667 1776 2 PB
667 1776 2 PB
ABSTRAK
Pemilihan Umum adalah wahana untuk menentukan arah perjalanan bangsa sekaligus
menentukan siapa yang paling layak untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan Negara
tersebut. Pemilu merupakan proses pemilihan pemimpin bangsa dan merupakan wujud dari
kedaulatan rakyat dan wujud partisipasi politik rakyat dalam sebuah Negara Demokrasi,
maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa kebersihan, kejujuran dan keadilan
pelaksanaan pemilihan umum akan mencerminkan kualitas di Negara yang bersangkutan.
Tindak pidana pemilu merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu. Perkembangan tindak pidana pemilu
tersebut meliputi semakin luasnya cakupan tindak pidana pemilu, peningkatan jenis tindak
pidana pemilu dan peningkatan sanksi pidana. Penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menempatkan. Tindak
pidana pemilu dipandang sebagai sesuatu tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus
diselesaikan dalam waktu singkat, agar dapat tercapai tujuan mengadakan ketentuan pidana
untuk melindungi proses demokrasi melalui pemilu.
ABSTRACT
Election is a vehicle to determine the direction of travel of the nation as well as determine who is
most worthy to rule the State administration. Election is the process of selecting the leader of
the nation and is a manifestation of the people's sovereignty and a form of political
participation of the people in a Democratic State, it is no exaggeration to say that the
cleanliness, honesty and fairness of elections will reflect the quality of the State concerned.
Election criminal offense is a criminal offense relating to the conduct of elections stipulated in the election
law. Criminal election developments include the increasingly wide scope of criminal election, the increase
of the offenses elections and increased criminal sanctions. The completion of the crime of elections
conducted in accordance with the legislation in force, which puts. Criminal election seen as prohibited
acts serious in nature and must be completed in a short time, in order to achieve the purpose of holding
the criminal provisions to protect the democratic process through elections.
161
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
162
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
163
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
yang ada selama ini mulai dari tahun 2004 hukum yang terjadi dalam penyelenggaran
sampai dengan tahun 2012, tidak banyak pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD.8
kasus yang sampai ke tingkat Pengadilan. Menurut Aldri Frinaldi, secara garis
Berdasarkan uraian yang disebutkan besar jenis pelanggaran dalam Undang-
di atas, secara singkat dapat dikatakan Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu
bahwa tindak pidana pemilu dipandang Anggota DPR, DPD dan DPRD terbagi
sebagai sesuatu tindakan terlarang yang menjadi tiga jenis, yakni:9
serius sifatnya dan harus diselesaikan dalam a. Pelanggaran administrasi pemilu;
waktu singkat, agar dapat tercapai tujuan b. Pelanggaran pidana pemilu; dan
mengadakan ketentuan pidana untuk c. Perselisihan hasil pemilu.
melindungi proses demokrasi melalui Undang-Undang No. 8 Tahun 2012
pemilu. Sesuai juga dengan amanat tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
reformasi bahwa penyelenggaraan pemilu ke membagi kategori jenis pelanggaran pemilu
depannya harus dilakukan dan dilaksanakan menjadi 6 (enam) jenis, yakni:
secara lebih berkualitas. a. Pelanggaran Kode Etik
Penyelenggara Pemilu;
II. Perbandingan UU No. 10 Tahun b. Pelanggaran administrasi pemilu;
2008 tentang Pemilu Anggota DPR, c. Sengketa pemilu;
DPD dan DPRD dengan UU No. 8 d. Sengketa Tata Usaha Negara
Tahun 2012 tentang Pemilu pemilu;
Anggota DPR, DPD dan DPRD e. Perselisihan hasil pemilu; dan
terkait Tindak Pidana Pemilu f. Tindak pidana pemilu.
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD diundangkan 1. Pelanggaran Kode Etik
tanggal 11 Mei 2012 mencabut UU Pemilu Penyelenggara Pemilu
sebelumnya yakni UU No. 10 Tahun 2008 Pelanggaran kode etik penyelenggara
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan pemilu diatur dalam pasal 251 Undang-
DPRD, merupakan pedoman bagi Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu
penyelenggaraan pemilu dan semua pihak Anggota DPR, DPD dan DPRD yang
terkait didalamnya serta memberikan sanksi memberikan defenisi “Pelanggaran kode etik
kepada yang melanggarnya dan sanksi penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran
pidana tersebut pada hakikatnya adalah terhadap etika penyelenggara Pemilu yang
untuk mengawal pemilu yang luber dan berpedomankan sumpah dan/atau janji
jurdil tersebut. UU No. 8 Tahun 2012 tentang sebelum menjalankan tugas sebagai
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD terdiri penyelenggara Pemilu.” Pengertian Kode
dari 25 (dua puluh lima) bab yang terdiri Etik Penyelenggara Pemilu dapat dilihat
dari 328 (tiga dua puluh delapan) pasal. UU Pasal 1 angka 6 Peraturan Bersama Komisi
No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu,
DPR, DPD dan DPRD menambahkan bab baru dan Dewan Kehormatan Penyelenggara
yang dalam Undang-Undang Pemilu Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012,
sebelumnya hanya merupakan pasal atau Nomor 11 Tahun 2012 dan Nomor 1 Tahun
bagian dari suatu atau beberapa bab atau 2012 yang menyebutkan: “Kode Etik
karena beberapa ketentuan telah diatur
dalam perundang-undangan lain.
Pengaturan dan kategorisasi masalah 8 Titi Anggraini dan August Mellaz,
hukum dan sengketa pemilu dalam UU No. 8 Beberapa Catatan Atas Keberlakuan UU No. 8
Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD
dan DPRD, halaman 12, http://www. rumah
DPD dan DPRD juga telah dilakukan secara
pemilu.com, (diakses 15 April 2013)
jauh lebih luas, terperinci, sistematis dan 9 Aldri Frinaldi, Pelanggaran Pemilu hanya
terstruktur dibandingkan UU Pemilu tiga jenis,
sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan http://www.hariansinggalang.co.id/index.php?mo
adanya kategorisasi yang lebih lengkap dan d=detail_berita.php&id=1030, (diakses 5 April
komprehensif mencakup berbagai masalah 2013 )
164
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
165
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
166
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu Daerah (DPD) . Penetapan KPU tersebut
merupakan sengketa yang timbul antara:10 dianggap merugikan peserta calon anggota
a. KPU dan partai politik calon peserta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang lain
pemilu yang tidak lolos verifikasi dan perselisihan antara KPU dengan salah
sebagai akibat dikeluarkannya satu partai politik peserta pemilu
keputusan KPU tentang penetapan menyangkut penetapan hasil pemilu yang
partai politik peserta pemilu; dilakukan secara nasional oleh KPU
b. KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ mengenai perolehan kursi partai politik
Kota dengan calon anggota DPR, DPD, peserta pemilu di suatu daerah pemilihan.
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Penetapan KPU tersebut dianggap
Kota yang dicoret dari daftar calon tetap merugikan salah satu peserta pemilu.
sebagai akibat dikeluarkannya
Keputusan KPU tentang penetapan 6. Tindak Pidana Pemilu
daftar calon tetap. Istilah tindak pidana berasal dari
Sengketa Tata Usaha Negara Pemilu istilah yang dikenal dalam hukum pidana
dapat berupa a). sengketa antar calon partai Belanda yaitu strafbaar feit. Walaupun istilah
politik peserta pemilu dengan KPU ini terdapat dalam WvS Belanda, demikian
menyangkut keputusan KPU tentang juga dengan WvS Hindia Belanda (Kitab
penetapan partai politik. Keputusan KPU Undang-undang Hukum Pidana), namun
tersebut dianggap merugikan salah satu atau tidak terdapat penjelasan resmi tentang apa
beberapa calon peserta pemilu. b). sengketa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Oleh
antar KPU dengan calon anggota legislatif karena itu, para ahli hukum berusaha untuk
menyangkut keputusan KPU tentang memberikan arti dan isi dari istilah
penetapan daftar calon tetap. Keputusan tersebut.11
KPU dianggap merugikan salah satu atau Perkataan feit itu sendiri di dalam
beberapa calon anggota legislatif. bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu
kenyataan” atau “een gedeelte van de
5. Perselisihan Hasil Pemilu werkelijkheid”, sedang “strafbaar” berarti
Perselisihan Hasil Pemilu diatur “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah
dalam Pasal 271 Undang-Undang No. 8 perkataan “strafbaar feit” itu diterjemahkan
Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang
DPD dan DPRD, yang menyatakan dapat dihukum” yang sudah barang tentu
“Perselisihan hasil Pemilu adalah tidak tepat. Oleh karena kelak akan kita
perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu ketahui bahwa yang dapat dihukum itu
mengenai penetapan perolehan suara hasil sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi
Pemilu secara nasional.” Perselisihan dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun
penetapan perolehan suara hasil Pemilu tindakan.
secara nasional yang dimaksud adalah Mengenai pengertian strafbaar feit,
perselisihan penetapan perolehan suara para sarjana sebagaimana yang dikutip oleh
yang dapat mempengaruhi perolehan kursi P.A.F. Lamintang memberikan pengertian
Peserta Pemilu. yang berbeda-beda. Menurut Pompe,
Perselisihan hasil pemilu perkataan strafbaar feit secara teoritis dapat
berdasarkan defenisi dalam undang-undang dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran
tersebut adalah perselisihan antara KPU norma (gangguan terhadap tertib hukum)
dengan salah satu calon anggota Dewan yang dengan sengaja ataupun tidak dengan
Perwakilan Daerah (DPD) menyangkut sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku,
penetapan hasil pemilu yang dilakukan dimana penjatuhan hukuman terhadap
secara nasional oleh KPU mengenai pelaku tersebut adalah perlu demi
terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan terpeliharanya tertib hukum dan
10 Lihat pasal 268 ayat (2) UU No. 8 Tahun 11 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum
2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Press, 2010),
DPRD. halaman 67
167
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
terjaminnya kepentingan umum. Di dalam dengan hukum) dan telah ia lakukan dengan
hukum positif, suatu strafbaar feit itu baik dengan sengaja maupun dengan tidak
sebenarnya tidak lain dari pada suatu sengaja.15
tindakan yang menurut suatu rumusan Menghukum seseorang sekaligus
undang-undang telah dinyatakan sebagai memenuhi tuntutan keadilan dan
tindakan yang dapat dihukum.12 kemanusiaan, harus ada perbuatan yang
Menurut van Hattum, sesuatu bertentangan dengan hukum dan yang dapat
tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan
orang yang telah melakukan tindakan pada syarat-syarat ini adalah bahwa pelaku
tersebut. Perkataan strafbaar mempunyai yang bersangkutan harus seseorang yang
arti pantas untuk dihukum. Sehingga, dapat dimintai pertanggungjawaban. Dengan
perkataan strafbaar feit diartikan sebagai cara tersebut, dapat merangkum pengertian
suatu tindakan yang karena telah melakukan tindak pidana dan pengertian ini dalam
tindakan semacam itu membuat seseorang dirinya sendiri sudah memadai.16
menjadi dapat dihukum. Menurut van Pada saat terdapat usaha untuk
Hattum, semua syarat yang harus telah menjabarkan sesuatu rumusan delik ke
terpenuhi sebagai syarat agar seseorang itu dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-
dapat diadili haruslah juga dianggap sebagai mula dapat dijumpai adalah disebutkannya
unsur-unsur dari delik.13 sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan
Menurut Simons merumuskan itu seseorang telah melakukan sesuatu
strafbaar feit sebagai suatu tindakan tindakan yang terlarang oleh undang-
melanggar hukum yang telah dilakukan undang. Menurut ilmu pengetahuan hukum
dengan sengaja ataupun tidak dengan pidana, sesuatu tindakan itu dapat
sengaja oleh seseorang yang dapat merupakan hal melakukan sesuatu ataupun
dipertanggungjawabkan atas tindakannya hal tidak melakukan sesuatu, yang terakhir
dan yang oleh undang-undang telah juga doktrin yang sering disebut dengan hal
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang mengalpakan sesuatu yang diwajibkan (oleh
dapat dihukum. Menurut Simons, sifat undang-undang).
melawan hukum itu timbul dengan Setiap tindak pidana yang terdapat di
sendirinya dari kenyataan, bahwa tindakan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
tersebut adalah bertentangan dengan itu pada umumnya dapat dijabarkan ke
sesuatu peraturan dari undang-undang.14 dalam dua unsur-unsur yang pada dasarnya
Mengenai pengertian strafbaar feit, dapat dibagi menjadi dua macam unsur yaitu
P.A.F. Lamintang menyimpulkan dari unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur
beberapa pendapat para sarjana bahwa objektif. Yang dimaksud dengan unsur
untuk menjatuhkan sesuatu hukuman itu subjektif adalah unsur-unsur yang melekat
adalah tidak cukup apabila disitu hanya pada diri pelaku atau yang berhubungan
terdapat suatu “strafbaar feit” melainkan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke
harus juga ada suatu “strafbaar person” atau dalamnya yaitu segala sesuatu yang
seseorang yang dapat dihukum, dimana terkandung di dalam hatinya. Sedangkan
orang tersebut tidak dapat dihukum apabila yang dimaksud dengan unsur-unsur objektif
“strafbaar feit” yang telah ia lakukan tidak adalah unsur-unsur yang ada hubungannya
bersifat “wederrechtelijk” (bertentangan dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam
168
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
169
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
kepastian hukum dan memberikan yang masuk, maka pengawas pemilu akan
kemudahan bagi hakim dalam memberikan mengkategorisasikan laporan pelanggaran
putusan. tersebut menjadi beberapa klasifikasi, yaitu:
Perubahan ketiga adalah a. Pelanggaran kode etik
menyangkut sistematika ketentuan pidana. penyelenggara pemilu diteruskan
Jika tindak pidana pemilu pada Undang- kepada Dewan Kehormatan
Undang No. 10 Tahun 2008 dimuat 55 (lima Penyelenggara Pemilu (DKPP).
puluh lima) pasal, maka dalam Undang- Pelanggaran kode etik ini
Undang No. 8 Tahun 2012 dimuat 58 (lima sebelumnya tidak diatur dalam UU
puluh delapan) pasal. Pemilu yang lama (Undang-
Undang No. 10 Tahun 2008
III. Mekanisme Penanganan Laporan tentang Pemilu Anggota DPR, DPD
Pelanggaran Pemilu dan dan DPRD).
Penyelesaian Tindak Pidana b. Pelanggaran administrasi pemilu
Pemilu Berdasarkan UU No. 8 diteruskan kepada KPU, KPU
Tahun 2012 Tentang Pemilu Provinsi, atau KPU
Anggota DPR, DPD dan DPRD Kabupaten/Kota.
c. Sengketa pemilu diselesaikan oleh
1. Mekanisme Penanganan Laporan Bawaslu. Dalam UU Pemilu yang
Pelanggaran Pemilu lama (Undang-Undang No. 10
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 Tahun 2008 tentang Pemilu
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Anggota DPR, DPD dan DPRD)
mengatur tentang mekanisme penanganan tidak diatur masalah sengketa
laporan pelanggaran pemilu dalam Pasal 249 pemilu sebagai masalah hukum
dan Pasal 250. Waktu penyampaian laporan yang penyelesaiannya secara
terdapat perubahan pengaturan dalam spesifik menjadi otoritas Bawaslu.
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang d. Tindak pidana pemilu diteruskan
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang kepada Kepolisian Negara
mana sebelumnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia (Polri).
No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota Mekanisme penyelesaian laporan
DPR, DPD dan DPRD diatur bahwa laporan pelanggaran pemilu diuraikan lebih lanjut
pelanggaran pemilu disampaikan paling sebagai berikut:
lama 3 (tiga) hari sejak diketahui dan/atau 1. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran
ditemukannya pelanggaran Pemilu, di dalam Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pelanggaran kode etik
Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD laporan penyelenggara Pemilu diselesaikan oleh
pelanggaran pemilu disampaikan paling Dewan Kehormatan Penyelenggara
lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau Pemilu (DKPP). Penyelesaian
ditemukannya pelanggaran Pemilu, pelanggaran kode etik penyelenggara
sedangkan lamanya waktu penanganan Pemilu tersebut dilaksanakan sesuai
laporan pelanggaran pemilu oleh jajaran dengan ketentuan UU No. 15 Tahun
pengawas pemilu tidak mengalami 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
perubahan, tetap sama dengan pemilu 2009 Penyelesaian pelanggaran kode etik
lalu, yaitu pengawas pemilu wajib penyelenggara pemilu ini diatur dalam
menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) pasal 112 sampai dengan pasal 114 UU
hari setelah laporan diterima. Pengawas No. 15 Tahun 2011 tentang
pemilu dalam hal memerlukan keterangan Penyelenggara Pemilu.
tambahan dari pelapor, maka tindak lanjut 2. Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran
penanganan laporan pelanggaran pemilu Administrasi Pemilu
dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah Penyelesaian pelanggaran
laporan diterima. administrasi pemilu dilakukan oleh KPU,
Setelah pengawas pemilu menerima KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota
dan mengkaji laporan pelanggaran pemilu berdasarkan rekomendasi Bawaslu,
170
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
171
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
172
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
173
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
174
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
Sengketa dalam pemilu sebagai dasar bagi Pemahaman, Penanganan dan Penyelesaian
terselenggaranya penanganan sengketa yang Sengketa menyatakan bahwa:
efektif. Ketujuh standar internasional “tenggat waktu yang dibuat untuk
tentang Pedoman bagi Pemahaman, penyelesaian cepat harus dibatasi karena
Penanganan dan Penyelesaian Sengketa24 keputusan yang cepat tidak dapat dibuat
dalam pemilu tersebut terdiri dari:25 untuk merugikan hak sebuah pengadilan
1. Hak untuk memperoleh pemulihan pada yang adil atau kemampuan untuk
keberatan dan sengketa pemilu; menyiapkan sebuah pembelaan.”
2. Sebuah rezim standar dan prosedur Berdasarkan kutipan di atas, suatu
pemilu didefenisikan secara jelas; pembatasan yang dirumuskan oleh pembuat
3. Arbiter yang tidak memihak dan undang-undang tidak boleh digunakan untuk
memiliki pengetahuan; melemahkan kewenangan pengadilan dalam
4. Sebuah sistem peradilan yang mampu memeriksa dan mengadili tindak pidana
menyelesaikan putusan dengan cepat; pemilu atau merugikan seseorang untuk
5. Penentuan beban pembuktian dan membela dirinya dari tuduhan telah
standar bukti yang jelas; melakukan tindak pidana. Selain itu,
6. Ketersediaan tindakan perbaikan yang penyelesaian secara cepat juga
berarti dan efektif; diselenggarakan untuk menjaga agar
7. Pendidikan yang efektif sebagai tahapan pemilu tidak terganggu dan dapat
pemangku kepentingan. berjalan sebagaimana yang diagendakan
Berdasarkan uraian ketujuh standar sebagaimana dikutip sebagai berikut:
itu, dasar pemikiran dari penyelesaian “Praktik ‘cepat’ ini ditempuh untuk
secara cepat adalah bahwa legitimasi menjamin agar setiap tahapan
pemerintah secara keseluruhan terletak pemilu dapa berjalan tanpa
pada keabsahan hasil pemilu dan para hambatan sehingga proses pemilu
pemilih sangat bersemangat untuk dapat berjalan dengan lanar. Karena
mendengar hasil segera setelah hari pentingnya setiap tahapan pemilu
pemungutan suara, maka rangkaian sidang dalam proses pembentukan
pelanggaran pemilu harus cepat. Secara pemerintahan, proses pemilu yang
asumtif, semakin lama hasil pemilu sudah berjalan dengan tidak boleh
diumumkan, semakin besar kecurigaan dihentikan. Tindakan yang telah
mengenai kecurangan dan manipulasi suara, diambil tidak boleh ditangguhkan
tanpa memandangnya bagaimana bersihnya meski ada gugatan yang diajukan.
proses pemilu tersebut. Sebelum ada penyelesaian atas
Sistem penyelesaian tindak pidana gugatan tersebut, tindakan atau
pemilu yang dirumuskan secara cepat ini keputusan awal yang telah diambil
ditujukan agar berbagai sengketa yang tidak sebelumnya akan tetap dijalankan.
perlu dapat dicegah pengajuannya, namun Itulah sebabnya setiap gugatan yang
uraian selanjutnya mengenai tujuh standar diajukan harus diselesaikan
internasional tentang Pedoman bagi secepatnya.”
Prinsip penyelesaian sengketa dalam
keadilan pemilu mengharuskan setiap
24 Segala bentuk pengaduan, gugatan, gugatan pemilu diajukan pada periode
tuntutan atau keberatan terkait tahap manapun pemilu26 saat tindakan yang digugat terjadi
dalam pemilu. Termasuk sengketa antar pihak sehingga setiap tindakan yang tidak dituntut
dalam pemilu dan hasil pemilu selama periode tertentu tidak dapat lagi
25 Peter Erben, Pedoman bagi Pemahaman,
dipemasalahkan. Prinsip ini lebih efektif
Penanganan dan Penyelesaian Sengketa dalam
Pemilu : Penerapan Tujuh Standar, disajikan di untuk menegakkan hukum tindak pidana
Konferensi “Memperbarui Penegakkan Hukum pemilu karena lebih menutup kemungkinan
Pemilu di Indonesia dan Pengalaman
Internasional dalam Hal Penyelesaian Sengketa 26 Periode pemilu terbagi dalam tiga
Pemilu”, Jakarta, Indonesia-6 oktober 2011, periode yaitu prapemilu, pemilu dan pasca
halaman 1-5 pemilu
175
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
adanya tindak pidana pemilu yang luput dari DPD, dan DPRD (meliputi pelanggaran
pemeriksaan dan proses peradilan daripada kode etik penyelenggara pemilu,
penerapan batas waktu pelaporan yang pelanggaran administrasi pemilu,
diatur alam peraturan pemilu. sengketa pemilu, tindak pidana pemilu,
Prinsip penyelesaian sengketa dalam sengketa tata usaha negara pemilu dan
keadilan pemilu mengharuskan setiap tindak perselisihan hasil pemilu). Undang-
pidana diselesaikan pada setiap periode Undang No. 8 Tahun 2012 tentang
termasuk pula periode pasca pemilu tanpa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
memberikan batasan jangka waktu dalam ketentuan pidananya juga
pelaporan atau tenggang waktu daluwarsa, membedakan pelanggaran pemilu
sepanjang perbuatan tersebut dilakukan menjadi pelanggaran dan kejahatan,
pada periode yang bersangkutan. yang dalam Undang-Undang
Kelemahannya, jika temuan tindak pidana sebelumnya (Undang-Undang No. 10
baru ditemukan pada periode setelah Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota
periode perbuatan dilakukan maka terhadap DPR, DPD dan DPRD) hanya dikatakan
pelaku perbuatan tersebut tidak dapat lagi sebagai pelanggaran pidana pemilu.
dimintai pertanggungjawaban pidana, Adanya pengaturan masalah hukum
misalnya adanya temuan yang baru secara lebih rinci ini melahirkan
diperoleh pasca pemilu sementara harapan bahwa penegak hukum akan
perbuatan pidana dilakukan pada periode lebih mudah dalam melakukan
pemilu. pengawalan implementasi Undang-
Dalam konteks penegakkan hukum Undang Pemilu dan bisa menegakkan
pemilu, batas waktu pelaporan merupakan aturan dengan tepat dan efektif, tanpa
suatu masalah hukum tersendiri,27 karena ada lagi multitafsir ataupun saling
atas waktu pelaporan merupakan ketentuan lempar tanggung jawab antar aparat
yang sangat menentukan diperiksa atau dari berbagai instansi penegak hukum
tidak diperiksanya suatu tindak pidana pemilu. Sehingga bisa menumbuhkan
pemilu sehingga dibutuhkan suatu upaya harapan untuk penyelenggaraan pemilu
khusus dalam menanggulanginya. 2014 yang mampu mewujudkan
keadilan pemilu dan perlindungan hak
IV. Penutup elektoral warga negara Indonesia.
Berdasarkan uraian tersebut diatas 2. Mekanisme penyelesaian tindak pidana
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pemilu dimulai dari tahap pelaporan,
1. Pengaturan dan kategorisasi masalah penyidikan, penuntutan dan
hukum dan sengketa pemilu dalam persidangan. Pelaporan tentang adanya
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dugaan tindak pidana pemilu dilaporkan
tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan paling lama 7 (tujuh) hari sejak
DPRD telah dilakukan secara jauh lebih terjadinya dugaan tindak pidana pemilu.
luas, terperinci, sistematis dan Selanjutnya, Bawaslu meneruskan
terstruktur dibandingkan UU Pemilu kepada penyidik paling lama 5 (lima)
lama (Undang-Undang No. 10 Tahun hari sejak laporan diterima. Proses
2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD penyidikan dilakukan oleh penyidik
dan DPRD). Hal ini dibuktikan dengan Polri dalam jangka waktu 14 (empat
adanya kategorisasi yang lebih lengkap belas) hari sejak diterimanya laporan
dan komprehensif mencakup berbagai dari Bawaslu dan dalam jangka waktu
masalah hukum yang terjadi dalam tersebut pihak penyidik harus
penyelenggaran pemilu anggota DPR, menyampaikan hasil penyidikan beserta
berkas perkara kepada Penuntut Umum.
27Topo Santoso, Problem Desain dan
Kemudian maksimal 5 (lima) hari sejak
Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu dalam berkas diterima, Penuntut Umum
Menuju Keadilan Pemilu; Refleksi dan Evaluasi melimpahkan berkas perkara kepada
Pemilu 2009, (Jakarta: Perludem, 2011), halaman pengadilan. Persidangan pelanggaran
17 pidana pemilu dilakukan dalam 7
176
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
177
Jurnal Mercatoria Vol. 7 No. 2/Desember 2014 ISSN No:1979-8652
178