Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA ANALISIS

“HACCP, GMP, ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Analisis
Dosen Pengampu: Rusmini, S.Pd.,M.Si.

Disusun Oleh:
Ellen Sutopo Putri / 16030194031
Kelas : PKA 2016

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN 2019
PEMBAHASAN

Menteri Perindustrian dan perdagangan pernah mengisyaratkan bahwa di


masa mendatang industri pangan nasional akan menghadapi tantangan
persaingan yang makin berat dengan hadirnya globalisasi. Globalisasi
menimbulkan persaingan terbuka dan proteksi ekonomi dalam blok-blok
perdagangan internasional yang mengharuskan reorientasi dalam strategi
pembinaan dan pengembangan industri pangan nasional.
Hingga saat ini, wajar apabila industri pangan nasional berusaha mencari
upaya-upaya terobosan dan inovasi-inovasi baru dengan tujuan agar industri
pangan nasional tersebut sanggup bertahan dan mandiri sehingga mampu
bersaing dalam era globalisasi. Salah satu tantangan dan kendala utama yang
dihadapi oleh industri pangan nasional tersebut adalah selain produk pangan
yang dihasilkan harus bermutu juga ”aman” untuk dikonsumsi serta tidak
mengandung bahan-bahan yang membahayakan terhadap kesehatan manusia.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
tuntutan dan persyaratan konsumen serta dengan tingkat kehidupan dan
kesejahteraan manusia. Bahkan pada beberapa tahun terakhir ini, konsumen
telah menyadari bahwa mutu dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin
dengan hasil uji pada produk akhir di laboratorium saja. Melainkan pemakaian
bahan baku yang baik, ditangani atau di”manage” dengan baik, diolah dan
didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir pangan yang
baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah berbagai sistem yang dapat
memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi
hingga ke tangan konsumen serta ISO-22000 versu 2017, GMP (Good
Manufacturing Practice), HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)
dan lain-lain.
A. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
1. Pengertian Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu


alat (tools) yang di gunakan untuk menilai tingkat bahaya, menduga
perkiraan resiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan
dengan menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses
pengujian proses akhir yang biasanya di lakukan dengan cara pengawasan
tradisional. Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkianan
adanya resiko bahaya yang tidak dapat di terima. Bahaya disini adalah
segala macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat
diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya
tersebut meliputi (Suklan, 1998):

1. Keberadaan yang tidak di kehendaki dari pencemar biologis, kimiawi


atau fisik pada bahan mentah
2. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil
perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki misalnya nitrosamin pada
produk antara atau jadi atau pada lingkungan produksi
3. Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination), pada
produk antara jadi, atau pada lingkungan produksi.

Menurut Bryan (1990), sistem HACCP didefinisikan sebagai suatu


manajemen untuk menjamin keamanan produk pangan dalam industri
pengolahan pangan dengan menggunakan konsep pendekatan yang bersifat
logis (rasional), sistematis, kontinyu dan menyeluruh (komprehensif) dan
bertujuan untuk mengidentifikasi, memonitor dan mengendalikan bahaya
yang beresiko tinggi terhadap mutu dan keamanan produk pangan.

2. Tujuan Penerapan HACCP


Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah
untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan
mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. untuk mengidentifikasi,
memonitor dan mengendalikan bahaya yang beresiko tinggi terhadap mutu
dan keamanan produk pangan (Bryan, 1990).
3. Manfaat Penerapan HACCP
Penerapan sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena
adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat
berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki
daya saing kompetitif. Selain itu, juga dapat meningkatkan keamanan
pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan
konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki
fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat
retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, dan
mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste.

Terdapat beberapa keuntungan pokok yang diperoleh pemerintah


dan instansi kesehatan serta konsumen dari penerapan HACCP sebagai
alat pengatur keamanan makanan :

1. HACCP adalah suatu pendekatan yang sistematis yang dapat


diterapkan pada aspek dari pengamanan makanan, termasuk bahaya
secara biologis, kimia dan fisik pada setiap tahapan dari rantai
makanan mulai dari bahan baku sampai produk akhir.
2. HACCP dapat memberikan dasar nuansa statistik untuk
mendemonstrasikan kegiatan yang dapat atau mungkin dilakukan
untuk mencegah terjadinya bahaya sebelum produk mencapai
konsumen.
3. Sistem HACCP memfokuskan kepada upaya timbulnya bahaya dalam
proses pengolahan makanan.
4. Penerapan HACCP melengkapi sistem pemeriksaan oleh pemerintah
sehingga pengawasan menjadi optimal.
5. Pendekatan HACCP memfokuskan pemerikasaan kepada tahap
kegiatan yang kritis dari proses produksi yang langsung berkaitan
dengan konsumsi makanan.
6. Sistem HACCP meminimalkan kepercayaan akan keamanan makanan
olahan untuk mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha
makanan
(Suklan, 1998).
4. Kegunaan Penerapan HACCP

Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem


penjamin keamanan pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu:

1. Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan


2. Mencegah penutupan pabrik
3. Meningkatkan jaminan keamanan produk
4. Pembenahan dan pembersihan pabrik
5. Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar
6. Meningkatkan kepercayaan konsumen
7. Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul
karena masalah keamanan produk.
8. Sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan
sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan.
(Sere & Widyaiswara, 2000).
5. Konsep Penerapan HACCP

Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7


prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan
dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagi berikut:
Gambar1. Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP menurut CAC

Indonesia mengadopsi sistem HACCP versi CAC tersebut dan


menuangkannya dalam acuan SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa
Bahaya dan Pengendalian Titik-Titik Kritis (HACCP) serta pedoman
penerapannya yaitu Pedoman BSN 1004/1999. Sistem yang penerapannya
masih bersifat sukarela ini telah digunakan pula oleh Departemen
Pertanian RI dalam menyusun Pedoman Umun Penyusunan Rencana Kerja
Jaminan Mutu Berdasarkan HACCP. Dalam melakukan konsep HACCP
menurut CAC dibagi atas beberapa tahap:

1. Pembentukan Tim HACCP


Pembentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam
industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim
HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang
pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian
spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi,
ahli mesin/ engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat
melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan.
2. Deskripsi Produk
Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap
mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses
pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim
HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Identifikasi Pengguna yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen
yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan
produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk pada orang umum
atau kelompok masyarakat khusus.
4. Penyusuanan Diagram Alir Proses
Pada tahap ini dilakukan pencatatan seluruh proses sejak
diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk
disimpan. Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk
menggambarkan keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini
selain bermanfaat untuk membantu tim HACCP dalam melaksanakan
kerjanya, dapat juga berfungsi sebagai pedoman bagi orang atau lembaga
lainnya yang ingin mengerti proses dan verifikasinya.
Lampiran 1. Penetapan CCP Pada Bagan Alir Proses
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai
dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau
operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan
diagram alir proses yang dilakukan Diagram alir proses yang telah dibuat
dan diverifikasi harus didokumentasikan.
6. PRINSIP 1: Analisis Bahaya
Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku,
komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan
distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis
bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin
terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan
konsumen. Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi
bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan
penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko
secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut
dapat dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A
sampai F .
Tabel 1 Pengelompokan Bahaya Kimia Menurut National Advisory
Commitee on Microbiology Criteria for Food
Pengelompokkan Bahaya Penjelasan
Bahaya A Bahaya yang dapat menyebabkan
produk yang ditujukan untuk
kelompok beresiko menjadi tidak
steril. Kelompok beresiko antara
lain bayi, lanjut usia, orang sakit
atau orang dengan daya tahan
tubuh rendah
Bahaya B Yaitu produk yang mengandung
bahan yang sensitif terhadap
bahaya mikro biologi
Bahaya C Proses yang tidak diikuti dengan
langkah pengendalian terhadap
mikroba berbahaya
Bahaya D Produk yang terkontaminasi
ulang setelah pengolahan dan
sebelum pengepakan
Bahaya E Bahaya yang potensial pada
penanganan saat distribusi atau
penanganan oleh konsumen
sehingga menyebabkan produk
menjadi berbahaya apabila
dikonsumsi
Bahaya F Yaitu bahaya yang timbul karena
tidak adanya proses pemanasan
akhir setelah proses pengepakan
atau ketika dimasak di rumah
(Sumber: Sara dan Wallace, 2004)
Tabel 2 Pengelompokan Tingkat Bahaya
Tingkat Bahaya Penjelasan
Kategori 6 Jika bahan pangan mengandung
bahaya A atau ditambah dengan
bahaya yang lain
Kategori 5 Jika bahan pangan mengandung
lima karakteristik bahaya
(B,C,D,E,F)
Kategori 4 Jika bahan pangan mengandung
empat karakteristik bahaya (antara
B-F)
Kategori 3 Jika bahan pangan mengandung
tiga karakteristik bahaya (antara B
– F)
Kategori 2 Jika bahan pangan mengandung
dua karakteristik bahaya (antara B
– F)
Kategori 1 Jika bahan pangan mengandung
satu karakteristik bahaya (antara B
-F)
Kategori 0 Jika tidak terdapat bahaya
(Sumber: Sudarmaji, 2005)
7. PRINSIP 2: Penetapan Critical Control Point (CCP)
Panduan yang dikeluarkan Codex mendefinisikan titik kendali kritis
sebagai satu tahap dimana kendali dapat diterapkan dan hal ini penting
untuk mencegah residu antibiotik dan bahaya kimiawi atau menghilangkan
bahaya keamanan pangan yang disebabkan oleh patogen, logam dan
parasit atau menguranginya sampai tingkat yang dapat diterima.
(Wahono,2006).
Menurut BSN (1998), Critical Control Point, CCP (Titik Kendali Kritis)
dapat berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur, atau pengolahan
dimana pengendalian dapat diterapkan untuk mengurangi bahaya Dalam
langkah pengendalian ada tiga macam pengendalian bahaya antara lain :
a. Pengendalian bahaya biologi, langkah-langkah pengendalian biologi
dapat dikendalikan dengan membatasi, memindahkan, atau merubah
kinetika pertumbuhan mikroba yang diperlukan untuk bertahan hidup,
tumbuh dan berkembang biak.
b. Pengendalian bahaya kimia digunakan sebagai bahan yang digunakan
atau diperoleh melalui proses kimia. Langkah-langkah pengendalian
bahaya kimia dapat dilihat pada Tabel 2.2.
c. Pengendalian bahaya fisik, beberapa langkah yang dapat ditempuh
untuk mencegah bahaya fisik dalam produk pangan, anatara lain :
1. Pengendalian sumber, seperti penetapan spesifikasi untuk bahan
baku dan ingredient serta sertifikasi penjual sehingga tidak akan
terdapat benda-benda fisik pada tingkat yang membahayakan.
2. Pengendalian proses, seperti penggunaan magnet dan detector
logam, saringan, alat pemisah batu, penjernih, penghalang atau
penyaring udara.
3. Pengendalian lingkungan seperti memastikan bahwa prosedur
GMP telah diikuti dan tidak ada kontaminasi fisik yang terjadi
pada makanan, baik melalui bangunan, fasilitas maupun peralatan.
Beberapa langkah pengendalian yang dapat digunakan untuk
mengendalikan bahaya fisik dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Pengendalian Bahaya Kimia

Sumber : Thaheer (2005)

Selain itu diperlukan pemantauan untuk menentukan kesesuaian


dengan rencana HACCP (Verifikasi) yang harus dikendalikan dan dicatat.
Adapun pengendalian bahaya terlihat pada Tabel 2.3.

Sumber : Thaheer (2005)


Dalam menentukan titik-titik kritis digunakan analisa keputusan
dengan menggunakan decision tree. Decision tree merupakan suatu alat
pengambilan keputusan yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan untuk
menentukan titik-titik kritis dalam suatu proses pengolahan bahan pangan.
Penerapan decision tree harus fleksibel, dan tergatung apakah operasi
ditujukan untuk produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau
lainnya (Codex, 1997).

Menurut Wahono (2006), titik kendali kritis dapat dikatakan ideal apabila:

1. Kriteria didukung dengan penelitian dan literatur teknis.


2. Kriteria bersifat spesifik, kuantitatif dan memberikan respon Ya atau
Tidak.
3. Teknologi untuk mengendalikan TKK tersedia dengan biaya yang
layak.
4. Pemantauannya bersifat kontinyu dan operasi secara otomatis akan
disesuaikan untuk mempertahankan kondisi terkendali.
5. Mempunyai riwayat pengendalian yang baik.
6. Potensi bahaya bisa dicegah atau dihilangkan.
8. Spesifikasi Batas Kritis
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat
diterima dengan nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik
pengendalian kritis (CCP) dapat merupakan bahan mentah/baku, lokasi,
suatu tahap pengolahan, praktek atau prosedur kerja, namun harus spesifik,
misalnya:
a. tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku.
b. Standart hygiene dalam ruangan pemasakan/dapur.
c. Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan untuk
produk jadi/masak. Kreteria yang sering digunakan adalah suhu,
waktu, kelembaban, pH, water activity (aw), keasaman, bahan
pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat klorin dan
parameter indera (sensory) seperti penampilan dan tekstur
9. Aktifitas Penyusunan Sistem Pemantauan dan Tindakan Perbaikan
Biasanya perlu juga di cantumkan frekuensi pemantauan yang
ditentukan berdasarkan pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan
yang penting dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik,
pengukuran sifak fisik, pengujian kimia, pengujian mikrobiologi. apabila
data hasil pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpanan dalam CCP
pada batas kritis tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil
pemantauan menunjukkan kecendrungan kurangnya pengendalian.
pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik
dimana pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain
diperlukan. sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan
cara penyesuaian yang berkesinambungan. Untuk meyakinkan konsumen
serta benat-benar memberikan keamanan terhadap konsumen maka perlu
untuk melakukan verifikasi seperti inspeksi, penggunaan metode klasik
mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir
untuk memastikan hasil pemantauan dan menelaah keluhan konsumen
(ILSI-Eropa, 1996).
10. Penyimapanan Data atau Dokumentasi
Penyimpanan data dapat meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan
selama instalasi, modifikasi, dan operasi sistem akan dapat diperoleh oleh
siapapun yang terlibat dalam proses, juga dari pihak luar (auditor).
Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa sistem tetap
berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus meliputi penjelasan
bagaimana CCP didefinisikan, pemberian prosedur dan verifikasi data
serta cacatan peyimpanan dari prosedur normal.

Program Prasyarat

Pada langkah pengendalian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Langkah pengendalian khusus Langkah pengendalian ini terkait dengan TKK.


Langkah pengendalian khusus merupakan tindakan aktivitas, seringkali yang
dapat diukur sebagai parameter fisik dan kimia, seperti suhu, waktu, kadar air,
pH, Aw, klorin tersedia, parameter sensoris seperti kenampakan dan tekstur.
Langkah pengendalian ini harus dipantau, disiapkan dengan langkah
pengendaliannya, divalidasi, dan verifikasi.
2. Langkah pengendalian Umum Langkah pengendalian ini tidak terkait dengan
TKK. Langkah pengendalian umum merupakan tindakan atau aktivitas yang
merupakan bagian dari program prasyarat.

Program prasyarat adalah organisasi yang memberikan suatu lingkungan


dasar dan kondisi operasi yang diperlukan untuk produksi makanan yang aman
dan bermanfaat. Dari kondisi yang diperlukan maka dapat dikatakan sebagai
pengembangan dan penerapan rencana HACCP yang efektif.

Menurut prinsip umum higiene makanan Codex Alimentarius (2008) yang


merupakan program prasyarat penerapan HACCP. Program prasyarat yang umum
dapat diterapkan pada industri pangan antara lain:

a. Fasilitas Perusahaan pengolahan makanan seharusnya berlokasi dan dirawat


sesuai dengan rencangan prinsip HACCP sanitasi. Produk sebaiknya mengalir
secara linier dan dilakukan pengaturan untuk meminimumkan terjadi
kontaminasi silang antar bahan baku dengan bahan jadi.
b. Pengendalian pemasok. Setiap fasilitas pengolahan makanan seharusnya
menjamin bahwa para pemasok telah menerapkan GMP secara efektif dan
memiliki program keamanan pangan.
c. Spesifikasi Harus ada spesifikasi tertulis untuk semua bahan baku, produk
dan bahan kemasan.
d. Peralatan Produksi Semua peralatan seharusnya dibuat dan dipasang sesuai
dengan rancangan prinsip-prinsip sanitasi. Peralatan yang bersifat preventif
dan jadwal kalibrasi seharusnya ditetapkan dan dicatat.
e. Pembersihan sanitasi Semua prsedur pembersihan dan sanitasi peralatan dan
fasilitas pengolahan seharusnya dalam bentuk tertulis dan diikuti. Harus ada
jadwal induk sanitasi.
f. Hygiene personel Semua karyawan produksi dan orang yang memasuki
pabrik pengolahan seharusnya mengikuti prasyarat hygiene personel.
g. Pelatihan Semua karyawan seharus mengikuti pelatihan yang benar-benar
sudah pernah diselenggarakan (dapat dibuktikan kebenarannya) dalam
hygiene personel, GMP, prosedur pembersihan sanitasi, keamanan personal
dan peranan program HACCP.
h. Pengendalian bahan-bahan kimia Prosedur-prosedur yang terdokumentasi
harus ada untuk menjamin pemisahan dan penggunaan yang sesuai dari
bahan-bahan kimia yang bukan untuk bahan pangan (non-food chemical)
dalam pabrik. Seperti halnya bahan-bahan kimia untuk pembersih, bahan-
bahan fumigasi, pestisida atau umpan (baits) yang digunakan dalam pabrik.
i. Penerimaan, penyimpanan, pengapalan. Semua bahan baku dan produk
seharusnya disimpan dengan kondisi sanitasi dan kondisi lingkungan yang
sesuai seperti suhu dan kelembaban untuk menjamin keamanan dan
manfaatnya.
j. Mampu telusur dan penarikan. Semua bahan baku dan produk seharusnya
diberi kode berdasarkan lot dan adanya suatu prosedur penarikan sehinngga
pelacakan dan penarikan yang cepat dan tuntas dapat dilakukan jika
diperlukan penarikan suatu produk.
k. Pengendalian hama. Harus ada pengendalian hama yang efektif
B. Good Manufacturing Practices (GMP)
1. Pengertian Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP (Good Manufacturing Practices) merupakan suatu pedoman bagi


industri pangan, bagaimana cara berproduksi pangan yang baik. GMP
merupakan prasyarat utama sebelum suatu industri pangan dapat memperoleh
sertifikat sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) (Winarno,
2002).

Good Manufacturing Practices (GMP) atau biasa disebut Cara Produksi


Pangan yang Baik (CPPB) merupakan pedoman yang memperlihatkan aspek
keamanan pangan bagi Industri Rumah Tangga (IRT) untuk memproduksi
pangan agar bermutu, aman dan laik untuk dikonsumsi. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, Pasal 111 Ayat (1)
menyatakan bahwa makanan dan minuman yang digunakan masyarakat harus
didasarkan pada standart atau persyaratan kesehatan. Dengan demikian dalam
Undang-Undang tersebut tersirat bahwa makanan dan minuman yang tidak
memenuhi persyaratan kesehatan dilarang untuk diedarkan (Rudiyanto, 2016).
Direktorat P2HP (2004), mendefinisikan GMP sebagai cara produksi atau
pengolahan yang baik, yang mencakup ketentuan/pedoman/prosedur mengenai
lokasi, bangunan, ruang dan sarana pabrik, proses pengolahan, peralatan
pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk olahan, kebersihan dan
kesehatan pekerja, serta penanganan limbah dan pengelolaan lingkungan.

Good Manufacturing Practices (GMP) memiliki beberapa pengertian yang


cukup mendasar yaitu :

1. Suatu pedoman yang menjelaskan bagaimana memproduksi makanan agar


aman bermutu, dan layak untuk dikonsumsi.
2. Berisi penjelasan-penjelasan tentang persyaratan minimum dan
pengolahan umum yang harus dipenuhi dalam penanganan bahan pangan
di seluruh mata rantai pengolahan dari mulai bahan baku sampai produk
akhir.
Yang diutamakan dari GMP adalah agar tidak terjadi kontaminasi terhadap
produk selama proses produksi hingga informasi produk ke konsumen
sehingga produk aman dikonsumsi atau digunakan oleh konsumen. Termasuk
dalam pengendalian GMP adalah faktor fisik (bangunan, mesin, peralatan,
transportasi, konstruksi pabrik, dll), faktor higienitas dari personel yang
bekerja dan faktor kontrol operasi termasuk pelatihan dan evaluasi GMP
(Gagan, 2010).
2. Tujuan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

Tujuan dari GMP, yaitu memberikan prinsip dasar keamanan pangan bagi
IRT dalam penerapan CPPB-IRT agar dapat menghasilkan produk pangan
yang aman dan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen baik konsumen
domestik maupun internasional (Rudiyanto, 2016).

3. Manfaat Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

Adapun manfaat dari penerapan Good Manufacturing Practices


(GMP) sebagai berikut:

1. Menjamin kualitas dan keamanan pangan


2. Meningkatkan kepercayaan dalam keamanan produk dan prouksi
3. Mengurangi kerugian dan pemborosan
4. Menjamin efisiensi penerapan HACCP
5. Memenuhi persyaratan peraturan/ spesifikasi/sandar
6. Meningkatkan image dan kompetensi perusahaan/organisasi
7. Meningkatkan kesempatan perusahaan/organisasi untuk memasuki pasar
global melalui produk/kemasan yang bebas bahan beracun (kimia, fisika
dan biologi)
8. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan terhadap produk
9. Menjadi pendukung dari penerapan sistem manajemen mutu
(Gagan, 2010).
4. Kegunaan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

Kondisi ini diupayakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang


baik dari sisi kimia, fisika, maupun mikrobiologi, serta menjamin konsistensi
produk baik dari segi keamanan, mutu, maupun manfaatnya (info Badan POM
dalam Media Indonesia, 2008).

5. Konsep Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)

GMP merupakan persyaratan dasar bagi industri tersebut beroperasi.


Namun karena rata-rata industri di Indonesia bermula dari UKM, yang
kemudian berkembang menjadi industri besar dengan tingkat pengetahuan
GMP yang terbatas sehingga acap kali penerapannya di abaikan. Baru setelah
ada tuntutan oleh pelanggan untuk sertifikasi GMP atau standar lainnya seperti
ISO 22000, HACCP, BRC, IFS, dan SQF baru GMP tersebut di terapkan
(Gagan, 2010).

6. Cakupan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)


Prinsip dasar GMP adalah mutu dan keamanan produk tidak dapat
dihasilkan hanya dengan pengujian (Inspection/testing), namun harus menjadi
satu kesatuan dari proses produksi. Oleh karena itu cakupan secara umum
dari penerapan standar GMP adalah:

1. Desain dan fasilitas


2. Produksi (Pengendalian Operasional)
3. Jaminan mutu
4. Penyimpanan
5. Pengendalian hama
6. Hygiene personil
7. Pemeliharan, Pembersihan dan perawatan
8. Pengaturan Penanganan limbah
9. Pelatihan
10. Consumer Information (Education)
(Gagan, 2010).
7. Ruang Lingkup Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
Ruang lingkup GMP mencakup cara-cara produksi yang baik dari
sejak, bahan mentah masuk ke pabrik sampai produk dihasilkan
termasuk persyaratan-persyaratan lainnya yang harus dipenuhi. Berikut
ini adalah berbagai hal yang dibahas dalam Cara Produksi Pangan yang Baik.

a. Lingkungan Sarana Pengolahan


Pencemaran pada bahan pangan dapat terjadi karena lingkungan
yang kotor. Oleh karena itu, untuk menetapkan lokasi pabrik perlu
dipertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat
merupakan sumber pencemaran potensial dan telah mempertimbangkan
berbagai tindakan pencegahan yang mungkin dapat dilakukan untuk
melindungi pangan yang diproduksinya.

Pada saat memilih lokasi pabrik pengolahan pangan beberapa hal


yang perlu dipertimbangkan adalah:
1. Pabrik pengolahan pangan harus berada jauh dari lokasi industri yang
sudah mengalami polusi, yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran
terhadap produk pangan yang dihasilkan.
2. Pabrik pengolahan pangan harus tidak berlokasi di daerah yang mudah
tergenang air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak
berjalan lancar. Lingkungan yang demikian menjadi tempat
berkembangnya hama penyakit seperti serangga, parasit, binatang
mengerat, dan mikroba.
3. Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari daerah yang menjadi tempat
pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh
dari daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya.
4. Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari tempat pemukiman penduduk
yang terlalu padat dan kumuh.
Bangunan dan ruangan secara umum harus memenuhi persyaratan
teknik dan hygiene sesuai jenis produk pangan dan urutan proses. Adapun
yang perlu diperhatikan yaitu:

1) Desain dan Konstruksi Pabrik


2) Kontruksi Lantai
3) Kontruksi Dinding atau Ruang pemisah
4) Kontruksi Atap dan Langit-langit
5) Kontruksi Pintu
6) Kontruksi Jendela
7) Kontruksi Penerangan dan Ventilasi
8) Kontruksi Gudang
b. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan yang kontak langsung dengan pangan
seharusnya di desain, dikonstruksi dan diletakkan sedemikian
untuk menjamin mutu dan keamanan pangan yang
dihasilkan.Peralatan pengolahan pangan harus dipilih yang mudah
dibersihkandan dipelihara agar tidak mencemari pangan. Peralatan
yang dilengkapi dengan penunjuk ukuran seperti timbangan,
termometer, pengukur tekanan, pengukur aliran udara dan sebagainya
hendaknya dikalibrasi setiap periode waktu tertentu agar data yang
diberikannya teliti.
c. Fasilitas dan Kegiatan Sanitasi
Adanya fasilitas dan kegiatan sanitasi di pabrik bertujuan
untuk menjamin bahwa ruang pengolahan dan ruangan yang lain
dalam bangunan serta peralatan pengolahan terpelihara dan tetap
bersih, sehingga menjamin produk pangan bebas dari mikroba, kotoran, dan
cemaran lainnya
d. Sistem Pengendalian Hama
Untuk mencegah serangan hama, program pengendaliannya harus
dilakukan, yaitu melalui: (1) sanitasi yang baik, dan (2) pengawasan atas
barang-barang dan bahan-bahan yang masuk ke dalam pabrik. Praktek-
praktek higiene yang baik akan mencegah masuknya hama ke dalam
pabrik.
e. Higiene Karyawan
Karyawan yang dalam pekerjaannya melakukan kontak langsung
dengan produk pangan dapat merupakan sumber cemaran baik
biologis, kimia, maupun fisik. Oleh karena itu, higiene karyawan
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menghasilkan produk
pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi.
f. Pengendalian Proses
Cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan proses pengolahan
makanan antara lain adalah sebagai berikut :
 menetapkan persyaratan bahan mentah yang digunakan, menetapkan
komposisi bahan yang digunakan atau komposisi formulasi,
 menetapkan cara-cara pengolahan yang baku secara tetap,
 menetapkan persyaratan distribusi serta cara transportasi yang baik
untuk melindungi produk pangan yang didistribusikan.
g. Manajemen dan Pengawasan
Manajemen yang baik selalu melakukan pengawasan atas kegiatan-
kegiatan yang dilakukan di dalam industrinya dengan tujuan
mencegah terjadinya penyimpangan yang mungkin terjadi selama
kegiatan itu dilakukan. Tujuan dari manajemen dan pengawasan adalah
untuk mengawasi jalannya produksi dan memperbaikinya jika selama
produksi terjadi penyimpangan yang dapat menurunkan mutu dan
keamanan produk pangan yang dihasilkan. Kegiatan pengawasan ini
hendaknya dilakukan secara rutin dan dikembangkan terus untuk
memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih baik.
h. Pencatatan dan Dokumentasi
Dalam upaya melakukan proses pengolahan yang terkendali,
industripengolahan pangan harus mempunyai catatan atau dokumen
yang lengkap tentang hal-hal berkaitan dengan proses pengolahan
termasuk jumlah dan tanggal produksi, distribusi dan penarikan
produk karena sudah kedaluwarsa. Dokumentasi yang baik dapat
meningkatkan jaminan terhadap mutu dan keamanan produk pangan yang
dihasilkan.
(Gagan, 2010).
C. ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4
1. Pengertian ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4
The International Organization for Standardization atau ISO adalah
organisasi yang mengembangkan standar internasional yang dapat
digunakan di seluruh dunia. ISO telah menerbitkan standar baru yaitu ISO
22000 yang menjadi standar sistem manajemen keamanan pangan (Food
Safety Management System). Penerapan ISO 22000 dapat mencakup
penerapan HACCP dan GMP. ISO 22000 mempersyaratkan bahwa semua
bahaya yang ada dalam rantai makanan, termasuk bahaya yang
berhubungan dengan proses dan fasilitas yang digunakan, ditinjau dan
diidentifikasi (Wijaya, 2008).
2. Tujuan ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4
Tujuannya adalah untuk menyediakan satu standar yang dikenal secara
internasional untuk sistem manajemen keselamatan pangan yang dapat
diterapkan dalam produk pangan
3. Kegunaan ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4
Kegunaannya adalah untuk untuk menciptakan lingkungan yang aman dan
bersih di sekitar area produksi (FSSC 22000: 2017).
4. Manfaat ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4

5. Cara mendapatkan ISO 22000 Versi 2017/ FSSC Versi 4

22000 tergantung pada tiga hal pokok, yiatu kelengkapan program sistem
mutu perusahaan, besar kecilnya skala usaha dan kecanggihan teknologi
proses. Berikut langkah-langkah pentingnya :
 Aplikasi permohonan pendaftaran dilakukan dengan melengkapi
kuestioner SMKP Audit ISO 22000 dilaksanakan oleh NQA dengan
dua tahapan utama, yang dikenal sebagai Audit Sertifikasi Awal
 Permohonan pendaftaran disetujui oleh NQA, berikut tahapan
selanjutnya harus dilakukan oleh klien. Pemeliharaan sertifikasi
dikonfirmasikan melalui program Audit pengawasan (surveilans)
tahunan dan proses sertifikasi ulang setelah tiga tahun masa
berlakunya sertifikasi tersebut.
6. Langkah Implementasi
a. Bentuk Tim FSMS
Tim ini akan merancang dan mengembangkan FSMS dan berperan
aktif dalam sistem manajemen berkelanjutan.
b. Bentuk tim manajemen
Tim ini akan aktif pada perancangan dan pengembangan sistem
serta penerapannya dalam kegiatan sehari-hari. Tim Manajemen akan
bertindak sebagai tim inti , membagi tanggung jawab, menyediakan
sumber daya dan mengkoordinasikan kegiatan. Tim Manajemen dapat
membuat tim kerja yang bekerja pada proses khusus yang dibutuhkan
dalam dokumentasi FSMS.
7. Persyaratan Sertifikasi ISO 22000
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk sertifikasi ISO 22000
yakni:
1. Persyaratan: Umum
2. Persyaratan: Manajemen
3. Persyaratan: Sumber Daya
4. Persyaratan: Pembuatan Produk
5. Persyaratan: Produk Tidak Sesuai
6. Persyaratan:Validasi
7. Persyaratan: Verifikasi
8. Persyaratan: Perbaikan
8. Penerapan Sertifikasi ISO 22000
ISO 22000 dapat digunakan oleh berbagai macam organisasi yang
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan rantai
makanan termasuk :
1. Produsen utama, contohnya kebun, perternakan, dll.
2. Pengolah, contohnya pengolahan ikan, pengolahan daging, dll.
3. Manufaktur, contohnya pabrikan sup, pabrikan makanan kecil, dll.
4. Penyediaan layanan makanan, contohnya kafe, rumah sakit, dll.
5. Penyedia layanan lainnya, contohnya penyedia layanan gudang,
catering, dll.
6. Produk penyaluran, contohnya para penyalur bahan pengemas, bahan
baku, dll.

DAFTAR PUSTAKA

Badan POM. 2008. Peraturan Kosmetik di Indonesia. Media Indonesia,


Rabu 4 Juni 2008.

Bryan, FL. 1990. Application of HACCP to ready to eat chilled foods.


Food Technology. 7: 70-77.

BSN. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis.


Departemen Perindustrian Indonesia. SNI 01-4852-1998. Jakarta : Departemen
Perindustrian Indonesia.

Codex Alimentarius Commision, 2008. Food Hygiene Basic Texts, 4th


Edition. Rome: FAO-WHO.

Codex Committee on Food Hygiene. 1997. HACCP. Roma: System and


Guidelines for its Application, Annex to CAC/RCP 1.1969 Rev.3, In Codex
Alimentarus Food Hygiene Basic Text. Food and Agriculture Organization of the
United Nation World Health Organization.

Daulay, Sere Sagharine & Widyaiswara Madya. 2000. Hazard Analysis


Critical Control Point (HACCP) dan Implementasinya dalam Industri Pangan.
Jakarta: Pusdiklat Industri.
Direktorat P2HP. 2004. Cara Pengolahan yang Baik (Good
Manufacturing Practices) Komoditas Hortikultura. Jakarta: Direktorat Jenderal
Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

Gagan, Ananda. 2010. Good Manufacturing Practices (Gmp) Of Food Industry


Cara Produksi Makanan Yang Baik (Cpmb). Malang.
ILSI-Eropa. 1996. Petunjuk Ringkas untuk Memahami dan Menerapkan
Konsep Analisis Bahaya pada Titik Pengendalian Kritis. Jakarta.

Mortimore, Sara dan Carol, Wallace. 2004. HACCP: Sekilas Pandang.


Jakarta: Penerbit EGC.

Rudiyanto, Heru. 2016. Kajian Good Manufacturing Practices (GMP) dan


Kualitas Mutu Pada Wingko Berdasarkan SNI-01-4311-1996. Jurnal Kesehatan
Lingkungan Vol. 8, No. 2 Juli 2016: 148–157.

Sudarmaji. 2005. Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis. Jurnal


Kesehatan Lingkungan. Vol. 1 No. 2. Januari 2005.

Suklan, H. 1998. Pedoman Pelatihan System Hazard Analysis Critical


Control Point (HACCP) untuk Pengolahan Makanan. Jakarta: Depkes RI.

Thaheer, Hermawan. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Jakarta: Bumi


Aksara.

Wahono, T. 2006. Sistem Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan.


Malang: Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
Winarno, F.G., dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang
Baik. Bogor : M-Brio Press.
Wijaya, R. 2008. Penerapan ISO 22000 Untuk Industri Pangan. Buletin
URS News. Page 4-5.

Anda mungkin juga menyukai