Anda di halaman 1dari 53

PENCEGAHAN INFEKSI

Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan mampu :

Menjelaskan konsep kewaspadaan baku

Menjaga kebersihan tangan dan sarung tangan

Menggunakan perlengkapan perlindungan diri

Menggunakan antiseptic dan desinfektan

Mengelola sampah

Pemrosesan peralatan karet dan logam

Melakukan dekontaminasi alat

Melakukan pencucian dan pembilasan peralatan

Melakukan proses DTT/Sterilisasi

Menjelaskan infeksi nosokomial

Melaksanakan isolasi pada system pernafasan

Melaksanakan isolasi pada system pencernaan

Melaksanakan isolasi pada system urinarius

Melaksanakan isolasi pada penyakit infeksius


Introduksi PI (Pencegahan Infeksi)

Definisi

Antisepsis: Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lender, atau duh tubuh
lainnya dengan menggunakan bahan antimicrobial (antiseptik).

Asepsis dan tehnik aseptic. Suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya
kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam area tubuh mana pun yang sering
menyebabkan infeksi.

Infeksi : adalah berkembang biaknya penyakit pada hospes disertai timbulnya respon imunologik
dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik Proses masuknya kuman ke dalam penjamu sehingga
timbul radang.

Konsep-konsep penting

Mikroorganisme adalah agen penyakit infeksi. Termasuk didalamnya bacteria. Virus, fungi, dan
parasit. Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
vegetative (umpamanya stafilokokus), mikobakteria (umpamanya tuberkulosis) dan endospora
(umpamanya tetanus). Dari semua agen infeksi yang umum, endosporalah yang paling sulit dibunuh
disebabkan oleh lapisan pelindungnya.

Kolonisasi berarti bahwa organisme yang pathogen (penyebab penyakit atau kesakitan) ada pada
seseorang (umpamanya dapat ditemukan dengan biakan atau uji-uji lainnya) tetapi belum
menimbulkan gejala atau temuan klinik (umpamanya perubahan atau kerusakan seluler). Infeksi
berarti organisme yang berkoloni pada orang itu sekarang menimbulkan penyakit (respon seluler).
Adanya mekanisme pertahanan alamia. Termasuk system imun yang mampu bertahan dan/atau
membasminya. Jadi kalau organisme dijangkitkan dari seseorang ke orang lain, yang terjadi adalah
kolonisasi, bukan infeksi. Namun, orang yang berkolonisasi itu dapat menjadi sumber pemindahan
pathogen keorang lain (kontaminasi silang khususnya kalau organisme tersebut menetap pada orang
itu (Chronny carrier) seperti pada HBV, HCV dan HIV.

Pencegahan infeksi pada umumnya bergantung pada penempatan pembatas antara orang yang
rentan (orang yang kurang mendapat perlindungan alamiah atau diperoleh) dan mikroorganisme.
Pembatas pelindung adalah proses-proses fisikal mekanikal, atau kimiawi yang dapat membantu
mencegah penyebaran mikroorganisme infeksi dari:

Orang ke orang (pasien, klien petugas kesehatan, atau petugas kesehatan).

Peralatan, instrument, dan permukaan lingkungan sekitar manusia.


Proses apa yang digunakan

Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko potensial infeksi untuk menjadi dasar
pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (umpamanya sterilisasi instrument
medis, sarung tangan dan benda-benda lainnya) sewaktu merawat pasien. Klasifikasi ini masih tetap
berlaku setelah diuji dengan waktu dan menjadi dasar yang baik untuk menentukan prioritas bagi
program pencegahan infeksi. Kategori Spaulding diikhtisarkan dibawah ini.

Bahan dan praktik ini biasanya menyangkut jaringan steril atau system darah dan merupakan risiko
infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan untuk melakukan manajemen sterilisasi, atau lebih tepatnya,
melakukan disinfeksi tingkat tinggi peralatan (umpamanya instrument bedah dan sarung tangan),
berkemungkinan besar dapat mengakibatkan infeksi yang serius.

Bahan dan praktik ini adalah terpenting kedua yang menyangkut selaput lendir dan area kecil kulit
yang tidak utuh. Pengelolah memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam :

Penanganan alat-alat invasif (umpamanya endoskop gastrointestinal, dan specula vagina).

Melakukan dekontaminasi, pembersihan, dan disinfeksi tingkat tinggi dan

Pemakaian sarung tangan untuk petugas yang menyentuh selaput lender atau kulit yang tidak utuh.

Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh, merupakan risiko
terendah. Beberapa hal (umpamanya kebersihan tangan) lebih penting daripada yang lain.
Pengelolaan buruk barang nonkritikal seperti penggunaan sarung tangan berulang-ulang, seringkali
menghabiskan sebagian besar sumber, sedangkan manfaatnya.

Siklus penularan penyakit

Mikroorganisme hidup di mana-mana di lingkungan kita. Manusia biasanya membawanya pada kulit
dan saluran pernafasan atas, dan genitalia. Sebagai tambahan. Mikroorganisme juga hidup pada
binatang, tumbuhan, tanah, udara, dan air. Beberapa mikroorganisme, lebih patogenik daripada yang
lain, artinya, lebih mungkin untuk menyebabkan penyakit. Jika diberikan lingkungan yang tepat,
semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi (seperti ketika ditularkan pada pasien AIDS yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (Immunocompromised).

Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar virus jumlah organisme
(inokulum) yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasi.
Jika organisme bersentuhan dengan bahan-bahan yang mengandung beberapa organisme. Jika
organisme bersentuhan dengan selaput lender atau kulit yang terkelupas, risiko infeksi meningkat.
Risiko infeksi bertambah besar ketika organisme yang masuk menyebabkan penyakit.

Untuk bacteria, virus dan agen infeksi lainnya agar dapat bertahan hidup dan menyebar, faktor-faktor
kondisi atau tertentu harus ada. Factor-faktor yang penting pada penularan penyakit yang
menghasilkan mikroorganisme (patogen) dari orang ke orang digambarkan dan didefinisikan dalam
gambar 1-1 (APIC 1983).

2.1.5 Pencegahan penyebaran penyakit infeksi

Pencegahan penyebaran penyakit menular memerlukan penghilangan satu atau


lebih keadaaan yang memungkinkan penularan penyakit dari penjamu atau waduk
ke penjamu rentan berikutnya secara:

1. Menghambat atau membunuh agen (umpamanya memakai bahan


antiseptic pada kulit sebelum pembedahan).

2. Menghambat berbagai agen untuk pindah dari orang yang terinfeksi kepada
orang yang rentan (umpamanya cuci tangan tau menggunakan antiseptic gosok
tangan/handrup mengandung alcohol untuk melenyapkan bacteria atau virus
yang diperoleh sewaktu menyentuh pasien yang terinfeksi atau permukaan yang
kotor).

3. Memastikan bahwa orang-orang, khususnya petugas pelayanan kesehatan,


kebal atau telah divaksinasi, dan

4. Menyediakan alat pencegah yang tepat untuk mencegah kontak dengan


agen infeksius (umpamanya sarung tangan yang kuat untuk staf rumah tangga
dan buang sampah) bagi petugas kesehatan.

2.2 Kewaspadaan baku

Pedoman –pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi
hal-hal sebagai berikut.

1. Kewaspadaan Baku, diterapkan pada semua klien dan pasien yang


mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dan

2. Kewaspadaan Berdasarkan Penularan , diterapkan hanya untuk pasien


rawat Inap.

Sistem baru ini memberikan gambaran terbaik system KU dan IDT dan
menggantikan kewaspadaan penyakit khusus yang membingungkan dengan tiga set
kewaspadaan berdasarkan penularan bagi pasien rawat inap. Penerapan ini adalah
untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber
infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya ,si pasien,benda yang
terkontaminasi , jarum suntik bekas pakai ,dan semprit) di dalam system
pelayanaan kesehatan. Sebagai tambahan, tantangan untuk menyediakan air bersih
dan untuk mencapai standar yang dapat diterima seperti proses penggunaan
instrument medis dan pembangunan sampah masih menjadi persoalan di banyak
Negara. Oleh karena itu, administrator dan petugas pelayanan kesehatan harus
meninjau kembalirekomendasi yang terdapat dalam kewaspadaan baku dan
mengubahnya berdasarkan hal-hal yang mungkin, praktis dengan sumber daya
yang mereka miliki.

2.2.1 Komponen utama dan penggunaannya

Komponen utama Kewaspadaan baku penggunaan pembatas fisik , mekanik , atau


kimiawi antara mikroorganisme dan individu, misalnya ketika pemeriksaan
kehamilan , pasien rawat inap atau petugas pelayaan kesehatan, merupakan alat
yang sangat efektif untuk mencegah penularan infeksi (pembatas membantu
memutuskan rantai penyebaran penyakit). Contohnya, tindakan berikut
memberikan perlindungan bagi pencegahan infeksi pada klien, pasien dan petugas
pelayanan kesehatan serta menyediakan sarana bagi pelaksanan Kewaspadaan
Baku:

1. Setiap orang ( pasien atau petugas pelayanan kesehatan ) sangat berpotensi

Menularkan infeksi .

1. Cuci Tangan – tindakan yang paling penting dalam pencegahan kontaminasi

Silang ( orang ke orang atau benda terkontaminasi ke orang ).

1. Pakai Sarung Tangan ( kedua tangan ) sebelum menyentuh kulit yang terluka
Selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang
kotor dan sampah yang terkontaminasi .

2. Cuci tangan

3. Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekresi, dan bahan


terkontaminasi

4. Segera setelah melepas sarung tangan

5. Di antara sentuhan dengan pasien

6. Sarung Tangan

7. Bila kontak dengan darah, duh tubuh ,sekresi ,dan bahan yang
terkontaminasi
8. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka

9. Masker, kaca mata, masker muka

Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung dan mulut saat
kontak dengan darah dan tubuh

1. Baju Pelindung

2. Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh

3. Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak


langsung dengan darah atau duh tubuh

4. Kain

5. Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir

6. Jangan lakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien

7. Peralatan perawatan oasien

8. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak


langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada
pakaian dalam ruangan perawatan.

9. Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

10. Pembersihan lingkungan

Perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam


ruang perawatan pasien

1. Instrumen tajam

2. Hindari memasang kembali penutup jarum berkas

3. Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai

4. Hindari pembengkokan, memetahkan, atau memanipulasi jarum bekas


dengan tajam

5. Masukan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan

6. Resusitas Pasien
Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari resusitasi dari mulut ke mulut

1. Penempatan pasien

2. Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruangan pribadi

3. Gunakan pembatas fisik (kaca mata pelindung, masker muka, dan celemek )
Terhadap kemungkinan percikan duh tubuh ( sekresi dan ekresi ) yang muncrat
dan tumpah (misalnya saat membersihkan instrument dan benda lain ).

4. Gunakan antiseptik untuk membersihkan kulit atau selaput lendir sebelum


pembedahan, pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum pembedahan
dengan antiseptik berbasis alkohol

5. Gunakan praktik keselamatan kerja, seperti jangan memesang kembali


penutup jarum atau pembengkokan jarum, dan menjahit dengan jarum tumpul

6. Pembuangan sampah terinfeksi ke tempat yang aman untuk melindungi


dan mencegah penularan atau infeksi kepada masyarakat

7. Proses semua peralatan, sarung tangan dan benda lainnya yang telah di
pakai dengan dekontaminasi dan pembersihan secara menyeluruh, kemudian
disterilkan atau disinfeksi tingkat tinggi ( DTT ) sesuai dengan prosedur yang
dianjurkan.

 KESEHATAN DAN KEBERSIHAN TANGAN

Penggunaan sabun dan air sangat penting pada kedua tangan yang terlihat kotor.
Untuk kesehatan dan kebersihan tangan rutin walaupun tanpa adanya kotoran dan
debu, khususnya jika persediaan air bersih terbatas. Alternatif lain seperti
menggosok tangan dengan penggosok tangan antiseptik yang murah, mudah dibuat
dan bertindak cepat, telah dapat diterima.

Dari sudut pandang pencegahan infeksi, praktik kesehatan dan kebersihan tangan
(cuci tangan dan cuci tanagn bedah) dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang
ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Hal ini tidak hanya
terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien
dan lingkungan. Tetapi juga sebagian organisme tetap yang hidup pada lapisan-
lapisan kulit yang lebih dalam. Selain memahami pedoman dan anjuran kesehatan
dan kebersihan tangan, petugas kesehatan juga harus memahami tujuan, dan
khususnya keterbatasan penggunaan sarung tangan.
2.3.1 Praktik kesehatan dan kebersihan tangan

1. Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah


mikroorganisme penyebab penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan
serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke
pasien). Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah difahami dengan baik,
tetapi pedoman untuk praktik terbaikdalam hal ini terus berkembang. Misalnya,
pilihan sabun biasa atau antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis
alkohol bergantung pada besarnya risiko kontak dengan pasien (misalnya
tindakan medis rutin versus pembedahan) atau tersedianya bahan (Larson
1995). Anjuran untuk petugas kesehatan pada saat ini adalah:

2. Jika kulit rusak atau diperlukan cuci tangan yang sering, sabun lembut
(tanpa bahan antiseptik) dapat digunakan untuk penghilang kotoran dan debu.

3. Di area beresiko tinggi, seperti ruang bedah dan ICU atau unit transplantasi,
langkah-langkah penggosokan tangan dengan menggunakan sikat lunak atau
spon dalam waktu singkat (setidaknya 2 jam) dapat menggantikan penggosokan
keras dengan sikat kasar selama 6-10 menit.

4. Untuk petugas yang sering mencuci tangannya (30 kali atau lebih pershift),
pelumas tangan dan krim harus disediakan agar dapat mengurangi iritasi kulit.
Kesehatan dan kebersihan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan rutin
(dengan atau tanpa bahan antiseptik) ataupun penggosok tangan antiseptik dan
penggosok tangan antiseptik dan penggosok tangan bedah dengan
menggunakan bahan dasar alkohol tanpa air. Tujuan dan cara untuk
melakukannya masing-masing agak berbeda.

 Perlengkapan Perlindungan Diri

Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai perlengkapan perlindungan


diri (PPD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat
perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini, dengan timbulnya AIDS dan HCV dan
munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara, penggunaan PPD menjadi
sangat penting untuk melindungi petugas.

PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting
dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya (seperti pakaian, topi,
dan sepatu tertutup) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang
efektivitasnya (Larson dkk 1995). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa,
seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus
memakai masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang
diberikan sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf
(Mitchell 1991). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan
tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat
mencegah infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons
yang menghisap bakteria dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang
kemudian dapat mengontaminasi luka bedah (Gambar 5-1).

Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan


kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang
khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat
digunakan secara efektif dan efisien.

Contoh-contoh bagaimana PPD dapat mengurangi penyebaran mikroorganisme


dan siapa saja (pasien, petugas atau masyarakat) yang dilindunginya tampak pada
tabel di bawah ini :

Tabel 1. Penyebaran mikroorganisme dan pelindungnya

Pembatas untuk Siapa yang


Di mana Bagaimana
memberhentikan dilindungi
mikroorganisme mikroorganisme
penyebaran oleh
ditemukan menyebar
mikroorganisme penghalang
Petugas kesehatan
Rambut dan kulit
Lepasnya kulit/rambut Kap Pasien
kepala
Hidung dan mulut Batuk, bicara Masker
Terlepasnya
Tubuh dan kulit Gaun penutup
kulit/rambut
Sarung tangan, cuci
Tangan Sentuhan tangan, antiseptik
tangan tanpa air
Kulit pasien yang Sentuhan Sarung tangan Pasien dan
terkelupas dan
staf
selaput lendir
Sarung tangan,
Darah pasien, duh
Cipratan, kontak pelindung mata, Staf
tubuh
masker, duk, apron
Membersihkan dan
Sentuhan, kontak memroses Pasien
instrumen
Sarung tangan
Staf
rumah tangga
Alas kaki tertutup,
Kebetulan kontak dekontaminasi dan
dengan jarum, skalpel tempat sampah;
staf
yang tidak gunakan zona aman
didekontaminasi selama
pembedahan
Sarung tangan
Sampah yang Staf dan
rumah tangga,
terinfeksi masyarakat
kantong plastik
Pasien dengan kulit Aseptik/antiseptik
yang tidak Sentuhan kulit/disiapkan, duk, Pasien
diaseptik/disiapkan sarung tangan
Staf dan
Sarung tangan,
Lingkungan klinik keluarganya
Sentuhan penutup luka, cuci
atau rumah sakit staf dan
tangan
masyarakat
Sumber: panduan pencegahan infeksi 2004

 Jenis alat perlindungan diri

1. Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi


pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas
fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap
kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang.
2. Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah,
rahang, dan semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan
yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau
bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah atau cairan tubuh yang
terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan. Masker
jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan, bagaimanapun juga tidak efektif
dalam mencegah dengan baik.

3. Respirator adalah masker jenis khusus, disebut respirator partikel, yang


dianjurkan dalam situasi memfilter udara yang ditarik napas dianggap sangat
penting. Terdiri dari berlapis-lapis bahan filter yang terpasang pada muka
dengan kuat. Lebih sulit untuk bernapas melaluinya dan lebih mahal dari pada
masker bedah. Efektivitas pemakaian masker khusus ternyata belum terbukti.

4. Pelindung mata melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Masker dan
pelindung mata atau pelindung muka harus dipakai jika cipratan pada muka
dapat terjadi. Kalau pelindung muka tidak ada, kacamata dan masker dapat
dipakai bersama.

5. Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Kap memberikan sedikit perlindungan pada
pasien, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari semprotan dan
cipratan darah dan cairan tubuh.

6. Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakaian utama dari
gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan.
Terdapat sedikit bukti bahwa gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan
tindakan/prosedur rutin bila tidak ingin kotor (Goldman 1991).

7. Gaun bedah pertama kali digunakan untuk melindungi pasien dari


mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan
kesehatan sewaktu pembedahan. Kalau gaun bedah sobek, lengan baju dapat
dilekatkan atau diikat pada pergelangan tangan.(Lengan baju yang terlalu besar
dapat mudah terkontaminasi). Sebagai tambahan pangkal sarung tangan harus
menutupi dengan sempurna ujung lengan baju.

8. Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air
di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau
sedang membersihkan atau melakukan tindakan di mana darah dan duh tubuh
diantisipasi akan tumpah. Apron membuat cairan yang terkontaminasi tidak
mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. Dalam pembedahan, memakai
apron plastik yang bersih di atas gaun penutup tidak hanya mencegah
pembedah atau asistennya dari terpapar darah atau cairan tubuh (misalnya;
cairan ketuban) tapi juga mencegah perut pembedah dan asistennya menjadi
sumber kontaminasi ke pasien (Moylan dan Kenneddy 1980).

9. Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam
atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.

o Antisepsis Tindakan Bedah dan Budaya Aman Di Ruang Operasi

Proses antisepsis sebelum pembedahan meliputi tiga tahap (kebersihan tangan dan
sarung tangan untuk anggota tim bedah ditambah dengan pemberian bahan
antiseptik pada lokasi pembedahan) ditujukan untuk menghambat penularan agen
infeksi ke dalam luka bedah. Proses cuci tangan yang efektif diikuti dengan
membasuh tangan dengan penggosok antiseptik beralkohol tanpa air atau cairan
antiseptik yang bisa mengurangi jumlah bakteri dan jamur pada tangan (Galle,
Homesley dan Rhyne 1978; Larson dkk 2001). Selain itu, jika sesaat sebelum
operasi penggunaan antiseptik pada kulit dilakukan dengan benar, secara efektif
menurunkan jumlah flora kulit baik yang bersifat sementara maupun menetap
begitu pula dengan tingkat infeksi yang terjadi.

Infeksi pascaoperasi yang terjadi bergantung pada beberapa faktor terutama hal
berikut ini :

1. Jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam luka

2. Jenis dan virulensi bakteri (kemampuan untuk menyebabkan penyakit)

3. Kekuatan mekanisme pertahanan tubuh pasien (misalnya status sistem


kekebalan tubuh), dan

4. Faktor eksternal seperti pasien sudah beberapa hari di rumah sakit sebelum
pembedahan; dan lamanya proses pembedahan (> 4 jam).

Antisepsis pembedahan dengan membatasi jenis dan jumlah mikroorganisme yang


masuk ke dalam luka selama pembedahan memegang peranan penting, tetapi
bukan hal yang berperan utama dalam pencegahan luka infeksi pascaoperasi.

2.5.1 Penggunaan antiseptik

Meski kulit tidak dapat disterilkan, pemberian larutan antiseptik bisa


meminimalkan jumlah mikroorganisme yang dapat mengontaminasi luka bedah
dan menyebabkan infeksi. Instruksi :
Langkah 1: Dilarang mencukur rambut di sekitar lokasi operasi. Pencukuran bisa
meningkatkan resiko infeksi 5-10 kali karena goresan kecil di kulit bisa
mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme (Nichols 1991;
Seropian dan Reynolds 1971). Apabila rambut harus dipotong, gunting rambut
yang berdekatan dengan permukaan kulit dengan menggunakan gunting sebelum
pembedahan berlangsung.

Langkah 2: Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi (misal pemberian


yodium) sebelum memilih larutan antiseptik.

Langkah 3: Apabila kulit atau daerah bagian luar kelamin tidak bersih, bersihkan
dengan sabun dan basuh dengan air bersih kemudian keringkan daerah tersebut
sebelum diberi antiseptik.

Langkah 4 : Gunakan Cunam kering dan didisinfektan pada tingkat tinggi (DTT),
kapas serta kain kasa barudirendam dalam larutan antiseptic, dan bersihkan tangan
secara menyeluruh, kerjakan diluar lokasi operasi kurang lebih beberapa senti
meter (Gerakan memutar dari pusat membantu mencegah rekontaminasi daerah
operasi terhadap bakteri lokal).

Langkah 5 : biarkan antiseptic bekerja efektif untuk beberapa saat sebelum


prosedur dimulai, contoh saat iodofor digunakan. Biarkan selama 2 menit atau
tunggu hingga kulit menjadi kering sebelum dilanjutkan, sebab iodine bebas
(bahan aktif) dilepaskan secara perlahan (Abdul Bari Saifuddin 2004)

2.5.2 Budaya aman diruang operasi

Kamar operasi adalah salah satu lingkungan yang paling berbahaya dalam sistem
pelayanan kesehatan. Menurut definisi, pembedahan bersifat invasif. Instrumen
yang didesain untuk penetrasi jaringan pasien dapat dengan mudah melukai
petugas. Darah berada di mana-mana. Kecepatan sangatlah penting. Kondisi gawat
darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka
dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya
suatu yang menantang. (Julie Gerberding, MD, MPH) Advanced Precaution for
Today’s OR (Davis 2001a).

Mencegah infeksi setelah tindakan operasi adalah sebuah proses kompleks yang
bermula di kamar operasi dengan mempersiapkan dan mempertahankan
lingkungan yang aman untuk melakukan pembedahan. Teknik aseptik bedah
didesain untuk menciptakan lingkungan seperti ini dengan mengontrol empat
sumber utama organisme infeksi yaitu pasien, staf pembedahan, peralatan, dan
lingkungan kamar operasi. Walaupun pasien paling sering menjadi sumber infeksi
pembedahan, tetapi tiga sumber lainnya juga penting dan sebaiknya tidak
diabaikan.
Teknik-teknik spesifik yang dibutuhkan untuk membuat dan mempertahankan
asepsis dalam pembedahan dan membuat lingkungan pembedahan lebih aman
mencakup hal berikut ini :

1. Pertimbangan Pasien : membersihkan kulit pra-operasi, antisepsis kulit,


dan menutup luka.

2. Pertimbangan staf pembedahan :kebersihan dan kesehatan tangan (cuci


tangan dan/atau penggosok tangan dan menggosok tangan untuk pembedahan
dengan produk-produk antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air);
menggunakan dan melepaskan sarung tangan dan pakaian bedah.

3. Pertimbangan persiapan ruang dan peralatan : arus lalu lintas dan pola
aktivitas seperti praktik rumah tangga dan dekontaminasi, pencucian atau
disinfeksi tingkat tinggi instrumen, sarung tangan dan unsur lainnya.

4. Pertimbangan lingkungan :mempertahankan lapangan operasi aseptik dan


mempergunakan teknik dan praktik operasi yang lebih aman.

2.5.3 Lingkungan pembedahan

Kamar operasi mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang


kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen
benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang
sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan untuk melihat
apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat
instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk. Hal ini dapat mempercepat dan
menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi, dan kadang-kadang bahkan
kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa
sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak hingga sarung tangan dilepaskan
pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari
jemari acapkali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan resiko
infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah.

2.6 Pengelolaan sampah

Sampah dari rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat terkontaminasi
(secara potensial berbahaya) atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% sampah umum
yang dihasilkan oleh rumah sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak
berbahaya bagi petugas yang menangani. Sampah yang tidak terkontaminasi
misalnya kertas, kotak, botol, wadah plastik, dan makanan. Semuanya ini dibuang
dengan metode biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Sampah setempat atau
tempat pembuangan sampah umum.
Beberapa sampah fasilitas kesehatan terkontaminasi. Jika tidak dikelola secara
benar, sampah terkontaminasi yang membawa mikroorganisme ini dapat menular
pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat pada
umumnya.

Sampah lain yang tidak mengandung bahan infeksius, tetapi digolongkan berbahya
karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan meliputi :

1. Bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng bekas, botol atau kotak
yang mengandung obat kadaluwarsa, vaksin, reagen disinfektan seperti
formaldehid, glutaraldehid, bahan-bahan organik seperti aseton dan kloroform),

2. Sampah sitotoksik (misalnya obat-obat untuk kemoterapi),

3. Sampah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari termometer
yang pecah, tensimeter, bahan-bahan bekas gigi, dan kadmium dari bakteri yang
dibuang),

4. Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misalnya kaleng
penyembur) yang berbahaya dan dapat meledak apabila dibakar.

 Definisi

1. Keadaaan yang secara potensial atau telah terjadi kontak dengan


mikroorganisme. Seringkali digunakan dalam pelayanan kesehatan, istilah
tersebut umumnya merujuk pada adanya mikroorganisme yang dapat
menimbulkan infeksi atau penyakit.

2. Pengelolaan sampah. Semua kegiatan, baik administratif maupun


operasional, (termasuk kegiatan transportasi), melibatkan penanganan,
perawatan, mengkondisikan, penimbunan, dan pembuangan sampah.

2.6.2 Pembuangan sampah terkontaminasi

Pembuangan sampah terkontaminasi yang benar meliputi :

1. Menuangkan cairan atau sampah basah ke system pembuangan kotoran


tertutup.

2. Insinerasi (pembakara) untuk menghancurkan bahan-bahan sekaligus


mikroorganismenya. (ini merupakan metode terbaek untuk pembuangan
sampah terkontaminasi. Pembakaran juga akan mengurangi volume sampah
dan memastikan bahwa bahan-bahan tersebut tidak akan dijarah dan dipakai
ulang).

3. Menguburkan sampah terkontaminasi untuk mencegah ditangani lebih


lanjut.

Penanganan sampah terkontaminasi yang tepat akan meminimalkan penyebaran


infeksi pada petugas kesehatan dan masyarakat setempat. Jika memungkinkan,
sampah terkontaminasi harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat
pembuangan dalam wadah tertutup dan anti bocor.

1. Untuk sampah terkontaminasi, pakailah wadah plastik dan disepuh logam


dengan tutup yang rapat. Sekarang, kantong-kantong plastic yang berwarna
digunakan untuk membedakan sampah umum (yang tidak terkontaminasi)
dengan yang terkontaminasi pada sebagian besar fasilitas kesehatan.

2. Gunakan wadah tahan tembus untuk pembuangan semua benda-benda


ajam (benda-benda tajam yang tidak akan digunakan kembali).

3. Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah ke mana-mana
meningkatkan resiko infeksi pada pembawanya). Terutama penting sekali
terhadap benda tajam yang membawa resiko besar kecelakaan perlukan pada
petugas kesehatan dan staf.

4. Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah


tidak boleh dipakai untuk keperluan lain diklinik atau rumah sakit (sebaiknya
menandai wadah sampah terkontaminasi).

5. Cuci semua wadah sampah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan


klorin 0,5% + sabun) dan bilas teratur dengan air.

6. Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar
dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan
petugas dari memisahkan sampah dengan tangan kemudian.

7. Gunakan Perlengkapan Perlindungan Diri (PPD) ketika menangani sampah


(misalnya sarung tangan utilitas dan sepatu perlindungan tertutup).

8. Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar


alkohol tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani
sampah.
Karena sebagian besar sampah fasilitas kesehatan dapat dikirim ke pusat
pembuangan sampah kotapraja atau umum (cara yang murah dan mudah untuk
pembuangan sampah), adalah sangat penting untuk melatih semua petugas
kesehatan, termasuk dokter, untuk memisahkan sampah terkontaminasi dan yang
tidak terkontaminasi. Sebagai contoh, membuang jarum suntik bekas pakai ke
dalam keranjang sampah dikamar pasien secara otomatis menjadikan wadah
tersebut berbahaya untuk ditangani petugas pembuangan sampah. Jika ketahuan,
maka keranjang sampah tersebut harus ditangani dan dibuang sebagai sampah
terkontaminasi.

2.6.3 Membuang sampah cair terkontaminasi

Sampah cair terkontaminasi (misalnya jaringan, darah, dtinja, urin dan duh tubuh
lainnya) memerlukan penanganan khusus oleh karena risiko infeksi terhadap
petugas kesehatan yang menangani itu

Langkah 1: pakai PPD (sarung tangan rumah tangga, kacamata pelindung dan
celemek plastik) sewaktu menangani dan mengangkut sampah cair.

Langkah 2 : hati-hati tuangkan sampah cair ke wastafel atau ke dalam toilet dan
siramlah dengan air untuk membuang sisa sampah. Hindari percikan air.

Langkah 3 : jika sistem pembuangan kotoran tidak tersedia, buanglah sampah cair
tersebut dalam lubang tertutup, jangan dibuang ke saluran terbuka.

Langkah 4 : wadah bekas sampah cair didekontaminasi dengan menambahkan


larutan klorin 0,5% selama 10 menit sebelum dicuci.

Langkah 5 : lepaskan sarung tangan rumah tangga (cuci setiap hari atau apabila
terlihat kotor dan keringkan).

Langkah 6 : cuci tangan dan keringkan atau gunakan penggosok tangan antiseptik
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.6.4 membuang sampah padat terkontaminasi

Sampah padat terkontaminasi (misalnya bahan-bahan bekas pembedahan, kasa


bekas pakai, benda-benda lain yang terkontaminasi dengan darah atau bahan
organic lain) dapat membawa mikroorganisme.

Langkah 1 :Pakai sarung tangan rumah tangga yang tebal sewaktu menangani
dan dan memindahkan sampah padat

Langkah 2 :Batang sampah padat dalam wadah bersepuh logam atau plastic
dengan penutup ketat.
Langkah 3 :Kumpulkan wadah sampah secara regular dan pindahkan yang
biar dibakar ke dalam incinerator atau area pembakaran.

Langkah 4 :Lepaskan sarung tangan rumah tangga (cuci setiap hari atau setiap
kali terlihat kotor dan keringkan).

Langkah 5 :Cuci tangan dan keringkan atau gunakan penggosok tangan


antiseptic seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.6.5 Mengubur sampah

Di fasilitas kesehatan dengan sumber terbatas, penguburan sampah secara aman


pada atau dekat fasilitas mungkin merupakan satu-satunya alternative untuk
membuang sampah . untuk mengurangi resiko dan polusi lingkungan , beberapa
aturan dasar adalah :

1. Batasi akses ke tempat pembuangan sampah tersebut (buat pagar di


sekeliling nya untuk menghindarkan dari hewan dan anak-anak )

2. Tempat penguburan sebaiknya di batasi dengan lahan dengan permea


bilitas rendah (seperti tanah liat ) jika ada .

3. Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter atau 164 kaki dari sumber
air untuk mencegah kontaminasi air .

4. Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik , lebih rendah dari
sumur, bebas genangan air dan tidak di daerah rawan banjir.

o Bagaimana cara membuang sampah berbahaya?

Sampah Kimia

Bahan kimia termasuk sisa-sisa sewaktu pengepakan , bahan kadar luarsa atau
kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak di pakai lagi . bahan kimia yang tidak
terlalu banyak dapat di kumpulkan dalam wadah dengan sampah terinfeksi , dan
kemudian diinsinerasi , enkapsulasi atau di kubur . pada jumlah yang banyak ,
tidak boleh di kumpulkan dengan sampah terinfeksi karena tidak ada metode yang
aman dan murah , maka pilihan penanganannya adalah sebagai berikut .

1. Insinerasi pada suhu tinggi merupakan opsi terbaik untuk pembuangan


sampah kimia

2. Jika ini tidak mungkin, kembalikan sampah kimia tersebut kepada pemasok.

Karena kedua metode ini mungkin mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar
sampah kimia terdapat seminimal mungkin .
Wadah bekas bahan kimia

1. Bilas wadah gelap dengan air , wadah gelas dapat di cuci dengan sabun , di
bilas dan di pakia kembali .

2. Untuk wadah plastic yang mengandung bahan toksik seperti glutaral.dehit


misalnya cidex® atau fomal dehit, bilas 3x dengan air dan buanglah dengan
membakar, enkapsulasi, atau di kubur .jangan gunakan kembali wadah ini untuk
tujuan lain .

Sampah farmasi

Dalam jumlah yang sedikit sampah farmasi dapat di kumpulkan dalam wadah
dengan sampah terinfeksi dan di buang dengan cara yang sama atau insinerasi,
enkapsulasi atau di kubur secara aman. Perlu di catat bahwa suhu yang di capai
dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau incinerator dari batang adalah
tidak cukup untuk menghancurkan total sampah farmasi ini sehingga tetap
berbahanya sejumlah kecil sampah farmasi , seperti obat-obatan kadar luarsa dapat
di buang ke pembuangan kotoran tapi tidak boleh di buang ke sungai , kali telaga
atu danau. Jika jumlah nya banyak sampah farmasi dapat di buang secara metode
berikut

1. Sitotoksik dan antibiotic dapat diinsinerasi , sisanya di kubur di tempat


pemerataan tanah

2. Bahan yang larut air campuran ringan bahan farmasi seperti larutan
vitamin, obat batuk dapat di encerkan dengan sejumlah besar air lalu di buang
dalam tempat pembuangan kotoran .

3. Jika semua itu gagal kembalikan kepemasok jika mungkin

Rekomendasi berikut dapat juga diikuti

1. Sisa-sisa obat sitotoksix atau sampah sitotoksix lain tidak boleh di campur
dengan sisa-sisa sampah lainnya

2. Sampah sititoksix tidak boleh di buhang di sungai, kali telaga dan danau
atau area pemerataan tanah

Wadah penyembur aerosol tidak daur ulang

1. Semua tekanan sisa harus dikeluarkan sebelum aerosol di kubur

2. Wadah bertekanan gas tidak boleh di bakar atau di insenerasi karena dapat
meledak
Sebagai kesimpulan sedapat dapatnya hindarkan membeli atau memakai produk
kimia yang sukar atau sangat mahal untuk di buang.(Abdul Bari Saifuddin 2004)

1. TINJAUAN PROSES-PROSES YANG DIANJURKAN.

1. DEFINISI

2. Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh staf
sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBC, HBV, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
menontaminasi.

3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT). Proses menghilangkan semua


mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.

4. Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani objek. Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan
sabun atau deterjen dan air, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.

5. Proses menghilangkan semua mikroorganisme termasuk endospora


bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering
(oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.

6. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari


Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

7. PANDUAN UNTUK MEMROSES BENDA

Setiap benda, baik instrumen metal yang kotor maupun sarung tangan,
memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar:

1. Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah atau duh tubuh
terhadap staf pembersih dan rumah tangga, dan

2. Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya instrumen atau


benda lain yang steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi (DTT)).

Panduan khusus untuk memroses instrumen, sarung tangan bedah, peralatan dan
barang lainnya yang digunakan untuk pelayanan perawatan kesehatan.
Tabel 1. Panduan untuk Memroses Instrumen, Sarung Tangan Bedah, dan Benda
Lainnya.

Dekontaminas
iada-lah
Sterilisasime Disinfektan
langkah
ng- Ting-kat Tinggi
pertama
Pembersihanmenghil hancurkan (DTT)menghanc
dalam
angkan da-rah, duh semua urkan se-mua
Proses menangani
tubuh, dan kotoran mikroorganis virus, bakteri,
benda yang
yang tam-pak. me, parasit, fungi,
sudah di-pakai,
termasuk dan beberapa
mengurangi ri-
endo-spora. endospo-ra.
siko HBV dan
HIV/ AIDS.
DISINFEKTAN
INSTRUMEN/ DEKONTAMIN
PEMBERSIHAN STERILISASI TINGKAT
a
BENDA ASI
TINGGIb
Seka
permukaan
yang terekspos
Cuci dengan sabun
Ambu bag/ deng-an kasa
dan air. Bilas deng-an
masker muka yang diren-
air bersih, ke-ringkan Tidak perlu. Tidak perlu.
resusitasi kar- dam dalam 60-
di udara atau dengan
diopulmoner. 90% alkohol
han-duk.
atau klorin
0,5%, bilas
segera.
AKDR Tidak perlu. Tidak perlu. Tidak Tidak
dan inserter-nya. dianjurkan. dianjurkan.
Kebanyakan
AKDR
dimasuk-kan
dalam kan-
tong
steril.Buang
kalau
kantongnya
berlubang.
Seka dengan
Cuci dengan sabun
klorin 0,5%.
Alas kaki. dan air. Bilas de-ngan Tidak perlu. Tidak perlu.
Bilas dengan
air bersih, ke-ringkan.
air bersih.
Seka dengan
Cuci dengan sabun
Apron (plastik klorin 0,5%.
dan air. Bilas de-ngan Tidak perlu. Tidak perlu.
atau karet). Bilas dengan
air bersih, ke-ringkan.
air bersih.
Rendam dalam
laru-tan klorin
Cuci dengan sabun
0,5% sela-ma
dan air. Bilas de-ngan
10 menit
Bola isap. air bersih, ke-ringkan Tidak perlu. Tidak perlu.
sebelum
di udara atau dengan
dibersihkan.
han-duk.
Bilas atau cuci
segera.
· Uapkan atau
di-dihkan
selama 20
menit.
Rendam dalam Tidak perlu, · DTT
laru-tan klorin teta-pi dapat kimiawi dengan
Diafragma Cuci dengan sabun
0,5% sela-ma diotoklaf pa- diren-dam dalam
atau fitting dan air. Bilas de-ngan
10 menit da suhu 121 for-maldehid
rings (di-gunakan air bersih, ke-ringkan
sebelum °C 106 kPa 8%, atau
untuk ukuran di udara atau dengan
dibersihkan. sela-ma 20 glutaralde-hid
pasien). han-duk. selama 20 menit.
Bilas atau cuci menit (ti-dak
Bilas baik-baik
segera. dibungkus). deng-an air
mendidih dan
keringkan di
udara sebe-lum
dipakai.

Forsep transfer Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
dan tempatnya. laru-tan klorin kan sikat, cuci de-
· Panas · Uapkan
0,5% sela-ma ngan sabun dan air. kering-kan atau di-dihkan
selama 1 jam selama 20 menit.
setelah Disin-feksikan
mencapai secara kimiawi
170 °Ce , tingkat tinggi
10 menit Bilas dengan air atau dengan
sebelum bersih. Kalau akan
· Otoklaf merendam sela-
dibersihkan. disterilisasi, ke- ma 20 menit.
Bilas atau cuci ringkan di udara atau pada 121 °C Bilas baik-baik
106 kPa
segera.c dengan han-duk. dengan air men-
selama 20
menit (30 didih dan ke-
me-nit kalau ringkan di udara
di-bungkus). sebelum dipakai

Tidak perlu
(staf lon-dri
harus
Cuci dengan sabun Diotoklaf
Gaun bedah, kain memakai gaun
dan air. Bilas de-ngan pada 121 °C
penutup li-nen, pelindung, sa-
air bersih, ke-ringkan 106 kPa Tidak praktis.
dan pem- rung tangan,
di udara, atau dengan selama 30
bungkus. d
dan kaca mata
mesin pengering. menit.
sewaktu
mena-ngani
linen kotor).
Instrumen bedah. Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
laru-tan klorin kan sikat, cuci de-
· Panas · Uapkan
0,5% sela-ma ngan sabun dan air. kering-kan atau di-dihkan
10 menit Bilas dengan air selama 1 jam selama 20 menit.
sebelum bersih. Kalau akan setelah
dibersihkan. disterilisasi, ke- mencapai · Disinfeksi
170 °C ,e seca-ra kimiawi
Bilas atau cuci ringkan di udara atau
atau ting-kat tinggi
segera.c dengan han-duk. deng-an
· Otoklaf merendam
pada 121 °C selama 20 me-
106 kPa nit. Bilas baik-
selama 20 baik dengan air
menit (30 mendidih dan
me-nit kalau keringkan di
di-bungkus). udara sebelum
digunakan atau
Untuk
instru-men
tajam:kerin
gkan deng-
an panas
disimpan.
selama 2 jam
setelah
mencapai
160 °C.e

Dapat diterima:
Isi jarum dan Lebih baik: · Uapkan
semprit yang atau di-dihkan
terpasang · Panas
selama 20 menit.
kering-kan
deng-an klorin
Buka pasangannya, selama 2 jam (DTT kimiawi
0,5%. Bilas 3 setelah
kemudian cuci de- ti-dak
kali dan mencapai
ngan sabun dan air. dianjurkan ka-
apakah di- 160 °C rena residu
Bilas dengan air
Jarum suntik dan buang (hanya kimia dapat
bersih, keringkan semprit
semprit (gelas jarumnya atau tertinggal
sempritnya di uda-ra gelas), atau bahkan setelah
atau plastik). rendam
atau dengan han-duk pembilasan
selama 10 · Otoklaf
(hanya jarum dengan air
menit sebelum pada 121 °C
dikeringkan di uda- mendidih ber-
pem-bersihan. 106 kPa
ra). ulang-ulang.
Bilas deng-an selama 20
Resi-du ini
menyemprot 3 menit (30
dapat meng-
kali dengan air me-nit kalau
ganggu aksi obat
di-bungkus).
bersih. yang
disuntikkan).

Tidak
Rendam dalam
dianjurkan.
laru-tan klorin
(Panas dari
0,5% sela-ma Uapkan atau
Cuci dengan sabun oto-klaf atau
Kanula AVM 10 menit didih-kan
dan air, lepaskan oven
(plastik). sebelum selama 20 me-
semua partikel. pengering
dibersihkan. nit.
panas dapat
Bilas atau cuci
merusak
segera.
kanula).
Kap tekanan Jika Jika kotor, cuci de- Tidak perlu. Tidak perlu.
darah. terkontaminasi ngan sabun. Bilas
dengan darah
atau duh
tubuh, seka
dengan air bersih,
de-ngan kain
keringkan.
yang diba-sahi
dengan klorin
0,5%.
· Uapkan atau
di-dihkan
selama 20
Tidak menit.
Rendam dalam
dianjurkan.
laru-tan klorin
(Panas dari (DTT kimiawi
0,5% sela-ma Cuci dengan sabun ti-dak
Kateter isap oto-klaf atau
10 menit dan air. Bilas 3 kali dianjurkan ka-
(karet atau oven rena residu
sebelum dengan air bersih
plastik). pengering kimia dapat
dibersihkan. (luar dan dalam).
panas dapat tertinggal
Bilas atau cuci
merusak bahkan setelah
segera. pembilasan
kateter).
dengan air
mendidih ber-
ulang-ulang.

Kateter urin ka- Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
ret dan logam laru-tan klorin kan sikat, cuci de- (hanya (karet atau
yang lurus. 0,5% sela-ma ngan sabun dan air. logam) logam)
10 menit Bilas 3 kali dengan air
· Panas · Uapkan
sebelum bersih (luar dan kering-kan atau di-dihkan
dibersihkan. dalam). selama 2 jam selama 20 menit.
Bilas atau cuci setelah
segera.c mencapai
160 °C
(hanya lo-
gam), atau

· Otoklaf
pada 121 °C
106 kPa
selama 20
menit (30
me-nit kalau
di-bungkus).

Sterilkan
setiap hari
kalau mung-
kin
mengguna-
kan
sterilisasi ki-
Rendam selama
miawi.
Seka 20 menit dalam:
Rendam
permukaan
Lepas satu persatu, dalam: · Glutaraldehid
yang terekspos (biasanya 2-4%)
kemudian meng- ·
deng-an kasa atau
gunakan sikat cuci Glutaraldehi
yang dicelup-
Laparoskop. dengan sabun dan air. d (biasanya · Formaldehid
kan dalam 60-
Bilas dengan bersih, 2%) selama 8%
90% alkohol 10 jam.
keringkan dengan
atau klorin Bilas 3 kali
handuk. ·
0,5%, bilas dengan air yang
segera. Formaldehid telah di-dihkan
8% selama selama 20 menit.
24 jam.

Bilas dengan
air steril atau
air yang
didihkan se-
lama 20
menit 3 kali.

Meja periksa atau Cusi dengan sabun


bedah atau Bilas dengan dan air kalau mate-ri
permukaan area larutan klorin organik masih ada Tidak perlu. Tidak perlu.
yang luas (ke-reta 0,5%. setelah dekon-
dan usung-an). taminasi.
PPD (kap, mas- Tidak perlu Cuci dengan sabun Tidak perlu. Tidak perlu.
ker, baju opera- (staf lon-dri dan air. Bilas deng-an
si).d harus air bersih, ke-ringkan
memakai gaun di udara, atau dengan
pelindung, sa- mesin pengering.
rung tangan,
dan kaca mata
sewaktu me-
nangani linen
kotor).
Rendam dalam
laru-tan klorin
Cuci dengan sabun
0,5% sela-ma
dan air. Bilas deng-an
Saluran udara 10 menit
air bersih, ke-ringkan Tidak perlu. Tidak perlu.
plastik. sebelum
di udara, atau dengan
dibersihkan.
han-duk.
Bilas atau cuci
segera.
Kalau
dipakai
untuk
Rendam dalam bedah:
laru-tan klorin
0,5% sela-ma Cuci dengan sabun · Diotoklaf Uapkan selama
Sarung tangan 10 menit dan air. Bilas deng-an pada 121 °C 29 menit dan
106 kPa
bedah. sebelum air bersih dan li-hat biarkan ke-ring
selama 20
dibersihkan. apakah berlu-bang. menit. dalam stea-mer.
Bilas atau cuci
segera. · Jangan
dipakai
untuk 24-48
jam.

Dapat diterima:
Tidak
Dengan mengguna- · Uapkan atau
mungkin
kan sikat, cuci de- di-dihkan
Slang ventilator menggunaka selama 20 menit.
Tidak perlu. ngan sabun dan air.
atau sirkuit. n otoklaf
Bilas dengan air
atau oven · Keringkan di
bersih.
pengering. udara sebelum
digunakan.

Stetoskop. Seka dengan Jika kotor, cuci Tidak ada. Tidak ada.
kasa yang dengan sabun. Bi-las
dibasahi dengan air ber-sih,
dengan 60-
90% alkohol. keringkan.
Didihkan
kontainer dan
tutupnya sela-
· Panas ma 20 menit.
kering-kan Ka-lau kontainer
selama 1 ter-lampau
Rendam dalam
jam setelah besar.
laru-tan klorin
Cuci dengan sabun mencapai
0,5% sela-ma · Isi kontainer
Tempat me- dan air. Bilas deng-an 170 °C , atau de-ngan larutan
10 menit
nyimpan instru- air bersih, ke-ringkan
sebelum · Otoklaf klorin 0,5% dan
men. di udara, atau dengan pada 121 °C rendam selama
dibersihkan.
han-duk. 106 kPa 20 menit.
Bilas atau cuci
selama 20
segera.c · Bilas dengan
menit (30
air yang sudah
me-nit kalau
di-dihkan
di-bungkus).
selama 20 menit
dan keringkan di
udara sebelum
dipakai.

Dengan mengguna-
Tempat kan sikat, cuci de-
muntah Bedpan/ Tidak perlu. ngan disinfektan, Tidak perlu. Tidak perlu.
urinal. sabun dan air. Bilas
dengan air bersih.
Seka dengan laru-tan
Termometer
Tidak perlu. desinfektan. Bi-las Tidak perlu. Tidak perlu.
gelas.
dengan air ber-sih.
Sumber: Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilangga, dkk.

1. Jika tidak dibungkus gunakan segera. Jika dibungkus, diproses ulang bila
bungkusnya rusak atau terkontaminasi.

2. Kertas atau plastik: letakkan di tempat pembuangan yang tahan kotor atau
kantong plastik untuk
3. Jika sterilisasi (panas kering atau otoklaf) tidak ada, barang-barang ini dapat
didisinfeksi tingkat tinggi baik dengan didihkan, diuapkan, atau direndam dalam
disinfektan kimiawi.

4. Hindarkan paparan berkepanjangan pada larutan klorin untuk mengurangi


korosi (karatan) dari instrumen dan kerusakan produk karet dan kain.

5. Instrumen yang tajam jangan disterilisasi pada suhu di atas 160°C untuk
mencegah penumpukan.

2.2 DEKONTAMINASI DAN PEMBERSIHAN

Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan yang sangat


efektif meminimalkan risiko penularan virus kepada petugas pelayanan kesehatan,
khususnya pada petugas kebersihan dan rumah tangga, ketika menangani alat,
sarung tangan operasi dan benda lainnya yang tercemar. Tindakan-tindakan ini
merupakan langkah yang penting untuk memutuskan rantai penularan infeksi pada
pasien. Kedua proses tersebut sangat mudah dilakukan dan murah untuk
memastikan penurunan risiko infeksi dari peralatan dan benda mati yang
terkontaminasi. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul
Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

2.2.1 DEKONTAMINASI

Sudah lebih dari 20 tahun, dekontaminasi terbukti dapat mengurangi tingkat


kontaminasi mikrobial pada instrumen bedah. Misalnya, studi yang dilakukan oleh
NystrÖm (1981) menemukan kurang dari 10 mikroorganisme pada 75% dari alat
yang tadinya tercemar dan pada 98% kurang dari 100 pada alat yang telah
dibersihkan dan didekontaminasi. Berdasarkan penemuan ini, sangat dianjurkan
agar alat dan benda-benda lain yang dbersihkan dengan tangan, didekontaminasi
terlebih dahulu untuk meminimalkan risiko infeksi kepada petugas yang tidak
sengaja terluka saat membersihkan serta mengurangi kontaminasi kuman pada
tangan mereka.

Seperti yang tertera pada gambar di bawah ini. Dekontaminasi merupakan langkah
pertama dalam menanganai alat bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat
tersebut dengan merendamnya di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini
dapat menonaktifkan HBV, HIV dan HVC serta mengamankan petugas yang
membersihkan alat tersebut. (AORN 1990; ASHCSP 1986)

DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5% 10 menit

KESELURUHAN DICUCI DAN DIBILAS

Pakai sarung tangan dan pelindung lain

(kacamata, visors, atau goggles)

Cara yang cara yang bisa

diinginkan diterima

STERILISASI DISINFEKTAN TINGKAT

TINGGI (DTT)

Otoklaf
Kimiawi
106 k/pa tekanan (15 Panaskan Didihkan/
Kimiawi
Rendam 10- lbs/in2121°C (250°F) semprot uap
170°C
20 menit Rendam 20
20 menit tidak Tutup 20
menit
60 menit menit
dibungkus dan 30
menit dibungkus
DINGINKAN

(pakai segera/simpan)

Gambar 1. Dekontaminasi

Sumber: (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

2.2.2 TUJUAN DEKONTAMINASI

Tujuan dekontaminasi adalah untuk melindungi individu-individu yang menangani


instrumen operasi dan benda lainnya, yang telah terkena kontak dengan darah atau
duh tubuh terhadap penyakit serius (HVB, HVC, dan HIV). (Tietjen, Linda,
Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilangga, dkk).

2.2.3 PRODUK-PRODUK DEKONTAMINASI

Larutan klorin terbuat dari sodium hipoklorit yang umumnya tidak mahal dan
merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efektif pada proses
dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang bisa digunakan seperti etil atau
isopropil alkohol 70% dan bahan fenolik 0,5%-3%. (Crutcher dkk 1991)

Apabila tidak tersedia disinfektan untuk proses dekontaminasi, diperlukan


kewaspadaan tinggi saat menangani dan membersihkan benda tajam tercemar
(misal jarum jahit, gunting, dan pisau bedah).

WHO (1989) menganjurkan larutan klorin 0,5% digunakan untuk


mendekontaminasi instrumen dan permukaan sebelum dibersihkan karena air
ledeng (bersih) yang bisa diminum, sering tidak tersedia untuk membuat larutan.
Sebagai tambahan, karena jumlah mikroorganisme yang banyak dan atau bahan
organik (darah atau duh tubuh lainnya) yang menempel pada alat yang tercemar,
penggunaan larutan 0,5% untuk dekontaminasi menghasilkan margin yang lebih
luas bagi keselamatan (Tietjen dan McIntosh 1989). Untuk DTT, larutan klorin
0,1% dapat digunakan dalam air matang atau air yang sudah disaring (jika perlu)
untuk proses pengenceran, dan alat-alat sudah dibersihkan dan dicuci secara
menyeluruh. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul
Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

 PETUNJUK PEMBUATAN LARUTAN KLORIN

1. Rumus untuk membuat larutan yang diencerkan dari larutan konsentrat:


Bagian Air =

Contoh untuk membuat larutan 0,1% dari konsentrat 5%:

Bagian Air = = 50 – 1 = 49

Pada 1 bagian larutan konsentrat tambahkan 49 bagian air matang (jika perlu yang
difiltrasi).

1. Rumus untuk membuat larutan yang mengandung klorin dari bubuk kering:

Bubuk (Gram/ liter) =

Contoh untuk membuat larutan yang mengandung klorin 0,1% dari bubuk
konsentrat Kaporit 35% :

Bubuk (Gram/ liter) = = 14,2 g/ l

Pada 14,2 g bubuk tambahkan 1 liter.

 TIPS DEKONTAMINASI

 Gunakan tempat plastik untuk dekontaminasi agar mencegah:

1. tumpulnya pisau (misal gunting) saat bersentuhan dengan kontainer logam,


dan

2. berkaratnya instrumen karena reaksi kimia (elektrolisis) yang terjadi antara


dua logam yang berbeda (misal instrumen dan wadah) bila direndam dalam air.

 Jangan merendam instrumen logam yang berlapis elektro (artinya tidak


100% baja tahan gores) meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan
berkarat.

Setelah dekontaminasi, instrumen harus segera dicuci dengan air dingin untuk
menghilangkan bahan organik sebelum dibersihkan secara menyeluruh.

Jarum habis pakai dan semprit, harus didekontaminasi diletakkan dalam wadah
yang tahan tusukan, dienkapsulasi, dibakar, maupun dikubur. Apabila akan
digunakan kembali, maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan dicuci secara
menyeluruh setelah didekontaminasi. Sebab jarum yang terkontaminasilah yang
paling sering menimbulkan cedera. Oleh karena itu, dianjurkan hanya semprit yang
diproses sebelum digunakan kembali, dan tidak untuk jarum. Tindakan ini lebih
aman dibandingkan dengan memroses jarum dan semprit. Selain itu, akan
mengurangi biaya juga menghasilkan sedikit sampah terkontaminasi daripada
membuang keduanya.

Permukaan yang luas, misalnya pada pemeriksaan pelvis atau meja operasi, yang
kemungkinan besar bersentuhan dengan darah atau duh tubuh harus
didekontaminasi. Menyeka dengan disinfektan yang tepat seperti larutan klorin
0,5% sebelum digunakan kembali atau saat terkena kontaminasi, merupakan cara
yang mudah dan murah untuk proses dekontaminasi pada permukaan yang luas.

Sekali instrumen atau benda lainnya telah didekontaminasi, maka selanjutnya bisa
diproses dengan aman. Tindakan ini meliputi pembersihan dan akhirnya dengan
melakukan sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT). (Tietjen, Linda, Debora
Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

2.2.6 PEMBERSIHAN

Pembersihan penting karena:

 Sebuah cara yang efektif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme pada


peralatan dan instrumen tercemar, terutama endospora yang menyebabkan
tetanus.

 Tidak ada prosedur sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT) yang
efektif tanpa melakukan pencucian terlebih dahulu. (Porter 1987)

Pencucian yang benar dengan menggunakan sabun dan air juga dapat
menghilangkan bahan organik, seperti darah dan duh tubuh. Jika air keran
terkontaminasi, pakailah air yang telah didihkan selama 10 menit dan disaring
untuk menghilangkan partikel (jika perlu), atau pakailah air yang dicampur dengan
larutan Na hipoklorit yang diencerkan hingga konsentrasi 0,001%. Hal ini penting
mengingat bahan organik kering dapat menjebak mikroorganisme, termasuk
endospora, sisanya bisa melindunginya melawan sterilisasi atau disinfektan. Bahan
organik juga bisa menginaktivasi beberapa macam disinfektan tingkat tinggi
(DTT), sehingga menjadi tidak efektif. (AORN 1992, Rutala dkk 1998)

Penggunaan sabun penting untuk pembersihan yang efektif karena air sendiri tidak
dapat menghilangkan protein, minyak, dan lemak (NystrÖm 1981). Penggunaan
sabun (batangan) tidaklah berguna karena asam lemak dalam sabun bereaksi
dengan mineral dalam air meninggalkan sisa atau buih (garam kalsium tidak larut),
yang sangat sukar untuk dihilangkan. Gunakan sabun cair, ini dipilih karena sabun
ini dapat dengan mudah bercampur dengan air daripada sabun bubuk. Sebagai
tambahan, sabun cair bisa memecahkan dan menghilangkan atau menyingkirkan
lemak, minyak, dan benda asing lainnya dalam larutan sehingga dengan mudah
dapat dimusnahkan dalam proses pencucian.
Tabel 2. Metode yang Efektif dalam Pemrosesan Alat.

Metode Efektivitas Titik Akhir


(Membunuh atau
menghilangkan
mikroorganisme).
Mmbunuh HBV dan HIV Perendaman selama 10
Dekontaminasi
dan mikro-organisme lain. menit.
Sampai benar-benar
Pembersihan (air saja) Sampai 50%.
bersih.
Pembersihan (sabun Sampai benar-benar
Sampai 80%.
dan cuci dengan air) bersih.
Penguapan tingkat
tinggi, pema-nasan
Sterilisasi 100%. kering atau kimiawi
dengan waktu yang
dianjurkan.
Perebusan, penguapan,
Disinfeksi Ting-kat 95% (tidak membunuh
atau kimiawi selama 20
Tinggi (DTT) beberapa endospora).
menit.
Sumber: Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilangga, dkk

Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2, sebagian besar mikroorganisme (lebih dari
80%) dalam darah dan bahan organik lainnya hilang selama proses pembersihan.
Setiap kali alat dibersihkan harus pula dicuci dan biasanya dikeringkan. Pencucian
dengan air bersih dapat menghilangkan sisa sabun yang bisa bercampur dengan
proses sterilisasi atau DTT. jika air keran terkontaminasi, pencucian akhir harus
dengan air matang dan air yang disaring. Sesudah dicuci, alat-alat harus
dikeringkan, terutama bila akan disterilisasi atau DTT dengan menggunakan
disinfektan kimiawi. Air yang masih menempel pada alat (misal alat-alat bedah)
bisa mengencerkan larutan dan proses menjadi gagal.
2.2.7 TIPS PEMBERSIHAN

 Gunakan sarung tangan saat membersihkan instrumen dan peralatan.


(Sarung tangan rumah tangga yang tebal berfungsi sangat baik). Apabila robek
atau rusak, sarung tangan harus segera dibuang, sebaliknya jika tidak rusak,
harus dibersihkan dan biarkan mengering selama satu hari untuk digunakan
pada hari berikutnya.

 Gunakan pelindung mata (plastik, pelindung muka, goggles atau kaca mata)
dan celemek plastik jika ada, saat membersihkan alat dan perlengkapan untuk
meminimalkan risiko cipratan cairan yang terkontaminasi pada mata dan ke
badan. Untuk mencegah cipratan, celupkan alat-alat di bawah permukaan air
saat dibersihkan.

 Instrumen harus dibersihkan dengan sikat yang lembut (sikat gigi bekas baik
digunakan) dalam air sabun. Perhatian khusus harus dilakukan pada alat atau
instrumen yang bergigi, sendi atau sekrup tempat bahan organik berkumpul.
Setelah dibersihkan, alat tersebut harus dicuci segera menyeluruh dengan air
bersih untuk menghilangkan sisa sabun yang bercampur dengan disinfektan
kimiawi yang digunakan untuk proses DTT atau sterilisasi.

 Semprit (berbahan kaca atau plastik) saat akan digunakan kembali harus
dilepas setelah didekontaminasi dan dibersihkan dengan air sabun. Kemudian
dicuci sedikitnya dua kali dengan air bersih untuk menghilangkan sabun dengan
membuang air melalui semprit ke wadah lain (untuk mencegah kontaminasi
pada air cucian), dan kemudian keringkan.

 Sarung tangan bedah harus dibersihkan dalam air sabun. Kedua bagian luar
dan bagian dalam dibersihkan dan dicuci dengan air bersih sampai tidak ada
sabun tersisa. Periksa sarung tangan bila terdapat lubang dengan cara
memompa dengan tangan dan pegang tangan dalam air. (Gelembung udara
akan muncul jika ada lubang).

 Karet atau tabung plastik, misalnya tabung penghisap nasogastrik untuk


bayi baru lahir, bila akan digunakan kembali harus dibersihkan secara
menyeluruh, dicuci, dan dikeringkan.

 Thermometer oral atau rekal tidak boleh dicampur meskipun setelah


dibersihkan, letakkan terpisah dengan peralatan lain.

 Endoskop operatif, (misalnya laparoskop) harus secara hati-hati dibersihkan


karena pembersihan yang tidak benar merupakan penyebab utama masalah
mekanis, seperti penyebab penularan infeksi kepada pasien berikutnya (Weber
dan Rutala 2001). Segera setelah digunakan (dan sebelum dilepas), seka seluruh
permukaan dengan kain kasa yang direndam dalam alkohol 60-90% dan dicuci
dengan air dingin. (langkah ini membantu melindungi orang yang
membersihkan dengan melumpuhkan mikroorganisme termasuk HIV).
Kemudian lepaskan laparoskop dan tempatkan dalam air hangat yang berisi
sabun yang tidak bersifat abrasif. Bersihkan seluruh permukaan dengan sikat
yang lembut. Perhatian khusus harus dilakukan pada daerah tempat darah dan
jaringan bisa berkumpul sampai saluran yang paling dalam dari laparoskop,
Falope-Ring® aplikator dan trokar/kanula. Setelah dibersihkan, laparoskop harus
dicuci sebanyak 3 kali dengan air bersih untuk menghilangkan seluruh sisa
sabun. Air yang tersisa harus dibuang sebelum dilakukan sterilisasi kimia atau
DTT dan tidak digunakan lagi pada proses pengenceran larutan kimia.

 Savlon jangan digunakan pada proses akhir laparoskop karena savlon bukan
merupakan DTT dan akan menimbulkan kabut pada lensa.

Pada akhirnya, apabila instrumen disterilisasi harus diekmas setelah dibersihkan.

 STERILISASI

Sterilisasi membunuh semua mikroorganisme, termasuk bakteri endospora.


Sterilisasi harus dilakukan untuk alat-alat, sarung tangan bedah, dan alat lain yang
kontak langsung dengan aliran darah atau jaringan normal steril (Spaulding 1939).
Hal ini dapat dicapai dengan uap bertekanan tinggi (otoklaf), pemanasan kering
(oven), sterilisasi kimiawi, sperti glutaraldehid atau formaldehid, dan secara fisik
(radiasi). Karena sterilisasi itu sebuah komponen harus dilakukan secara benar agar
sterilisasi tercapai. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah:
Abdul Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk).

2.3.1 EFEKTIVITAS

Agar efektif, sterilisasi butuh waktu, kontak, suhu dan dengan sterilisasi uap,
bertekanan tinggi. Efektivitas setiap metode sterilisasi juga bergantung pada empat
faktor lainnya sebagai berikut:

 Jenis mikroorganisme yang ada. Sebagian mikroorganisme sangat sulit


dibunuh. Sebagian lainnya dapat dengan mudah dibunuh.

 Jumlah mikroorganisme yang ada. Lebih mudah membunuh satu organisme


daripada yang banyak.
 Jumlah dan jenis materi organik yang melindungi mikroorganisme tersebut.
Darah atau jaringan yang menempel pada alat-alat yang kurang bersih berfungsi
sebagai pelindung mikroorganisme selama proses sterilisasi.

 Jumlah retakan dan celah pada peralatan sebagai tempat menempel


mikroorganisme. Mikroorganisme berkumpul di dan dilindungi oleh goresan,
retakan, dan celah, seperti jepitan yang bergerigi tajam dari cunam jaringan.

Akhirnya, tanpa pembersihan yang teliti, untuk membuang sisa bahan organik yang
melindungi mikroorganisme selama proses sterilisasi pada alat-alat, tidak akan
dapat menjamin tercapainya sterilisasi, walaupun waktu sterilisasi diperpanjang.
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004).

 METODE STERILISASI

 STERILISASI MEKANIK (FILTRASI)

Pada sterilisasi mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan:

1. Berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut.

2. Sterilisasi bahan yang peka panas – larutan enzim dan antibiotik.

Pada sterilisasi mekanik atau filtrasi ini yang akan disaring saat filtrasi adalah
larutan enzim dan antibiotik.

 STERILISASI FISIK

Pada sterilisasi fisik sterilisasi dibagi menjadi 2, yaitu pemanasan dan penyinaran
dengan sinar UV.

1. Pemanasan

Penguapan bertekanan tinggi yang menggunakan otoklaf atau pemanasan kering


dengan menggunakan oven adalah metode sterilisasi yang paling umum dan
tersedia saat ini. Pada sterilisasi fisik pemanasan terbagi menjadi 4, yaitu:

1. Sterilisasi pemijaran dengan api langsung adalah metode sterilisasi dengan


langsung terhadap api atau pijaran api. Dalam metode ini menggunakan alat
jarum inokulum, pinset, batang L, dll.
2. Sterilisasi uap panas adalah metode sterilisasi yang sama dengan mengukus
dan bahan yang mengandung air.

3. Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi
juga paling efektif untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi
instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi
dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah
atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.

Penguapan adalah sterilan yang efektif karena dua alasan, yaitu:

Pertama, uap pekat adalah sebuah “kendaraan” energi termal yang sangat efektif.
Jenis ini jauh lebih efektif untuk mengangkut energi ke bahan yang akan
disterilisasi daripada udara panas (kering).

Kedua, uap adalah sterilan efektif karena lapisan mikroorganisme yang bersifat
protektif dan resisten dapat dilemahkan oleh uap, sehingga terjadi koagulasi pada
bagian dalam mikroorganisme yang sensitif. Beberapa jenis kontaminan tertentu,
khususnya yang berminyak atau berlemak, dapat melindungi mikroorganisme dari
efek uap, sehingga mengganggu proses sterilisasi. Alasan ini yang menekankan
kembali kepentingan mencuci bersih bahan-bahan sebelum proses sterilisasi.

2004. Sterilisasi panas kering (oven) baik untuk iklim yang lembab tetapi
membutuhkan aliran listrik yang terus menerus, menyebabkan alat ini kurang
praktis pada area terpencil (pedesaan). Lagipun, sterilisasi panas kering, dimana
perlu suhu yang lebih tinggi, hanya dapat digunakan untuk benda-benda gelas
atau logam karena dapat melelehkan bahan lainnya. Proses sterilisasi panas
kering atau oven berlangsung lebih lama daripada sterilisasi uap, karena
kelembaban dalam proses sterilisasi uap secara pasti mempercepat penetrasi
uap dan memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk membunuh
mikroorganisme. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah:
Abdul Bari Saifuddin, Djajadilingga, dkk)

2005. Penyinaran dengan sinar UV

Cahaya UV (ultraviolet) telah digunakan untuk membantu mendisinfekdi udara


selama lebih dari 50 tahun (Morris, 1972). Karena energi UV iradiasi sangat
terbatas, cahaya UV tidak memenetrasi debu, lender atau air. Oleh karena itu, sinar
UV hanya dapat membunuh mkroorganisme yang terkena secara langsung oleh
sinar UV. Namun, untuk permukaan yang tidak dapet dijangkau oleh sinar UV
(misalnya di dalam semprit atau laparoskop), keberadaan mikroorganisme tertentu
tidak akan terbunuh. (Gruendemann dan Mangnum 2001).
3. STERILISASI KIMIAWI

Selain penguapan tekanan tinggi atau sterilisasi panas kering sebagai alternatif
adalah sterilisasi kimia (sterilisasi dingin). Apabila objek harus disterilisasi,
sedangkan bila mempergunakan uap tekanan tinggi atau sterilisasi panas kering
(oven) akan merusak objek tersebut atau apabila peralatan tersebut tidak tersedia,
maka objek tersebut dapat disterilisasi secara kimia. Sejumlah disinfektan tingkat
tinggi (DTT) akan membunuh endospora setelah paparan berkepanjangan (10-24
jam). Disinfektan umum yang dapat digunakan untuk sterilisasi kimia terdiri dari
glutaraldehid dan formaldehid. Namun, bisa juga menggunakan senyawa
disinfektan antara lain halogen, yodium (iodine), klorin, alkohol, fenol, dan
hidrogen peroksida.

Walaupun lebih murah, larutan formaldehid lebih menyebabkan iritasi pada kulit,
mata dan saluran pernapasan serta diklasifikasikan sebagai potensial karsinogen
(Rutala 1996). Pakailah sarung tangan untuk menghindari kontak kulit, memakai
kacamata untuk menghindari percikan, menggunakan masker untuk menghindari
bau atau iritasi pada saluran pernapasan.

Instrumen steril dan instrumen lainnya harus digunakan segera kecuali jika:

1. Dibungkus dengan lapisan ganda kain katun, kertas atau bahan lainnya
sebelum proses sterilisasi, atau

2. Dapat disimpan dalam wadah kering dan steril berpenutup rapat.

Bahan yang digunakan untuk membungkus instrumen dan instrumen lainnya harus
berpori-pori agar uap dapat masuk tetapi beranyaman cukup ketat untuk
menghindari masuknya partikel-partikel debu dan mikroorganisme. Paket steril
terbungkus harus tetap dalam kondisi steril sehingga paket atau wadah itu
terkontaminasi. Robek atau usang pada bungkusnya, paket menjadi basah atau hal
lainnya yang menyebabkan mikroorganisme memasuki memasuki paket atau
wadah tersebut.

2.3.3 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE STERILISASI

 Metode Sterilisasi Penguapan

Kelebihan:

1. Metode sterilisasi yang paling sering dipakai dan efektif.


2. Waktu siklus sterilisasi lebih pendek daripada panas kering atau siklus
kimia.

Kekurangan:

1. Membutuhkan sumber panas yang terus menerus (bahan bakar kayu,


minyak tanah, atau aliran listrik).

2. Membutuhkan peralatan (sterilisator uap) yang harus dipelihara dengan


cermat agar tetap berfungsi dengan baik.

3. Membutuhkan ketaatan waktu, suhu dan tekanan secara ketat.

4. Sukar menghasilkan paket kering karena gangguan prosedur sering terjadi


(misalnya mengangkat bahan-bahan sebelum kering, khususnya pada iklim yang
lembab dan panas).

5. Siklus sterilisasi yang berulang-ulang dapat menyebabkan bopeng dan


penumpulan sisi instrumen yang tajam (seperti gunting).

6. Bahan-bahan plastik tidak tahan suhu tinggi.

 Metode Sterilisasi Panas Kering (Oven)

Kelebihan:

1. Metode yang sangat efektif, seperti sterilisasi panas kering dengan konduksi
menjangkau seluruh permukaan instrumen, bahkan untuk instrumen yang tidak
dapat dibongkar pasang.

2. Bersifat protektif terhadap benda tajam atau instrumen dengan sisi potong
(lebih sedikit masalah dengan sisi potong tersebut).

3. Tidak meninggalkan sisa kimia.

4. Mengurangi masalah “paket basah” di iklim lembab.

Kekurangan:

1. Instrumen plastik dan karet tidak dapat disterilisasi dengan cara panas
kering karena suhu yang digunakan (160° – 170 °C) terlalu tinggi untuk materi
itu.

2. Panas kering memenetrasi materi secara lambat dan tidak merata.


3. Membutuhkan oven dan sumber listrik secara terus-menerus.

 Metode Sterilisasi Kimia

Kelebihan:

1. Larutan glutaraldehid dan formaldehid tidak begitu mudah dinonaktifkan


oleh materi organik.

2. Kedua larutan ini dapat digunakan untuk instrumen yang tidak tahan
sterilisasi panas, seperti laparoskop.

3. Larutan formaldehid dapat digunakan hingga 14 hari (ganti apabila keruh).


Sebagian glutaraldehid dapat digunakan hingga 28 hari.

4. Larutan halogen membunuh sel dengan mengoksidasi protein, merusak


membran dan menginaktifkan enzim-enzim.

5. Larutan iodine (yodium) bersifat stabil dan memiliki waktu simpan yang
cukup panjang.

6. Larutan iodine (yodium) aktif mematikan semua bakteri, nonkorosif, dan


mudah terdispersi.

7. Larutan klorin mudah digunakan dan jenis mikroorganisme yang dapat


dibunuh dengan senyawa ini cukup luas.

8. Larutan alkohol mendenaturasi protein dengan jalan dehidrasi dan larutan


lemak, merusak membran sel dan menginaktifkan enzim-enzim.

9. Larutan fenol mempresipitasi protein dan merusak membran sel dengan


menurunkan tegangan permukaan membran.

Kekurangan:

1. Glutaraldehid mahal harganya.

2. Formaldehid tidak dapat dicampur dengan klorin karena memproduksi gas


berbahaya (bis-klorometil-eter).

3. Glutaraldehid dan formaldehid dapat menyebabkan iritasi kulit, mata dan


saluran pernapasan.
4. Sterilisasi kimia tidak dijamin berfungsi dengan baik pada lingkungan dingin
dikarenakan glutaraldehid bekerja sangat baik pada suhu ruangan.

5. Uap dari formaldehid diklasifikasi sebagai potensial karsinogen dan pada


derajat yang lebih rendah glutaraldehid mengiritasi kulit, mata, dan saluran
pernapasan.

6. Larutan iodin aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih


mahal.

7. Larutan iodin tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49°C.

8. Larutan klorin dapat menyebabkan korosi pada pH rendah (suasana asam).

2.3.4 MEMANTAU PROSEDUR STERILISASI

Prosedur sterilisasi dapat dipantau secara rutin dengan mempergunakan kombinasi


indikator sebagai parameter. Indikator tersebut adalah indikator biologi, kimia dan
mekanika.

 Indikator Biologi

Dianjurkan memantau proses sterilisasi dengan indikator biologi yang layak pada
regular interval. Pengukuran harus dilakukan dengan indikator biologis yang
menggunakan spora dengan resistensi baku pada populasi yang diketahui. Tipe
indikator dan interval minimum yang dianjurkan harus berupa:

1. Sterilisasi uap: Basillus stearotermofilus, per minggu dan bila dibutuhkan.

2. Sterilisasi panas kering: Basillus subtilis, per minggu dan bila dibutuhkan.

 Indikator Kimia

Indikator kimia terdiri dari pita indikator atau label yang memantau waktu, suhu,
dan tekanan untuk sterilisasi uap dan waktu dan suhu untuk sterilisasi panas kering.
Indikator ini harus digunakan baik di dalam di luar setiap paket atau wadah.

Indikator eksternal digunakan untuk menverifikasi bahwa instrumen telah terpapar


terhadap kondisi proses sterilisasi yang benar dan paket spesifik telah sterilisasi.
Indikator internal ditempatkan di dalam paket atau wadah di area yang paling sulit
untuk bahan sterilisasi untuk mencapainya (yaitu di tengah-tengah pak linen). Hal
ini adalah indikator yang menjelaskan apabila intrumen tersebut telah disterilisasi.

 Indikator Mekanika
Indikator mekanika untuk sterilisator memberikan catatan waktu, suhu dan tekanan
untuk siklus sterilisasi tersebut. Hal ini biasanya terbentuk kertas laporan atau
grafik dari sterilisator tersebut atau hal ini dapat berupa log waktu, suhu dan
tekanan yang disimpan oleh petugas yang bertanggungjawab atas proses sterilisasi
pada waktu itu. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)

2.3.5 PENYIMPANAN STERILISASI

Seluruh instrumen yang sudah steril harus disimpan di sebuah area yang
terlindungi dari debu, kotoran, kelembaban, hewan, dan serangga. Berikut ini cara
menyimpan instrumen yang sudah distrerilisasi:

 Jagalah area penyimpanan agar tetap bersih, kering serta babas debu dan
bebas kain tiras setelah urusan rumah tangga harian regular.

 Kontrollah suhu dan kelembaban (suhu sekitar 24 °C dan kelembaban relatif


< 70%) bila memungkinkan.

 Paket dan wadah dengan instrumen steril dan DTT harus disimpan dengan
jarak 20-25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding
luar.

 Jangan gunakan kardus untuk tempat penyimpanan.

 Bubuhkan tanggal dan rotasikan suplai tersebut. Proses ini berfungsi


sebagai peringatan, tetapi tidak menjamin sterilitas paket-paket tersebut.

 Distribusikan instrumen steril dan DTT dari area ini.

(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)

2.3.6 MASA BERLAKU STERILISASI

Masa berlaku sterilisasi bergantung pada faktor-faktor berikut ini:

 Kualitas pembungkus atau wadah.

 Berapa kali sebuah paket dipegang sebelum digunakan.

 Berapa banyak orang yang telah memegang paket tersebut.

 Apakah paket itu disimpan pada rak yang terbuka atau tertutup.

 Kondisi area penyimpanan (misalnya kebersihan dan kelembaban).


 Penggunaan penutup debu plastik dan metode penyegelan (AORN 1992).

Sebagian besar paket terkontaminasi sebagai akibat langsung dari penanganan atau
penyimpanan yang berulang-ulang atau kurang tepat.

2.4 DISINFEKTAN TINGKAT TINGGI (DTT)

Sterilisasi merupakan metode yang paling aman dan efektif dalam pemrosesan alat,
tetapi peralatan sterilisasi sering tidak tersedia (Rutala 1996). Dalam keadaan
demikian, DTT merupakan alternatif yang dapat diterima. Proses DTT membunuh
semua mikroorganisme (termasuk bakteri vegetatif, tuberkulosis, ragi, dan virus)
kecuali beberapa endospora bakterial. DTT dapat diperoleh dengan merebus dalam
air, mengukus (dengan uap panas), atau merendam alat dalam disinfektan kimiawi.
Agar efektif, semua langkah dalam setiap metode perlu dipantau dengan seksama.
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004. Penerjemah: Abdul
Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)

2.4.1 METODE DISINFEKTAN TINGKAT TINGGI (DTT)

Macam metode disinfektan tingkat tinggi (DTT) ada beberapa cara, yaitu:

 Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) dengan Merebus.

Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk DTT alat-alat
dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air selama 20 menit akan
membunuh semua bakteria vegetatif, virus (termasuk HBV, HBC, HIV), ragi dan
jamur, tetapi perebusan tidak membunuh semua spora.

 Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) dengan Mengukus.

Pengukusan sarung tangan bedah sebagai langkah akhir dala pemrosesan sarung
tangan dilakukan sejak lama di Indonesia dan negara-negara Asean lainnya. Pada
1994, penelitian McIntosh dkk, membuktikan efektivitas proses ini. Kukusan yang
dipakai dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Panci bawah berdiameter ± 31 cm untuk merebus air,

2. Satu, dua, atau tiga panci berlubang di dasarnya (diameter 0,5 cm) untuk
melewatkan uap ke atas dan air kembali ke bawah (ke panic bawah), dan

3. Tutup panci.

 Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) dengan Bahan Kimia.


Walaupun banyak disinfektan tersedia dimana-mana, empat desinfektan yaitu
klorin, glutaraldehid, formaldehid, peroksid, secara rutin digunakan sebagai DTT.
Bahan-bahan kimiawi ini dapat mencapai DTT jika benda-benda yang akan
didisinfeksi dibersihkan dulu sebelum direndam. Namun, DTT dengan bahan
kimiawi tidak dianjurkan pada jarum dan semprit, Karena sisa-sisa bahan kimia
dapat tertinggal dalam jarum tersebut. Pemilihan disinfektan tingkat tinggi
didasarkan pada sifat-sifat benda yang akan didisinfeksi, daerah yang digunakan
(misalnya, ventilasi yang baik), dan petugas trampil dalam tindakan. (Tietjen,
Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilingga, dkk)

2.4.2 EFEKTIVITAS UAP PANAS

Umumnya semua bakteri vegetative akan mati pada uap panas 60° – 75°C dalam
10 menit (Salle 1973). Virus hepatitis B, salah satu virus yang sukar dibunuh, dapat
diinaktivasi dalam 10 menit jika dipanaskan pada suhu 80°C (Kobayashi dkk 1984;
Rusell, Hugo dan Ayliffe 1982). Sebaliknya, walaupun banyak jenis spora mati jika
direbus pada 99,5°C selama 15-20 menit (Williams dan Zimmerman 1951), spora
klostridium tetani tahan panas dan dapat bertahan walaupun sampai 90 menit
(Spaulding 1939).

Suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh air mendidih atau uap tekanan rendah
adalah 100°C pada permukaan laut. Karena titik didih air 1,1 °C lebih rendah pada
setiap 1000 kaki dari permukaan laut, sebaliknya merebus atau mengukus alat
untuk DTT sekurang-kurangnya 20 menit. Dengan ini dapat dicapai batas
keamanan untuk ketinggian yang bervariasi sampai 5500 meter, dan pada waktu
bersamaan dapat mengeliminasi infeksi dari beberapa endospora. (Tietjen, Linda,
Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Dajajdilingga,dkk)

2.4.3 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN METODE DISINFEKTAN


TINGKAT TINGGI (DTT)

 Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) dengan Merebus dan Mengukus.

Kelebihan:

1.

2. Mudah diajarkan kepada petugas kesehatan.

3. Tidak memerlukan bahan kimiawi atau larutan khusus.

4. Sumber panas (pemasak atau dandang) tersedia dimana-mana.


5. Mengukus mengurangi kerusakan pada prose akhir sarung tangan dan alat-
alat lain, seperti kanula plastik dan semprit, dan efektik ditinjau dari sudut
biaya.

Kekurangan:

1. Waktu pemrosesan harus diatur dengan seksama. Sekali mulai tidak boleh
menambah air atau alat-alat lain.

2. Objek tidak dapat dipakai sebelum di DTT, sehingga kemungkinan


kontaminasi lebih besar.

3. Sumber minyak diperlukan.

4. Kukusan yang tersedia umumnya kecil, sehingga hanya cukup untuk alat-
alat dalam jumlah terbatas.

 Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) dengan Bahan Kimia.

Kelebihan:

1. Larutan klorin bereaksi cepat, sangat efektif terhadap HBV, HBC, dan HIV,
serta murah dan mudah didapat.

2. Larutan DTT hanya perlu dibuat jika larutan tersebut sudah keruh.

3. Larutan formaldehid tersedia dimana-mana dan harganua murah, dan


efektif.

Kekurangan:

1. Larutan korin > 0,5% dapat merusak logam (CDC 1987: WHO). Namun, tidak
pada alat-alat stainless steel dapat digunakan dengan aman di DTT dalam
larutan klorin 0,1% dengan merendamnya selama 20 menit.

2. Jangan mengencerkan formaldehid dengan air yang mengandung klorin,


karena dapat mengeluarkan gas berbahaya.

3. Larutan glutaraldehid kurang iritatif dibanding formaldehid.

4. Larutan hidrogen perokside sangat korosif.


2.4.5 BAHAN-BAHAN YANG TIDAK DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI
DISINFEKTAN TINGKAT TINGGI (DTT)

Berbagai macam larutan antiseptik tidak tepat jika digunakan sebagai disinfektan.
Misalnya adalah:

 Derivat-derivat akridinin (misal: gentian violet atau kristal violet)

 Setrimide (misal: cetavlon)

 Setrimide dengan kloheksidin glukonat (Savlor)

 Chlorinated lime dan asam borak (misal: eusol

 Klorheksidin glukonat (misal: hibiscrub, hibitane)

 Kloroksilenol (misal: dettol)

 Heksaklorofen (misal: phisohex)

 Mercury compounds (toksik, tidak dianjurkan sebagai antiseptic ataupun


disinfektan).

(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilingga, dkk)

 MEMROSES LINEN

Meskipun linen kotor dapat berisi banyak sekali mikroorganisme, hanya sedikit
risiko terjadinya kontaminasi silang selagi memroses linen. Kalau terjadi infeksi
yang berhubungan dengan pekerja, seringkali akibat pekerja tidak memakai sarung
tangan atau mencuci tangannya selam atau sesudah proses mengumpulkan,
membawa, dan memilih barang yang kotor. Untuk mengurangi risiko
terkontaminasi, petugas pada setiap fasilitas kesehatan harus menetapkan cara yang
terbaik untuk menangani, memroses, dan menyimpan linen.

Sebagaimana jenis dan volume pelayanan dikembangkan oleh rumah sakit dan
klinik kesehatan primer, demikian pula kebutuhan akan linen di bangsal-bangsal
dan rumah tangga. Tambahan lagi, unit-unit bedah, area-area khusus (umapamanya
ICU neonatal), dan bagian-bagian lain seperti anestesiologi, radiologi, dan
kardiologi, tempat berbagai prosedur medis yang invasif kini dilakukan, telah
meningkatkan kebutuhan linen (kap, masker, dan gaun). Sebagai akibatnya, di
banyak rumah sakit besar pencucian linen makin banyak dikontrakkan di
perusahaan luar yang mengkhususkan diri dalam pekerjaan ini. Dimana pun liner
yang kotor itu diproses, bagaimanapun, praktik-praktik pencegahan infeksi yang
telah dianjurkan untuk pemrosesan linen secara aman, adalah sama. (Tietjen,
Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilingga, dkk)

 DEFINISI

 Bahan pmbersih yang membuat antimikrobial hilang. Deterjen (cair atau


bubuk) komposisinya terdiri dari hidropilik (larut dalam air) dan lipopilik
(melarutkan lemak) dan terbagi menjadi empat jenis yaitu, aniotik, kationik,
ampoterik, dan deterjen nonionik.

 Bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan kesehatan


oleh staf rumah tangga (kain pembersih, gaun, dan kap), personal bedah (kap,
masker, baju cuci, gaun bedah, drapes, dan pembungkus), serta staf di unit
khusus seperti ICU dan unit-unit lain yang melakukan prosedur medic invasif
(anestesiologi, radiologi, atau kardiologi).

 Linen kotor atau yang terkontaminasi (digunakan bergantian). Linen dari


berbagai sumber di rumah sakit atau klinik yang dikumpulkan dan dibawa le
londri/binatu untuk diproses. Semua bahan, tidak perduli kelihatanya kotor atau
sudah dipakai dalam prosedur bedah, harus dicuci dan dikeringkan. Sekalipun
masih terbungkus dan belum dipakai, kain steril harus dicuci sebelum dilakukan
sterilisasi.

 Pemilihan (sorting). Proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda


asing kadang-kadang benda berbahaya (seperti: benda tajam, pecahan gelas)
dari linen kotor sebelum pencucian.

 Perlukaan kerja atau infeksi. Suatu perlukaan atau infeksi yang didapat oleh
staf pelayanan kesehatan selagi melakukan tugasnya yang biasa.

 Sabun dan deterjen (digunakan bergantian). Produk pembersih (batangan,


cair, atau bubuk) yang menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu
mengeluarkan kotoran, debu, dan mikroorganisme sementara dari tangan.
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004).

2.5.2 MEMROSES LINEN

Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih linen dan membinatu (mencuci, melipat, mngeringkan,
atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses
linen secara aman dari berbagai sumber merupakan suatu proses yang rumit. Staf
yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih linen harus sangat
berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah
tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk
pecahan gelas. Staf yang bertanggungjawab terhadap pencucian barang kotor harus
memakai sarung tangan rumah tangga, alat pelindung mata, dan apron plastik atau
karet. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilingga, dkk)

 PRINSIP DAN LANGKAH UTAMA DALAM MEMROSES LINEN

 Staf rumah tangga dan binatu harus memakai sarung tangan dan alat
pelindung pribadi lainnya apabila mengumpulkan, menangani, membawa,
memilih, dan mencuci linen kotor.

 Kalau mengumpulkan dan membawa linen kotor, tangani sesedikit mungkin


dan dengan kontak minimum untuk mencegah perlukaan dan penyebaran
mikroorganisme.

 Anggap semua bahan kain yang telah dipakai untuk suatu prosedur sebagai
infeksius. Sekalipun tidak tampak adanya kontaminasi, bahan itu harus dibinatu.

 Bawa linen kotor dalam kontainer yang tertutup atau kantong plastik untuk
mencegah keterceceran, dan batasi linen kotor itu dalam area tertentu sampai
dibawa ke binatu.

 Pilih dengan hati-hati semua linen di area binatu sebelum dicuci. Jangan
memulai memilih atau mencuci linen saat mau dipakai. (Tietjen, Linda, Debora
Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)

2.5.4 PENGGUNAAN PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI

Tabel 4. Perlengkapan Perlindungan Diri yang Dianjurkan dalam Pemrosesan


Linen.
Jenis PPD Kapan Dipakai
a. Menangani larutan disinfektan.

Sarung tangan dan sepatu tertutup b. Mengumpulkan dan menangani linen


ko-tor.
yang melindungi kaki dari kejatuhan
benda, darah yang terciprat, dan duh c. Mambawa linen kotor.
tubuh.
d. Memilih linen kotor.

e. Mencuci linen kotor dengan tangan.

f. Memasukkan linen ke dalam mesin


cuci.

a. Memilih kain kotor.


Apron plastik atau karet dan kaca b. Mencuci linen kotor dengan tangan.
mata pelindung.
c. Memasukkan linen ke dalam mesin
cuci.

Sumber: Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilingga, dkk)

2.5.5 MENGUMPULKAN, MEMBAWA, DAN MEMILIH LINEN

Mengumpulkan dan membawa Kumpulkan linen bekas pakai dalam kantong


plastik, kantong kain, atau container yang ada tutupnya.

1. Kantong kain biasanya cukup untuk kebanyakan linen untuk merawat


pasien.

2. Tangani linen kotor sesedikit mungkin dan jangan dikocok, untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme ke sekitarnya, personel, dan pasien lain.

3. Tidak perlu memakai kantong dobel atau menggunakan perlindungan lain


untuk membawa linen dari pasien yang diisolasi.

4. Jangan memilih atau mencuci linen kotor di area perawatan pasien. (CDC
1988; OSHA 1991)
5. Kumpulkan dan bawa linen kotor sesuai setiap prosedur, setiap hari, atau
kalau diperlukan dari kamar pasien.

6. Bawa linen kotor yang terkumpul dalam kantong tahan bocor, kontainer
dengan penutup, atau kereta yang tertutup ke area pemrosesan setiap hari atau
lebih sering sebagaimana diperlukan.

7. Bawa kain kotor dan kain bersih secara terpisah, dan tandai dengan jelas.

2.5.6 MEMILIH LINEN KOTOR

Area untuk memroses linen kotor harus terpisah dari area lainnya seperti yang
dipakai untuk melipat dan memilih linen bersih, area perawatan pasien dan area
penyediaan makanan. Di samping itu, harus cukup ventilasi dan pembatas fisik
antara area linen bersih dengan linen kotor.

Pemilihan linen secara aman itu penting sekali. Pemilihan harus dilakukan dengan
cermat karena linen kotor dari kamar bedah atau are prosedur lainnya tidak jarang
mengandung barang tajam. Selain itu, dari pembersihan kamar tidur pasien dapat
diperoleh kasa yang kotor atau yang terkena darah atau dibasahi dengan cairan
tubuh lainnya. Barang-barang ini harus ditangani dengan cermat dengan memakai
sarung tangan pelindung, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet, dan
harus dibuang sepatutnya. Walaupun jarang, infeksi yang berhubungan dengan
pemilihan dihubungkan dengan gagal mencuci tangan dan penggunaan PPD
sepatutnya. (McDonald 2002)

Linen kotor juga dapat mengandung bahan yang tidak infeksius, seperti gigi palsu,
gelas kaca mata, dan alat bantu mendengar. Bahan-bahan ini tidak mengancam
terjadinya infeksi dan tidak perlu ditangani secara khusus.

2.5.7 MENCUCI LINEN

Dekontaminasi sebelum mencuci linen tidak diperluakan, kecuali llinen itu kotor
sekali dan akan dicuci dengan tangan. Selain itu, para pekerja jangan membawa
llinen basah dan kotor dengan menyentuh badanya sekalipun menggunakan apron
plastik atau karet.

1. Mencuci dengan Tangan:

2. Memisahkan antara linen yang kotor dengan linen yang tidak kotor.

3. Cuci dalam air dengan sabun cair untuk mengeluarkan kotorannya. Pakailah
air hangat (kalau ada), tambahkan pemutih untuk membantu membersihkan
dan tindakan terhadp bakteri.
4. Periksa kebersihan cucian. (Cuci ulang kalau masih kotor)

5. Bilas dengan air bersih.

6. Mencuci dengan Mesin Cuci:

7. Memisahkan antara linen yang kotor dengan linen yang tidak kotor.

8. Sesuaikan suhu dan siklus waktu dari mesin cuci.

9. Periksa kebersihan linen. (Cuci ulang kalau masih kotor)

10. Mengeringkan, Memeriksa dan Melipat Linen:

11. Keringakan di udara di bawah sinar matahari. Jangan sampai terkena tanah,
debu, atau uap.

12. Setelah kering, periksa adanya llubang dan area yang using. Jika ada maka
segera diperbaiki atau disimpan.

13. Linen yang bersih dan kering harus disetrika sejauhkan sebelum dilipat.

(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)

2.5.8 MENYIMPAN, MEMBAWA, DAN MENDISTRIBUSIKAN LINEN


BERSIH

1. Menyimpan linen kering:

2. Simpan dalam area tertutup yang bersih.

3. Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan


penyimpanan dari area kotor.

4. Rak harus bersih.

5. Linen yang disimpan harus ditangani sesedikit mungkin.

6. Membawa linen bersih:

7. Linen bersih dan kotor harus dibawa terpisah.

8. Kontainer atau kereta yang dipakai untuk mebawa linen kotor harus
dibersihkan dengan seksama sebelum digunakan untuk membawa linen bersih
dan harus diberi label yang jelas.
9. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi untuk mencegah kontaminasi.

10. Mendistribusi linen bersih:

11. Lindungi linen bersih sampai dibawa untuk digunakan.

12. Jangan meninggalkan linen ekstra di kamar pasien.

13. Tangani linen bersih sesedikit mungkin.

14. Jangan mengebutkan linen berih karena akan mengeluarkan debu.

15. Bersihkan kasur kotor sebelum menaruh linen bersih di atasnya.

1. Pengertian infeksi nosokomial

Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro
organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit. nosokomial berasal
dari bahasa Yunani , dari kata “nosos” artinya penyakit dan “komos” artinya
merawat.nosokomial berarti tempat untuk merawat /rumah jadi Infeksi
Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit,
tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3×24 jam
sesudah masuk kuman (Darmadi,2008:2)

Anda mungkin juga menyukai