Refrat PDL Hipertensi Rada
Refrat PDL Hipertensi Rada
PENDAHULUAN
1
2
1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti
serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Penyakit
Dalam di RS Muhamadiyah Palembang.
1.2. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:
a) Bagi Institusi Pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
c) Bagi masyarakat
Referat ini dapat menjadi sumber informasi tentang hipertensi sehingga
dapat menurunkan angka prevalensi Hipertensi di Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi Hipertensi
Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan
yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang
menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat
keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan
tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension2013).3
2.2.Epidemiologi Hipertensi
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi
dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama
masalah morbiditas dan mortalitas.1
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular (PTM)
akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.
Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara
berkembang termasuk Indonesia. Salah satu PTM yang menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai
the silent killer. 1
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.
Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali
4
lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena
serangan jantung. 1
Menurut WHO dan The International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah
hipertensi cenderung meningkat. Riset Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar
26,5%.2 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar
17,6%,10,11 dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi
hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural
(Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT
1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan
penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari
kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi
membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas
dan mortalitas penyakit kardiovaskular.5
2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi
hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada
golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila
asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi
beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15
gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat
rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali
kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita
hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis
mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk
mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang
berpengaruh. 5
b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
positif diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan
hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi
masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan
hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2,
hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia. 5
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas
saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang
disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan
tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan
7
2.4.Klasifikasi Hipertensi
Ada pun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:
1. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti
kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar
90% penderita hipertensi. 4
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). 4
2. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension).4
2.5.Gejala Klinis
Tidak terdapat gejala spesifik yang menunjukkan seseorang menderita
tekanan darah tinggi pada fase awal. Namun, beberapa survey pada populasi
menunjukkan gejala hipertensi antara lain adalah gangguan tidur, gangguan
emosional, dan mulut kering. Akan tetapi, gejala-gejala ini pun terkadang
muncul pada mereka yang tidak memiliki tekanan darah tinggi. Serangan
tiba-tiba yang muncul dikarenakan kondisi hipertensi adalah angina, serangan
jantung, stroke, maupun komplikasi lainnya.6
Penderita hipertensi esensial tidak menunjukkan tanda bahwa mereka
menderita hipertensi. Penampilan mereka tidak berbeda jauh dengan mereka
yang normal. Akan tetapi, pada penderita hipertensi tingkat 2 (≥160/≥100
mmHg) muncul gejala-gejala seperti sakit kepala, gangguan penglihatan,
mual dan muntah. Keadaan dimana penderita hipertensi tidak mengetahui
bahwa dirinya menderita hipertensi menyebabkan tidak adanya penanganan
khusus terhadap penyakit sehingga kemudian menjadi hipertensi kronis.
Hipertensi kronis pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan organ seperti
angina pectoris, serangan jantung, gagal jantung, retinopaty, penyakit
pembuluh darah tepi, dan detak jantung abnormal. Manifestasi-manifestasi
ini merupakan gejala penyakit hipertensi sekunder.6
10
Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang
perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :
Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.
Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya.
Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.
Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs).
Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi.
Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.3
18
mmH dengan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk usia
30-59 tahun Strong Recommendation - Grade A - untuk usia 18-29
tahun Expert Opinion - Grade E). 1
4. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg (Expert
Opinion – Grade E).
5. Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan
darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1
6. Pada populasi berusia >18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik
<90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1
7. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan
diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe
thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting
enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
(Moderate Recommendation - Grade B). 1
8. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide
atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation -
Grade B, untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation
- Grade C). Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal
kronik, terapi antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya
mencakup ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal
ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal kronik dengan
22
2.9. Komplikasi
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti
jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung),
otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer
(klaudikasio inter miten).1
Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan
darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol.1
2.10. Kompetensi
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012,
hipertensi primer atau esensial memiliki kompetensi 4A dengan rincian
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Sedangkan hipertensi sekunder
atau non-esensial memeliki kompetensi 3A dengan rincian Lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
24
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada
pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.
2. Jenis dari hipertensi dibedakan berdasarkan penyebab terdiri dari:
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
c. Berdasarkan bentuk Hipertensi: Hipertensi diastolik {diastolic
hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang
meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
3. Faktor risiko hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial yaitu :
a. Faktor genetik
b. Rangsangan lingkungan
4. Tatalaksana Hipertensi terdiri dari tatalaksana non-farmakologis dan
farmakologis berdasarkan JNC 8.
5. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti
jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung),
otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer
(klaudikasio inter miten).