Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Retardsi Mental


Retardasi mental merupakan suatu proses patologik di otak yang
ditandai adanya keterbatasan fungsi adaptif dan intelektual. Menurut
Pedoman Peengolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi ke-III (PPDGJ III),
retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti
atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya keterampilan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat
intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa motorik dan social.
Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau
gangguan fisik lainnya. Namun demikian, peyandang retardasi mental bisa
mengalami semua gangguan jiwa yang ada. Prevalensi dari gangguan jiwa
lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) sampai 4 (empat) lipat pada populasi
ini dibandingkan populasi umum.2
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002
retardasi mental adalah suatu keadaan dengan ciri sebagai berikut:
“Retardasi Mental adalah suatu disabilitas yang ditandai dengan suatu
limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi intelektual maupun
perilaku adaptif yang di ekspresikan dalam keterampilan konseptual, sosial
dan praktis. Keadaan ini terjadi sebelum usia 18 tahun.” (Elvira SD,
Hadisukanto G. 2010). AAMR menggunakan suatu pendekatan multi-
dimensional atau biopsikososial yang mencakup 5 dimensi yaitu: (1)
kemampuan intelektual, (2) perilaku adaptif, (3) partisipasi, interaksi dan
peran sosial, (4) kesehatan fisik dan mental, (5) konteks: termasuk budaya
dan lingkungan.2
Menurut revisi teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder (DSM-IV-TR), retardasi mental didefinisikan sebagai
fungsi intelektual umum yang sangat di bawah rata-rata sehingga
menyebabkan atau disertai gangguan perilaku adaptif, yang bermanifestasi

3
4

selama periode perkembangan, sebelum usia 18 tahun. Diagnosis ini


ditegakkan tanpa memandang apakah orang tersebut memiliki juga
gangguan fisis atau gangguan jiwa lainnya.4

2.2. Epidemiologi Retardsi Mental


Prevalensi retardasi mental pada suatu saat diperkirakan adalah kira-
kira 1% dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena
retadasi mental ringan kadang-kadang tidak dikenali hingga masa kanak-
kanak pertengahan yaitu usia 6 sampai 11 tahun. Pada beberapa kasus,
meskipun fungsi intelektual terbatas, keterampilan adaptif yang baik tidak
terganggu sampai masa kanak-kanak akhir atau masa remaja awal, dan
diagnosis tidak ditegakkan sebelum masa tersebut. Insidensi tertinggi adalah
pada anak usia sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi
mental kira-kira 1,5 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit, karena mereka dengan retardasi
mental yang berat atau sangat berat memiliki angka mortalitas yang tinggi
yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai.4
Survei epidemiologis menunjukkan bahwa hingga dua pertiga anak
dan orang dewasa dengan retardasi mental memiliki gangguan mental
komorbid; angka ini beberapa kali lebih tinggi dibandingkan pada sampel
komunitas yang tidak mengalami retardasi mental. Prevalensi psikopatologi
tampaknya terkait dengan derajat retardasi mental. Studi epidemiologis
terkini menemukan bahwa 40,7 persen anak berusia antara 4 dan 18 tahun
yang lalu memiliki disabilitas intelektual memenuhi kriteria sedikitnya satu
gangguan psikiatri. Keparahan retardasi berdampak kepada jenis gangguan
psikiatri. Mereka yang mengalami retardasi mental berat lebih kecil
kemungkinannya untuk menunjukkan gejala psikiatri.4
Dengan pendekatan modern yang menggunakan IQ dan perilaku
adaptif sebagai parameter dan populasi yang tidak diseleksi maka prevalensi
RM adalah 1% dari populasi umum. Prevalensi untuk RM ringan 0,37-0,59
%, sedangkan untuk RM sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3-0,4 %.
Prevalensi tertinggi terdapat pada anak sekolah karena mereka dihadapkan
5

pada tugas belajar akademik yang memerlukan kemampuan kognitif. Pada


usia dewasa prevalensi menurun karena khususnya untuk bekerja
dibutuhkan keterampilan adaptif yang baik, RM lebih banyak terdapat pada
laki-laki dibandingkan perempuan.2
Menurut survei yang dilakukan di Amerika Serikat prevalensi
gangguan yang merupakan kombinasi antara RM dan gangguan medis
lainnya yaitu gangguan neurologis dan panca-indera yang diperkirakan 15-
30%. Cacat motorik termasuk cerebral palsy diperkirakan sebesar 20-30%
gangguan lain menyertainya2

2.3. Etiologi Retardsi Mental


Faktor etiologi retardasi mental terutama dapat berupa genetik,
perkembangan, didapat, atau kombinasi berbagai faktor. Penyebab genetik ini
meliputi kondisi kromosomal dan diwariskan, faktor perkembangan
mencakup trauma perinatal berupa prematuritas dan faktor sosiokultural.
Diantara gangguan metabolik dan kromosom sindrom down, fragile x
syndrome, dan fenilketonuria (PKU) adalah gangguan tersering yang biasanya
menghasikan sedikitnya retardasi mental sedang. Orang dengan retardasi
mental ringan kadang – kadang memiliki pola familial yang tampak pada
orang tua dan saudara kandungnya. Kurangnya gizi, pengasuhan, dan
stimulasi sosial turut berperan dalam perkembangan retardasi mental.
Pengetahuan terkini mengesankan bahwa faktor genetik, lingkungan, biologis
dan psikososial turut bekerja di dalam retardasi mental.
A. Faktor Genetik
Kelainan kromosomal autosomal menyebabkan retardasi mental,
meskipun penyimpangan kromosom seks tidak selalu menyebabkan
retardasi mental (seperti Sindrom Turner dengan XO dan Sindrom
Klinefelter dengan variasi XXY, XXXY, dan XXYY).4
1. Sindrom Down
Meskipun teori dan hipotesis yang dikembangkan dalam 100 tahun
belakangan ini melimpah-ruah, penyebab sindrom down masih belum
diketahui. Masalah penyebab bahkan semakin rumit sejak dikenalinya
6

tiga jenis penyimpangan kromoson di dalam sindrom down sebagai


berikut.
 Pasien dengan trisomi 21 (tiga kromosom 21, yang seharusnya
dua) menunjukkan mayoritas yang berlebihan; pasien tersebut
memiliki 47 kromosom, dengan ekstra kromosom 21.
 Gagal berpisah pada pembelahan sel setelah fertilisasi
menyebabkan mosaikisme, keadaan adanya sel normal dan
trisomi didalam berbagai jaringan.
 Didalam translokasi, terdapat penyatuan dua kromosom sebagian
besar yaitu kromosom 21 dan 15 sehingga tetap menghasilkan 46
kromosom, meskipun ada tambahan kromosom 21.
2. Fragile X Syndrome
Fragile X Syndrome merupakan penyebab tunggal retardasi mental
yang terbanyak kedua. Sindrom ini terjadi akibat mutasi kromosom X
pada tempat yang dikenal sebagai Fragile Site (Xq27.3). Profil
perilaku orang dengan sinrom ini mencangkup tingginya angka
ADHD, gangguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasif,
seperti autisme.
3. Sindrom Prader-Willi
Sindrom Prader-Willi didalilkan terjadi akibat delesi kecil yang
mengenai kromosom 15, biasanya terjadi secara sporadis.
Pravalensinya kurang dari 1 dalam 10.000. Orang dengan sindrom ini
menunjukkan perilaku makan kompulsif dan sering obesitas, retardasi
mental, hipogonadisme, perawakan kecil, hipotonia, dan kaki serta
tangan yang kecil. Anak dengan sindrom ini sering memiliki perilaku
menentang dan menyimpang.
4. Fenilketonuria
PKU diturunkan sebagai ciri mendelian autosomal resesif sederhana.
Sebagian besar pasien dengan PKU mengalami retardasi berat, tetapi
beberapa diantaranya dilaporkan memiliki intelegensi dalam batas
ambang atau normal. Meskipun gambaran klinisnya beragam, anak
dengan PKU biasanya hiperaktif; mereka menunjukkan perilaku yang
7

aneh dan tidak dapat diduga serta sulit diatur. Perilakunya kadang –
kadang menyerupai anak dengan autisme dan skizofrenia.
5. Gangguan Rett
Gangguan rett dihipotesiskan sebagai sindrom retardasi mental
dominan terkait-X, bersifat degeneratif, dan hanya mengenai
perempuan. Kemunduran keterampilan komunikasi, perilaku motorik,
dan fungsi sosial dimulai pada kira-kira usia 1 tahun. Gejala mirip
autistik lazim ditemukan, demikian juga ataksia, seringai wajah,
menggeretakkan gigi, dan hilangnya pembicaraan.
6. Sindrrom Lesch-Nyhan
Sindrrom Lesch-Nyhan adalah gangguan langka yang disebabkan
oleh defisiensi enzim yang terlibat didalam metabolisme purin.
Gangguan ini terkait-X; pasien mengalami retardasi mental,
mikrosefali, kejang, koreoatetosis, dan spastisitas
B. Faktor Pranatal
Persyaratan penting untuk perkembangan keseluruhan janin adalah
kesehatan fisik, psikologis dan nutrisi. Penyakit dan kondisi maternal
yang mempengaruhi perkembangan normal sistem saraf pusat janin
adalah diabetes melitus yang tidak terkendali, anemia, emfisema,
hipertensi, serta pemakaian jangka panjang alkohol dan zat narkotik.
Infeksi maternal selama kehamilan, terutama infeksi virus telah diketahui
menyebabkan kerusakan janin dan retardasi mental. Contohnya rubella
sebagai penyebab utama malformasi kongenital dan retardasi mental
yang disebabkan oleh infeksi maternal. Jika ibu terinfeksi dalam
trisemester pertama kehamilan, 10-15% anak terkena, tetapi insidensi
meningkat hampir 50% jika terinfeksi pada bulan pertama kehamilan.4
C. Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami
gangguan neurologis dan intelektual yang bermanifestasi selama tahun-
tahun sekolahnya. Bayi tersebut yang menderita perdarahan intrakranial
atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan
8

kognitif. Derajat gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan


dengan beratnya perdarahan intrakranial. Pemutusan sosioekonomi juga
dapat mempengaruhi fungsi adaptif bayi yang rentan tersebut. Intevens
dini dapat memperbaiki kemampuan kognitif, bahasa, dan perseptal
mereka.4

2.4. Klasifikasi Retardasi Mental


Uji intelegensia pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog
Perancis yang bernama Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1900.
Pada tahun 1916, Dr Lewis Terman mengadaptasi pemeriksaan intelegensia
berdasarkan skala Binet tersebut di Stanford University. Saat ini uji
intelegensia tersebut dinamakan Stanford Binet Intelligence Scale yang sudah
direvisi 4 kali yaitu tahun 1937, 1960, 1973, dan 1986. William Stern pada
tahun 1912 membuat konsep intelligence quotient (IQ) sebagai suatu
perbandingan antara mental age (MA) dan chronological age (CA).4

Berdasarkan konsep Intelligence Quotient (IQ), kriteria diagnostik


DSM-IV-TR adalah sebagai berikut:

Derajat Retardasi Mental IQ


Ringan 50-55 hingga kira-kira 70
Sedang 35-40 sampai 50-55
Berat 20-25 sampai 35-40
Sangat Berat Dibawah 20 atau 25
Retardasi mental, keparahan tidak Ketika terdapat anggapan kuat adanya
dirinci retardasi mental tetapi intelegensia orang
tersebut tidak dapat diuji dengan uji standar
9

A. Retardasi mental ringan


Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental
yang dapat dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa
tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari
dan untuk wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus
diri sendiri secara independen (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat
perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan
utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak
yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks
sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka
tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan
sosial, akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak
mampu menguasai masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau
kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.2
B. Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental
dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami
keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa serta
pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri
sendiri dan keterampilan motorik juga mengalami keterlambatan.
Beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya.
Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasardasar
membaca, menulis dan berhitung. Anak-anak dengan retardasi mental
sedang menyadari kekurangannya dan sering kali merasa diasingkan oleh
teman sebayanya dan merasa frustasi karena keterbatasannya.program
pendidikan khusus dapat memeberi kesempatan bagi mereka untuk
mengenmbangkan potensi mereka yang terbatas dan memperoleh
beberapa keterampilan dasar. Mereka terus membutuhkan pengawasan
yang cukup tetapi dapat menjadi kompeten dalam pekerjaan yang
dilakukan dalam kondisi yang mendukung.2
C. Retardasi mental berat
10

Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi


mental sedang dalam hal gambaran klinis, terdapatnya suatu etiologi
organik dan kondisi yang menyertainya. Perbedaan utama adalah pada
retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motorik yang
bermakna atau adanya defisit neurologis. Hal ini menunkukkan adanya
kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara
klinis dari susunan saraf pusat.2
D. Retardasi mental sangat berat
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat
terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau
instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya
mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang belum sempurna.
Mereka tidak atau hanya mempunyai sekali kemampuan untuk mengurus
sendiri kebutuhan dasar mereka sendiri dan senanteiasa memerlukan
bantuan dan pengawasan.2

2.5. Diagnosis Banding


Menurut definisi, retardasi mental harus dimulai sebelum usia 18
tahun. Beberapa hendaya sensorik, terutama tuli dan buta, dapat dikelirukan
dengan retardasi mental jika selama uji tidak digunakan alat bantu. Defisit
pembicaraan dan serebral palsi sering membuat anak tampak mengalami
retardasi, bahkan saat intelegensinya berada dalam batas ambang atau
normal. Jenis penyakit kronis dan melemahkan apapun dapat menurunkan
fungsi anak pada semua area. Gangguan konfulsif dapat memberikan kesan
adanya retardasi mental, terutama saat adanya kejang yang tidak terkontrol.
Sindrom otak kronis dapat mengakibatkan cacat tertentu seperti tidak dapat
membaca (aleksia), tidak dapat menulis (agrafia), tidak dapat
berkomunikasi (afasia), dan beberapa cacat lain yang mungkin terdapat
pada orang dengan intelegensi normal bahkan superior. Anak dengan
gangguan belajar, yang dapat terjadi bersamaan dengan retardasi mental,
mengalami keterlambatan atau kegagalan perkembangan pada area khusus
seperti membaca atau matematika, tetapi anak tersebut berkembang normal
11

pada area lain. Sebaliknya, anak dengan retardasi mental menunjukkan


keterlambatan umum pada sebagian besar area perkembangan.4
Retardasi mental dan gangguan perkembangan pervasif sering
terdapat bersamaan. Karena tingkat fungsi mereka yang biasa saja, anak
dengan gangguan perkembangan pervasif memiliki lebih banyak masalah
dengan hubungan sosial dan mengalami penyimpangan bahasa yang lebih
dibandingkan anak yang mengalami retardasi mental.4
Anak di bawah usia 18 tahun yang memenuhi kriteria diagnostik
demensia dan menunjukkan IQ kurang dari 70 diberikan diagnosis demensia
dan retardasi mental. Mereka yang IQ-nya turun hingga kurang dari 70
setelah usia 18 tahun dan yang memiliki onset baru gangguan kognitif tidak
diberikan diagnosis retardasi mental tetapi hanya diagnosis demensia.4

2.6. Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk retardasi mental dari Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders ed 4 ( DSM-IV) sebagai berikut.
a. Fungsi intelektual yang secara bermakna di bawah rata-rata IQ kira-
kira 70 atau kurang pada tes IQ yang dilakukan secara individual
(untuk bayi, pertimbangan klinis adanya fungsi intelektual yang jelas
di bawah rata-rata)
b. Adanya defisit atau gangguan yang menyertai dalam fungsi adaptif
sekarang (yaitu efektivitas orang tersebut untuk memenuhi standar-
standar yang dituntut menurut usianya dalam kelompok kulturnya)
pada sekurangnya dua bidang keterampilan berikut: komunikasi,
merawat diri sendiri, di rumah, keterampilan sosial/interpersonal,
menggunakan sarana masyarakat, mengarahkan diri sendiri,
keterampilan akademik fungsional, pekerjaan, liburan, kesehatan, dan
keamanan.
c. Onset sebelum usia 18 tahun
Penulisan didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan
tingkat gangguan intelektual:
a. Retardasi mental ringan: tingkat IQ 50-55 sampai kira-kira 70.
12

b. Retardasi mental sedang: tingkat IQ 35-40 sampai 50-55.


c. Retardasi mental berat: tingkat IQ 20-25 sampai 35-40.
d. Retardasi mental sangat berat: tingkat IQ di bawah 20.
Retardasi mental, tingkat keparahannya tidak ditentukan, jika
terdapat kecurigaan kuat adanya retardasi mental tetapi intelegensi pasien
tidak dapat diuji oleh tes intelegensi baku.4
1. F70 Retardasi Mental Ringan5
a. Bila menggunakan tes IQ yang baku yang tepat, maka IQ berkisar
antara 50-69 menunjukkan retardasi mental ringan
b. Pemahaman dan penggunaan bahasa yang cenderung terlambat
pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan bicara yang
mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai
dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan
bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan
berbicara untuk keperluan sehari-hari. Kebanyakan juga dapat
mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencaai
keterampilan praktis dan keterampilan rumah tangga, walaupun
tingkat perkembangannya agak lambat daripada normal.
c. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang
bersifat akademis dan banyak masalah khusus dalam membaca
dan menulis.
d. Etiologi organik hanya dapat diidentifikasi pada sebagian kecil
pendertita
e. Keadaan lainnya yang meneyrai seperti autisme, gangguan
perkembangan lain, epilepsi, gangguan tingkah laku, atau
disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila
terdapat gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis
tersendiri.
2. F71 Retardasi Mental Sedang5
a. IQ biasanya berada dalam rentang 35-49
b. Umumnya ada profil kesenjangan dari kemampuan,, beberapa
dapt mencapai tingkat lebih tinggi dalam keterampilan visuo-
13

spasial dari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa,


sedangkan yang lainnya sangat canggung namun dapat
mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana. Tingkat
pekembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti
percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat
berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka.
c. Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada kebanyakan
penyandang retardasi mental sedang.
d. Autisme pada masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif
lainnya terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai
pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan
yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitis neurologik dan fisik juga
lazim ditemukan meskipun kebanyakn penyandang retardasi
mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang-kadang
didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat
perkembangan bahasanya yang terbatas sehingga sulit
menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang
dieproleh dari orang lain yang mengenalnya.
3. F72 Retardasi Mental Berat5
a. IQ biasanya berada dalam rentang 20-34
b. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal:
- Gambaran klinis
- Terdapatnya etiologi organik, dan
- Kondisi yang menyertainya
- Tingkat prestasi yang rendah
c. Kebanyakan penyandang retardasi mental berat mnderita
gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang
meneyrtainya, menunjukkan adanya kerusakan atau enyimpangan
perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan sistem
saraf pusat.
4. F73 Retardasi Mental Sangat Berat5
a. IQ biasanya dibawah 20
14

b. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter


mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.
c. Keterampilan visuo-spasial paling dasar dan sederhana tentang
memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya, dan
dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat penderita mungkin
dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga
d. Suatu etilogi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar
kasus
e. Biasanya ada disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang
memperngaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat
dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan pervasif
dalam bentuk sangat berat khususnya autime yang tidak khas
terutama pada pendderita yang dapat bergerak.
5. F78 Retardasi Mental Lainnya5
Kategori ini hanya digunakan apabila penilaian dari tingkat retardasi
mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak
mungkindilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik
misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu
berat atau fisiknya tidak mampu.
6. F79 Retardasi Mental YTT5
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup
untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.

2.7. Tatalaksana
a. Tatalaksana Medis
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental
adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat
(ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif.
Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin
kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan
kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril),
15

metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, dan gamma aminobutyric acid


(GABA).6
b. Rumah Sakit/Panti Khusus
Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas dasar:
kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua terhadap anak,
derajat retardasi mental, pandangan orangtua mengenai prognosis anak,
fasilitas perawatan dalam masyarakat, serta fasilitas untuk membimbing
orangtua dan sosialisasi anak. Kerugian penempatan di panti khusus
bagian retardasi mental adalah kurangnya stimulasi mental karena
kurangnya kontak dengan orang lain dan kurangnya variasi lingkungan
yang memberikan kebutuhan dasar bagi anak. 6
c. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun
kepada orang tua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan
retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat
diusahakan perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya. 6
d. Konseling
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah
menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi
mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh retardasi
mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti khusus,
konseling pranikah, dan prenatal. 6
e. Pendidikan
Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah, namun
bagaimana mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang
terbelakang ini. Terdapat empat macam tipe pendidikan untuk retardasi
mental sebagai berikut.
1. Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa
2. Sekolah luar biasa C
3. Panti khusus
4. Pusat latihan kerja (sheltered workshop). 6
f. Pencegahan
16

Retardasi mental dapat primer (mencegah timbulnya retardasi


mental), atau sekunder (mengurangi manifestasi klinis retardasi mental).
Sebab-sebab retardasi mental yang dapat dicegah antara lain infeksi,
trauma, intoksikasi, komplikasi kehamilan, gangguan metabolisme, dan
kelainan genetic. 6

2.8. Pencegahan
Retardasi mental dikaitkan dengan berbagai gangguan psikiatri
komorbid dan paling sering membutuhkan berbagai dukungan psikososial.
Terapi orang dengan retardasi mental didasari pada penilaian akan kebutuhan
sosial dan lingkungan serta perhatian terhadap keadaan komorbidnya. Terapi
optimal untuk keadaan yang dapat menyebabkan retardasi mental adalah
pencegahan primer, sekunder, dan tersier.4
a. Pencegahan Primer
Pencegahan perimer meliputi tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi keadaan yang menimbulkan terjadinya
gangguan yang terkait dengan retardasi mental. Cara-caranya mencakup
edukasi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat umum dan kesadaran
akan retardasi mental; upaya profesional kesehatan yang berkelanjutan untuk
meyakinkan dan memperbaiki kebijakan kesehatan; undang-undang untuk
menyediakan perawatan kesehatan anak dan ibu yang optimal; dan eradikasi
gangguan yang diketahui diakibatkan oleh kerusakan sistem saraf pusat. 4
b. Pencegahan Sekunder dan Tersier
Ketika suatu gangguan yang dikaitkan dengan retardasi mental telah
diidentifikasi, gangguan ini harus diterapi untuk memperpendek perjalanan
penyakit (pencegahan sekunder) dan untuk meminimalkan gejala sisa atau
hendaya selanjutnya (pencegahan tersier). Gangguan endokrin dan metabolik
herediter, seperti PKU dan hipotiroidisme, dapat diterapi dengan efektif pada
tahap awal dengan pengendalian diet atau terapi sulih hormon. Anak dengan
retardasi mental sering memiliki kesulitan emosi dan perilaku yang
memerlukan terapi psikiatrik. Kemampuan sosial dan kognitifnya yang
17

terbatas memerlukan modalitas terapi psikiatrik yang dimodifikasi dan


didasari pada tingkat intelegensi anak tersebut. 4

2.9. Prognosis
Pada sebagian kasus retardasi mental, hendaya intelektual yang
mendasari tidak membaik, tetapi tignkat adaptasi orang yang mengalaminya
secara positif dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang mendukung dan
berkualitas baik. Pada umunya, orang dengan retardasi mental ringan sedang
memiliki fleksibilitas tertinggi dalam beradaptasi terhadap berbagai keadaaan
lingkungan.4 Jadi Efek jangka panjang dari setiap individu berbeda-beda,
bergantung pada derajat defisit kognitif dan adaptif, gangguan perkembangan
pada masa embrionik, dan dukungan keluarga serta lingkungan.7
18

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh hendaya
keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa motorik
dan sosial
2. Prevalensi retardasi mental pada suatu saat diperkirakan adalah kira-
kira 1% dari populasi. Insidensi tertinggi adalah pada anak usia
sekolah, dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental
kira-kira 1,5 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Prevalensi untuk RM ringan 0,37-0,59 %, sedangkan untuk RM
sedang, berat dan sangat berat adalah 0,3-0,4 %.
3. Faktor etiologi retardasi mental terutama dapat berupa genetik,
pranatal dan perinatal.
4. Klasifikasi retardasi mental yaitu retadasi mental ringan, retadasi
mental sedang, retadasi mental berat, retadasi mental sangat berat dan
retadasi mental keparahan tidak terinci.
5. Pedoman diagnostik untuk retadasi mental ada dalam PPDGJ-III (F70-
F79).
6. Tatalaksana pada retadasi mental yaitu tatalaksana medis, rumah
sakit/panti khusus, psikoterapi,konseling, pendidikan, pencegahan
7. Prognosis gangguan ini tergantung individu dalam beradaptasi
terhadap berbagai keadaaan lingkungan
19

DAFTAR PUSTAKA

1. Ekantari, Paramitha. Hubungan Antara Kepribadian Tangguh dengan Stres


Pengasuhan pada Ibu yang Memiliki Anak Retardasi Mental. 2010.
http://eprints.ums.ac.id/10355/1/F100060055.pdf, (diakses pada 29 Juni
2019).
2. Elvira SD, dkk. 2015. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta.
3. Winarti, Ambar, Erna Kurniati. Hubungan Sikap Orang Tua Dengan Tingkat
Kepercayaan Diri Anak Retardasi Mental Ringan Usia 7-18 Tahun Di Slb
C/C1 Shanti Yoga Klaten. 2015.
http://ejournal.stikesmukla.ac.id/index.php/involusi/article/download/197/195,
(diakses pada 30 Juni 2019).
4. Sadock, B.J., dan Sadock, V.A. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Edisi Kedua. Jakarta: EGC. 2010.
5. Rusdi maslim. Buku saku diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari
PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya. 2013.
6. Lumbantobing SM. 2010. Anak Dengan Mental Terbelakang. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Santrock, J. W. 2010. Psikologi Pendidikan. Kencana, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai