Anda di halaman 1dari 17

BOOK REVIEW

PENGANTAR STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

TEORI DAN PENDEKATAN

Edited by Robert Jackson, Georg Sorensen

Introduction to International Relations

MILA REVINA CAHAYANINGTIYAS

19110230944

23-10 SP

Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi

London School of Public Relations


1. Alasan

Alasan kenapa saya memilih me-review buku yang berjudul “Pengantar


Studi Hubungan Internasional Teori dan Pendekatan” ini karena sebagai
mahasiswa Hubungan Internasional saya wajib memahami teori-teori dalam
Hubungan Internasional Seperti: Realisme, Liberalisme, Masyarakat Internasional,
Konstruktivisme Sosial, dan Ekonomi Politik Internasional. Pemikiran-pemikiran
dasar tersebut menjadi kajian dalam ilmu hubungan internasional dan perdebatan
besar sejak HI menjadi subjek akademik di akhir perang dunia pertama. Masing-
masing mengeksplorasi subjek HI dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh,
Realisme, difokuskan pada nilai dasar keamanan karnqa menurut kaum realis
perang merupakan kemungkinan alam system negara yang berdaulat. Ilmu
Hubungan Internasional sendiri dimulai ketika istilah ‘nation’ atau bangsa mulai
ada. Ilmu Hubungan Internasional memakai kata atau istilah ‘nation’ atau bangsa,
walaupun ilmu ini sebenarnya membahas tentang hubungan antar negara atau
‘state’ maupun non-negara atau ‘non-state’

Subjek akademik hubungan internasional (HI) berusaha untuk memahami


bagaimana cara masyarakat menyediakan atau tidak disediakan, dengan nilai-nilai
dasar keamanan, kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan. Untuk itu,
dalam buku ini akan terjawab semuannya. Mempermudah bagi mahasiswa
mengenal masyarakat luas dengan kehidupannya.

Disini saya akan menjelaskan sedikit mengenai pendahuluan yang ringkas


dan mudah dibaca untuk teori-teori dan pendekatan utama dalam Hubungan
Internasional.
REVIEW

BAB 1

MENGAPA MEMPELAJARI HUBUNGAN INTERNASIONAL ?

1. HI dalam kehidupan sehari-hari

Hubungan Internasional adalah nama singkatan untuk subjek akademis


hubungan internasional. Ini dapat didefinisikan sebagai studi hubungan dan
interaksi antar negara, termasuk kegiatan dan kebijakan pemerintah nasional,
organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, dan perusahaan multinasional
(MNC). Alasan utama kita harus mempelajari hubungan internasional adalah fakta
bahwa seluruh penduduk dunia hidup dan tinggal di dalam Negara merdeka.
Secara bersama-sama, Negara-negara tersebut membentuk sistem Negara global.

Hubungan Internasional berfokus pada berbagai kegiatan negara dalam


hubungan eksternal mereka. Untuk mulai melakukan itu diperlukan beberapa
konsep dasar. Negara ataupun negara yang independen dapat didefinisikan sebagai
wilayah yang tidak ambigu dan berbatasan, dengan populasi permanen, di bawah
pemerintahan tertinggi yang secara konstitusional terpisah-yaitu, independen – dari
semua pemerintah asing: sebuah negara berdaulat. Bersama-sama, negara-negara
tersebut membentuk sistem negara internasional yang bersifat global. Saat ini, ada
hampir 200 negara merdeka. Selain dalam berfokus pada kegiatan pada sebuah
negara, tentu saja studi Hubungan Internasional mempelajari pula akan sistem
negara tersebut bagaimana bisa bekerja.
Sistem negara adalah cara tertentu untuk mengorganisir kehidupan politik
yang ada di bumi dan memiliki akar sejarah yang dalam. Ada sistem negara pada
waktu dan tempat yang berbeda di berbagai belahan dunia, misalnya India kuno,
Yunani kuno, dan Renaisans Italia (Watson 1992). Sejak abad kedelapan belas,
hubungan antara negara-negara independen tersebut telah diberi label ‘hubungan
internasional’. Awalnya, sistem negara Eropa.

Dengan kemunculan Amerika Serikat pada akhir abad kedelapan belas ia


menjadi orang Barat. Pada abad ke-19 dan ke-20, sistem negara diperluas untuk
mencakup seluruh wilayah bumi-timur dan barat, utara dan selatan. Saat ini,
Hubungan Internasional adalah studi tentang sistem negara global dari berbagai
perspektif ilmiah.

Negara pada dasarnya adalah dunia teritorial. Orang harus tinggal di suatu
tempat di planet ini, dan tempat-tempat itu harus saling berhubungan satu sama
lain dalam beberapa cara. Sistem negara adalah cara untuk mengatur wilayah
berpenduduk secara politis, sebuah organisasi politik teritorial yang khas,
berdasarkan pada banyak pemerintah nasional yang independen secara independen
satu sama lain.

Jadi, alasan utama mengapa kita harus mempelajari HI adalah fakta bahwa
seluruh penduduk dunia hidup dan tinggal di dalam negara merdeka. Secara
Bersama-sama, negara-negara tersebut membentuk system negara global.

Nilai-nilai dasar yang biasanya ditegakkan oleh negara adalah keamanan,


kebebasan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan.
BAB II

HI SEBAGAI SUBJEK AKADEMIK

Pemikiran HI telah berkembang dalam tahapan yang ditandai oleh


perdebatan khusus antara kelompok-kelompok pakar. Perdebatan besar pertama
adalah antara Utopian Liberalisme dan realisme, yang kedua adalah pendekatan
tradisional dan behavioralisme; yang ketiga adalah antara
neorealisme/neoliberalisme dan neo-Marxisme, dan keempat yang muncul adalah
antara tradisi yang mapan dan alternatif-alternatif post-positivis.

Studi awal HI dimulai pada Liberalisme Utopian. Disini muncul disiplin


baru HI dengan sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran liberal. Cara berpikir
liberal memiliki dukungan politik yang solid dari negara yang paling kuat dalam
sistem internasional. HI akademik berkembang pertama kali dan sangat kuat di dua
negara demokratis liberal terkemuka, AS dan Inggris. Para pemikir liberal
memiliki gagasan yang mereka anggap cemerlang dan mereka yakini dengan kuat
tentang bagaimana menghindari bencana besar di masa depan, dan juga
mereformasi struktur-struktur domestik negara-negara otokratis.

Perdebatan besar pertama dimenangkan oleh kaum realis. Selama perang


dingin, realisme menjadi cara berpikir yang dominan tentang HI bukan hanya
diantara para pakar, tetapi juga para politisi, diplomat, dan orang biasa. Ringkasan
realisme Morgentahu (1960) menjadi pengantar standar HI pada 1950-an dan
1960-an.

Cara pembelajaran HI biasanya mengacu pada pendekatan tradisional atau


klasik. Sedang penstudian HI baru, memiliki latarbelakang akademik yang sangat
berbeda, pemikiran-pemikiran yang sangat berbeda dengan bagaimana HI
seharusnya dipelajari. Pemikiran-pemikiran baru ini diringkas dalam istilah
Behavioauralisme yang menandai tidak begitu banyak teori baru sebagai suatu
metodologi baru yang diupaya untuk menjadi “Ilmiah” dalam pengertian ilmu alam
dari istilah tersebut. Behavioralisme lebih tertarik pada fakta yang dapat diamati
dan data yang dapat diukur, dalam perhitungan yang tepat, dan pengumpulan data
agar mendapatkan pola perilaku yang berulang,”hokum-hukum” Hubungan
Internasional.

Perdebatan besar kedua adalah tentang metode. Pesertanya adalah kaum


tradisionalis dan behavioralis. Kaum tradisionalis memahami dunia social yang
rumit dari masalah-masalah manusia dan nilai-nilai mendasarnya seperti
ketertiban, kebebasan dan keadilan. Sedangkan Behavioralisme, tiak memberikan
ruang bagi moralitas atau etika dalam teori intenasionalisme.

Tahun 1950, Proses integrasi regional sedang berjalan di eropa Barat yang
memikat perhatian kaum neoliberal. Hal itu memberikan dasar bagi liberalisme
sosiologis, yang merupakan aliran neoliberal yang menekankan dampak dari
perluasan aktifitas lintas batas ini. Neoliberalisme republican mengambil tema
yang dikembangkan dalam pemikiran liberalism terdahulu.

Itulah beberapa teori dan pandangan mengenai perkembangan HI sebagai


Subjek akademik. Tak satupun pendekatan teoritis yang benar-benar menang
dalam HI saat ini. Tradisi teoritis utama dan pendekatan-pendekatan alternative
tersebut dijalankan secara aktif dan disiplin sekarang ini. Situasi tersebut
mencerminkan perlunya pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk menangkap
aspek-aspek yang berbeda dari kenyataan kontemporer dan sejarah yang sangat
rumit.
BAB III

TEORI-TEORI KLASIK

Kaum realis memiliki pandangan yang pesimis tentang sifat manusia. Kaum
realis skeptis bahwa akan ada kemajuan dalam politik internasional sama seperti
kemajuan dalam kehidupan politik domestik. Kaum realis melihat hubungan
internasional pada dasarnya bersifat konfliktual, dan yang pada akhirnya
diselesaikan dengan perang. Kaum realis yakin bahwa tujuan kekuasaan, alat-alat
kekuasaan dan penggunaan kekuasaan merupakan focus utama aktivitas politik.
Pelaksanaan kebijakan luar negeri bersifat instrumental yang didasarkan pada
kalkulasi cerdas dari satu kekuatan dan kepentingan terhadap kekuatan dan
kepentingan musuh-musuh dan pesaing-pesaing. Kaum realis memiliki penilaian
yang tinggi pada nilai-nilai keamanan nasional, kelangsungan hidup Negara, dan
stabilitas serta ketertiban nasional.

Kaum realis struktural menggunakan konsep sistem biporal dan sistem


multipolar, dan kebanyakan melihat bipolaritas sebagai lebih kondusif bagi
ketertiban internasional. Kaum realis neoklasik berusaha mengombinasikan
argument kaum realis Waltz dengan kaum realis klasik Morgenthau dan Kissinger.
Mereka juga berusaha memasukan konsep status sebagai Negara bagian
(statehood) domestik dan masyarakat yang merupakan karakteristik liberalisme.

Tidak seperti realisme, neo-realisme berusaha ilmiah dan lebih positivis.


Neo-realisme tidak menyetujui penekanan realisme pada penjelasan yang bersifat
perilaku dalam hubungan internasional.
BAB IV

LIBERALISME

Ilmu Hubungan Internasional dilandasi dengan berbagai perspektif-


perspektif. Dari banyak perspektif tersebut, hanya diambil yang relevan dengan
Ilmu Hubungan Internasional. setelah membahas dan mengetahui tentang
perspektif realisme, maka selanjutnya akan dibahas mengenai perspektif
Liberalisme dalam Hubungan Internasional.

Perspektif Liberalisme sangat berbanding terbalik dengan perspektif


Realisme. Jika perspektif Realisme memandang manusia mempunyai sifat dasar
yang buruk, sebagaimana bahwa manusia selalu egois dan selalu mementingkan
egonya sendiri untuk memperjuangkan keinginannnya, dan selalu beranggapan
bahwa untuk menciptakan perdamaian harus melalui dengan perang terlebih
dahulu.

Liberalisme meyakini bahwa perdamaian dapat dicapai tanpa melalui perang


terlebih dahulu. Manusia masih mempunyai hati nurani untuk mencapai sebuah
perdamaian.Dalam liberalisme lebih mengutamakan perdamaian melalui kerjasama
yang lebih bermanfaat dan menghindari perang. Seperti dijalankannya
perdagangan bebas atau free trade untuk saling menumbuhkan rasa kerjasama dan
saling menguntungkan satu sama lain sebagai perwujudan bahwa untuk mencapai
sebuah perdamaian tidak harus melalui perang (Scoth Burchill, 2001). Hal ini
sangat berbanding terbalik dengan perspektif realisme.

Kemudian liberalisme tidak hanya memfokuskan pada satu aktor saja, yaitu
state actor atau negara, yang dapat menjalankan hubungan internasional. namun
non-state actor juga dapat memiliki peran untuk menjalankan sebuah hubungan
internasional. Bahkan, non-state actor dianggap lebih memiliki peran dibandingkan
state aktor itu sendiri. Dari sini lah maka didirikan organisasi internasional yang
bernama Liga Bangsa-Bangsa, organisasi ini dipelopori oleh Wodrow Wilson
seorang presiden Amerika Serikat pada tahun 1920. organisasi ini diikuti oleh 42
negara. Tujuan didirikannya LBB adalah untuk menciptakan perdamaian dengan
cara aman dan tanpa adanya perang yang menyebabkan banyak kerugian. Namun
pada akhirnya organisasi ini gagal karena melemahnya perpsektif liberalisme itu
sendiri, tidak hanya itu terjadinya perang dunia kedua juga memperjelas keadaan
bahwa Liga Bangsa Bangsa telah gagal. Sebagai reaksinya muncullah perspektif
Realisme yang lebih mendominasi dan berkembang kuat pada jamannya.

Selanjutnya perspektif liberalisme memandang bahwa hubungan


internasional bersifat kooperatif, menjunjung tinggi kebebasan dan kemajuan
individunya. Individu tersebut akan membentuk sebuah kelompok atau organisasi
yang dapat saling memberikan kebahagian satu sama lain. negara terbentuk dari
individu-individu yang mempunyai kepentingan bersama sehingga mencapai
sebuah kebahagiaan. Perspektif liberalisme percaya bahwa hubungan internasional
dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual (Jackson & Sorensen 1999, 139).

Jadi perpsektif liberalisme adalah perspektif yang memandang bahwa


manusia pada dasarnya mempunyai sifat yang baik. Perpsektif liberalisme tidak
selalu menggap bahwa negara adalah aktor yang mempunyai peran tertinggi dalam
hubungan internasional, namun organisasi internasional ataupun non-state aktor
lainnya Perspektif liberalisme berfokus pada perdamaian dan keamanan dunia
BAB V

MASYARAKAT INTERNASIONAL

Pendekatan Masyarakat Internasional merupakan jalan tengah dalam


studi HI klasik, menciptakan tempat diantara realisme dan liberalisme klasik dan
membangun tempat diantara realisme dan liberalisme klasik dan membangun
tempat tersebut ke dalam pendekatan HI yang berbeda dan terpisah. Pendekatan
Masyarakat Internasional menganggap hubungan internasional sebagai
‘masyarakat’ Negara dimana aktor utamanya adalah negarawan yang mempunyai
spesialisasi dalam bidang ketatanegaraan.

Sebagian pakar masyarakat internasional berpendapat bahwa kita sebaiknya


memikirkan sistem Negara dan masyarakat Negara sebagai dua dimensi dari
struktur internasional yang lebih fundamental dan lebih komprehensif yang
mendukungnya. HI adalah dialog tanpa akhir antara realisme, rasionalisme, dan
revolusionisme. Realisme menekankan anarki dan politik kekuasaan. Rasionalisme
menekankan masyarakat dan hukum internasional. Revolusionisme menekankan
kemanusiaan, hak asasi manusia, dan keadilan manusia.

Poin utama Masyarakat Internasional adalah peningkatan dan pemeliharaan


ketertiban internasional. Masyarakat Internasional pluralis mungkin berkembang,
paling tidak dalam beberapa hal, menjadi masyarakat dunia solidaris. Negarawan
menghadapi dilema yang sulit karena perbedaan jening tanggung jawab yang harus
mereka pertimbangkan. Ada tiga dimensi tanggung jawab yang berbeda: nasional,
internasional, kemanusiaan. Perang mungkin menimbulkan isu-isu tentang
tanggung jawab kemanusiaan yang paling sulit.
BAB VI

EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL: TEORI-TEORI KLASIK

EPI adalah hubungan antara politik dan ekonomi, antara Negara dan
pasar. Ekonomi adalah tentang pencapaian kekayaan, dan politik adalah tentang
pencapaian kekuatan. Ada tiga teori utama EPI: Merkantilisme, Liberalisme
ekonomi, dan Marxisme.

Merkantilisme menempatkan ekonomi sebagi subordinat politik. Aktivitas


ekonomi dilihat dalam konteks peningkatan kekuatan Negara yang lebih besar:
kepentingan nasional meter, bukan menyaingi tujuan; tetapi ketergantungan
ekonomi kepentingan ekonomi yang berlebihan terhadap Negara lain sebaiknya
dihindari. Ketika kepentingan ekonomi dan keamanan berbenturan, kepentingan
keamanan mendapat prioritas.

Kaum ekonomi liberal berpendapat bahwa ekonomi pasar adalah wilayah


otonomi masyarakat, yang berjalan menurut hukum ekonominya sendiri.
Pertukaran ekonomi adalah positive-sumgame dan pasar akan cenderung untuk
memaksimalkan manfaat bagi individu, rumah tangga, dan perusahaan.

Dalam pendekataan marxis, ekonomi adalah wilayah ekploitasi dan


ketidaksamaan antara kelas sosial, khususnya kaum borjuis dan proletariat. Politik
sampai tingkatan tertentu ditentukan oleh konteks sosioekonomi. Kelas ekonomi
yang dominan juga dominan secara politik. EPI adalah mengenai sejarah ekspansi
kapitalis global dan perjuangan antara kelas dan Negara yang telah dilahirkannya.
Perkembangan kapitalis tidak merata dan terikat untuk menghasilkan krisis dan
kontradiksi baru, keduanya antara Negara-negara dan kelas-kelas sosial.
BAB VII

EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL: PERDEBATAN


KONTEMPORER

Perdebatan paling penting yang diinspirasi oleh merkantilisme menyangkut


perlunya Negara yang kuat untuk menciptakan perekonomian internasional liberal
yang berfungsi dengan lancar, yaitu perdebatan tentang stabilitas hegemoni.
Perdebatan paling penting yang dipicu oleh Marxisme menyangkut pembangunan
dan keterbelakangan di Negara-negara berkembang. Akhirnya, kaum ekonomi
liberal mencetuskan sejumlah perdebatan tentang berbagai isu, satu kontroversi
yang signifikan adalah isu globalisasi ekonomi.

Isu kekayaan dan kemiskinan yang dimunculkan oleh EPI semakin penting
dalam politik dunia. Fokus tradisional HI berada pada perang dan perdamaian.
Tetapi bahaya perang antarnegara, terutama perang Negara angkatan berkekuatan
besar. Dewasa ini, konflik kekerasan berlangsung terutama didalam Negara,
khususnya didalam Negara-negara yang lemah.

Ekonomi neoklasik menampilkan model individu sederhana dan dasar


perilaku mereka. Kaum neo-marxis dan teori kritis lain berpendapat melawan ide
bahwa individu selalu rasional dan mementingkan dirinya sendiri. Dan teori pilihan
rasional gagaluntuk cukup mempertimbangkan konteks yang lebih luas dalam
perilaku individu yang dimainkan. Dengan demikian kritik menyatakan bahwa
teori-teori klasik EPI masih sangat diperlukan.
BAB VIII

KONSTRUKTIVISME SOSIAL

Disiplin ilmu Hubungan Internasional kaya akan perspektif-perspektif di


dalamnya. Salah satu keunikan mengenainya adalah adanya perspektif utama
maupun perspektif alternatif. Perspektif alternatif dalam Hubungan Internasional
pada awalnya lahir bukan dari disiplin ini sendiri, namun terdapat satu titik yang
membawanya dalam Hubungan Internasional. Diantara perspektif-perspektif
alternatif tersebut terdapat konstruktivisme. Berakhirnya Perang Dingin telah
menghasilkan rekonfigurasi perdebatan dimana terdapat dominasi pemikiran orang
Amerika. Dalam hal ini pula lah muncul pemikiran baru konstruktivis.
Konstruktivisme hadir untuk memperbaiki pemikiran-pemikiran yang sebelumnya
sudah ada. Pemikiran-pemikiran sebelumnya seperti realisme dan neorealisme
maupun liberalisme dengan neoliberalisme dinilai tidak mampu menjelaskan
fenomena berakhirnya Perang Dingin. Konstruktivisme juga lahir untuk menjawab
beberapa pertanyaan-pertanyaan menarik menyangkut politik internasional.

Argumen menurut konstruktivis dalam memandang dunia sosial adalah


bahwa dunia sosial bukanlah pemberian. Dunia social adalah kesadaran
(consciousness) manusia: pemikiran dan keyakinan, ide dan konsep, bahasa dan
diskursus dimana hukum-hukumnya dapat ditemukan melalui penelitian ilmiah dan
dijelaskan melalui teori ilmiah seperti yang dikemukakan oleh kaum behavioralis
dan kaum positivis. Empat tipe ide utama adalah: ideologi, keyakinan normatif,
sebab-efek keyakinan, dan preskripsi kebijakan.
BAB IX

POST-POSITIVIS DALAM HI

Pendekatan post-positivis merupakan payung istilah untuk berbagai isu yang


ada saat ini dalam studi HI. Apa yang menyatukannya adalah ketidakpuasan
dengan tradisi teoretisi yang ditetapkan dalam disiplin ilmu tersebut, terutama
dengan neorealisme yang dilihat sebagai teori konvensional dominan. Dalam
kritiknya tentang tradisi yang telah mapan, para pakar post-positivis memunculkan
isu metodologi dan isu substansial.

Tiga dari pendekatan post positivis yang paling penting adalah post-
strukturalisme, post-kolonialisme, dan feminisme. Post-Strukturalisme difokuskan
pada bahasa dan diskursus, menyoroti dunia dengan cara teori dan persentasi. Post-
positivisme bersikap kritis terhadap neorealisme. Karena neorealisme hanya
menampilkan dunia dimana berbagai aktor dan proses tidak diidentifikasi dan
dianalisis. Oleh karena itu, neorealisme mengonstruksi gambaran bias dunia yang
perlu diungkap dan dikritik.

Post-kolonialisme mengadopsi sikap post-struktural agar dapat memahami


situasi di daerah yang ditaklukkan oleh Eropa.

Feminisme menggarisbawahi bahwa kaum perempuan adalah kelompok


yang tidak beruntung di dunia, baik dalam hal materi dan dalam hal sistem nilai
yang mendukung kaum laki-laki melebihi kaum perempuan. Perspektif yang
sensitif gender pada HI meneliti posisi inferior perempuan dalam politik
internasional dan sistem ekonomi serta menganalisis bagaimana cara berpikir kita
yang ada sekarang ini tentang HI cenderung menyamarkan serta memproduksi
hierarki gender.
BAB X

KEBIJAKAN LUAR NEGERI

Analisis kebijakan luar negeri adalah studi manajemen hubungan eksternal


dan aktivitas Negara-bangsa, seperti yang dibedakan dari kebijakan domestiknya.
Kebijakan luar negeri melibatkan tujuan, strategi, tindakan, metode, panduan,
arahan, pemahaman, kesepakatan, dan sebagainya.

Hubungan antara teori dan kebijakan bersifat kompleks, karena setiap satu
teori tidak mengarah ke satu opsi kebijakan yang jelas, pada sebagian kasus
sebagian besar kasus, aka nada beberapa opsi yang berbeda.

‘Multilevel, multidimensi’. Selama dua atau tiga dekade terakhirtelah


menjadi semakin jelas bahwa tidak akan pernah ada satu teori kebijakan luar negeri
yang mencakup semuanya, sama seperti tidak akan pernah ada satu teori HI yang
eksklusif.

Struktur birokrasi dan proses. Pendekatan ini fokus pada konteks pembuatan
keputusan organisasional, yang terlihat dikondisikan oleh ketentuan dan tuntutan
lingkup birokrasi di mana keputusan dibuat.

Proses kognitif dan psikologi. Pendekatan ini fokus pada pembuat keputusan
individu, memberikan perhatian khusus pada aspek-aspek psikologis pembuatan
keputusan.

Kaum konstruktivis sosial fokus pada peran ide dan wacana. Bagi kaum
konstruktivis, pembuatan kebijakan luar negeri merupakan sebuah dunia yang
intersubjektif, yang ide dan wacanannya dapat diteliti dengan cermat agar dapat
sampai ada pemahaman proses yang teoretis.
BAB XI

ISU-ISU PENTING DALAM HI KONTEMPORER

Sifat tantangan teoretis terhadap HI yang ditimbulkan oleh suatu isu


tergantung pada penilaian seseorang tentang apa yang sebenarnya dipertaruhkan.
Pandangan radikal menuntut solusi yang juga radikal. Tiga fokus utama pemikiran
HI. Pertama, adalah perubahan dalam dunia nyata yang terus melemparkan isu-isu
baru. Kedua, adalah perdebatan di antara para pakar HI baik di dalam dan di antara
tradisi-tradisi yang berbeda. Ketiga, adalah pengaruh wilayah pengetahuan lain,
khusus nya perdebatan tentang metodologi dalam makna yang luas.

Pembentukan bersama pemikiran HI oleh tiga faktor utama ini merupakan


proses yang sedang berlansung. Tidak ada waktu untuk para pakar untuk bersandar
dan menyatakan bahwa pemikiran HI akhirnya berkembang menuju
kesempurnaan. Pencarian intelektual atas sesuatu secara sistematis tidak berhenti.
Selalu ada isu terbaru, metode baru yang diterapkan, dan pandangan baru yang
ditemukan.

Terorisme internasional menghidupkan kembali ketakutakan ancaman


keamanan fisik terhadap Negara dan masyarakat di dunia. Benturan peradaban
bukanlah gambaran yang mendefinisikan tatanan dunia pasca perang dingin. Tetapi
benar bahwa pertanyaan identitas dan agama tersebut memainkan peran penting
dalam HI kontemporer. Kaum ekoradikal berpikir bahwa tidak ada teknologi
perbaikan sederhana yang dapat mengatasi masalah. Mereka menginginkan
perubahan radikal ke arah gaya hidup yang ramah lingkungan.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

Kelebihan

Buku ini memperkenalkan kepada para mahasiswa teori dan prinsip dalam
Hubungan Internasional, gaya penulisan yang jelas dan mudah dibaca, serta
berbagai fitur pembelajaran yang bermanfaat. Menekankan hubungan antara
teori Hubungan Internasional dan praktik Hubungan Internasional. Buku ini
penuh penguasaan memperkenalkan pendekatan-pendekatan teoretis utama-
klasik dan kontemporer- untuk memahami Hubungan Internasional dan
menyediakan konteks serta sarana intelektual untuk mempertimbangkan dan
mengevaluasi manfaatnya.

Kontribusi buku ini terhadap HI sangat bermanfaat, karena memperkenalkan


dunia internasional dari mulai dalam kehidupan sehari-hari sama isu-isu yang
baru itu dapat ditemukan dan bagaimana cara menemukannya pun dijelaskan
dalam buku ini. Memperkenal dunia baru juga terhadap mahasiswa HI sebagai
bekal mereka kedepannya untuk lebih baik lagi dan mengenal lebih luas dunia
HI khususnya, dan dunia global pada umumnya.

Kekurangan

Menurut saya sebagai pembaca buku ini dan sebagai seorang mahasiswa HI
yang masih baru atau awal, buku ini banyak terdapat diagram yang mungkin
tujuan penulis untuk mempermudah pembaca atau sebagai alternatif untuk
memperjelas yang sedang dibahas. Setidaknya untuk diberi pembahasan pada
setiap diagram yang ada, agar para pembaca memahaminya.

Anda mungkin juga menyukai