Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum
ditemukan dalam praktik kedokteran primer. Menurut NHLBI (National
Heart, Lung, and Blood Institute), 1 dari 3 pasien menderita hipertensi.
Hipertensi juga merupakan faktor risiko infark miokard, stroke, gagal ginjal
akut, dan juga kematian.1
Riset Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun 2013 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar 26,5%.2
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti
jantung, otak, ginjal, mata, dan arteri perifer. Kerusakan organ-organ
tersebut bergantung pada seberapa tinggi tekanan darah dan seberapa lama
tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol dan tidak diobati. Studi
menunjukkan bahwa penurunan rerata tekanan darah sistolik dapat
menurunkan risiko mortalitas akibat penyakit jantung iskemik atau stroke. 2
Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan di Indonesia
adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8 tahun 2014.
Rekomendasi JNC 8 dibuat berdasarkan bukti-bukti dari berbagai studi acak
terkontrol. Dua poin baru yang penting dalam guideline JNC 8 ini adalah
perubahan target tekanan darah sistolik pada pasien berusia 60 tahun ke atas
menjadi <150 mmHg dan target tekanan darah pada pasien dewasa dengan
diabetes atau penyakit ginjal kronik berubah menjadi <140/90 mmHg.
Modfikasi gaya hidup, meskipun tidak dijelaskan secara detail juga tetap
masuk dalam algoritma JNC 8.3
Mengingat bahwa tingginya angka prevalensi Hipertensi di Indonesia
serta banyaknya komplikasi yang dapat ditimbulkan hipertensi maka
penulis referat ini mengangkat topik untuk membahas mengenai masalah
Tatalaksana Hipertensi.

1
2

1.1. Tujuan
1.1.1. Tujuan Umum
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti
serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Penyakit
Dalam di RS Muhamadiyah Palembang.

1.1.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui definisi dari Hipertensi
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Hipertensi
3. Untuk mengetahui faktor risiko dari Hipertensi
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Hipertensi
5. Untuk mengetahui komplikasi dari Hipertensi

1.2. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:
a) Bagi Institusi Pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi
kepustakaan untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang
diperoleh selama proses penyusunan referat ini.
c) Bagi masyarakat
Referat ini dapat menjadi sumber informasi tentang hipertensi sehingga
dapat menurunkan angka prevalensi Hipertensi di Indonesia.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Definisi Hipertensi
Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan
yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang
menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi. Adapun pembagian derajat
keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan
tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension2013).3

2.2.Epidemiologi Hipertensi
Terjadinya transisi epidemiologi yang paralel dengan transisi demografi
dan transisi teknologi di Indonesia dewasa ini telah mengakibatkan perubahan
pola penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit tidak menular (PTM) meliputi
penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama
masalah morbiditas dan mortalitas.1
WHO memperkirakan, pada tahun 2020 penyakit tidak menular (PTM)
akan menyebabkan 73% kematian dan 60% seluruh kesakitan di dunia.
Diperkirakan negara yang paling merasakan dampaknya adalah negara
berkembang termasuk Indonesia. Salah satu PTM yang menjadi masalah
kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai
the silent killer. 1
Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi.
Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari
beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali
4

lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena
serangan jantung. 1
Menurut WHO dan The International Society of Hypertension (ISH), saat
ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di
antaranya meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut
tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah
hipertensi cenderung meningkat. Riset Kesehatan Dasar/RISKESDES tahun
2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sebesar
26,5%.2 Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar
17,6%,10,11 dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi
hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural
(Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%.10 Hasil SKRT
1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan
penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari
kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi
membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas
dan mortalitas penyakit kardiovaskular.5

2.3.Faktor Risiko Hipertensi


Faktor risiko hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial yang
dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang terutama terdiri dari
3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung
membutuhkan tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya.
5

Ketiga elemen tersebut saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang


berlebihan dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan
perubahan struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik.5
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh
lingkungan menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi
resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang
dijumpai maupun dari penelitian, misalnya:
 Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot dari pada heterozigot, apabila salah satu
diantaranya menderita hipertensi.
 Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada
usia sebelum 50 tahun, pada seseorang yang mempunyai
hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi sebelum
usia 50 tahun.
 Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly
hypertensive rat (SHR) Dahl salt sensitive (DS) dan sal
resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS)
menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai
faktor genetik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor
penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang lain
menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yang juga
diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya
hipertensi.5
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain adanya
defek transport Na pada membran sel, defek ekskresi natrium dan
peningkatan aktivitas saraf simpatis yang merupakan respon
terhadap stress. 5
6

2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi
hipertensi primer. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada
golongan suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Apabila
asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi
beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15
gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh
asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat
rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan
kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga kembali
kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita
hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis
mengalami “reset” dan dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk
mengeksresikan natrium, disamping adanya faktor lain yang
berpengaruh. 5
b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang
positif diantara obesitas (terutama upper body obesity) dan
hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas menyebabkan hipertensi
masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang menyatakan
hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2,
hiperlipidemia dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia. 5
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas
saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun renin yang
disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat meningkatkan
tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi
berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan
7

dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut


hipertensi. 5
Lain-lain Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer
rasio asupan garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras.
Adaptasi perubahan struktur pembuluh darah Perubahan adaptasi struktur
kardiovaskular, timbul akibat tekanan darah yang meningkat secara kronis dan
juga tergantung dari pengaruh trophic growth (angiotensin II dan growth
hormon).5

2.4.Klasifikasi Hipertensi
Ada pun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:
1. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik),
walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti
kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar
90% penderita hipertensi. 4
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). 4
2. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension).4

Terdapat jenis hipertensi yang lain:


1. Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada
pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan
8

pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi


pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan
toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi
pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan,
lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka
kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean
survival sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun. Kriteria
diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of
Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau
"mean" tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat istirahat
ataulebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan
katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital
dan tidak adanya kelainan paru. 4
2. Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat
kehamilan, yaitu:
d. Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang
diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah
yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya).
Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
c. Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan
preeklampsia dengan hipertensi kronik.
d. Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. 4
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang
mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah,
ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan
disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya.4
9

2.5.Gejala Klinis
Tidak terdapat gejala spesifik yang menunjukkan seseorang menderita
tekanan darah tinggi pada fase awal. Namun, beberapa survey pada populasi
menunjukkan gejala hipertensi antara lain adalah gangguan tidur, gangguan
emosional, dan mulut kering. Akan tetapi, gejala-gejala ini pun terkadang
muncul pada mereka yang tidak memiliki tekanan darah tinggi. Serangan
tiba-tiba yang muncul dikarenakan kondisi hipertensi adalah angina, serangan
jantung, stroke, maupun komplikasi lainnya.6
Penderita hipertensi esensial tidak menunjukkan tanda bahwa mereka
menderita hipertensi. Penampilan mereka tidak berbeda jauh dengan mereka
yang normal. Akan tetapi, pada penderita hipertensi tingkat 2 (≥160/≥100
mmHg) muncul gejala-gejala seperti sakit kepala, gangguan penglihatan,
mual dan muntah. Keadaan dimana penderita hipertensi tidak mengetahui
bahwa dirinya menderita hipertensi menyebabkan tidak adanya penanganan
khusus terhadap penyakit sehingga kemudian menjadi hipertensi kronis.
Hipertensi kronis pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan organ seperti
angina pectoris, serangan jantung, gagal jantung, retinopaty, penyakit
pembuluh darah tepi, dan detak jantung abnormal. Manifestasi-manifestasi
ini merupakan gejala penyakit hipertensi sekunder.6
10

2.6. Patofisiologi Hipertensi


Secara fisiologis mekanisme pengaturan tekanan darah seperti tertea
pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Fisiologi Tekanan Darah

Gambaran beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan


darah yang mempengaruhi rumus dasar:
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan
hipertensi esensial antara lain:
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh
terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus
hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan
11

perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel


otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel
otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium
intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan
mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible. 8
2. Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan
sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin
disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon
glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik. 8
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar
meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstrictor
melalui dua jalur, yaitu:
a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
12

instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga


meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl
akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah.8

Gambar 2. Mekanisme Renin-Angitensin

3. Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi
dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang
penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi
13

karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-


angiotensin bersama-sama dengan faktor lain termasuk natrium,
volume sirkulasi, dan beberapa hormon.8
4. Disfungsi Endotelium Pembuluh darah
Sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis
pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan
produksi dari oksida nitrit.8
5. Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin
merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin.
Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah
serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic
peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam
merespon peningkatan volum darah. Hal ini dapat meningkatkan
ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan
retensi cairan dan hipertensi.8
6. Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari
dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel
endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan
fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan
hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak
organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat
anti-hipertensi.8
7. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan
14

kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi


peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan
tekanan ventrikel.8

2.7. Diagnosis Hipertensi


Dalam menegakkan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana
yang akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian
Hypertension Education Program: The Canadian Recommendation for The
Management of Hypertension 2014.3
Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam
penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint National
Committee (JNC), yang dipublikasikan pada tahun 2014. 3

gambar 3. Algoritma penegakan diagnosis Hipertensi


15

Menurut The American Society of Hypertension and the International


Society of Hypertension2013 pembagian derajat keparahan hipertensi pada
seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi.
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Sistolik Diastolik
optimal >120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 84-89
Hipertensi Derajat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Derajat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Derajat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 dan < 90

Sedangkan klasifikasi menurut menurut JNC 7, yaitu:


Klasifikasi TD SBP (mm Hg) DBP (mm Hg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-90
Stadium 1 140-159 atau 90-99
Stadium 2 ≥160 atau 99-100

2.8. Tatalaksanaan Hipertensi


Non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat
1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat
merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4-
6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan
tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.3
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
 Penurunan berat badan.
16

Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran


dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain
penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan
dislipidemia.3
 Mengurangi asupan garam.
Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan
tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak
menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan
kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam
ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak
melebihi 2 gr/ hari. 3
 Olah raga.
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,
minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara
khusus, sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki,
mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka
di tempat kerjanya. 3
 Mengurangi konsumsi alkohol.
Walaupun konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup yang umum di
negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat
seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di
kota besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau
1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah.
Dengan demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol
sangat membantu dalam penurunan tekanan darah. 3
 Berhenti merokok.
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu
17

faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya


dianjurkan untuk berhenti merokok.3

Terapi farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada
pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah
setelah > 6 bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan
hipertensi derajat ≥ 2. Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang
perlu diperhatikan untuk menjaga kepatuhan dan meminimalisasi efek
samping, yaitu :
 Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal.
 Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi
biaya.
 Berikan obat pada pasien usia lanjut (diatas usia 80 tahun) seperti
pada usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid.
 Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs).
 Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi.
 Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur.3
18

Adapaun algoritem penanganan hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah:


19

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Hipertensi berdasarkan JNC 7

Algoritme tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai


guidelines memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme
tatalaksana hipertensi secara umum menurut The American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension2013;

Gambar 5. Algoritme Tatalaksana Hipertensi3


20

Gambar 6. Algoritma Tatalaksana Hipertensi JNC 8

Guideline JNC 8 mencantumkan 9 rekomendasi penanganan hipertensi:


1. Pada populasi umum berusia ≥60 tahun terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥150
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target sistolik
<150 mmHg dan target diastolik <90 mmHg. (Strong
Recommendation - Grade A). 1
2. Pada populasi umum berusia ≥60 tahunn jika terapi farmakologis
hipertensi menghasilkan tekanan darah sistolik lebih rendah (misalnya
<140 mmHg) dan ditoleransi baik tanpa efek samping kesehatan dan
kualitas hidup, dosis tidak perlu disesuaikan. (Expert Opinion - Grade
E). 1
3. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah diastolik <90
21

mmH dengan target tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk usia
30-59 tahun Strong Recommendation - Grade A - untuk usia 18-29
tahun Expert Opinion - Grade E). 1
4. Pada populasi umum <60 tahun, terapi farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg (Expert
Opinion – Grade E).
5. Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
farmakologis untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
dengan target tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan
darah diastolik <90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1
6. Pada populasi berusia >18 tahun dengan diabetes, terapi farmakologis
untuk menurunkan tekanan darah dimulai jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
tekanan darah sistolik <140 mmHg dan target tekanan darah diastolik
<90 mmHg (Expert Opinion - Grade E). 1
7. Pada populasi non-kulit hitam umum, termasuk mereka dengan
diabetes, terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe
thiazide, calcium channel blocker (CCB), angiotensin-converting
enzyme inhibitor (ACEI), atau angiotensin receptor blocker (ARB).
(Moderate Recommendation - Grade B). 1
8. Pada populasi kulit hitam umum, termasuk mereka dengan diabetes,
terapi antihipertensi awal sebaiknya mencakup diuretik tipe thiazide
atau CCB. (Untuk populasi kulit hitam: Moderate Recommendation -
Grade B, untuk kulit hitam dengan diabetes: Weak Recommendation
- Grade C). Pada populasi berusia >18 tahun dengan penyakit ginjal
kronik, terapi antihipertensi awal (atau tambahan) sebaiknya
mencakup ACEI atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal. Hal
ini berlaku untuk semua pasien penyakit ginjal kronik dengan
22

hipertensi terlepas dari ras atau status diabetes. (Moderate


Recommendation - Grade B). 1
Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan
target tekanan darah. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam 1
bulan perawatan, tingkatkan dosis obat awal atau tambahkan obat
kedua dari salah satu kelas yang direkomendasikan dalam
rekomendasi 6 (thiazide-type diuretic, CCB, ACEI, atau ARB).
Dokter harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen
perawatan sampai target tekanan darah dicapai. Jika target tekanan
darah tidak dapat dicapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat
ketiga dari daftar yang tersedia. Jangan gunakan ACEI dan ARB
bersama-sama pada satu pasien. Jika target tekanan darah tidak dapat
dicapai menggunakan obat di dalam rekomendasi 6 karena
kontraindikasi atau perlu menggunakan lebih dari 3 obat, obat
antihipertensi kelas lain dapat digunakan. Rujukan ke spesialis
hipertensi mungkin diindikasikan jika target tekanan darah tidak dapat
tercapai dengan strategi di atas atau untuk penanganan pasien
komplikasi yang membutuhkan konsultasi klinis tambahan. (Expert
Opinion - Grade E).1
23

Adapun beberapa golongan obat hipertensi yang sering digunakan


berdasarkan JNC 8, yaitu:

Gambar 7. Dosis Obat Hipertensi berdasarkan JNC 8

2.9. Komplikasi
Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti
jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung),
otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer
(klaudikasio inter miten).1
Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan
darah pasien dan berapa lama tekanan darah tinggi tersebut tidak terkontrol.1

2.10. Kompetensi
Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012,
hipertensi primer atau esensial memiliki kompetensi 4A dengan rincian
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik, melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Sedangkan hipertensi sekunder
atau non-esensial memeliki kompetensi 3A dengan rincian Lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada
24

keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan


rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.9
25

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada
pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan
pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi.
2. Jenis dari hipertensi dibedakan berdasarkan penyebab terdiri dari:
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
c. Berdasarkan bentuk Hipertensi: Hipertensi diastolik {diastolic
hypertension}, Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang
meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
3. Faktor risiko hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial yaitu :
a. Faktor genetik
b. Rangsangan lingkungan
4. Tatalaksana Hipertensi terdiri dari tatalaksana non-farmakologis dan
farmakologis berdasarkan JNC 8.
5. Komplikasi hipertensi dapat mengenai berbagai organ target, seperti
jantung (penyakit jantung iskemik, hipertroti ventrikel kiri, gagal jantung),
otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), mata (retinopati), juga arteri perifer
(klaudikasio inter miten).

Anda mungkin juga menyukai