Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hampir setiap pasangan yang telah menikah pasti beranggapan bahwa keluarga
mereka belumlah lengkap jika belum dikaruniai seorang anak. Kehadiran anak
membawa kebahagiaan bagi seluruh keluarga serta sebagai penerus yang diharapkan
akan membawa kebaikan bagi keluarga. Memiliki anak yang normal baik fisik maupun
mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak
semua individu dilahirkan dalam keadaan normal. Beberapa di antaranya memiliki
keterbatasan baik secara fisik maupun psikis, yang telah dialami sejak awal masa
perkembangan seperti retardasi mental (Ekantari, 2010).1
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR), retardasi mental
adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi atau keterbatasan yang
bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang diekspresikan
dalam keterampilan konseptual, sosial dan praktis. Keadaan ini terjadi sebelum usia 18
tahun (Elvira, 2013).2
Prevalensi kejadian retardasi mental di Indonesia yaitu 1-3% penduduk
mengalami retardasi mental, penderita tersebut meliputi retardasi mental ringan 80%,
retardasi mental sedang 12%, retardasi mental berat 7%, dan retardasi mental sangat
berat 1%. Pada sebagian besar kasus retardasi mental, penyebabnya tidak diketahui;
hanya 25 % kasus yang memiliki penyebab yang spesifik. Insiden tertinggi adalah masa
anak-anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun (Winarti, 2015).3
Retardasi mental terbagi atas retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Anak dengan retardasi mental sangat berat memerlukan pengawasan terus-
menerus dan sangat terbatas dalam keterampilan berkomunikasi dan motoriknya.
Namun, pada saat dewasa dapat terjadi suatu perkembangan bicara dan keterampilan
menolong diri-sendiri (Kaplan dkk, 2010).4
Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan
fisik lainnya. Namun demikian, peyandang retardasi mental bisa mengalami semua
gangguan jiwa yang ada. Selain itu penyandang Retardasi Mental mempunyai risiko
lebih besar untuk di eksploitasi dan diperlakukan sala secara fisik atau seksual
(physical/sexual abuse).2

1
2

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi retardasi mental
2. Untuk mengetahui epidemiologi retardasi mental
3. Untuk mengetahui etiologi retardasi mental
4. Untuk mengetahui klasifikasi retardasi mental.
5. Untuk mengetahui diagnosis retardasi mental.
6. Untuk mengetahui diagnosis banding retardasi mental.
7. Untuk mengetahui tatalaksana retardasi mental.
8. Untuk mengetahui prognosis retardasi mental.

1.3. Manfaat Penulisan


Memberikan informasi dan pengetahuan mengenai retardasi mental.

Anda mungkin juga menyukai