Hukum Positif
Disusun Oleh :
Agung Satrio Trisnawan
Bab I........................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................
B. Studi Kasus................................................................
Bab 2 ......................................................................................
A. Rumusan Masalah.....................................................
Bab 3.......................................................................................
A. Pembahasan..............................................................
Bab 4.......................................................................................
A. Kesimpulan................................................................
B. Saran..........................................................................
Daftar Pustaka.........................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
Dari gambaran di atas, ada hal yang perlu dikemukakan, bahwa secara legal
formal mungkin tidak ada yang salah dalam proses pembentukan maupun
penegakan hukum. Suatu undang-undang, apapun materi dan isinya, apakah
menggambarkan aspirasi rakyat atau tidak, selama itu dibentuk dan ditetapkan oleh
lembaga yang berwenang maka dapat dikatakan telah sah menjadi hukum positif.
Begitu pula dengan proses penegakan hukum, apapun isi putusan pengadilan
selama hakim dalam memutuskannya berkeyakinan telah mendasarkan diri pada
hukum positif yang ada maka dapat dikatakan telah sah secara hukum.
LANDASAN TEORI
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel
sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh[1].
Pasal 299 :
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan memberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling
banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau
jika ia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukankejahatan yang
tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan Pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
ANALISIS
Sebuah tindak pidana dapat dijatuhi pidana apabila telah memenuhi tiga
unsur perbuatan pidana, yaitu;
(1) perbuatan,
(2) unsur melawan hukum obyektif, dan
(3) unsur melawan hukum subyektif.
Dalam kasus tersebut diatas, dapat disimpulkan telah memenuhi tiga unsur
perbuatan pidana dan dengan hal ini dapat dijatuhi pidana. Unsur-unsur tersebut
dapat dijabarkan dalam penjelasan berikut :
1. Unsur perbuatan terpenuhi dengan adanya tindakan dari pelaku (1) yang
melakukan aborsi terhadap kandungan pelaku (2) dengan persetujuan pelaku
(2), dalam hal ini pelaku (2) juga melakukan tindak pidana yaitu dengan
sengaja menggugurkan kandungannya dengan meminta bantuan pelaku (1)
2. Unsur melawan hukum obyektif juga telah terpenuhi. Karena tindakan pelaku
(1) dan pelaku (2) telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tercantum
dalam pasal 346 dan 348 KUHP, yaitu “sengaja”, “dengan persetujuan”, dan
“menggugurkan kandungan”.
PENUTUP
1. Perbuatan dr. Edward Armando dan Heny Kusumawati, yaitu dengan sengaja
melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan, merupakan suatu
perbuatan pidana, karena telah memenuhi tiga unsur perbutan pidana.
3. Bagi dr. Edward Armando diancam pidana sebagaimana terdapat pada pasal
348 KUHP, karena bertindak sebagai seseorang yang dengan sengaja
melakukan tindakan aborsi dengan adanya persetujuan.
3.a Pembahasan
Pengertian Hukum Positif Indonesia
Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada
saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh
atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Hukum di
Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama
dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu,
di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-
undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan
setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Tiap-tiap bangsa memiliki hukumnya sendiri, seperti terhadap bahasa
dikenal tata bahasa, demikian juga terhadap hukum dikenal juga tata hukum. Tiap-
tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri.
Hukum merupakan positivasi nilai moral yang berkaitan dengan kebenaran,
keadilan, kesamaan derajat, kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani manusia.
Hukum sebagai positivasi nilai moral adalah legitimasi karena adil bagi semua
orang. Salah satu kesimpulan dari studi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
dunia, seperti Booz-Allen & Hamilton, McKinsey dan Bank Dunia terhadap kinerja
perekonomian Indonesia adalah rendahnya praktik Good Corporate Governance
(GCG). Secara umum, GCG sendiri berarti suatu proses dan struktur yang
digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan akuntabilitas perusahaan
dengan tujuan utama mempertinggi nilai saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lain. Dari pengertian tersebut,
selanjutnya dapat dijelaskan bahwa GCG tidak lain adalah permasalahan mengenai
proses pengelolaan perusahaan, yang secara konseptual mencakup
diaplikasikannya prinsip-prinsip transparancy, accountability, fairness dan
responsibility.
Hukum Adat
Hukum Adat merupakan hukum tidak tertulis yang dibentuk dan dipelihara
oleh masyarakat hukum adat tanpa campur tangan dari penguasa, yang dilengkapi
dengan sanksi sebagai upaya pemaksa. Hukum adat merupakan hukum yang
bersifat lokal, dan karena dibentuk oleh masyarakat hukum adat yang tata
susunannya sangat tergantung pada faktor pembentuknya, mengakibatkan hukum
adat menjadi plural dan berbeda diantara tiap daerah dan tiap masyarakat.
Sesuai dengan faktor genealogis maka ada 3 masyarakat hukum adat, yaitu
masyarakat matrilineal, patrilineal dan parental. Sedangkan berdasar pada faktor
teritorial terbentuk 3 macam masyarakat, yaitu: persekutuan desa, persekutuan
daerah dan perserikatan kampung.
Hukum Perdata
Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi
tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan (kebutuhannya).[1] Hukum
perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum
publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau
warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-
tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem
hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem
hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya
dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh
Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem
hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan.
Wikisource memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan The Civil
Code. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer) yang
berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW
diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri diadopsi dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-
undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu: Buku
I tentang Orang, Buku II tentang Benda, Buku III tentang Perikatan, Buku IV
tentang Pembuktian dan Daluwarsa.
2. Sistem Hukum Acara Perdata Indonesia
Dalam rangka menegakan hukum perdata materil diperlukan hukum perdata
formil (hukum acara perdata), yakni aturan hukum yang mengatur bagaimana
menegakkan hukum perdata materil dengan perantaraan hakim di pengadilan sejak
pemajuan gugatan sampai pada pelaksanaan putusan. Asas-asas yang perlu
diperhatikan dalam bercara perdata, antara lain: Hakim bersifat menunggu; Hakim
bersikap pasif; Sidang terbuka untuk umum; mendengar kedua belah pihak;
beracara itu dikenakan biaya, terikatnya hakim pada alat bukti; dan putusan hakim
harus disertai alasan-alasan. Beracara perdata itu melalui 3 (tiga) tahap, yaitu
pendahuluan, penentuan, dan pelaksanaan.
3. Sistem Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan
hukum publik (C.S.T Kansil). Hukum privat adalah hukum yang mengatur
hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur
hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan
bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara negara dengan warga
negara. Hukum Pidana dalam pengertian sempit hanya mencakup hukum pidana
materiil saja, sedangkan Hukum Pidana dalam arti luas mencakup hukum pidana
materil dan hukum pidana formil atau Hukum Acara Pidana.
Hukum Pidana materil diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), sedang Hukum Acara Pidana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan peraturan perundang-
undangan lainnya. Hukum Acara Pidana atau hukum formil merupakan ketentuan
tentang tata cara proses perkara pidana sejak adanya sangkaan seseorang telah
melakukan tindak pidana hingga pelaksanaan keputusan sampai pelaksanaan
putusan pengadilan, mengatur hak dan kewajiban bagi mereka yang bersangkut
paut dengan proses perkara pidana berdasarkan undang-undang, serta diciptakan
untuk penegakan hukum dan keadilan. Fungsi dan tujuan Hukum Acara Pidana
adalah melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum pidana untuk mencari kebenaran
materil.
Hak dan kewajiban bagi pihak yang bersangkut paut dengan proses perkara
pidana mengacu pada asas hukum Acara Pidana, antara lain: perlakuan di muka
sidang; perintah tertulis dari yang berwenang, memperoleh bantuan hukum seluas-
luasnya; hadirnya terdakwa, sidang terbuka untuk umum dll.
Selanjutnya dalam proses berita acara pidana meliputi beberapa tahap,
yaitu:
1. Penyidikan oleh penyidik (penyidik polisi dan penyidik PNS).
2. Penuntutan yang dilakukan oleh jaksa atau penuntut umum.
3. Pemeriksaan di depan sidang oleh hakim.
4. Pelaksanaan putusan pengadilan oleh jaksa dan lembaga pemasyarakatan.
Substansi Hukum Positif Indonesia
Peraturan perundang-undangan
Praktik administrasi Negara atau hukum tidak tertulis
Yurisprudensi
Doktrin.
Bab 4
4.a Kesimpulan
Hukum positif itu identik dengan hukum tertulis, yang menjadi hukum
negara. Tujuannya adalah menciptakan kepastian hukum di Indonesia, sebagaimana
didalam UUD 1945 naskah asli yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
berdasarkan hukum/rechtstaat.
4.b Saran
1. Buku
H. Dedi Ismatullah, M.Hum., Dr., Prof., 2009. Hukum Tata Negara. Bandung. CV
Pustaka Setia.
Abdoel Djamali, R., S.H., 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada.
Moh. Kusnadi, S.H, Harmaily Ibrahim, S.H. 1980. Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta. Fakultas Studi Hukum Tata Negara Universitas Indonesia dan
C.V. “Sinar Bakti”
Bachsan Mustafa .(2003) Sistem Hukum Indonesia Terpadu. Bandung: Citra Adiyta
Bakti.
2. Internet
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090925002406AATlEnp
1. Abdoel Djamali, R., S.H., 2005. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada. hal.147
2. H. Dedi Ismatullah, M.Hum., Dr., Prof., 2009. Hukum Tata Negara. Bandung. CV
Pustaka Setia. hal.14
3. H. Dedi Ismatullah, M.Hum., Dr., Prof., 2009. Hukum Tata Negara. Bandung. CV
Pustaka Setia. hal.27
4. H. Dedi Ismatullah, M.Hum., Dr., Prof., 2009. Hukum Tata Negara. Bandung. CV
Pustaka Setia. hal.208
5. Ridwan HR. 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
hal.35