DISUSUN OLEH :
I. TANGGAL PELAKSANAAN
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 16 September 2019 di
Laboratorium Operasi Teknik dan Gedung Iradiasi Gamma Kimia Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir.
II. TUJUAN
1. Menentukan derajat substitusi cellulose acetate yang terbentuk.
2. Membuat plastik biodegradable dari limbah industri tekstil.
3. Melakukan uji biodegradabilitas.
III. DASAR TEORI
Selulosa merupakan biopolimer alami yang sangat berlimpah di alam.
Selulosa merupakan polimer rantai lurus dari ratusan hingga puluhan ribu
ikatan glikosida β-(1,4) unit D-glukosa, yang menyebabkan molekul-molekul
selulosa membentuk rantai yang saling bersisian, kokoh, dan lurus (Fessenden
dan Fessenden, 1999).
Selulosa asetat adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus
asetil. Selulosa asetat berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak
berbau (SNI 0444: 2009). Selulosa asetat mempunyai nilai komersial yang
tinggi karena memiliki karakteristik fisik dan optik yang baik, sehingga banyak
digunakan sebagai serat untuk tekstil, filter rokok, plastik, film fotografi, lak,
pelapis kertas, dan membran. Di samping itu, CA mempunyai daya tarik yang
tinggi karena sifatnya yang biodegradable sehingga ramah lingkungan
(Souhoka, dkk, 2018).
Kadar asetil merupakan ukuran jumlah asam asetat yang diesterifikasi pada
rantai selulosa yang akan menentukan nilai serajat substitusi (DS). Semakin
tinggi kadar asetil semakin tinggi pula derajat subtitusinya Hubungan antara
derajat dengan kadar asetil dapat dilihat di tabel. Beberapa kelas komersial
selulosa asetat dibedakan berdasarkan derajat subtitusi dan pelarutnya
diuraikan pada tabel 1 dan dua.
- Preparasi Bahan
1) Kain katun dicuci terlebih dahulu menggunakan detergent,
kemudian dikeringkan.
2) Kain yang sudah kering kemudian dipotong kecil-kecil.
- Bleaching
1) Sampel sebanyak 15 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam labu leher satu dan ditambahkan larutan NaOH 2% sebanyak
500 mL.
2) Sampel kemudian diaduk dengan magnetic stirer dan direfluks pada
suhu 70oC selama dua jam.
3) Setelah itu sampel didinginkan pada suhu ruangan lalu disaring dan
residu dibilas dengan aquadest hingga pH netral.
4) Residu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC hingga
berat konstan.
5) Residu kering dimasukkan ke dalam labu leher satu kemudian
ditambahkan larutan H2O2 1,5% sebanyak 500 mL, lalu proses
bleaching dilakukan pada suhu 50oC selama satu jam.
6) Sampel kemudian didinginkan pada suhu ruangan lalu disaring dan
dibilas menggunakan aquadest hingga pH netral.
7) Sampel kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC
hingga berat konstan.
- Pre-Treatment
1) Sampel ditimbang sebanyak 10 gram lalu dimasukkan ke dalam labu
leher satu.
2) Campuran 50 mL asam asetat dan 0,4 mL asam sulfat ditambahkan
ke dalam sampel lalu diaduk hingga seluruh permukaan sampel
terbasahi.
3) Labu ditutup menggunakan parafilm lalu sampel didiamkan selama
1 jam.
- Asetilasi
1) Campuran 50 mL asam asetat anhidrida dan 20 mL asam asetat
glasial ditambahkan ke dalam sampel, kemudian diaduk
menggunakan magnetic stirer selama 30 menit dengan suhu sistem
50-55oC.
2) Sampel kemudian didiamkan selama 24 jam.
3) Proses hidrolisis kemudian dilakukan dengan menambahkan
aquadest ke dalam campuran hingga tidak terbentuk endapan putih
kembali.
4) Endapan kemudian disaring menggunakan vacuum filter, lalu
dilakukan pembilasan hingga pH netral.
5) Hasil endapan dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC hingga
berat konstan.
6) Selulosa asetat yang telah didapatkan kemudian ditimbang
massanya lalu dicatat.
- Penentuan Derajat Substitusi
1) Larutan NaOH 0,25 M; larutan HCl 0,25 M; dan larutan C2H2O4
0,25 M disiapkan lalu dilakukan standardisasi larutan NaOH dan
larutan HCl dengan metode titrasi asam basa.
2) Sampel selulosa asetat ditimbang sebanyak 0,1 gram lalu
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer.
3) Larutan etanol sebanyak 5 mL dan larutan NaOH 0,25 M
terstandardisasi sebanyak 5 mL ditambahkan ke dalam labu
erlenmeyer, kemudian sampel didiamkan selama 24 jam.
4) Setelah itu, sebanyak 10 mL larutan HCl 0,25 M terstandardisasi
kemudian ditambahkan ke dalam sampel.
5) Sampel kemudian dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,25 M
terstandardisasi.
6) Volume NaOH yang dibutuhkan dalam titrasi dicatat kemudian
degree of substitiutions dihitung menggunakan persamaan yang ada.
- Pembuatan Plastik
1) Selulosa asetat sebanyak 4,6 gram ditimbang kemudian
ditambahkan diklorometana (sampel A) dan campuran larutan 9:1
diklorometana (DCM) dan metanol (sampel B) sebanyak 100 mL.
2) Campuran kemudian diaduk selama 24 jam pada suhu ruangan.
3) Larutan sampel kemudian dicetak pada cawan petri lalu didiamkan
selama dua jam, setelah itu sampel kemudian direndam dalam air
selama 30 menit.
4) Sampel kemudian dikeringkan lalu dikeluarkan dari cawan petri.
5) Sampel dipotong sesuai dengan kebutuhan.
- Iradiasi
1) Sampel dibungkus dengan alumunium foil, kemudian diiradiasi
pada suhu kamar 27oC dengan dosis 35 kGy.
2) Sampel plastik hasil iradiasi kemudian didiamkan pada suhu kamar
selama 24 jam hingga kering.
- Uji Biodegradabilitas
1) Sampel plastik dipotong dengan ukuran 2x6 cm kemudian
ditimbang massanya.
2) Sampel kemudian dikubur dalam tanah dan didiamkan selama satu
minggu.
3) Sampel plastik dibersihkan lalu dikeringkan di dalam desikator,
kemudian ditimbang hingga diperoleh berat konstan.
V. DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
- Preparasi Bahan
- Bleaching
- Pre-Treatment
- Asetilasi
- Penentuan Derajat Substitusi
- Pembuatan Plastik
- Iradiasi
- Uji Biodegradabilitas
VI. PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan untuk membuat bioplastik yang ramah
lingkungan dari limbah industri tekstil, dimana jenis kain yang digunakan pada
praktikum ini merupakan kain katun mori. Kain ini dipilih karena kandungan
selulosanya yang cukup tinggi yaitu 96%, selain itu jenis kain ini banyak
digunakan pada industri batik di Jogjakarta sehingga mencari limbahnya sangat
mudah.
Proses sintesis ini terbagi menjadi delignifikasi, bleaching, pre-treatment,
asetilasi, presipitasi, pengeringan, dan pencetakan. Limbah kain terlebih dahulu
dicuci menggunakan detergent hingga bersih kemudian dikeringkan. Hal ini
dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan wax dan kotoran yang terdapat
dalam kain, setelah itu kain kemudian dipotong kecil-kecil. Pengecilan ukuran
ini dilakukan untuk meningkatkan efesiensi pada proses berikutnya.
Proses delignifikasi berfungsi untuk meminimalisir kandungan
lignoselulosa dan hemiselulosa pada kain. Kandungan lignin dan hemiselulosa
dihilangkan karena kedua senyawa ini merupakan senyawa impurities dalam
produksi Cellulose Acetate. Penambahan larutan NaOH 2% dengan suhu sistem
70oC dilakukan untuk menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa pada
sampel. NaOH sebagai cleaning agent bereaksi menyabunkan lemak dan
melarutkan protein. Selain itu, struktur selulosa akan membengkak dan
memudahkan saat proses asetilasi. Penggembungan selulosa akan
menyebabkan berkurangnya ikatan antar serat selulosa, sehingga memudahkan
masuknya pereaksi.
Setelah itu dilakukan proses bleaching menggunakan larutan H2O2
dengan konsentrasi 1,5% dengan suhu 50oC untuk menghilangkan zat pewarna
dan kotoran yang masih terdapat pada sampel. Hasil proses ini dikeringkan, lalu
didapatkan kain dengan kandungan lignin, hemiselulosa, dan pewarna yang
lebih sedikit.
Proses asetilasi didahului dengan pre-treatment yang bertujuan untuk
menghidrolisis rantai-rantai polimer selulosa menjadi monomer-monomer
selulosa. Proses ini dilakukan menambahkan asam sulfat pekat dan asam asetat
pada kain katun dan dibiarkan selama satu jam.
Setelah proses pre-treatment, kain selulosa dilakukan proses asetilasi
dengan menggunakan asetat anhidrat dan asam asetat glasial. Proses asetilasi
ini, terjadi reaksi substitusi antara selulosa dengan asetat anhidrat dimana gugus
hidroksil pada selulosa akan bertukar dengan gugus asetat pada asetat anhidrat.
Hasil dari proses ini adalah larutan kental campuran antara selulosa asetat yang
terlarut dalam asetat.
Reaksi asetilasi selulosa berlangsung melalui mekanisme sebagai berikut:
𝐶𝐻3 𝐶𝑂. 𝑆𝑂4 𝐻(𝑙)
(𝐶𝐻3 𝐶𝑂)2 𝑂(𝑙) + 𝐻2 𝑆𝑂4 (𝑙) → + 𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻(𝑙)
𝑎𝑐𝑒𝑡𝑖𝑙𝑠𝑢𝑙𝑓𝑢𝑟𝑖𝑐 𝑎𝑐𝑖𝑑
𝑅𝑐𝑒𝑙𝑙 − (𝑆𝑂4 𝐻)3
𝑅𝑐𝑒𝑙𝑙 − (𝑂𝐻)3 + 𝐶𝐻3 𝐶𝑂. 𝑆𝑂4 𝐻 → + 3𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻
𝑐𝑒𝑙𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑒 𝑠𝑢𝑙𝑝ℎ𝑎𝑡𝑒
𝑅𝑐𝑒𝑙𝑙 − (𝑂𝐶𝑂𝐶𝐻3 )3
𝑅𝑐𝑒𝑙𝑙 − (𝑆𝑂4 𝐻)3 + 3𝐶𝐻3 𝐶𝑂𝑂𝐻 → + 3𝐻2 𝑆𝑂4
𝑐𝑒𝑙𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑒 𝑎𝑐𝑒𝑡𝑎𝑡𝑒
Larutan selulosa asetat ini dipisahkan dengan cara menambahkan air pada
larutan. Penambahan air pada campuran selulosa asetat dan asam asetat
menghasilkan endapan selulosa berwarna putih. Endapan ini terbentuk karena
selulosa asetat tidak dapat larut dalam air. Endapan ini dipisahkan dengan
vacum filter dan dinetralkan pH-nya. Endapan yang telah kering merupakan
endapan selulosa asetat (CA).
Untuk mengetahui kualitas selulosa asetat yang dihasilkan, dilakukan
analisis untuk mengetahui derajat substitusi (DS) gugus asetil. Berdasarkan
hasil analisis, diperoleh nilai DS selulosa asetat yang terbentuk adalah 1,61.
Nilai tersebut belum memenuhi standar selulosa asetat industri yang berada
pada rentang 2,0 ke atas. Hal ini dapat terjadi karena rasio antara jumlah kain
dan asetat anhidrida yang tidak sesuai, sehingga proses asetilasi tidak
berlangsung sempurna.
Endapan selulosa asetat yang diperoleh kemudian dilarutkan menjadi
larutan 3,3 %w dengan pelarut dichloromethane (sampel A) dan campuran
dichloromethane dan methanol 9:1 (sampel B). Larutan yang terbentuk
kemudian dicetak pada cawan petri dan dibiarkan pada suhu ruangan selama
dua jam kemudian direndam dalam air selama 30 menit.
Sampel A yang telah mengering menghasilkan plastik yang cukup baik,
namun terdapat endapan putih pada beberapa bagian. Endapan ini merupakan
selulosa asetat yang tidak terlalut selama proses penguapan. Sedangkan pada
sampel B dihasilkan plastik yang lebih rapuh dari sampel A. Selain itu terdapat
endapan putih yang cukup merata pada bagian permukaannya.
Hasil iradiasi gamma pada kedua sampel dengan dosis 35 kGy tidak
menunjukkan perubahan secara fisik dimana sampel tetap rapuh. Hal ini
mungkin disebabkan dosis iradiasi yang tidak sesuai untuk mengasilkan
membran polimer yang kuat. Menurut Zhai dkk, daya tarik polimer meningkat
seiring dengan meningkatnya dosis pada rentang 30-70 kGy. Namun ketika
dosis berada diatas 120 kGy, daya tarik polimer akan menurun drastis. Dosis
iradiasi efektif bergantung dari jenis bahan yang diiradiasi, maka kemungkinan
dosis yang digunakan pada praktikum ini kurang atau mungkin berlebih.
Pengujian biodegradabilitas dilakukan dengan metode sorial burial test
untuk mengetahui laju degradasi sampel. Pada metode ini hanya dilakukan
penguburan sampel di dalam tanah kemudian menghitung fraksi berat residual
dari sampel dalam tiap satuan waktu (gram/day). Hasil uji biodegradabilitas
menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan massa plastik yang signifikan
setelah penguburan selama dua hari. Hal ini disebabkan oleh waktu analisis
yang tidak mencukupi. Selain itu, pengukuran ini dipengaruhi oleh adanya
sampel yang tertinggal dalam tanah akibat rusaknya sampel.
VII. SCALE UP SKALA INDUSTRI
VIII. KESIMPULAN
Dari peraktikum yang telah dilaksanakan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Diperoleh derajat substitusi selulosa asetat yang disintesis dari kain mori
sebesar 1,61. Nilai tersebut belum memenuhi standar selulosa asetat industri
yang berada pada rentang 2,0 ke atas.
2. Sintesis selulosa asetat dari kain mori melalui proses delignifikasi,
bleaching, pre-treatment, asetilasi, presipitasi, pengeringan, dan
pencetakan. Pembuatan bioplastik menggunakan pelarut diklorometana
untuk sampel A serta campuran larutan diklorometana dan metanol 9:1
untuk sampel B.
3. Sampel bioplastik mengalami %residual sebanyak 1-4% selama dua hari.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Avella, M.E. (2009). Eco-challenges of Bio Based Polymer Composite
Material, (2), 911-925.
Bao, Congyu. (2015). Cellulose acetate / plasticizer systems : structure,
morphology and dynamics. Polymers. Université Claude Bernard - Lyon I.
Careda, M. P., et., al. (2007). Characterization of Edible Films of Cassava
Strachbly Electron Microscopy. Braz, Journal Food Technology, 91-95.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S. (1999). Kimia Organik Jilid 2 Edisi
Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Gaol, M. R. L. L., Sitorus, R., Yanthi, S., Surya, I., dan Manurung, R. (2013).
Pembuatan Selulosa Asetat dari -Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit.
Jurnal Teknik Kimia, USU, 2 (3), 33-39.
Kamel, S., Ali, N., Jahangir K., Shah, S. M., El GendyA. A. (2008).
Pharmaceutical significance of cellulose: A review. Express Polymer
Letters, 2(11), 758-778.
Rifaldi, Irdoni, dan Bahruddin. (2017). Sifat dan Morfologi Bioplastik Berbasis
Pati Sagu dengan Penambahan Filler Clay dan Plasticizer Gliserol. Jom
FTEKNIK, 4 (1), 1-7.
Seto, A. S., Sari, A. M. (2013). Pembuatan Seluosa Asetat Berbahan Dasar
Nata De Soya. KONVERSI, 2 (2), 1-12.
Souhoka, F. A., Latupeirissa, J. (2018). Sintesis dan Karakterisasi Selulosa
Asetat (CA). Indo J. Chem. Res, 5 (2), 58-62.
Zhai, M., Yoshii, F., Kume, T. (2003). Radiation modification of starch-based
plastic sheets, Carbohydrate Polymers, v.52, p.311-317
2. Muhammad Nizam F.
3. Fadhilah Cholish A.
X. LAMPIRAN
1) Proses Preparasi Bahan
2) Proses Bleaching
3) Proses Asetilasi
4) Proses Hidrolisis
8) Proses Iradiasi