Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


OBESITAS PADA REMAJA (USIA 15-19 TAHUN) DI SMAN 6 KOTA
YOGYAKARTA TAHUN 2019

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir pada Mata kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu : Izza Hananingtyas, M.Kes., Ratri Ciptaningtyas, MHS dan

Meliana Sari, M.KM

Disusun Oleh:

Auliya Saphira Maulana

11171010000069

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Prevalensi obesitas telah meningkat secara drastis dalam beberapa dekade


terakhir, dengan tren yang meningkat di hampir semua negara dan menjadi
penentu utama morbiditas dan mortalitas di banyak negara di dunia. Obesitas
terjadi akibat ketidakseimbangan antara asupan energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang keluar, terjadi dalam jangka waktu yang lama sehingga
terjadi penimbunan lemak di jaringan adiposa (Pramono & Sulchan, 2014).
Obesitas juga merupakan hasil dari asupan energi yang tidak diimbangi
dengan aktivitas fisik dan dimediasi oleh faktor genetik, perilaku dan
lingkungan (Ali & Nuryani, 2018). Dengan begitu, obesitas dapat dikatakan
sebagai suatu keadaan yang tidak normal pada tubuh yang ditandai dengan
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan atau berat badan yang melebihi
normal. Ketidaksadaran seseorang akan asupan energi yang masuk kedalam
tubuh dan tidak diimbangin aktifitas fisik yang cukup untuk mengeluarkan
energi tersebut akan menimbulkan obesitas.

Obesitas merupakan faktor risiko dari berbagai penyakit degeneratif,


seperti diabetes tipe 2, hipertensi, penyakit jantung, dan kanker (Sudikno et
al., 2015). Risiko terjangkit penyakit degeneratif yang disebabkan oleh
obesitas diperkirakan 6,74% pada pria dan 12,41% pada wanita dapat
terjangkit diabetes tipe 2, 1,84% pada pria dan 2,42% pada wanita dapat
terkena hipertensi, 1,72% pada pria dan 3,10% pada wanita untuk jantung
koroner, 1,82% pada pria dan 2,64% pada wanita untuk kanker ginjal
(Moreno Aznar, Pigeot, & Ahrens, 2011).

Prevalensi obesitas pada remaja meningkat di sebagian besar dunia,


meskipun dibeberapa negara maju tren ini mulai mendatar seperti AS,
Australia, dan beberapa negara Eropa, namun levelnya masih sangat tinggi.
Selain itu, menurut Wang dan Dietz (2002) pengeluaran rumah sakit terkait
obesitas pada usia muda (6-17 tahun) meningkat dari 1979-1981 hingga 1997-
1999 (Moreno Aznar et al., 2011). Prevalensi overweight dan obesitas di dunia
pada kalangan anak-anak dan remaja berusia 5-19 meningkat secara drastis
dari 4% pada tahun 1975 menjadi lebih dari 18% pada tahun 2016.
Peningkatan ini terjadi pada anak laki-laki dan perempuan, pada tahun 2016
18% remaja perempuan dan 19% remaja laki-laki overweight atau obesitas.
Lebih dari 340 juta anak-anak dan remaja berusia 5-19 overweight atau
obesitas pada tahun 2016 (WHO, 2016). Menurut Asia Pacific cohort study
collaboration (2007) prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat
tajam di kawasan Asia Pasifik. menunjukkan peningkatan dari 20% menjadi
40% (Ali & Nuryani, 2018).

Berdasarkan hasil Rikesdas 2013 prevalensi obesitas di Indonesia naik dari


1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% di tahun 2013. Prevalensi gemuk atau
overweight pada remaja umur 13-15 tahun di Indonesia sebesar 10.8%, terdiri
dari 8,3% gemuk (overweight) dan 2,5% sangat gemuk (obesitas). Sedangkan
prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri
dari 5,7% gemuk (overweight) dan 1,6% obesitas. Terdapat lima belas
provinsi dengan prevalensi obesitas diatas prevalensi nasional, salah satunya
DI Yogyakarta, yaitu sebesar 10,1% prevalensi ini mengalami kenaikan jika
dibanding dengan prevalensi pada tahun 2010 sebesar 4,1% (Kemenkes,
2013).

Kota Yogyakarta merupakan ibu kota Provinsi Yogyakarta sejalan dengan


itu, Kota Yogyakarta memiliki peran yang sangat penting dalam
keberlangsungan Provinsi DI Yogyakarta, sedangkan menurut data Profil
Kesehatan DI Yogyakarta tahun 2017 prevalensi obesitas terbesar berada di
Kota Yogyakarta dengan prevalensi sebesar 8,73% (Dinkes DIY, 2017).
Walaupun Kota Yogyakarta merupakan ibu kota provinsi, tetapi angka
obesitas pada remaja tertinggi berada di Kota Yogyakarta. Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan oleh Kurdanti (2015) menunjukkan bahwa persentase
remaja obesitas di SMAN 6 Yogyakarta sebesar 64% (Kurdanti et al., 2015).
Berdasarkan hasil penelitian Kurdanti yang dilakukan di beberapa SMA
wilayah Yogyakarta, menunjukkan bahwa asupan energi yang berlebih dengan
OR=4,69; (CI:2,12-10,35), frekuensi mengonsumsi fast food dengan OR=2,47
(CI: 1,26-4,83), kebiasaan sarapan pagi dengan OR=5,24 (CI: 2,56-10,71)
merupakan faktor risiko kejadian obesitas pada remaja (Kurdanti et al., 2015).
Sedangkan hasil penelitian Ali dan Nuryani menunjukan bahwa riwayat
obesitas orang tua (OR= 2,016), pengetahuan remaja yang kurang (OR=
6,673), dan dan konsumsi fast food lebih dari 3 kali per minggu (OR= 1,829)
menjadi faktor resiko obesitas pada remaja (Ali & Nuryani, 2018). Dalam
hasil penelitian Kosnayani dan Aisyah faktor risiko obesitas pada remaja,
yaitu: asupan energi tinggi (OR= 7,471), dan aktivitas fisik rendah (OR=
6,833), maka dari itu disarankan agar remaja memiliki aktivitas fisik yang
cukup dan pola makan yang sehat (Kosnayani & Aisyah, 2017).

Obesitas disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak dapat diubah dan
dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah seperti genetik, jenis kelamin,
dan umur. Sementara faktor risiko obesitas yang dapat diubah adalah
konsumsi makanan, gaya hidup dan aktivitas fisik seseorang (Sudikno et al.,
2015). Usia remaja (10-18 tahun) merupakan periode rentan gizi karena
remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi untuk peningkatan pertumbuhan
fisik. Pada periode ini juga terdapat perubahan gaya hidup dan kebiasaan
makan, hal ini terjadi karena adanya globalisasi secara luas dan remaja
mempunyai kebutuhan zat gizi khusus contohnya kebutuhan atlet (Kurdanti et
al., 2015).

Peningkatan yang cukup tinggi dari angka kejadian obesitas pada remaja
ini sangat mengkhawatirkan dan berisiko untuk munculnya penyakit-penyakit
metabolik pada usia yang lebih dini. Faktor penyebab obesitas pada remaja
bersifat multifaktorial, diantaranya: peningkatan konsumsi makanan cepat saji,
rendahnya aktivitas fisik, faktor genetik, faktor psikologis, status sosial
ekonomi, program diet, usia, dan jenis kelamin merupakan faktor-faktor yang
berkontribusi pada perubahan keseimbangan energi dan berujung pada
kejadian obesitas (Kurdanti et al., 2015). Perkiraan 40% anak menjadi obesitas
ketika dilahirkan oleh salah satu orang tuanya mengalami obesitas, dan ketika
kedua orang tua mengalami obesitas, risiko menjadi 80% anak terkena
obesitas (James & Linton, 2009a). Genetik memainkan peran penting dalam
kejadian obesitas namun, lingkungan keluarga juga memiliki peluang besar
pada berat badan anak. Sesuai dengan uraian diatas, maka peneliti akan
meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Obesitas Pada Remaja (Usia 15-19 Tahun) di SMAN 6 Kota Yogyakarta
Tahun 2019”

1.2 Rumusan Masalah


Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi obesitas pada
remaja mengalami peningkatan, yaitu 1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% di
tahun 2013. Sedangkan prevalensi obesitas pada remaja di DI Yogyakarta
melebihi prevalensi nasional sebesar 10,1%. Menurut data Profil Kesehatan DI
Yogyakarta tahun 2017 prevalensi obesitas terbersar berada di Kota
Yogyakarta dengan prevalensi sebesar 8,73% (Dinkes DIY, 2017).
Selanjutnya prevalensi obesitas di SMAN 6 yang cukup tinggi yaitu sebesar
sebesar 64% (Kurdanti et al., 2015). Karena prevalensi obesitas terbesar pada
remaja berada di Kota Yogyakarta dan prevalensi SMAN 6 yang tinggi, maka
peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian obesitas pada remaja SMAN 6 Kota Yogyakarta.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1.3.1 Bagaimana gambaran kejadian obesitas pada remaja SMAN 6 di
kota Yogyakarta?
1.3.2 Bagaimana gambaran pola makan fast food pada penderita obesitas
remaja SMAN 6 di kota Yogyakarta?
1.3.3 Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada penderita obesitas
remaja SMAN 6 di kota Yogyakarta?
1.3.4 Bagaimana gambaran pengetahuan individu terhadap obesitas pada
penderita obesitas remaja SMAN 6 di kota Yogyakarta?
1.3.5 Bagaimana gambaran uang saku pada penderita obesitas remaja
SMAN 6 di kota Yogyakarta.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian obesitas pada remaja di SMAN (usia 15-
19 tahun) Kota Yogyakarta.

1.4.2 Tujuan Khusus


1.4.2.1.1 Mengetahui gambaran kejadian obesitas pada remaja
SMAN 6 di daerah kota Yogyakarta.
1.4.2.1.2 Mengetahui gambaran pola makan fast food pada
penderita obesitas remaja SMAN 6 kota Yogyakarta.
1.4.2.1.3 Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada penderita
obesitas remaja SMAN 6 di kota Yogyakarta.
1.4.2.1.4 Mengetahui gambaran pengetahuan individu terhadap
obesitas pada penderita obesitas remaja SMAN 6 di
kota Yogyakarta.
1.4.2.1.5 Mengetahui gambaran jumlah uang saku pada penderita
obesitas remaja SMAN 6 di kota Yogyakarta.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian obesitas remaja SMAN (usia 15-19 tahun) di Kota Yogyakarta yang
dilakukan di SMAN 6 Kota Yogyakarta dengan sasaran penelitian yaitu
remaja SMAN (usia 15-19 tahun). Faktor risiko yang akan diteliti antara lain
aktivitas fisik, riwayat obesitas, konsumsi fast food, dan asupan sarapan pagi.
Metode penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, sedangkan
sampel diambil dengan cara random sampling dan instrument yang digunakan
adalah kuesioner dan skrining.
1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan


dan wawasan peneliti mengenai faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian obesitas pada remaja (usia 15-19 tahun) di SMAN Kota
Yogyakarta Tahun 2019. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi pengalaman dan pelajaran peneliti mengenai faktor risiko
kejadian obesitas pada remaja usia 15-19 tahun.

1.6.2 Manfaat bagi Instansi Pendidikan

Hasil peneltian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi


dan sebagai dasar pertimbangan maupun untuk membuat suatu program
atau kebijakan baru untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya
masalah obesitas, serta mengetahui faktor risiko yang berhubungan
dengan kejadian obesitas pada remaja SMAN 6 Kota Yogyakarta Tahun
2019. Serta meningkatkan pelayanan kesehatan untuk menurunkan
angka kejadian obesitas SMAN 6.

1.6.3 Manfaat bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan agar masyarakat mendapatkan


informasi mengenai apa saja faktor risiko yang berhubungan dengna
kejadian obesitas pada remaja usia 15-19 tahun. Hasil dari penelitian ini
juga diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat akan
kejadian obesitas remaja sehingga masyarakat dapat melakukan
tindakan pencegahan mulai dari diri sendiri terhadap kejadian obesitas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Obesitas

Obesitas merupakan hasil dari asupan energi yang tidak diimbangi


dengan aktivitas fisik dan dimediasi oleh faktor genetik, perilaku dan
lingkungan (Ali & Nuryani, 2018). Obesitas adalah gangguan
keseimbangan energi, di mana jumlah kalori yang dikonsumsi melebihi
jumlah kalori yang dikeluarkan. Obesitas terjadi ketika individu rentan
secara genetik dan adanya keterpajanan pada lingkungan yang mendorong
obesitas (James & Linton, 2009a). Dengan demikian kejadian obesitas
dapat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. Menurut Dietz dan
Gortmaker (2001) Perkiraan 7% anak menjadi obesitas ketika dilahirkan
oleh orang tua dengan berat badan normal. Risiko obesitas meningkat
hingga 40% ketika salah satu orang tua mengalami obesitas, dan ketika
kedua orang tua mengalami obesitas, risiko menjadi 80% anak terkena
obesitas (James & Linton, 2009a). Genetik memainkan peran penting
dalam kejadian obesitas namun, lingkungan keluarga juga memiliki
peluang besar pada berat badan anak.

2.2 Proses Biologis Obesitas

Tahap pertama dalah proses biologi obesitas, ketika seseorang makan


dengan asupan yang berlebih, terjadi dengan terus menerus dan asupan
energi yang dikeluarkan tidak sebanding dengan energi yang masuk, maka
insulin dalam tubuh akan meningkat sebagai respon terjadinya
peningkatan energi dalam tubuh, sehingga insulin akan bekerja semakin
keras. Apabila insulin bekerja secara terus menerus maka pankreas akan
kelelahan untuk memproduksi insulin, karenanya lemak tubuh akan
menumpuk dalam jaringan adiposa (Kopelman, Caterson, & Dietz, 2010).

Hal ini akan bertambah parah ketika seseorang jarang melakukan


beraktivitas fisik, maka lemak tubuh akan bertambah dan menumpuk di
jaringan adiposa, kemudian jaringan lemak nantinya akan risesten terhadap
insulin, sebagai respon dari banyaknya lemak tubuh, insulin tidak dapat
mengenal lemak yang harus di olah dan lemak yang harus di netralkan.
Kemudian jika lemak sudah meningkat dan tidak bisa di simpan kedalam
lemak tubuh, maka lemak akan ke hati dan menyebabkan trigliserida naik.
Dalam hal ini trigliserida akan menyintesis kolestrol. Kemudian
setelahnya akan timbulah penyakit degenerativ seperti diabetes, hipertensi,
PJK, stroke dan penyakit lainnya (Kopelman et al., 2010).

2.3 Etiologi Obesitas

Obesitas merupakan masalah kesehatan yang ditimbul dalam jangka


panjang atau kronis. Mekanisme obesitas ini bermula dari masukanya
energi yang melebihi dari kebutuhan dan tanpa diimbangi dengan energy
yang keluar dalam jangka waktu yang lama, dimana kalori yang lebih
akan terus menumpuk lalu akan menyebabkan obesitas. Hukum
termodinamika I mengatakan bahwa obesitas timbul akibat terjadinya
ketidakseimbangan energi dalam jangka waktu yang lama yaitu dengan
pengeluaran energi yang tidak sesuai dengan energi masuk (Sudargo et
al., 2014). Masukan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan
pengeluaran yang sama besarnya akan mengarah kepada arah positif yang
artinya bertambahnya berat badan. Namun, bukan hanya asupan energi
berlebih, obesitas juga terjadi karena multi faktor seperti, genetik,
metabolik, perilaku, dan lingkungan. Interkasi antar faktor-faktor ini
secara jangka panjang akan menjadi penyebab terjadinya obesitas.

2.4 Faktor Penyebab Obesitas

Obesitas adalah penyakit kompleks yang dipengaruhi oleh faktor


genetik dan lingkungan serta interaksinya (Moreno Aznar et al., 2011).
Menurut U.S. Department of Health and Human Services (2007),
penyebab kelebihan berat badan pada remaja dapat terdapat beberapa
faktor, yaitu :
a. Kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat, atau
kombinasi keduanya, ditambah dengan genetika dan gaya hidup
mendukung dalam kejadian obesitas.
b. Peningkatan perilaku menetap atau tidak aktif di masyarakat, seperti
lebih memilih menonton televisi, komputer atau permainan video dari
pada bermain di luar rumah, hal ini berkontribusi pada gaya hidup
tidak aktif.
c. Anak perempuan, menjadi kurang aktif ketika mereka melewati masa
remaja (James & Linton, 2009a).
Faktor risiko obesitas diklarifikasikan menjadi dua, yaitu: faktor yang
tidak dapat diubah dan dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah
seperti genetik, jenis kelamin, dan umur. Sementara faktor risiko obesitas
yang dapat diubah adalah konsumsi makanan, gaya hidup dan aktivitas
fisik seseorang (Sudikno et al., 2015). Adapun penyebab terjadinya
obesitas pada remaja sebagai berikut:
a. Pola Makan Fast Food
Makanan cepat saji sangat digemari belakangan ini, fast food
mudah didapat dan dikenal melalui iklan. Makanan cepat saji
memiliki sedikit nutrisi dan lebih banyak mengandung energi tinggi
(Moreno Aznar et al., 2011). Apabila asupan karbohidrat, protein dan
lemak berlebih, maka akan karbohidrat disimpan sebagai glikogen
dalam jumlah terbatas dan sisanya lemak, protein akan dibentuk
sebagai protein tubuh dan sisanya lemak, sedangkan lemak akan
disimpan sebagai lemak (Seogih & Wiramihardja, 2009). Hal ini akan
memungkinkan terjadinya penimbungan lemak di jaringan adiposa
yang nantinya akan menjadi obesitas.
Terjadinya obesitas akibat dari kelebihan asupan energi
dibandingkan dengan yang diperlukan oleh tubuh, sehingga kelebihan
asupan energi tersebut disimpan dalam bentuk lemak. Berdasarkan
hasil penelitian Kurdanti (2015) Frekuensi fast food yang semakin
sering berisiko 2,47 kali mengalami obesitas dibandingkan yang
jarang mengkonsumsi fast food (Kurdanti et al., 2015).
b. Aktivitas Fisik
Studi genetika kuantitatif dan molekuler menunjukkan bahwa
varian berat badan disebabkan oleh genetik. Namun, peningkatan
prevalensi obesitas selama setengah abad terakhir terlalu cepat untuk
dijelaskan oleh perubahan skala besar dalam susunan genetik populasi
(Moreno Aznar et al., 2011). Dengan demikian, faktor lingkungan
dapat saja berpengaruh dalam peningkatan kasus obesitas. Aktivitas
fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
kebutuhan energi, apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan
terkena penyakit obesitas semakin tinggi. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa lamanya seseorang menonton televisi
(inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas.
Aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi untuk
terjadinya obesitas (Seogih & Wiramihardja, 2009).
Hasil dari penelitian Kurdanti (2015) menunjukan bahwa aktivitas
fisik merupakan faktor resiko obesitas pada remaja, apabila tidak
melakukan aktifvitas fisik kemungkinan akan terkena obesitas sebesar
2,48 kali lebih besar dibanding dengan yang melakukan aktivitas fisik
(Kurdanti et al., 2015). Sedangkan penelitian Kosnayani dan Aisyah
menunjukan seseornag yang jarang melakukan aktivitas fisik dapat
terkena obesitas sebesar 6,833 kali lebih besar dibanding dengan
orang yang melakukan aktivitas fisik (Kosnayani & Aisyah, 2017).

c. Genetik
Perkiraan menunjukkan bahwa hanya 7% anak akan overweight
ketika dilahirkan oleh orang tua dengan berat badan normal. Risiko
obesitas meningkat hingga 40% ketika salah satu orang tua
mengalami obesitas, dan ketika kedua orang tua mengalami obesitas,
risiko meningkat menjadi 80% pada anak untuk terkena obesitas.
Genetika memainkan peran penting dalam kasus obesitas namun,
lingkungan keluarga juga memiliki dampak pada berat badan anak
(James & Linton, 2009b).
Dalam penelitian Ali dan Nuryani riwayat obesitas orang tua dapat
menjadi faktor risiko tinggi apabila salah satu atau bahkan kedua
orang tua pernah mengalami obesitas dan risiko rendah apabila salah
satu atau kedua orang tua tidak pernah mengalami obesitas, dengan
OR=2,016, hal ini menunjukan bahwa remaja yang memiliki riwayat
obesitas 2,016 kali lebih beresiko terkena obesitas dari pada remaja
yang tidak memiliki riwayat obesitas (Ali & Nuryani, 2018).

d. Kebiasaan Sarapan Pagi


Perilaku makan yang menjadi lebih umum pada remaja adalah
melewatkan sarapan atau makan siang, kemudian mengkonsumsi
banyak makanan setelahnya sebagai respon tubuh yang kekurangan
energi dan makan sebagai respon terhadap suasana hati misalnya
ketika gelisah, cemas maupun senang. (James & Linton, 2009b).
Menurut Serra (2003) makan sendirian tanpa pengawasan keluarga
dengan sendirinya merupakan faktor risiko potensial untuk
pengembangan kelebihan berat badan. "Sarapan keluarga" telah
dikaitkan dengan asupan rutin di pagi hari (Moreno Aznar et al.,
2011).
Dari penelitian dari Kurdanti didapatkan rerata asupan remaja yang
tidak sarapan yaitu sebesar 365,256 kalori. Hal ini menunjukkan
bahwa mereka tidak dikatakan sarapan karena asupan pada saat
sarapan kurang dari 25% AKG yaitu sebesar ±600 kkal, Sarapan pagi
sering disepelekan padahal tubuh memerlukan nutrisi dan energi
untuk beraktivitas, hal ini dapat berakibat merasa sangat lapar dan
tidak dapat mengontrol nafsu makan sehingga pada saat makan siang
akan makan dalam porsi yang berlebih (Kurdanti et al., 2015).
Dalam penelitian ini juga didapatkan OR sebesar 5,24, artinya
remaja yang tidak sarapan berisiko obesitas sebesar 5,24 kali
dibandingkan dengan remaja yang sarapan. Remaja yang tidak
sarapan pagi paling banyak ditemukan pada remaja obesitas
sedangkan subjek yang tidak obesitas paling banyak adalah subjek
yang sarapan (Kurdanti et al., 2015).

e. Status Ekonomi
Faktor sosial ekonomi tidak hanya penting untuk komposisi
makanan tetapi juga untuk risiko obesitas. Secara historis, obesitas
adalah penyakit kemakmuran karena orang kaya mampu membeli
makanan padat energi yang banyak, sementara orang miskin sering
kelaparan. Hal ini dapat dilihat di banyak negara berkembang, di
mana status sosial ekonomi rendah dikaitkan dengan kerawanan
pangan, asupan energi yang tidak memadai, dan kekurangan gizi di
antara orang dewasa dan anak-anak (Moreno Aznar et al., 2011).

Dari hasil penelitian sudikno (2015) status ekonomi menunjukkan


bahwa semakin tinggi kelompok kuintil status ekonomi semakin tinggi
risiko untuk terjadi overweight maupun obesitas. Hal ini terjadi karena
mereka yang memiliki ekonomi tinggi mampu menggunakan
pengeluarannya untuk membeli makanan yang agak mahal, seperti
daging, susu, konsumsi gula, garam, makanan fast food, minyak jenuh
dan sebagainya, sehingga konsumsi makanan yang mengandung lemak
pun akan lebih banyak dibandingkan pada orang yang berpendapatan
menengah ke bawah, hal ini diperkuat dengan hasil penelitian,
didapatkan P=0,029, maka terdapat hubungan yang signifikan antara
status ekonomi dengan kejadian obesitas (Sudikno et al., 2015).

f. Pengetahuan Individu

Berdasarkan penelitian Nuryani (2018), tingkat pengetahuan dapat


menjadi faktor risiko terjadinya obesitas. Hasil statistik diperoleh nilai
OR sebesar 6,673 (CI 95 % = 2,296 – 19,393) artinya tingkat
pengetahuan seorang remaja terhadap obesitas berisiko 6,673 kali
terhadap kejadian obesitas. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap
pola hidup sehat dalam memilih makanan dan pemantauan status gizi.
Pengetahuan tentang gizi menentukan perilaku individu dalam
mengonsumsi makanan. Dalam memilih makanan remaja dipengaruhi
oleh selera dan keinginan terhadap makanan yang cenderung tinggi
kalori dan lemak (Ali & Nuryani, 2018).
Pada penelitian yang dilakukan di Amerika menyebutkan bahwa
edukasi terhadap hidup sehat yang diberikan sekolah dapat menurunkan
angka kemungkinan terjadinya obesitas sebesar 2-4%, penelitian ini
juga sudah dilakukan di Australia, Kanada, dan Inggris dengan hasil
yang mengatakan bahwa edukasi dapat menurunkan angka
kemungkinan obesitas (Sassi, Franco 2010). Artinya, pengetahuan akan
kesehatan yang diberikan sejak dini dapat menghindarkan kita dari
berbagai masalah kesehatan yang mana salah satunya adalah obesitas
Ketika seseorang yang memiliki pengetahuan rendah terhadap
obeseitas maka akan lebih rentan terkena obesitas. Hal ini terjadi
karena orang tersebut tidak mengetahui bahaya yang didapatkan dari
perilakunya sendiri terhadap tubuhnya. Kurangnya pengetahuan
individu terhadap kejadian obesitas bisa saja terjadi karena kuranya
keterpaparan individu terhadap informasi-informasi mengenai obesitas,
seperti perilaku yang dapat menyebabkan obesitas, bahaya terkena
obesitas dan dampak yang bisa disebabkan karena obesitas, oleh karena
itu mereka tidak memikirkan kesehatan mereka.

g. Uang Saku

Pada penelitian Rafiony (2015) menunjukkan bahwa kejadian


obesitas berhubungan dengan uang saku. Dalam hasil penelitiannya
diperoleh nilai OR sebesar 2,23 dan (CI 95 % = 1,12 – 4,41) artinya
remaja yang memiliki uang saku yang besar berisiko 2,23 kali lebih
besar terhadap kejadian obesitas dibandingkan dengan uang saku
yang kecil dari orang tua. Uang saku yang besar memungkinkan
seseorang untuk membeli dan mengonsumsi makanan lebih banyak
ragamnya baik jenis, jumlah, dan frekuensinya. Jumlah uang jajan
berdampak terhadap daya beli makanan dengan kuantitas yang
banyak dengan kualitas rendah seperti konsumsi makanan tinggi
energy dan kalori yang menjadi faktor risiko obesitas (Rafiony dkk.,
2015).
2.5 Pengukuran Obesitas
1. Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index)

Pada tahun 2000, International Obesity Task Force (IOTF)


mengusulkan titik potong IMT untuk skrining kelebihan berat badan
dan obesitas, untuk setiap setengah tahun usia baik pada pria dan
wanita, yang sesuai dengan nilai IMT 25 dan 30 kg / m2 di usia 18
tahun (Moreno Aznar et al., 2011). Ukuran IMT dihitung dengan cara
membagi berat badan (dengan satuan kilogram) dengan tinggi badan
(dalam satuan meter) yang dikuadratkan. Indeks Massa Tubuh
merupakan indeks berbasis berat badan dan tinggi berdasarkan
antropometri yang aman, tidak invasif, sederhana, dan murah untuk
didapatkan (Moreno Aznar et al., 2011). Berikut merupakan kategori
berat badan berdasarkan IMT :

Tabel 2. 1 Kategori Berat Badan Berdasarkan IMT menurut


WHO

Kategori IMT (kg/m2)


Berat Badan Kurang (underweight) < 18,5
Berat Badan Normal (normal weight) 18,5 – 22,9
Berat Badan Lebih (overweight) 23,0 – 24,9
Obesitas ≥ 30,0
Sumber: Gizi Kesehatan Masyarakat (Gibney et al., 2013)

Berdasarkan tabel 2.1, diketahui bahwa seseorang akan dikatakan


obesitas bila indeks massa tubuhnya mencapai 30.0 kg/m2 atau lebih.
Untuk di Indonesia sendiri, Kementrian Kesehatan telah memiliki
pengkategorian berat badan berdasarkan IMT yang telah disesuaikan
dengan karakteristik masyarakat Indonesia, dan tentunya lebih cocok
digunakan di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Table 2.2 Kategori Berat Badan Berdasarkan IMT menurut


Kementrian Kesehatan RI

Kategori IMT ( kg/m2 )


Berat Badan Kurang (underweight) < 18,5
Berat Badan Normal (normal weight) 18,5 – 22,9
Berat Badan Lebih (overweight) 23,0 – 24,9
Obesitas ≥ 25,0
Sumber :(Gibney, Margetts, Kearney, & Arab, 2013)

Berdasarkan table 2.2, dapat diketahui bahwa orang Indonesia


dikatakan overweight ketika IMT 23,0 kg/m2 sampai 24,9 kg/m2 ,
dan obesitas ketika IMT mencapai ≥ 25,0 kg/m2 .

2. Persentase Lemak Tubuh

Pengukuran obesitas juga dapat dilakukan dengan cara mengukur


komposisi lemak tubuh. Pengekuran ini dapat dilakukan dengan
menggunakan alat berupa skin fold atau body fat analyzer (Seogih &
Wiramihardja, 2009). Metode pengukuran obesitas dengan cara ini
lebih akurat karena dengan menggunakan alat ini kita dapat
mengetahui jumlah atau persentase lemak tubuh, sedangkan jika
menggunakan IMT kita tidak dapat mengetahui jumlah lemak tubuh
karena yang diukur dalam IMT adalah berat badan bukan persentase
lemak tubuh. Wanita dikatakan obesitas bila komposisi lemak
tubuhnya lebih dari 25%, sedangkan laki-laki mengalami obesitas
ketika persentase lemak tubuhnya lebih dari 20% (Seogih &
Wiramihardja, 2009).
3. Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP)

Pengukuran RLPP merupakan pengukuran yang dilakukan untuk


mengetahui status obesitas sentral pada seseorang, dimana pengukuran
ini dapat menjelaskan distribusi penimbunan lemak yang ada pada
kulit bagian bawah dan jaringan adiposa intra abdominal. Kelebihan
jumlah lemak tubuh biasanya akan terdapat di jaringan adiposa kulit
bagian bawah dan juga rongga perut, maka dari itu pengukuran rasio
lingkar pinggar panggul tepat untuk dilakukan untuk mengetahui
jumlah lemak yang terdapat pada bagian perut (Sudargo et al., 2014).
Alat yang digunakan pada pengukuran ini yaitu dengan menggunakan
pita metlin atau pita ukur.

Pengukuran rasio lingkar pinggang panggul ini dilakukan dari titik


tengah garis yang menghubungkan iga paling bawah dengan bagian
lateral sebelah atas dari tulang panggul, dan diukur dalam pososi
berdiri (Gibney, Margetts, Kearny, & Arab, 2013). WHO telah
menetapkan ukuran lingkar pinggang yang memiliki risiko munculnya
gangguan kesehatan, yaitu sebagai berikut:

Lingkar Lingkar Pinggang Risiko Penyakit


Pinggang Pria Wanita
>94 cm >80 cm Meningkat

>102 cm >88 cm Sangat Meningkat

Sumber : Public Health Nutrition (Buttriss, Welch, Kearney, &

Lanhamnew, 2018)

2.6 Dampak Obesitas

Dampak obesitas terhadap kesehatan dapat menyebabkan munculnya


penyakit degenerative seperti DM tipe II, hipertensi, kolestrol, kanker,
kardiovaskuler, asam urat, gangguan hormonal, stroke, dan penyakit
lainnya (Kemenkes RI, 2018). Ketika seseorang memiliki asupan energi
yang tinggi dan tidak diimbangi oleh pengeluaran energi yang tinggi
dapat menyebabkan obesitas, dan jika pengeluaran energi yang rendah
dapat menyebabkan obesitas ketika seseorang tidak mengimbangi oleh
asupan energi yang rendah (Ross et al., 2014). Konsumsi energi yang
lebih tinggi dibandingkan pengeluarannya, dapat mengakumulasi lemak
dalam sel lemak sehingga terjadi hipertrofi sel lemak/adipositas, hingga
terjadi perangsangan diferensiasi preadiposit menjadi adipositas dan
terjadi hiperplasia jaringan lemak sehingga timbul obesitas
(Wahyuningsih, 2013).

Risiko terjangkit penyakit degeneratif yang disebabkan oleh obesitas


diperkirakan 6,74% pada pria dan 12,41% pada wanita dapat terjangkit
diabetes tipe 2, 1,84% pada pria dan 2,42% pada wanita dapat terkena
hipertensi, 1,72% pada pria dan 3,10% pada wanita untuk jantung
koroner, 1,82% pada pria dan 2,64% pada wanita untuk kanker ginjal
(Moreno Aznar, Pigeot, & Ahrens, 2011). Obesitas dapat menyebabkan
diabetes tipe 2 dikarenakan insulin dalam tubuh berfungsi untuk
menghantarkan glukosa sebagai bahan bakar pembentuk energi kedalam
sel yang akan menjaga kadar gula darah tetap normal. Ketika seseorang
mengalami penumpukan lemak didalam tubuhnya, sementara lemak
sangat resisten terhadap insulin. Pankreas sebagai tempat penghasil
insulin akan memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat banyak.
Lama kelamaan, pankreas tidak akan sanggup memproduksi insulin
sebanyak yang dibutuhkan, sehingga kadar gula darah berangsur naik dan
kemudian terjadi penyakit degenerative seperti diabetes melitius tipe 2
(Mardalena, 2017).

2.7 Kerangka Teori

Teori Lawrence Green (1980) merupakan suatu teori dalam


menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku dan konsep
umum yang sering digunakan dalam berbagai penyusunan maupun
rencana suatu program. Dalam teorinya menyatakan bahwa perilaku
seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor
pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009).
a. Faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang. Faktor ini termasuk pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya,
dan faktor sosio-demografi,dll.
b. Faktor pendorong (enabling factors). Faktor yang memungkinkan
terjadinya perilaku. Hal ini berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan
atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan
sumber dan fasilitas kesehatan.
c. Faktor penguat (reinforcing factor) yaitu faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku (Maulana, 2009).

Bagan 2.1 Kerangka Teori

OBESITAS PADA
REMAJA

Faktor Predisposisi Faktor Pendorong


Faktor Penguat
1. Pengetahuan 1. Status ekonomi
1. Riwayat keluarga
2. Uang saku
2. Aktivitas fisik

3. Konsumsi fastfood

4. Sarapan pagi

Sumber : (Sudikno et al., 2015),(Kurdanti et al., 2015),(Kosnayani &


Aisyah, 2017),(Maulana, 2009)

Berdasarkan modifikasi dari teori Green (Maulana, 2009), maka dapat


diketahui bahwa factor predisposisi atau faktor yang mempermudah terjadinya
perilaku seseorang, yaitu: pengetahuan individu terhadap obesitas, karena dengan
pengetahuan dapat membentuk perilaku seseorang. Kemudian Faktor Pendorong
atau Faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku seseorang, seperti status
ekonomi dan uang saku, dimana mereka yang memiliki ekonomi tinggi atau uang
saku yang banyak mampu menggunakan pengeluarannya untuk membeli makanan
yang agak mahal, seperti daging, susu, konsumsi gula, garam, dan makanan
fastfood sehingga konsumsi makanan yang mengandung lemak pun akan lebih
banyak dibandingkan pada orang yang berpendapatan menengah ke bawah.
Selanjutnya faktor Penguat, dimana factor yang dapat menguatkan seseorang
melakukan hal tersebut antara lain : aktivitas fisik, kebiasaan sarapan pagi,
konsumsi fastfood, dan riwayat keluaga. Kurangnya aktivitas fisik dengan asupan
yang berlebih dapat mempengaruhi gaya hidup yang nanti sangat berpengaruh
terhadap kejadian obesitas. Sedangkan riwayat keluarga merupakan faktor resiko
obesitas karena obesitas dapat diturunkan melalui genetik serta kebiasaan orang
tua yang di turunkan kepada anaknya.
BAB III

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dibuat dengan mengacu pada teori yang dikemukakan
oleh Green (1980), yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi
oleh faktor predisposisi (pengetahuan), faktor pendukung (status ekonomi dan
uang saku), dan faktor penguat (riwayat obesitas keluarga, aktivitas fisik,
konsumsi fast food, dan kebiasaan sarapan pagi). Namun tidak semua faktor
akan diteliti, sedangkan variabel dependen yang akan diteliti adalah kejadian
Obesitas, dan adapun variabel independen yang diteliti adalah pengetahuan
individu, aktivitas fisik, uang saku dan konsumsi fast food.
Adapun faktor riwayat obesitas keluarga, status ekonomi, dan kebiasaan
sarapan pagi tidak diteliti. Berikut uraiannya :
1. Riwayat obesitas keluarga: variabel ini tidak diteliti karena
keterbatasan peneliti untuk mendapatkan pengukuran obesitas pada
keluarga siswa.
2. Status ekonomi : variabel ini tidak diteliti kerena keterbatasan
waktu dan kemampuan dalam meneliti kebutuahan ekonomi setiap
keluarga siswa
3. Sarapan pagi : variabel ini tidak diteliti karena keterbatasan
kemampuan peneliti dalam meneliti zat mikro sarapan pagi pada
siswa
Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti mencoba membuat kerangka konsep.
Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang mencakup
variabel-variabel yang akan diteliti. Kerangka konsep yang dibuat terdiri dari
variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen pada
penelitian ini adalah kejadian obesitas pada remaja SMAN 6 ( usia 15-19
tahun) di wilayah yogyakarta tahun 2019. Sedangkan variabel independennya
adalah faktor-faktor yang berhubungan kejadian prehipertensi yang diteliti
dalam penelitian ini.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Variable Independent Variable Dependent

Pengetahuan

Konsumsi Fast
Food

Obesitas

Aktivitas Fisik

Uang Saku
3.2 Definisi Operasional

Variable Independent
No Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
dan Dependent

Status gizi siswa/i yang Timbangan


1. Obes IMT ≥25
dinilai dengan Indekss Pengukuran berat badan,
1 Obesitas 2. Tidak Obes IMT Ordinal
Massa Tubuh (IMT) dengan Antropometri dan alat ukur
< 25
kategori IMT ≥ 25 tinggi badan
Jumlah uang yang diberikan
oleh orangtua atau wali 1. < 20.000 /hari
2 Uang Saku Wawancara Kuesioner Internal
kepada anaknya dalam per 2. > 20.000 /hari
hari.
Makanan yang diolah dan
dihidangkan dengan cepat
1. 1x / minggu
oleh rumah makan atau
3 Konsumsi fast food restoran. Kandungan fast Wawancara Kuesioner 2. 2x / minggu Ordinal
food akan tinggi garam dan 3. >2x/ minggu
lemak serta rendah serat
(Kemenkes RI, 2012a)
Pengetahuan individu
seputar kejadian obesitas, 1. Ya
4 Pengetahuan Wawancara kuesioner Ordinal
dampak, cara pencegahan, 2. Tidak
dan penyebab
1. > 30 menit per
hari
Suatu bentuk gerakan tubuh
2. 30 menit per
yang dilakukan oleh otot-
hari
5 Aktivitas Fisik otot rangka sebagai bentuk Wawancara Kuesioner Ordinal
3. < 30 menit per
pengeluran tenaga seperti
hari
melakukan suatu pekerjaan.
4. tidak sama
sekali
3.3 Hipotesis

1. Adanya hubungan antara pengetahuan individu dengan kejadian obesitas


pada remaja SMAN 6 ( usia 15-19 tahun) di wilayah yogyakarta tahun
2019
2. Adanya hubungan antara uang saku dengan kejadian obesitas pada remaja
SMAN 6 ( usia 15-19 tahun) di wilayah yogyakarta tahun 2019
3. Adanya hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian obesitas
pada remaja SMAN 6 ( usia 15-19 tahun) di wilayah yogyakarta tahun
2019
4. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada
remaja SMAN 6 ( usia 15-19 tahun) di wilayah yogyakarta tahun 2019
BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan studi analitik observasional, dimana dimana


dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian obesitas, dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan
Cross Sectional di mana variabel-variabel independen dan variabel dependen
diamati secara bersamaan pada periode yang sama. Peneliti memilih desain studi
Cross Sectional atas dasar keterbatasan peneliti dalam hal waktu dan biaya, serta
berharap mendapatkan hasil generalisasi yang lebih memuaskan.

4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dalam rencananya dilaksanakan dalam kurun waktu 3 bulan,


yaitu mulai bulan April 2019 sampai Juni 2019. Lokasi penelitian bertempat di
SMAN 6 Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta dipilih karena memiliki prevalensi
obesitas tertinggi di Provinsi DI Yogyakarta yang merupakan salah satu provinsi
yang memiliki prevalensi obesitas melebihi prevalensi nasional pada remaja.
Kemudian SMAN 6 memiliki prevalensi obesitas yang tinggi diantara beberapa
SMAN di Kota Yogyakarta, yaitu sebsesar 64% (Kurdanti et al., 2015).

4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah remaja SMAN (usia 15-19 Tahun)
yang bersekolah di SMAN 6 Kota Yogyakarta tahun 2019 yang berjumlah
500 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Penentuan sampel dalam penelitian ini untuk pendekatan kuantitatif


digunakan teknik probability sampling, teknik ini merupakan teknik
pengambilan sampel pada populasi dimana setiap anggota populasi memiliki
peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian (Prihanti, 2016).
Sample pada penelitian ini menggunakan metode simple random sampling,
dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana tanpa
memperhatikan tingkatan (Wibowo, 2014). Selain itu, metode simple random
sampling ini digunakan untuk mencari sampel berdasarkan kriteria tertentu.
Kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu remaja SMA denga usia 15-19 tahun,
berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, serta bersekolah di SMAN 6 Kota
Yogyakarta tahun 2019 baik yang obesitas maupun tidak.
Pengambilan sampel dengan simple random sampling ini dapat dilakukan
dengan cara undian maupun bilangan random melalui table bilangan random
sampling (Prihanti, 2016). Namun hal ini dapat dipermudah apabila suatu
populasi memiliki jumlah mencapai ratusan dengan bantuan software analisis
data bernama SPSS (Statistical Package for the Sociall Sciences). Software
SPSS tersebut mempermudah peneliti dalam menentukan sampel pada
populasi secara acak dengan cara pengundian. Pengambilan sampel penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin, karena jumlah populasi
telah diketahui.

Rumus Slovin (n) = N

N (d2) + 1

Keterangan : n = jumlah sample

N = jumlah populasi

d2 = presisi yang ditetapkan CI 95% (d = 5%)

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan derajat kepercayaan 5% dan


kekuatan uji 95%. Berdasarkan data sekunder yang telah didapatkan oleh
peneliti, jumlah populasi dalam penelitian ini sebesar, yaitu 500 orang.
Berdasarkan rumus tersebut, maka:
n= 500 = 500 = 222,22 dibulatkan menjadi 222
500 (0,05)2 + 1 2,25 responden

Berdasarkan perhitungan sampel dengan menggunakan uji slovin, maka


diperoleh jumlah sampel yang akan digunakan dengan teknik simple random
sampling dari penelitian ini sebanyak 222 responden. Untuk mengantisipasi
adanya sampel yang drop-out, maka besar sampel ditambah 5% dari jumlah
minimal sampel. Selanjutnya, didapatkan hasil 5% dari 222 responden, yaitu
sebesar 11,1 dan dibulatkan menjadi 11 responden, sehingga jumlah sampel
pada penelitian ini sebesar 233 responden.

4.4 Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri.
Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan data primer dimana data
didapatkan dari hasil pengisian kuesioner yang diisi oleh responden. Jenis data
yang dikumpulkan adalah data primer melalui pengukuran IMT dan Persen lemak
tubuh menggunakan Timbangan dan fat body monitor.

4.5 Instrumen Penelitian


Instrumen pada penelitian ini adalah berupa kuesioner semi terbuka, dan
tertutup. Kuesioner semi terbuka adalah kuesioner yang telah disediakan
jawabannya sehingga responden dapat langsung memilih salah satu jawaban
ataupun responden dapat memilih jawaban sendiri yang telah disediakan.
Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang menyajikan pertanyaan dan pilihan
jawaban dari pertanyaan kuesioner sudah disediakan oleh peneliti dan reponden
dapat memilih salah satu jawaban yang telah tersedia paling sesuai dengan kondisi
masing-masing diri responden.
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui identitas responden, data
antropometri responden, jumlah uang saku responden, frekuensi konsumsi fast
food responden, aktivitas fisik responden, dan riwayat obesitas orangtua serta
pengetahuan reponden terhadap obesitas.
Selanjutnya untuk pemeriksaan apakah responden mengalami obesitas atau
tidaknya, yaitu dengan pengukuran IMT dan persen lemak tubuh menggunakan
pengukur tinggi badan, timbangan dan body fat monitor. Penelitian ini
menggunakan dua ukur, yaitu IMT dan persen lemak tubuh, menurut Toruan
(2015) dianjurkan untuk tidak hanya mengukur Body Mass Index (BMI), tetapi
juga persentase lemak tubuh dengan menggunakan alat pengukur lemak, yaitu
body fat monitor (Toruan, 2015). Hal ini dilakukan karena pengukuran IMT
kurang akurat untuk menggambarkan komposisi tubuh yang sebenarnya, dimana
seluruh massa tubuh yang diukur tidak dapat menjelaskan secara rinci terhadap
lemak tubuh yang didalamnya. Body fat monitor adalah suatu alat untuk
mengukur obesitas dengan cara memasukkan data terkait jenis kelamin, umur,
berat badan dan tinggi badan. Dalam waktu kurang dari 1 menit akan muncul hasil
yakni berupa persentase lemak tubuh dan jumlah lemak tubuh dalam kilogram
(kg) (Toruan, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, R., & Nuryani, N. (2018). Sosial Ekonomi, Konsumsi Fast Food Dan Riwayat
Obesitas Sebagai Faktor Risiko Obesitas Remaja [Socio-Economic, Fast
Food Consumption and Obesity History as A Risk Factors of Adolescent
Obesity]. Media Gizi Indonesia, 13(2), 123–132.
https://doi.org/10.20473/mgi.v13i2.123-132
Buttriss, J. L., Welch, A. A., Kearney, J. M., & Lanhamnew, S. A. (2018). Public
Health Nutrition. Chichester: The Nutrition Society.
Dinkes DIY. (2017). Profil Kesehatan Provinsi Di Yogyakarta Tahun 2017.
Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M., & Arab, L. (2013). Gizi
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kedokteran EGC.
James, L. C., & Linton, J. C. (Eds.). (2009a). Handbook Of Obesity Intervention
For The Lifespan. New York, NY: Springer.
Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes.
Kopelman, P. G., Caterson, I. D., & Dietz, W. H. (Eds.). (2010). Clinical obesity
in adults and children (3rd ed). Chichester, West Sussex ; Hoboken, NJ:
Wiley-Blackwell.
Kosnayani, A. S., & Aisyah, I. S. (2017). Faktor Risiko Yang Berhubungan
Dengan Obesitas Remaja (Studi pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Siliwangi Tasikmalaya Tahun 2016). Jurnal Siliwangi Seri
Sains dan Teknologi, 2(2).
Kurdanti, W., Suryani, I., Syamsiatun, N. H., Siwi, L. P., Adityanti, M. M.,
Mustikaningsih, D., & Sholihah, K. I. (2015). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kejadian Obesitas Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, 11(4), 179–190. https://doi.org/10.22146/ijcn.22900
Mardalena, I. (2017). Dasar-dasar Ilmu Gizi Konsep Dan Penerapan Pada
Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Maulana, H. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Moreno Aznar, L., Pigeot, I., & Ahrens, W. (Eds.). (2011). Epidemiology of
obesity in children and adolescents: prevalence and etiology. New York:
Springer.
Pramono, A., & Sulchan, M. (2014). Kontribusi Makanan Jajanan Dan Aktivitas
Fisik Terhadap Kejadian Obesitas Pada Remaja Di Kota Semarang. GIZI
INDONESIA, 37(2), 129-136–136.
Prihanti, G. S. 2016. Pengantar Biostatistik. Malang: UMM Press.
Rafiony, A., Purba, M. B., & Pramantara, I. D. P. (2015). Konsumsi fast food dan
soft drink sebagai faktor risiko obesitas pada remaja. 11, 170–178.
Ross, C. A., Caballero, B., Cousins, R. J., & Tucker, K. (2014). Modern Nutrition
in Health and Disease (7th Edition). Baltimore: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.
Sassi, Franco (2010). Obesity And The Economics Of Prevention : Fit Not Fat, 1st
ed. OECD, Paris.
Seogih, R., & Wiramihardja, K. K. (2009). Obesitas Permasalahan dan Terapi
Praktis. Jakarta: Sagung Seto.
Sudargo, T., Freitag, H., Rosiyani, F., & Kusmayanti, N. A. (2014). Pola Makan
dan Obesitas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Express.
Sudikno, S., Syarief, H., Dwiriani, C. M., & Riyadi, H. (2015). Faktor Risiko
Overweight Dab Obese Pada Orang Dewasa Di Indonesia (Analisis Data
Riset Kesehatan Dasar 2013). GIZI INDONESIA, 38(2), 91-104–104.
Toruan, P. L. (2014). Weight-loss Kiat langsing Seumur Hidup. Jakarta:
TransMedia Pustaka.
Toruan, P. L. (2015). The New Fat-loss Not Weight-loss : Gemuk Tapi Ramping.
Jakarta: TransMedia Pustaka.
Wahyuningsih, R. (2013). Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
WHO. (2016). Obesity and overweight. Retrieved March 28, 2019, from
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/obesity-and-overweight
Wibowo, Adik. 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta:
Raja Grafindo Perkasa

Anda mungkin juga menyukai