Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA MASALAH ANEMIA

A. PENGERTIAN
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada keadaan tertentu
dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada
dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan . oleh karena itu dalam diagnosa
anemia tidak cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Kadar Hb
normal laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami < 12 g/dl (Amin
Huda Nuratif & Hardhi Kusuma, 2015)
Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah
normal (Handayani & Andi, 2008).
Batasan umum seseorang dikatakan anemia dapat menggunakan
kriteria WHO pada tahun 1968, dengan kriteria sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):
1. Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dl
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dl
3. Perempuan dewasa hamil Hb < 11 gr/dl
4. Anak usia 6-14 tahun Hb < 12 gr/dl
5. Anak usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dl

Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakan anemia bila terdapat nilai sebagai berikut (Handayani &
Andi, 2008):

1. Hb < 10 gr/dl
2. Hematokrit < 30%
3. Eritrosit < 2,8 juta/mm2

Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia


yang umum dipakai adalah (Handayani & Andi, 2008):

1. Ringan sekali Hb 10 gr/dl – 13 gr/dl


2. Ringan Hb 8 gr/dl – 9,9 gr/dl
3. Sedang Hb 6 gr/dl – 7,9 dr/dl
4. Berat Hb < 6 gr/dl

B. ETIOLOGI
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu , sehingga dapat menimbulkan
anemia aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b. Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)
Hemolisis dapat terjadi karena:
a. Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD (untuk mencegah
kerusakan eritrosit.
b. Faktor yang didapat, yaitu adanya bahan yang dapat merusak eritrosit
misalnya, ureum pada darah karena gangguan ginjal atau penggunaan
obat acetosal.
4. Bahan baku untuk pembentukan eritrosit tidak ada
Bahan baku yang dimaksud adalah protein , asam folat, vitamin B12,
dan mineral Fe. Sebagian besar anemia anak disebabkan oleh kekurangan
satu atau lebih zat gizi esensial (zat besi, asam folat, B12) yang digunakan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Anemia bisa juga disebabkan
oleh kondisi lain seperti penyakit malaria, infeksi cacing tambang.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar : 2.1 Anatomi fisiologi


http//www. Finaanjasani.com
Menurut Rusbandi Sarpini (2013 : 85) Darah adalah cairan tubuh yang
terdiri dari plasma dan sel atau struktur seperti sel. Dalam tubuh orang dewasa,
volumenya sekitar 5-6 liter atau 7% dari berat badan. Plasma meliputi 53-57%
dari seluruh volume darah, terdiri dari 90% air, 7-9% protein, 0,1% glukosa,
1% bahan anorganik. Bahan protein dibagi dalam 3 jenis yaitu albumin
(mengatur tekanan osmotik dalam darah serta mengatur volume air dalam
darah), globulin (berhubungan dengan fungsi antibodi / kekebalan tubuh), dan
fibrinogen (protein yang penting dalam pembekuan darah).
Fungsi darah adalah :
1. Transport internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi metabolisme.
a. Respirasi
Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin dalam sel
darah merah dan plasma, kemudian terjadi pertukaran gas di paru-paru.
b. Nutrisi
Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa dalam plasma
kehati dan jaringan – jaringan lain yang digunakan untuk metabolisme.
c. Sekresi
Hasil metabolisme di bawa plasma ke dunia luar melalui ginjal.
d. Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa dan
juga berperan dalam hemoestasis.
e. Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya mempunyai
efek dalam aktivitas metabolisme sel, dibawa dalam plasma.
2. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan fungsi
dari sel darah putih.
3. Proteksi terhadap cedera dan perdarahan
Proteksi terhadap respon peradangan lokal terhadap cedera jaringan.
Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit karena adanya
faktor pembekuaan, fibrinolitik yang ada dalam plasma.
4. Mempertahankan temperatur tubuh
Darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh tubuh. Hasil
metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. Sel darah
meliputi 43-47% dari seluruh volume darah. Dikenal ada 3 jenis sel darah
yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan trombosit
(platelet).
a. Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel terbanyak, yaitu sekitar 5 juta /
mm3 darah. Bentuknya dalam sirkulasi darah berbentuk biconcave
(cekung pada kedua sisinya), tidak mempunyai inti sel. Inti sel darah
merah ini menghilangkan saat lahir sebagai suatu proses pematangan
sel yang terjadi di sumsum tulang merah. Oksigen dan CO2 dalam sel
darah merah ini terikat pada hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel
darah merah. Pada laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung
14-16 gr hemoglobin. Fungsi sel darah merah yaitu mengangkut O2 ke
jaringan /organ tubuh dan membawa kembali CO2 dari jaringan ke
paru-paru untuk dikeluarkan lewat pernafasan.
Eritrosit di produksi oleh sumsum tulang merah. Dalam sehari di
produksi sekitar 3,5 juta sel/kg berat badan. Sel darah merah ini
bertahan dan berfungsi sekitar 90-120 hari. Zat besi merupakan unsur
utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh orang dewasa kira-kira
mengandung 50 mg besi per 100 ml darah. Total kebutuhan zat besi
kira-kira antara 2–6 gr, tergantung berat badan dan kadar Hb nya.
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan
diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan
oksigen masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek
antara membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan,
karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut :
1) Membran eritrosit
2) Sistem enzim : enzim G6PD (Glucose 6-
Phosphatedehydrogenase)
3) Hemoglobin, komponennya terdiri atas : heme yang merupakan
gabungan protoporfirin dengan besi, sedangkan globin bagian
protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel
darah merah. Hemoglobin berfungsi untk mengikat oksigen, satu
gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen.
Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang
erkombinasi/berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin
adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta
membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari
hemoglobin.
Produksi sel darah merah (eritropoesis) dalam keadaan
normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di dalam
sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati 20%-30%
bagian jaringan sumsum tulang yang aktif membentuk sel darah
merah. Sel eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial
dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial ini mampu
berdiferensiasi menjadi sel darah merah sistem eritrosit, mieloid,
dan megakariosibila yang dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk
multiponsial tidak mampu berdiferensial menjadi sel induk
unipotensil. Sel induk unipotensial tidak mampu berdiferensiasi
lebih lanjut, sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya
akan berdiferensiasi menjadi sel pronormoblas akan membentuk
DNA yang diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase
mitosis. Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas
akan terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan
dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang
memerlukan besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin (vitamin
B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan
morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel
pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan
kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut :
1) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.
2) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan pada
tingkatan eritroblas asidosis.
3) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti dengan
hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel.
Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15 gram
dalam 100cc dara. Normal Hb wanitab11,5 mg% dan Hb laki-
lakin13,0 mg%. Sifat-sifat sel darah merah biasanya digambarkan
berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang terdapat di
dalam sel seperti berikut :
1) Normositik : sel yang ukurannya normal
2) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
3) Mikrositik : sel yang ukurannya terlalu kecil.
4) Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar.
5) Hipokromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
sedikit.
6) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah, sifat ini memugkinkan sel tersebut masuk ke
mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah
sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat
bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen spesifik
yang terdapat di membarn selnya dan tidak ditemukan disel lain.
Antigen-antigen itu adalah A, B, O, dan Rh. Antigen A, B, dan O
seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-masing mengode
antigen A atau B tidak memiliki keduanya yang di beri nama O.
Antigen A dan B bersifat ko-dominan, orang yang memiliki
antigen A dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan
orang yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A dan O (AO)
akan memiliki darah A. Orang yang memiliki dua antigen B (BB)
atau satu B dan satu O (BO) akan memiliki kedua antigen (OO)
akan memiliki darah O. Sedangkan antigen Rh merupakan
kelompok antigen utama lainnya pada sel darah merah yang juga
diwariskan sebagai gen-gen dari masing-masing orangtua.
Antigen Rh (Rh+) sedangkan orang yang tidak memiliki antigen
Rh dianggap Rh negarif (Rh-).
Pengahncuran sel darah merah terjadi karena proses penuaan
(senescence) dan proses patologis (hemolisi). Hemolisis yang
terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-
komponen hemoglobin menjadi dua kelompok sebagai berikut :
1) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke
pool protein dan dapat digunakan kembali.
2) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi yang
akan dikembalikan ke pool besi dan digunkan ulang, dan
bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan empedu.

b. Leukosit
Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar 5000 –
9000/mm3 . Ada beberapa tipe sel darah putih, masing– masing
mempunyai karakteristik sendiri – sendiri mengenai ukuran, bentukan
dan warnanya :
1) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman.
2) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi.
Berfung sisebagai detoktifikasi protein asing masuk ketubuh
3) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung granule pada
sitoplasma.
4) Lymphocyte, meningkat pada infeksi virus. Berfungsi sebagai
kekebalan tubuh (antibody).
5) Monocyte, sel darah putih terbesar.
Fungsi utama sel darah putih ini melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme (kuman) dengan makrofagosit (menyerang) kuman
yang masuk, mengatasi inflamasi dan immunitas. Masa aktif sel darah
putih ini kira-kira 12 jam.
c. Trombosit (platelet)
Merupakan sel darah pling kecil, jumlah sel ini sekitar 250.000 /
mm3. Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah dan hemostasis
(menghentikan perdarahan). Sel darah ini berisi beberapa faktor
pembeku darah, bila jumlah nya hanya sedikit dapat menyebabkan
pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar 10 hari. (Tarwoto, 2008 :
19)
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor,
atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis sel darah merah terjadi dalam
sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk
dalam fagositi akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah
mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul
dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin
plasma, makan hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke
dalam urin. Pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia
organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom
anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat
digolongkan pada tiga kelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk, 2014):
1. Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau gagal
Pada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu sedikit
atau sel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hal ini
terjadi akibat adanya abnormalitas sel darah merah atau kekurangan
mineral dan vitamin yang dibutuhkan agar produksi dan kerja dari eritrosit
berjalan normal. Kondisi kondisi yang mengakibatkan anemia ini antara
lain sickle cell anemia, gangguan sumsum tulang dan stem cell, anemia
defisiensi zat besi, vitamin B12, dan Folat, serta gangguan kesehatan lain
yang mengakibatkan penurunan hormon yang diperlukan untuk proses
eritropoesis.
2. Anemia akibat penghancuran sel darah merah
Bila sel darah merah yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahan
terhadap tekanan sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat
sehingga menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik
yang diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka bakar,
paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan thrombosis.

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit



Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis

3. Anemia akibat kehilangan darah


Anemia ini dapat terjadi pada perdarahan akut yang hebat ataupun pada
perdarahan yang berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis
umumnya muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan yang
mengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi, dan proses
kelahiran.
E. PATHWAY
F. TANDA Dan GEJALA
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1. Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2. Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Sedangkan menurut Handayani & Andi (2008), tanda dan gejala anemia dibagi
menjadi tiga golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Gejala umum anemia


Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia adalah
gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala-gejala tersebut dapat
diklasifikasikan menurut organ yang terkena, yaitu:
a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu, serta perasaan
dingin pada ekstremitas.
c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3. Gejala akibat penyakit yang mendasari
Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut.
Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan
telapak tangan berwatna kuning seperti jerami.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
diagnose anemia adalah (Handayani & Andi, 2008):
1. Pemeriksaan laboratorium hematologis
a. Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus anemia.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-komponen,
seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC),
asupan darah tepi.
b. Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem leukosit
dan trombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju endap darah
(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c. Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia dengan
diagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus diagnosisnya tidak
memerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis
a. Faal ginjal
b. Faal endokrin
c. Asam urat
d. Faat hati
e. Biakan kuman
3. Pemeriksaan penunjang lain
a. Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
b. Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi.
c. Pemeriksaan sitogenetik.
d. Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction,
FISH: fluorescence in situ hybridization).
H. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung akibat anemia berat
2. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel – sel lain ikut terkena.
(Wiwik Handayani, 2008 : 47)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai
jenisnya, dapat dilakukan dengan (Baughman, 2000):
1. Anemia Aplastik
a. Transplantasi sumsum tulang.
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit (ATG).
c. Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
d. Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darah merah dan trombosit.
e. Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak dengan
orang-orang yang menderita infeksi.
2. Anemia defisiensi besi
a. Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat disembuhkan.
b. Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
c. Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
d. Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
e. Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan terkontrol.
3. Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat)
Anemia defisiensi vitamin B12:
a. Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada
vege tarian ketat).
b. Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau tidak
terdapatnya faktor-faktor instriksik.
c. Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat diperbaiki.
a. Anemia defisiensi asam folat:
d. Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
e. Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
f. Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali vitamin
prenatal).
4. Anemia sel sabit
a. Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
b. Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c. Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d. Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih ringan.
e. Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darah sabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan untuk
mencegah krisis.

J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Cakupkan informasi tentang obat yang dapat menekan aktivitas
sumsum tulang atau mengganggu metabolism folat.
b. Tanyakan tentang semua kemungkinan kehilangan darah yang terjadi,
seperti menstruasi dengan darah yang banyak, terdapat darah dalam
feses.
c. Tanyakan riwayat keluarga mengenai anemia yang diturunkan.
d. Tanyakan tentang kebiasaan diit terhadap defisiensi nutrisi, seperti zat
besi, vitamin B12, dan asam folat.
e. Kaji terhadap peningkatan beban jantung:
1) Takikardia, palpitasi, dispneu.
2) Pusing, ortopneu, dispneu karena aktivitas fisik.
f. Kaji terhadap gagal jantung kongestif:
1) Kardiomegali.
2) Hepatomegali.
3) Edema perifer.
g. Kaji terhadap defisit neurologis
1) Parestesia dan kebas perifer.
2) Ataksia dan koordinasi yang buruk.
3) Kekacauan mental.
h. Kaji terhadap fungsi gastrointestinal
1) Mual dan muntah.
2) Diare.
3) Anoreksia.
4) Glositis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d perubahan ikatan O2
dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat
intake makanan.
c. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
d. Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d penurunan gerakan peristaltic
usus.
e. Pengabaian diri b.d ketidakmampuan dalam memenuhi ADL.

3. Intervensi
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, intervensi:
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul.
2) Monitor adanya paretese.
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau
laserasi.
4) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
5) Monitor adanya tromboplebitis.
6) Monitor kemampuan BAB.
7) Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik sesuai kebutuhan.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan.
2) Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan
vitamin C.
4) Berikan substansi gula.
5) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
6) Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi).
7) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
8) Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.
9) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.

c. Intoleransi aktifitas, intervensi:


1) Kaji kesesuaian aktivitas dan istirahat klien sehari-hari.
2) Observasi adanya pembatasan klien dalam beraktifitas.
3) Monitor gejala intoleransi aktivitas.
4) Menentukan penyebab intoleransi aktivitas&menentukan apakah
penyebab dari fisik, psikis/motivasi.
5) Meningkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan klien
berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah & perawatan diri.
6) Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
7) Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt
mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital.
8) Bantu klien memilih aktifitas yang mampu untuk dilakukan.

d. Disfungsi motilitas gastrointestinal, intervensi:


1) Catat tanggal buang air besar terakhir.
2) Monitor buang air besar termasuk frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume, dan warna dengan cara yang tepat.
3) Monitor bising usus.
4) Lapor adanya peningkatan frekuensi atau bising usus bernada
tinggi.
5) Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu yang
membantu mendukung keteraturan aktivitas usus.
6) Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat, dengan cara
yang tepat.
7) Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara yang tepat.

e. Pengabaian diri, intervensi:


1) Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas
perawatan diri.
2) Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri.
3) Berikan lingkungan yang aman, hangat, santai, tertutup.
4) Berikan bantuan sampai pasien mampu melakukan perawatan diri
secara mandiri.
5) Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari
sampai batas kemampuan.
6) Dorong kemampuan mandiri pasien, tetapi bantuk ketika pasien
tidak mampu melakukannya.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C. (2000). Keperawatan medikal bedah: buku saku untuk Brunner


dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Handayani, W., Andi, S. H. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan siste hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A., Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Rokim, K. F., Eka, Y., Firdaus, W. (2014). Hubungan usia dan status nutrisi
terhadap kejadian anemia pada pasien kanker kolorektal. (Karya Tulis Ilmiah).
Malang: Universitas Diponegoro.
Smeltzer, S. C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddart.
Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/37529449/LAPORAN_PENDAHULUAN_ANEMIA

Anda mungkin juga menyukai