komunitas 1
Kemenkes RI. Vol, 33-42.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Nizar, M. 2010. Pemberantasan Dan
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penanggulangan
Kemenkes RI. Tuberkulosis.Yogyakarta: Gosyen
Departemen Kesehatan RI. 2011. Profil Publishing.
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan
Kemenkes RI. dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka
Departemen Kesehatan RI. 2012. Profil Cipta.
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Notoatmodjo S. 2012. Metodologi
Kemenkes RI. Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2014. Profil Rineka Cipta.
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Puskesmas Arcamanik. 2014. Laporan
Kemenkes RI. Tahunan Puskesmas Arcamanik
Dinas Kota Bandung 2014. Profil Dinas Tahun 2014. Bandung.
Kesehatan Kota Bandung 2014. “Profil Kesehatan Indonesia”. 2013.
Bandung: Bidang p2 Dinas http://doi.org (diakses 13 Juli
Kesehatan Kota Bandung 2015).
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Riyanto, Agus. 2011. Metodologi
2014. Profil Dinas Kesehatan Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Provinsi Jawa Barat 2014. Nuha Medika.
Bandung: Bidang P2 Dinas Riyanto, Agus. 2011. Pengolahan dan
Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Analisis Data Kesehatan.
“Global Tuberculosis Report”. 2012. Yogyakarta: Nuha Medika.
www. who.int/- tuberkulosis. Saptawati, L., Mardiastuti, Karuniawati,
(diakses pada tanggal 11 Juli 2015). A., & Rumende, C. M. (2012).
Hendrawati P. A. 2008. Hubungan Evaluasi Metode FastPlaqueTB
antara Partisipasi Pengawas Untuk Mendeteksi Mycobacterium
Menelan Obat Keluarga dengan Tuberculosis Pada Sputum Di
Sikap Penderita Tuberkulosis Paru Beberapa Unit Pelayanan
di Wilayah Kerja Puskesmas Kesehatan Di Jakarta-Indonesia.
Banyuanyar Surakarta. Skripsi Jurnal Tuberkulosis Indonesia, 8,
Fakultas Ilmu Kesehatan UMS 1–6.
Surakarta. Tidak diterbitkan. Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik
Jumaelah, Nurhayati. 2013. “Hubungan Penulisan Riset Keperawatan.
Kinerja Pengawas Menelan Yogyakarta: Graha Ilmu.
Menelan Obat Dengan Siagian, Sondang. 2008. Manajemen
Keberhasilan Pengobatan TB Paru Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Dengan DOTS Di RSUP Bumi Aksara.
Dr.Kariadi Semarang”. Jurnal Sugiyono. 2014. Metode Penelitian
Medica Hospitalia Vol 2(1), 54-57. Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Jawetz, Melnick, and Adfcerg. 2008. Bandung: Alfa Beta.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Sukamto. 2004. Hubungan Kinerja
Erlangga. Pengawas Menelan Obat (PMO)
Lupitayanti. 2014. “Kinerja Pengawas dengan Hasil Pengobatan
menelan Obat Penderita TB Paru Penderita TB Paru Tahap Intensif
BTA + Di Puskesmas I Denpasar dengan Strategi DOTS di Kota
Selatan”. Jurnal Kesehatan Banjarmasin Propinsi Kalimantan
Komunitas Vol 2, 141-147. Selatan Tahun 2002.
Muniroh, Nuha Et al. 2013. ”Faktor- www.adln.lib.unair.ac.id (3
Faktor Yang Berhubungan Dengan Agustus 2015)
Kesembuhan Penyakit Tuberkulosis Sukana B., Heryanto, dan Supraptini.
Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas 2010. Pengaruh Penyuluhan

ISSN: 2338-7246 17
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. IV No. 1 April 2016

Terhadap Pengetahuan Penderita Mada Yogyakarta. Tidak


TB Paru di Kabupaten Tangerang. diterbitkan
Jakarta. Sukana B., Heryanto, dan Supraptini.
Sutanto S. 2000. Efektivitas Pengawas 2003. Pengaruh Penyuluhan
Menelan Obat Pada Konversi Terhadap Pengetahuan Penderita
Dahak Penderita Tuberkulosis TB Paru di Kabupaten Tangerang.
Paru, Kajian Antara Petugas Jakarta.
Kesehatan dan Tokoh Masyarakat Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit
di Pekalongan. Thesis. Program Paru. Jakarta: Trans Info Media.
Pascasarjana Universitas Gadjah

ISSN: 2338-7246 18

Anda mungkin juga menyukai