PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri1. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu2.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari
implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat
tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif,
infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka
mortalitas dan morbiditas ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan
cepat4.
1
penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan
ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan5.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba falopi
menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah
pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang sama besarnya dan
disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini hasil konsepsi disalurkan
terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit)
dan terus ke arah kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel
tuba dan kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium
blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu
menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim,
jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak
mengandung sel-sel desidua.
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan
masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan
menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka
desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus
(korpus), dekat pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan
mulai tumbuh menjadi janin.
3
GAMBAR 1. Proses inplantasi normal di endomentrium uterus
2.2 DEFINISI
2.3 EPIDEMIOLOGI
4
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi
tetapi perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu
sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan
berimplantasi ke tuba4.
5
2.4 ETOLOGI
6
2.5 KLASIFIKASI KEHAMILAN EKTOPIK
7
2.6 PATOFISIOLOGI
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
cavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi
antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk ke
dalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi,
tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas4.
8
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi adalah1,4,13:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi : Pada implantasi secara kolumna, ovum
yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah
diresorbsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba : Perdarahan yang terjadi karena terbukanya
dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan
antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan
sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke
dalam kavum peritoneum. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejala-gejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba : Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan
dinding vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus
dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada
pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara
spontan, atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan
pemeriksaan vagina.1,4,13
9
GAMBAR 3. Rupture Tuba
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium
tuba tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur
terjadi diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika
janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut,
seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi
tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal
karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya
kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila
besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak
mati dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang
utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi
kehamilan abdominal sekunder.
10
lebih tepat telah memungkinkan identifikasi sebelum terjadi ruptur pada sebagian
kasus. Biasanya, sang ibu tidak menduga sedang hamil, atau menganggap ia sedang
hamil normal, atau bahwa ia sedang mengalami kehamilan uterus.
- Nyeri Perut
- Amenorrhea
- Perdarahan vaginal
Trias klinis klasik kehamilan ektopik adalah rasa sakit, amenore, dan
perdarahan vagina; sayangnya, hanya sekitar 50% dari pasien datang dengan semua
3 gejala. Sekitar 40-50% pasien dengan kehamilan ektopik hadir dengan
pendarahan vagina, 50% memiliki massa adneksa teraba, dan 75% mungkin
memiliki kelembutan perut. Dalam salah satu seri kasus kehamilan ektopik, nyeri
perut disajikan di 98,6% dari pasien, amenore di 74,1% dari mereka, dan perdarahan
vagina yang tidak teratur di 56,4% dari pasien.
Pasien datang dengan gejala umum yang terjadi pada awal kehamilan,
seperti mual, breast fullness, lelah, nyeri perut bagian bawah, kram berat, nyeri
bahu. baru-baru ini. Nyeri bila janin bergerak (abdominal pregnancy), pusing,
demam, gejala seperti flu, muntah, sinkop, atau serangan jantung juga telah
dilaporkan. nyeri bahu mungkin mencerminkan iritasi peritoneal.
11
Gambaran klinis dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada
lokasinya4. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau
tidaknya kehamilan tersebut14. Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium
antara lain5:
12
f. Tekanan darah dan denyut nadi : Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak
menunjukkan perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya
kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada tindakan flebotomi untuk
menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau respon vasovagal
disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi : Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam
posisi duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya
penurunan volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut
mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
h. Suhu tubuh : Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal
atau bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan
tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 38oC.
i. Masa pelvis : Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut
mempunyai ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini
berukuran 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan
terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba
keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral
uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa
pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik : Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi
bertahap akan diukuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan
adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis5.
13
2.8 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu ,biasanya terjadi pada
kehamilan 6-8 minggu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan
muda seperti mual,pusing,dan sebagainya, Nyeri perut bagian bawah disertai
dengan spotting, nyeri bahu, tenesmus dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam
terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
b. Pemeriksaan umum.
Penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada perdarahan dalam rongga perut
tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah
hanya sedikit menggembung dan ada nyeri tekan. Pada KET dapat ditemukan
tanda-tanda syok hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, pucat, anemis, ekstremitas
dingin, nyeri abdomen, perut tegang,nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen, serta bisa
ditemukan pekak samping yaitu pekak pindah pada perkusi abdomen.
c. Pemeriksaan Ginekologi
Tanda – tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan. Kavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba menunjukan
adanya hematokel-retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyulitkan
perbedaan dengan infeksi pelvik.
14
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan
dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya ditemukan anemia,
tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.
Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukositosis meningkat. Untuk membedakan kehamilan etopik dari infeksi pelvik,
dapat diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya
menunjuk pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan
tetapi, hasil tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan
produksi human chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.
15
g. Tes Urin untuk Kehamilan
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan
sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mIU/ml.
Kesederhanaan tes ini diimbangi oleh kemungkinan untuk positif pada kehamilan
ektopik hanya 50 sampai 60 persen. Kalaupun digunakan tes jenis tabung, deteksi
gonadotropin korionik berkisar antara 150 sampai 250 mIU/ml, dan tes ini hanya
positif pada 80 sampai 85 persen kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan
ELISA sensitif untuk kadar 10 sampai 15 mIU/ml, dan positif pada 95 persen
kehamilan ektopik.
i. Progesteron Serum
Pengukuran progesteron tunggal sering dapat digunakan untuk memastikan
bahwa terdapat kehamilan yang berkembang normal. Nilai di atas 25 ng/ml
menyingkirkan kehamilan ektopik dengan sensitivitas 97.5 persen. Nilai kurang
dari 5 ng/ml menunjukkan bahwa janin embrio sudah mati, tetapi tidak
menunjukkan lokasinya. Kadar progesteron antara 5 sampai 25 ng/ml sayangnya
sering tidak konklusif. 10 persen wanita yang mengalami kehamilan normal
mempunyai nilai progesteron serum kurang dari 25 ng/ml. Tidak ada wanita dengan
kehamilan intrauteri yang mempunyai kadar progesteron di bawah 10 ng/ml,
16
sedangkan 88 persen diantara mereka yang hamil ektopik dan 83 persen yang
mengalami abortus spontan mempunyai nilai yang lebih rendah.
j. Ultrasonografi
Pada kehamilan normal, struktur kantong gestasi intrauterina dapat dideteksi
mulai kehamilan 5 minggu, dimana diameternya sudah mencapai 5-10 mm. Bila
dihubungkan dengan kadar HCG (Human Chorionic Gonadotropin), pada saat itu
kadarnya sudah mencapai 6000-6500 mIU/ml. Dari kenyataan ini bisa juga
diartikan bahwa bila pada kadar HCG yang lebih dari 6500 mIU/ml tidak dijumpai
adanya kantong gestasi intrauterin, maka kemungkinan kehamilan ektopik harus
dipirkan. Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi, tergantung pada usia
kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan ( ruptura, abortus), serta banyak dan
lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG
hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang
letaknya di luar kavum uteri, namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10%
kasus.
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik.
Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak
sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekhogenik sebagai akibat
reaksi desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekhoik
yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestational sac). Berbeda dengan
kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum
uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. Seringkali ditemukan massa
tumor di daerah adneksa, yang gambarannya sangat bervariasi. Mungkin terlihat
kantong gestasi yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin hanya berupa massa
ekhogenik dengan batas iregular, ataupun massa kompleks yang terdiri dari bagian
ekhogenik dan anekhoik. Gambaran massa yang tidak spesifik ini mungkin sulit
dibedakan dari gambaran yang disebabkan oleh peradangan adneksa, tumor
ovarium, atau pun massa endometrioma. Pada 15-20% kasus kehamilan ektopik
tidak dijumpai adanya massa di adneksa. Perdarahan intraabdomen yang terjadi
akibat kehamilan ektopik terganggu juga tidak memberikan gambaran yang
17
spesifik, tergantung dari banyak dan lamanya proses perdarahan. Gambarannya
dapat berupa massa anekhoik di kavum douglas yang mungkin meluas sampai ke
bagian atas rongga abdomen. Bila sudah terjadi bekuan darah, gambarannya berupa
massa ekhogenik yang tidak homogen. Gambaran perdarahan akibat kehamilan
ektopik sulit dibedakan dari perdarahan atau cairan bebas yang terjadi oleh sebab
lain, seperti endometriosis pelvik, peradangan pelvik, asites, pus, kista pecah,
perdarahan ovulasi dan sebagainya.
k. Sonografi Vagina
Sonografi dengan transduser di vagina dapat digunakan untuk mendeteksi
kehamilan uteri sejak 1 minggu setelah terlambat menstruasi bila β-hCG serum
lebih dari 1500 mIU/ml. Dalam suatu penelitian, uterus yang kosomg dengan
konsentrasi β-hCG serum 1500 mIU/ml atau lebih, 100 persen akurat untuk
mengidentifikasi kehamilan ektopik. Sonografi vagina juga digunakan untuk
mendeteksi massa adneksa. Namun, cara ini dapat menyesatkan, dan kehamilan
ektopik dapat terlewatkan apabila massa tubanya kecil atau tertutup oleh usus.
Penelitian melaporkan bahwa sensitifitas dan spesifisitas ultrasonografi vagina
untuk kehamilan ektopik masing-masing 96 dan 99 persen, jika teridentifikasi
cairan bebas di peritonium. Dengan terlihatnya massa tuba, sensitivitasnya 81
persen dan spesifitasnya 99 persen. Sonografi vagina dapat digunakan tersendiri
untuk mengdiagnosis kehamilan ektopik pada lebih dari 90 persen kasus. Diagnosis
klinis yang akurat didasarkan pada dua kemungkinan :
18
tidak bersifat diagnostik, sebagian besar klinisi lebih menyukai sonografi serial
bersama dengan pengukuran β-hCG serial karena perubahan konsetrasi penting
artinya. Pada beberapa kasus, mungkin diperlukan laparoskopi atau laparostomi.
l. Laparoskopi
Laparoskopi hanya bisa digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnosis yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparoskopi, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium , tuba, kavum Douglas dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat
kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
m. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah. Cara ini sangat berguna dalam membantu membuat
diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
Teknik:
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Spekulum dipasang dan bibir belakang portio dijepit dengan cunam serviks,
dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit
10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain
kasa dan diperhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :
Darah segar bewarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku
: darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
19
Darah tua bewarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang
berupa bekuan kecil-kecil : darah ini menunjukkan adanya hematokel
retrouterina.
Adanya darah yang diisap bewarna hitam (darah tua) biarpun sedikit,
membuktikan adanya darah di kavum Douglas. Jika yang diisap darah baru, ini
mungkin dari pembuluh darah dinding vagina yang dicoblos. Jika hasil
kuldosentesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh karena dengan
tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah yang terkumpul di kavum
Douglas, dan dapat terjadi infeksi.
1. Infeksi pelvis : Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid
dan jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan
20
yang dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada
infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 0C, selain itu
leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2. Abortus iminens/ Abortus inkomplit : Dibandingkan dengan kehamilan ektopik
terganggu perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering
berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif penderita yang
merasakan rasa tidak enak di perut lebih menunjukkan ke arah abortus
imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba
tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan servik uteri tidak
menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor/ Kista ovarium: Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan
perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih
besar dan lebih bulat dibanding kehamilan ektopik terganggu.
4. Appendicitis : Pada apendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
cervix uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri
perut bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney4.
2.10 PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus
bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila terjadi
rupture harus dioperasi.6
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :
21
Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
Lokasi kehamilan ektopik
Kondisi anatomik organ pelvis
Kemampuan teknik bedah mikro dokter operator
Kemampuan teknologi fertilisasi invitro
22
penderita belum punya anak, maka kelaianan pada tuba dapat dipertimbangkan
untuk mengkoreksi kelainan tersebut, hingga tuba berfungsi.
Pada ruptur tuba, segera dilakukan tranfusi darah dan laparotomi. Pada
laparotomi itu perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
adneks yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki
dan darah di rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Sesudah itu dilakukan
salpingektomi atau salpingo-ooforektomi. Adneks yang lain sebaiknya diperiksa,
tetapi jangan membuang waktu dengan mengambil tindakan pada tubanya.
Konservasi ovarium dan uterus pada wanita yang belum pernah punya anak perlu
dipikirkan sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan dapat anak melalui
fertilitas invitro. Pada ruptur tuba pars intertisialis tuba seringkali terpaksa
dilakukan histerektomi subtotal untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk menghindari
pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini adalah :
A. SALPINGOSTOMI
23
insisinya dibiarkan tanpa dijahit agar mengalami penyembuhan per sekundam.
Prosedur ini cepat dan mudah dilakukan dengan laparaskop dan sekarang
merupakan metode bedah “standar emas” untuk kehamilan ektopik tidak ruptur.
B. SALPINGOTOMI
C. SALPINGEKTOMI
Reseksi tuba mungkin dilakukan untuk kehamilan ektopik ruptur dan tak
ruptur. Ketika mengeluarkan tuba uterina, perlu melakukan eksisi baji di sepertiga
luar (atau kurang) bagian interstisium tuba. Tindakan yang disebut sebagai resksi
kornu dilakukan sebagai upaya untuk meminimalkan angka kekambuhan
kehamilan di puntung tuba. Namun, bahkan dengan reseksi kornu, kehamilan
interstisium berikutnya tidak selalu dapat dicegah.
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu
alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian
implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi
24
berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba.
Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunakan loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba.
Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani
prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan
hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.
Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan
benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan
terputus tambahan.
E. TROFOBLAS PERSISTEN
Setelah dilakukan salpingostomi atau salpingektomi, biasanya kadar β-hCG
serum turun dengan cepat dan mencapai sekitar 10 persen dari angka praoperatif
pada hari ke-12. Kehamilan ektopik persisten terjadi akibat pengangkatan trofoblas
yang tidak sempurna. Hal ini merupakan penyulit yang paling sering pada
salpingostomi, dengan frekuensi 5 sampai 20 persen. Hampir semua 700 kehamilan
tuba yang diangkat dengan laparoskopi,dan kehamilan persisten ditemukan pada 8
persen. Jumlah pada wanita yang menjalani laparotomi adalah 4 persen dari 230.
Bila kadar β-hCG setelah operasi turun sampai 50 persen dari angka praoperasi,
trofoblas ektopik persisten jarang terjadi. Faktor – faktor yang meningkatkan risiko
ektopik persisten meliputi :
25
2.11 PROGNOSIS
26
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS
Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang ke IGD RSUD Undata rujukan dari RS Madani dengan keluhan
nyeri perut tembus belakang disertai pelepasan darah (+) sejak 1 hari SMRS
gumpalan darah (+) pusing (-) sakit kepala (-). Pasien juga mengaku keluhan
tersebut kadang disertai mual dan muntah sebanyak 2 kali. Buang Air Besar Biasa.
Buang Air Kecil Lancar. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi (-) Riwayat penyakit diabetes mellitus (-).
Riwayat penyakit asma dan alergi (-). Riwayat penyakit jantung (-)
27
D. RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
E. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
F. RIWAYAT PENGOBATAN
G. RIWAYAT PERSALINAN
1. Hamil sekarang
I. RIWAYAT MENSTRUASI
Pertama kali haid saat berusia 11 tahun, teratur, pasien menyangkal adanya
nyeri saat haid, durasi haid 7 hari, siklus 28 hari, HPHT 15-8-2018.
J. RIWAYAT ALERGI
K. RIWAYAT OPERASI
L. RIWAYAT KB
Tidak pernah
C. TANDA VITAL :
28
Nadi : 114 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36,80C Axilla
D. STATUS GENERALISATA
Kepala :
Bentuk : Normochepal
Mata : Eksoftalmus (-/-), penglihatan kabur (-/-)
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sclera : Ikterik (-/-)
Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Paru paru :
Jantung :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavivula sinistra
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : bunyi jantung 1 & 2 murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
29
Ekstremitas
- Superior : akral hangat (+/+), edema (-/-),
- Inferior : akral hangat (+/+), edema (+/+),
E. STATUS OBSTETRI
30
G. HASIL USG
H. DIAGNOSIS
I. PENTALAKSANAAN
1. Pemasangan O2 2 liter/menit
2. IVFD RL 28 tetes/menit
3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
4. Inj. Ranitidin 50 mg/8 jam/iv
5. Transfusi WB 1 labu
6. Rencana laparatomi cito
Dilakukan operasi Salpingektomi dextra pada 11 september 2018 jam 09.10 WITA
Operator : dr. Daniel S, Sp.OG
Laporan operasi :
Pasien baring dengan posisi supine dimeja operasi dibawah pengaruh
general anesthesia
31
Desinfeksi dan draphing procedure dengan kasa steril dan betadine, pasang
dook steril
Insisi abdomen dengan metode pfannenstiel, lapisan demi lapisan
Buka peritoneum tampak darah segar bercampur stosel, tampak perdarahan
berasal dari lumen organ fimbriae dextra, curiga abortus tuba
Dilakukan salphingektomi dextra
Identifikasi tuba sinistra, tampak normal
Cuci cavum abdomen dengan NaCl 0,9%
Jahit peritoneum dengan benang Demersorb 1, kontrol perdarahan
Jahit fascia dengan chromic 2/0 otot, kontrol perdarahan
Jahit subkutis dengan chromic 2/0 otot, kontrol perdarahan
Jahit kutis secara subcutikuler chromic 2/0 kulit, kontrol perdarahan
Bersihkan lapangan operasi, tutup luka dengan kasa betadine
Operasi selesai
32
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
- Inj. Ranitidine 50 mg/8 jam/iv
- Inj. Asam Traknesamat 500 mg/8 jam/iv
- Cek HB post OP jika < 8 g/dl transfuse PRC 1 labu
J. FOLLOW UP
Hari/ Tanggal Follow Up
Lab post OP
RBC : 3.34 x 106/mm3
HGB : 10.0 g/dl
HCT : 30.6 %
PLT : 198 x 103/mm3
WBC : 15.1 x 103/mm3
33
Kamis/13 – 9 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (+), demam (-
), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
PPV (+) BAK (+), BAB (+)
O : Keadaan Umum : Lemah
TD 120/80 mmHg S : 36,8 C
N 90x/menit P : 18x/menit
A : Post op Salphingektomy dextra H2 a/I KET
P:
- Aff Infus
- Cefadroxil tab 2 x 500mg
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Aff kateter
Jumat/14 – 9 - 2018 S : Nyeri pada daerah bekas operasi (-), demam (-
), mual (-), muntah (-), PPV (+) sedikit, BAK (+),
BAB (-)
O : Keadaan Umum : Baik
TD 110/60 mmHg S : 36,8 C
N 78x/menit P : 20 x/menit
Abdomen : Peristaltik +,
Thorax : Vesiculer, Rhonki -/-, Whezing -/-
A : Post op Salphingektomy dextra H3 a/I KET
P:
- Cefadroxil tab 2 x 500mg
- Asam Mefenamat tab 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
- Pasien boleh pulang
34
K. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Undata rujukan dari RS Madani dengan keluhan
nyeri abdomen tembus belakang disertai pelepasan darah (+) sejak 1 hari SMRS
gumpalan darah (+) . Pasien juga mengaku keluhan tersebut kadang disertai nausea
(+) dan vomitus sebanyak 2 kali. Buang Air Besar Biasa. Buang Air Kecil Lancar.
Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran
compos mentis, GCS : E3V4M6, Tanda vital TD : 130/90 mmHg, Nadi :
114x/menit, Pernafasan : 22x/menit, Suhu : 36,8oC axilla, pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan seluruh kuadran abdomen, pada pemeriksaan
obstetric didapatkan nyeri goyang portio (+), pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan HB 9.1 g/dl, leukosit 16.2 mm3, HCG Test : (+), USG : USG kesan
sugestif kehamilan ektopik terganggu.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diputuskan
untuk dilakukan tindakan laparatomi cito.
Setelah dilakukan pembedahan didapatkan bahwa pasien ini benar mengalami
kehamilan ektopik terganggu berdasarkan laporan hasil pembedahan dimana ketik
a dilakukan pembedahan didapatkan banyak darah dicavum abdomen dan didapatk
an ruptur pada tuba fallopi dextra sehingga diputuskan dilakukan salphongectomy
dextra.
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan di mana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium cavum uteri1. Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu2.
Pada pasien ini didiagnosis sebagai kehamilan ektopik terganggu
berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien masuk rumah sakit
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang disertai keluar darah beserta
gumpalan melalui jalan lahir yang dialami sejak 1 hari yang lalu,. Pasien juga
mengaku keluhan tersebut kadang disertai mual dan muntah sebanyak 2 kali
Berdasarkan teori kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/
nidasi/ melekatnya buah kehamilan di luar endometrium kavum uterus, yakni di
luar rongga cavum uterus. Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada
dinding tuba. Dimana gejala yang timbul pada kehamilan ektopik terganggu adalah
gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan perdarahan pervaginam. Hal ini sesuai dengan pasien ini memenuhi
3 gejala yang ada dimana didapatkan nyeri abdomen, amenorea, adanya perdarahan
pervagianm 2,4,7,8
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : lemah, kesadaran
compos mentis, GCS : E3V4M6, anemis (+/+) Tanda vital TD : 130/90 mmHg,
Nadi : 114x/menit, Pernafasan : 22x/menit, Suhu : 36,8oC axilla, pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan seluruh kuadran abdomen, pada pemeriksaan
obstetric didapatkan nyeri goyang portio (+)
Menurut teori hal ini sesuai dengan teori penderita tampak kesakitan dan pucat.
Didapatkan ada nyeri tekan. Pada KET dapat ditemukan tanda-tanda syok
hipovolemik yaitu hipotensi, takikardi, pucat, anemis, ekstremitas dingin, nyeri
abdomen, perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen, serta bisa ditemukan
36
pekak samping yaitu pekak pindah pada perkusi abdomen dan didapatkan
didapatkan nyeri goyang portio (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 9.1 g/dl, leukosit 16.2 mm3,
HCG Test : (+), USG : USG kesan sugestif kehamilan ektopik terganggu.
Berdasarkan teori pada KET Setelah terjadi perdarahan, volume darah yang
berkurang dipulihkan menjadi normal dengan hemodilusi dalam waktu satu hari
atau lebih. Oleh karena itu, setelah perdarahan yang banyak sekalipun, pembacaan
nilai hemoglobin atau hematokrit pada awalnya mungkin hanya menunjukkan
sedikit penurunan. Untuk beberapa jam pertama perdarahan akut,penurunan kadar
hemoglobin atau hematokrit saat wanita tersebut sedang di observasi merupakan
petunjuk kekurangan darah yang lebih bermanfaat daripada pembacaan awal.
Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur. Pada sekitar setengah dari para wanita ini, leukosit normal, tetapi pada
sisanya, dapat ditemukan leukosit dengan berbagai derajat sampai 30.000 / ul. Pada
USG sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik.
Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak
sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekhogenik sebagai akibat
reaksi desidua, yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekhoik
yang disebut kantong gestasi palsu (pseudogestational sac). Berbeda dengan
kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum
uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda. Seringkali ditemukan massa
tumor di daerah adneksa, yang gambarannya sangat bervariasi. Mungkin terlihat
kantong gestasi yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin hanya berupa massa
ekhogenik dengan batas iregular, ataupun massa kompleks yang terdiri dari bagian
ekhogenik dan anekhoik.
37
Laparotomi harus dilakukan pada pasien yang mengalami ruptur dan dalam
keadaan syok hipovolemik. Jika tuba kontralateral sehat, maka tindakan yang
dipilih adalah salpingectomy, dimana seluruh tuba Fallopii, atau segmen yang
mengandung kehamilan ektopik diangkat.
38
DAFTAR PUSTAKA
39
http:/www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58753&page
=1#Ectopic%20Pregnancy%20Overview
12. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari Prinsip-Prinsip
Ilmu Bedah. Edisi VIII. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2013.
13. Jain KA, Hamper UM, Sander RC. Comparison of transabdominal and
transvaginal ultrasonography in the detection of early pregnancy and its
complication. AJR, 2014
14. Thorsen MK, Lawson TL, Aiman EJ. Diagnosis of ectopic pregnancy :
endovaginal vs transabdominal sonography. AJR, 2014
15. Wong TW, Lau CC, Yeung A, Lo L, Tai CM. Efficacy of Transabdominal
ultrasound examination in the diagnosis of early pregnancy complications in
the emergency department. J Accid Emerg Med, 2015
16. Condous G, Okaro E, Khalid A, et al. The accuracy of transvaginal
ultrasonography for the diagnosis of ectopic pregnancy prior to surgery.
Human reproduction 2016
40