KDM Pencegahan Infeksi
KDM Pencegahan Infeksi
Mengelola sampah
Definisi
Antisepsis: Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lender, atau duh tubuh
lainnya dengan menggunakan bahan antimicrobial (antiseptik).
Asepsis dan tehnik aseptic. Suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya
kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam area tubuh mana pun yang sering
menyebabkan infeksi.
Infeksi : adalah berkembang biaknya penyakit pada hospes disertai timbulnya respon imunologik
dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik Proses masuknya kuman ke dalam penjamu sehingga
timbul radang.
Konsep-konsep penting
Mikroorganisme adalah agen penyakit infeksi. Termasuk didalamnya bacteria. Virus, fungi, dan
parasit. Untuk tujuan pencegahan infeksi bakteri selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
vegetative (umpamanya stafilokokus), mikobakteria (umpamanya tuberkulosis) dan endospora
(umpamanya tetanus). Dari semua agen infeksi yang umum, endosporalah yang paling sulit dibunuh
disebabkan oleh lapisan pelindungnya.
Kolonisasi berarti bahwa organisme yang pathogen (penyebab penyakit atau kesakitan) ada pada
seseorang (umpamanya dapat ditemukan dengan biakan atau uji-uji lainnya) tetapi belum
menimbulkan gejala atau temuan klinik (umpamanya perubahan atau kerusakan seluler). Infeksi
berarti organisme yang berkoloni pada orang itu sekarang menimbulkan penyakit (respon seluler).
Adanya mekanisme pertahanan alamia. Termasuk system imun yang mampu bertahan dan/atau
membasminya. Jadi kalau organisme dijangkitkan dari seseorang ke orang lain, yang terjadi adalah
kolonisasi, bukan infeksi. Namun, orang yang berkolonisasi itu dapat menjadi sumber pemindahan
pathogen keorang lain (kontaminasi silang khususnya kalau organisme tersebut menetap pada orang
itu (Chronny carrier) seperti pada HBV, HCV dan HIV.
Pencegahan infeksi pada umumnya bergantung pada penempatan pembatas antara orang yang
rentan (orang yang kurang mendapat perlindungan alamiah atau diperoleh) dan mikroorganisme.
Pembatas pelindung adalah proses-proses fisikal mekanikal, atau kimiawi yang dapat membantu
mencegah penyebaran mikroorganisme infeksi dari:
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko potensial infeksi untuk menjadi dasar
pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (umpamanya sterilisasi instrument
medis, sarung tangan dan benda-benda lainnya) sewaktu merawat pasien. Klasifikasi ini masih tetap
berlaku setelah diuji dengan waktu dan menjadi dasar yang baik untuk menentukan prioritas bagi
program pencegahan infeksi. Kategori Spaulding diikhtisarkan dibawah ini.
Bahan dan praktik ini biasanya menyangkut jaringan steril atau system darah dan merupakan risiko
infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan untuk melakukan manajemen sterilisasi, atau lebih tepatnya,
melakukan disinfeksi tingkat tinggi peralatan (umpamanya instrument bedah dan sarung tangan),
berkemungkinan besar dapat mengakibatkan infeksi yang serius.
Bahan dan praktik ini adalah terpenting kedua yang menyangkut selaput lendir dan area kecil kulit
yang tidak utuh. Pengelolah memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam :
Pemakaian sarung tangan untuk petugas yang menyentuh selaput lender atau kulit yang tidak utuh.
Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh, merupakan risiko
terendah. Beberapa hal (umpamanya kebersihan tangan) lebih penting daripada yang lain.
Pengelolaan buruk barang nonkritikal seperti penggunaan sarung tangan berulang-ulang, seringkali
menghabiskan sebagian besar sumber, sedangkan manfaatnya.
Mikroorganisme hidup di mana-mana di lingkungan kita. Manusia biasanya membawanya pada kulit
dan saluran pernafasan atas, dan genitalia. Sebagai tambahan. Mikroorganisme juga hidup pada
binatang, tumbuhan, tanah, udara, dan air. Beberapa mikroorganisme, lebih patogenik daripada yang
lain, artinya, lebih mungkin untuk menyebabkan penyakit. Jika diberikan lingkungan yang tepat,
semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi (seperti ketika ditularkan pada pasien AIDS yang
mengalami gangguan kekebalan tubuh (Immunocompromised).
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar virus jumlah organisme
(inokulum) yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada setiap lokasi.
Jika organisme bersentuhan dengan bahan-bahan yang mengandung beberapa organisme. Jika
organisme bersentuhan dengan selaput lender atau kulit yang terkelupas, risiko infeksi meningkat.
Risiko infeksi bertambah besar ketika organisme yang masuk menyebabkan penyakit.
Untuk bacteria, virus dan agen infeksi lainnya agar dapat bertahan hidup dan menyebar, faktor-faktor
kondisi atau tertentu harus ada. Factor-faktor yang penting pada penularan penyakit yang
menghasilkan mikroorganisme (patogen) dari orang ke orang digambarkan dan didefinisikan dalam
gambar 1-1 (APIC 1983).
2. Menghambat berbagai agen untuk pindah dari orang yang terinfeksi kepada
orang yang rentan (umpamanya cuci tangan tau menggunakan antiseptic gosok
tangan/handrup mengandung alcohol untuk melenyapkan bacteria atau virus
yang diperoleh sewaktu menyentuh pasien yang terinfeksi atau permukaan yang
kotor).
Pedoman –pedoman baru yang dikeluarkan oleh CDC pada tahun 1996 meliputi
hal-hal sebagai berikut.
Sistem baru ini memberikan gambaran terbaik system KU dan IDT dan
menggantikan kewaspadaan penyakit khusus yang membingungkan dengan tiga set
kewaspadaan berdasarkan penularan bagi pasien rawat inap. Penerapan ini adalah
untuk mengurangi resiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber
infeksi yang diketahui atau yang tidak diketahui (misalnya ,si pasien,benda yang
terkontaminasi , jarum suntik bekas pakai ,dan semprit) di dalam system
pelayanaan kesehatan. Sebagai tambahan, tantangan untuk menyediakan air bersih
dan untuk mencapai standar yang dapat diterima seperti proses penggunaan
instrument medis dan pembangunan sampah masih menjadi persoalan di banyak
Negara. Oleh karena itu, administrator dan petugas pelayanan kesehatan harus
meninjau kembalirekomendasi yang terdapat dalam kewaspadaan baku dan
mengubahnya berdasarkan hal-hal yang mungkin, praktis dengan sumber daya
yang mereka miliki.
Menularkan infeksi .
1. Pakai Sarung Tangan ( kedua tangan ) sebelum menyentuh kulit yang terluka
Selaput lendir (mukosa), darah atau duh tubuh lainnya atau instrumen yang
kotor dan sampah yang terkontaminasi .
2. Cuci tangan
6. Sarung Tangan
7. Bila kontak dengan darah, duh tubuh ,sekresi ,dan bahan yang
terkontaminasi
8. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung dan mulut saat
kontak dengan darah dan tubuh
1. Baju Pelindung
4. Kain
1. Instrumen tajam
6. Resusitas Pasien
Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari resusitasi dari mulut ke mulut
1. Penempatan pasien
3. Gunakan pembatas fisik (kaca mata pelindung, masker muka, dan celemek )
Terhadap kemungkinan percikan duh tubuh ( sekresi dan ekresi ) yang muncrat
dan tumpah (misalnya saat membersihkan instrument dan benda lain ).
7. Proses semua peralatan, sarung tangan dan benda lainnya yang telah di
pakai dengan dekontaminasi dan pembersihan secara menyeluruh, kemudian
disterilkan atau disinfeksi tingkat tinggi ( DTT ) sesuai dengan prosedur yang
dianjurkan.
Penggunaan sabun dan air sangat penting pada kedua tangan yang terlihat kotor.
Untuk kesehatan dan kebersihan tangan rutin walaupun tanpa adanya kotoran dan
debu, khususnya jika persediaan air bersih terbatas. Alternatif lain seperti
menggosok tangan dengan penggosok tangan antiseptik yang murah, mudah dibuat
dan bertindak cepat, telah dapat diterima.
Dari sudut pandang pencegahan infeksi, praktik kesehatan dan kebersihan tangan
(cuci tangan dan cuci tanagn bedah) dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang
ditularkan melalui tangan dengan menyingkirkan kotoran dan debu serta
menghambat atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Hal ini tidak hanya
terdiri dari sebagian besar organisme yang ditularkan melalui kontak dengan pasien
dan lingkungan. Tetapi juga sebagian organisme tetap yang hidup pada lapisan-
lapisan kulit yang lebih dalam. Selain memahami pedoman dan anjuran kesehatan
dan kebersihan tangan, petugas kesehatan juga harus memahami tujuan, dan
khususnya keterbatasan penggunaan sarung tangan.
2.3.1 Praktik kesehatan dan kebersihan tangan
2. Jika kulit rusak atau diperlukan cuci tangan yang sering, sabun lembut
(tanpa bahan antiseptik) dapat digunakan untuk penghilang kotoran dan debu.
3. Di area beresiko tinggi, seperti ruang bedah dan ICU atau unit transplantasi,
langkah-langkah penggosokan tangan dengan menggunakan sikat lunak atau
spon dalam waktu singkat (setidaknya 2 jam) dapat menggantikan penggosokan
keras dengan sikat kasar selama 6-10 menit.
4. Untuk petugas yang sering mencuci tangannya (30 kali atau lebih pershift),
pelumas tangan dan krim harus disediakan agar dapat mengurangi iritasi kulit.
Kesehatan dan kebersihan tangan dapat dilakukan dengan mencuci tangan rutin
(dengan atau tanpa bahan antiseptik) ataupun penggosok tangan antiseptik dan
penggosok tangan antiseptik dan penggosok tangan bedah dengan
menggunakan bahan dasar alkohol tanpa air. Tujuan dan cara untuk
melakukannya masing-masing agak berbeda.
PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting
dalam mengurangi resiko penularan, namun yang lainnya (seperti pakaian, topi,
dan sepatu tertutup) terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang
efektivitasnya (Larson dkk 1995). Kenyataannya, beberapa praktik yang biasa,
seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya tim bedah saja, harus
memakai masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang
diberikan sangat minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf
(Mitchell 1991). Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan
tepat. Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat
mencegah infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons
yang menghisap bakteria dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang
kemudian dapat mengontaminasi luka bedah (Gambar 5-1).
4. Pelindung mata melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Masker dan
pelindung mata atau pelindung muka harus dipakai jika cipratan pada muka
dapat terjadi. Kalau pelindung muka tidak ada, kacamata dan masker dapat
dipakai bersama.
5. Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan
rambut tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Kap memberikan sedikit perlindungan pada
pasien, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari semprotan dan
cipratan darah dan cairan tubuh.
6. Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakaian utama dari
gaun penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan.
Terdapat sedikit bukti bahwa gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan
tindakan/prosedur rutin bila tidak ingin kotor (Goldman 1991).
8. Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air
di bagian depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau
sedang membersihkan atau melakukan tindakan di mana darah dan duh tubuh
diantisipasi akan tumpah. Apron membuat cairan yang terkontaminasi tidak
mengenai baju dan kulit petugas kesehatan. Dalam pembedahan, memakai
apron plastik yang bersih di atas gaun penutup tidak hanya mencegah
pembedah atau asistennya dari terpapar darah atau cairan tubuh (misalnya;
cairan ketuban) tapi juga mencegah perut pembedah dan asistennya menjadi
sumber kontaminasi ke pasien (Moylan dan Kenneddy 1980).
9. Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam
atau berat atau dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.
Proses antisepsis sebelum pembedahan meliputi tiga tahap (kebersihan tangan dan
sarung tangan untuk anggota tim bedah ditambah dengan pemberian bahan
antiseptik pada lokasi pembedahan) ditujukan untuk menghambat penularan agen
infeksi ke dalam luka bedah. Proses cuci tangan yang efektif diikuti dengan
membasuh tangan dengan penggosok antiseptik beralkohol tanpa air atau cairan
antiseptik yang bisa mengurangi jumlah bakteri dan jamur pada tangan (Galle,
Homesley dan Rhyne 1978; Larson dkk 2001). Selain itu, jika sesaat sebelum
operasi penggunaan antiseptik pada kulit dilakukan dengan benar, secara efektif
menurunkan jumlah flora kulit baik yang bersifat sementara maupun menetap
begitu pula dengan tingkat infeksi yang terjadi.
Infeksi pascaoperasi yang terjadi bergantung pada beberapa faktor terutama hal
berikut ini :
4. Faktor eksternal seperti pasien sudah beberapa hari di rumah sakit sebelum
pembedahan; dan lamanya proses pembedahan (> 4 jam).
Langkah 3: Apabila kulit atau daerah bagian luar kelamin tidak bersih, bersihkan
dengan sabun dan basuh dengan air bersih kemudian keringkan daerah tersebut
sebelum diberi antiseptik.
Langkah 4 : Gunakan Cunam kering dan didisinfektan pada tingkat tinggi (DTT),
kapas serta kain kasa barudirendam dalam larutan antiseptic, dan bersihkan tangan
secara menyeluruh, kerjakan diluar lokasi operasi kurang lebih beberapa senti
meter (Gerakan memutar dari pusat membantu mencegah rekontaminasi daerah
operasi terhadap bakteri lokal).
Kamar operasi adalah salah satu lingkungan yang paling berbahaya dalam sistem
pelayanan kesehatan. Menurut definisi, pembedahan bersifat invasif. Instrumen
yang didesain untuk penetrasi jaringan pasien dapat dengan mudah melukai
petugas. Darah berada di mana-mana. Kecepatan sangatlah penting. Kondisi gawat
darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka
dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya
suatu yang menantang. (Julie Gerberding, MD, MPH) Advanced Precaution for
Today’s OR (Davis 2001a).
Mencegah infeksi setelah tindakan operasi adalah sebuah proses kompleks yang
bermula di kamar operasi dengan mempersiapkan dan mempertahankan
lingkungan yang aman untuk melakukan pembedahan. Teknik aseptik bedah
didesain untuk menciptakan lingkungan seperti ini dengan mengontrol empat
sumber utama organisme infeksi yaitu pasien, staf pembedahan, peralatan, dan
lingkungan kamar operasi. Walaupun pasien paling sering menjadi sumber infeksi
pembedahan, tetapi tiga sumber lainnya juga penting dan sebaiknya tidak
diabaikan.
Teknik-teknik spesifik yang dibutuhkan untuk membuat dan mempertahankan
asepsis dalam pembedahan dan membuat lingkungan pembedahan lebih aman
mencakup hal berikut ini :
3. Pertimbangan persiapan ruang dan peralatan : arus lalu lintas dan pola
aktivitas seperti praktik rumah tangga dan dekontaminasi, pencucian atau
disinfeksi tingkat tinggi instrumen, sarung tangan dan unsur lainnya.
Sampah dari rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan dapat terkontaminasi
(secara potensial berbahaya) atau tidak terkontaminasi. Sekitar 85% sampah umum
yang dihasilkan oleh rumah sakit dan klinik tidak terkontaminasi dan tidak
berbahaya bagi petugas yang menangani. Sampah yang tidak terkontaminasi
misalnya kertas, kotak, botol, wadah plastik, dan makanan. Semuanya ini dibuang
dengan metode biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Sampah setempat atau
tempat pembuangan sampah umum.
Beberapa sampah fasilitas kesehatan terkontaminasi. Jika tidak dikelola secara
benar, sampah terkontaminasi yang membawa mikroorganisme ini dapat menular
pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat pada
umumnya.
Sampah lain yang tidak mengandung bahan infeksius, tetapi digolongkan berbahya
karena mempunyai potensi berbahaya pada lingkungan meliputi :
1. Bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng bekas, botol atau kotak
yang mengandung obat kadaluwarsa, vaksin, reagen disinfektan seperti
formaldehid, glutaraldehid, bahan-bahan organik seperti aseton dan kloroform),
3. Sampah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari termometer
yang pecah, tensimeter, bahan-bahan bekas gigi, dan kadmium dari bakteri yang
dibuang),
4. Wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misalnya kaleng
penyembur) yang berbahaya dan dapat meledak apabila dibakar.
Definisi
3. Tempatkan wadah sampah dekat dengan lokasi terjadinya sampah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat sampah ke mana-mana
meningkatkan resiko infeksi pada pembawanya). Terutama penting sekali
terhadap benda tajam yang membawa resiko besar kecelakaan perlukan pada
petugas kesehatan dan staf.
6. Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk sampah yang akan dibakar
dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan
petugas dari memisahkan sampah dengan tangan kemudian.
Sampah cair terkontaminasi (misalnya jaringan, darah, dtinja, urin dan duh tubuh
lainnya) memerlukan penanganan khusus oleh karena risiko infeksi terhadap
petugas kesehatan yang menangani itu
Langkah 1: pakai PPD (sarung tangan rumah tangga, kacamata pelindung dan
celemek plastik) sewaktu menangani dan mengangkut sampah cair.
Langkah 2 : hati-hati tuangkan sampah cair ke wastafel atau ke dalam toilet dan
siramlah dengan air untuk membuang sisa sampah. Hindari percikan air.
Langkah 3 : jika sistem pembuangan kotoran tidak tersedia, buanglah sampah cair
tersebut dalam lubang tertutup, jangan dibuang ke saluran terbuka.
Langkah 5 : lepaskan sarung tangan rumah tangga (cuci setiap hari atau apabila
terlihat kotor dan keringkan).
Langkah 6 : cuci tangan dan keringkan atau gunakan penggosok tangan antiseptik
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Langkah 1 :Pakai sarung tangan rumah tangga yang tebal sewaktu menangani
dan dan memindahkan sampah padat
Langkah 2 :Batang sampah padat dalam wadah bersepuh logam atau plastic
dengan penutup ketat.
Langkah 3 :Kumpulkan wadah sampah secara regular dan pindahkan yang
biar dibakar ke dalam incinerator atau area pembakaran.
Langkah 4 :Lepaskan sarung tangan rumah tangga (cuci setiap hari atau setiap
kali terlihat kotor dan keringkan).
3. Pilih tempat berjarak setidak-tidaknya 50 meter atau 164 kaki dari sumber
air untuk mencegah kontaminasi air .
4. Tempat penguburan harus terdapat pengaliran yang baik , lebih rendah dari
sumur, bebas genangan air dan tidak di daerah rawan banjir.
Sampah Kimia
Bahan kimia termasuk sisa-sisa sewaktu pengepakan , bahan kadar luarsa atau
kimia dekomposisi, atau bahan kimia tidak di pakai lagi . bahan kimia yang tidak
terlalu banyak dapat di kumpulkan dalam wadah dengan sampah terinfeksi , dan
kemudian diinsinerasi , enkapsulasi atau di kubur . pada jumlah yang banyak ,
tidak boleh di kumpulkan dengan sampah terinfeksi karena tidak ada metode yang
aman dan murah , maka pilihan penanganannya adalah sebagai berikut .
2. Jika ini tidak mungkin, kembalikan sampah kimia tersebut kepada pemasok.
Karena kedua metode ini mungkin mahal dan tidak praktis, maka jagalah agar
sampah kimia terdapat seminimal mungkin .
Wadah bekas bahan kimia
1. Bilas wadah gelap dengan air , wadah gelas dapat di cuci dengan sabun , di
bilas dan di pakia kembali .
Sampah farmasi
Dalam jumlah yang sedikit sampah farmasi dapat di kumpulkan dalam wadah
dengan sampah terinfeksi dan di buang dengan cara yang sama atau insinerasi,
enkapsulasi atau di kubur secara aman. Perlu di catat bahwa suhu yang di capai
dalam insinerasi kamar tunggal seperti tong atau incinerator dari batang adalah
tidak cukup untuk menghancurkan total sampah farmasi ini sehingga tetap
berbahanya sejumlah kecil sampah farmasi , seperti obat-obatan kadar luarsa dapat
di buang ke pembuangan kotoran tapi tidak boleh di buang ke sungai , kali telaga
atu danau. Jika jumlah nya banyak sampah farmasi dapat di buang secara metode
berikut
2. Bahan yang larut air campuran ringan bahan farmasi seperti larutan
vitamin, obat batuk dapat di encerkan dengan sejumlah besar air lalu di buang
dalam tempat pembuangan kotoran .
1. Sisa-sisa obat sitotoksix atau sampah sitotoksix lain tidak boleh di campur
dengan sisa-sisa sampah lainnya
2. Sampah sititoksix tidak boleh di buhang di sungai, kali telaga dan danau
atau area pemerataan tanah
2. Wadah bertekanan gas tidak boleh di bakar atau di insenerasi karena dapat
meledak
Sebagai kesimpulan sedapat dapatnya hindarkan membeli atau memakai produk
kimia yang sukar atau sangat mahal untuk di buang.(Abdul Bari Saifuddin 2004)
1. DEFINISI
2. Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh staf
sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBC, HBV, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
menontaminasi.
4. Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani objek. Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan
sabun atau deterjen dan air, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
Setiap benda, baik instrumen metal yang kotor maupun sarung tangan,
memerlukan penanganan dan pemrosesan khusus agar:
1. Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah atau duh tubuh
terhadap staf pembersih dan rumah tangga, dan
Panduan khusus untuk memroses instrumen, sarung tangan bedah, peralatan dan
barang lainnya yang digunakan untuk pelayanan perawatan kesehatan.
Tabel 1. Panduan untuk Memroses Instrumen, Sarung Tangan Bedah, dan Benda
Lainnya.
Dekontaminas
iada-lah
Sterilisasime Disinfektan
langkah
ng- Ting-kat Tinggi
pertama
Pembersihanmenghil hancurkan (DTT)menghanc
dalam
angkan da-rah, duh semua urkan se-mua
Proses menangani
tubuh, dan kotoran mikroorganis virus, bakteri,
benda yang
yang tam-pak. me, parasit, fungi,
sudah di-pakai,
termasuk dan beberapa
mengurangi ri-
endo-spora. endospo-ra.
siko HBV dan
HIV/ AIDS.
DISINFEKTAN
INSTRUMEN/ DEKONTAMIN
PEMBERSIHAN STERILISASI TINGKAT
a
BENDA ASI
TINGGIb
Seka
permukaan
yang terekspos
Cuci dengan sabun
Ambu bag/ deng-an kasa
dan air. Bilas deng-an
masker muka yang diren-
air bersih, ke-ringkan Tidak perlu. Tidak perlu.
resusitasi kar- dam dalam 60-
di udara atau dengan
diopulmoner. 90% alkohol
han-duk.
atau klorin
0,5%, bilas
segera.
AKDR Tidak perlu. Tidak perlu. Tidak Tidak
dan inserter-nya. dianjurkan. dianjurkan.
Kebanyakan
AKDR
dimasuk-kan
dalam kan-
tong
steril.Buang
kalau
kantongnya
berlubang.
Seka dengan
Cuci dengan sabun
klorin 0,5%.
Alas kaki. dan air. Bilas de-ngan Tidak perlu. Tidak perlu.
Bilas dengan
air bersih, ke-ringkan.
air bersih.
Seka dengan
Cuci dengan sabun
Apron (plastik klorin 0,5%.
dan air. Bilas de-ngan Tidak perlu. Tidak perlu.
atau karet). Bilas dengan
air bersih, ke-ringkan.
air bersih.
Rendam dalam
laru-tan klorin
Cuci dengan sabun
0,5% sela-ma
dan air. Bilas de-ngan
10 menit
Bola isap. air bersih, ke-ringkan Tidak perlu. Tidak perlu.
sebelum
di udara atau dengan
dibersihkan.
han-duk.
Bilas atau cuci
segera.
· Uapkan atau
di-dihkan
selama 20
menit.
Rendam dalam Tidak perlu, · DTT
laru-tan klorin teta-pi dapat kimiawi dengan
Diafragma Cuci dengan sabun
0,5% sela-ma diotoklaf pa- diren-dam dalam
atau fitting dan air. Bilas de-ngan
10 menit da suhu 121 for-maldehid
rings (di-gunakan air bersih, ke-ringkan
sebelum °C 106 kPa 8%, atau
untuk ukuran di udara atau dengan
dibersihkan. sela-ma 20 glutaralde-hid
pasien). han-duk. selama 20 menit.
Bilas atau cuci menit (ti-dak
Bilas baik-baik
segera. dibungkus). deng-an air
mendidih dan
keringkan di
udara sebe-lum
dipakai.
Forsep transfer Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
dan tempatnya. laru-tan klorin kan sikat, cuci de-
· Panas · Uapkan
0,5% sela-ma ngan sabun dan air. kering-kan atau di-dihkan
selama 1 jam selama 20 menit.
setelah Disin-feksikan
mencapai secara kimiawi
170 °Ce , tingkat tinggi
10 menit Bilas dengan air atau dengan
sebelum bersih. Kalau akan
· Otoklaf merendam sela-
dibersihkan. disterilisasi, ke- ma 20 menit.
Bilas atau cuci ringkan di udara atau pada 121 °C Bilas baik-baik
106 kPa
segera.c dengan han-duk. dengan air men-
selama 20
menit (30 didih dan ke-
me-nit kalau ringkan di udara
di-bungkus). sebelum dipakai
Tidak perlu
(staf lon-dri
harus
Cuci dengan sabun Diotoklaf
Gaun bedah, kain memakai gaun
dan air. Bilas de-ngan pada 121 °C
penutup li-nen, pelindung, sa-
air bersih, ke-ringkan 106 kPa Tidak praktis.
dan pem- rung tangan,
di udara, atau dengan selama 30
bungkus. d
dan kaca mata
mesin pengering. menit.
sewaktu
mena-ngani
linen kotor).
Instrumen bedah. Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
laru-tan klorin kan sikat, cuci de-
· Panas · Uapkan
0,5% sela-ma ngan sabun dan air. kering-kan atau di-dihkan
10 menit Bilas dengan air selama 1 jam selama 20 menit.
sebelum bersih. Kalau akan setelah
dibersihkan. disterilisasi, ke- mencapai · Disinfeksi
170 °C ,e seca-ra kimiawi
Bilas atau cuci ringkan di udara atau
atau ting-kat tinggi
segera.c dengan han-duk. deng-an
· Otoklaf merendam
pada 121 °C selama 20 me-
106 kPa nit. Bilas baik-
selama 20 baik dengan air
menit (30 mendidih dan
me-nit kalau keringkan di
di-bungkus). udara sebelum
digunakan atau
Untuk
instru-men
tajam:kerin
gkan deng-
an panas
disimpan.
selama 2 jam
setelah
mencapai
160 °C.e
Dapat diterima:
Isi jarum dan Lebih baik: · Uapkan
semprit yang atau di-dihkan
terpasang · Panas
selama 20 menit.
kering-kan
deng-an klorin
Buka pasangannya, selama 2 jam (DTT kimiawi
0,5%. Bilas 3 setelah
kemudian cuci de- ti-dak
kali dan mencapai
ngan sabun dan air. dianjurkan ka-
apakah di- 160 °C rena residu
Bilas dengan air
Jarum suntik dan buang (hanya kimia dapat
bersih, keringkan semprit
semprit (gelas jarumnya atau tertinggal
sempritnya di uda-ra gelas), atau bahkan setelah
atau plastik). rendam
atau dengan han-duk pembilasan
selama 10 · Otoklaf
(hanya jarum dengan air
menit sebelum pada 121 °C
dikeringkan di uda- mendidih ber-
pem-bersihan. 106 kPa
ra). ulang-ulang.
Bilas deng-an selama 20
Resi-du ini
menyemprot 3 menit (30
dapat meng-
kali dengan air me-nit kalau
ganggu aksi obat
di-bungkus).
bersih. yang
disuntikkan).
Tidak
Rendam dalam
dianjurkan.
laru-tan klorin
(Panas dari
0,5% sela-ma Uapkan atau
Cuci dengan sabun oto-klaf atau
Kanula AVM 10 menit didih-kan
dan air, lepaskan oven
(plastik). sebelum selama 20 me-
semua partikel. pengering
dibersihkan. nit.
panas dapat
Bilas atau cuci
merusak
segera.
kanula).
Kap tekanan Jika Jika kotor, cuci de- Tidak perlu. Tidak perlu.
darah. terkontaminasi ngan sabun. Bilas
dengan darah
atau duh
tubuh, seka
dengan air bersih,
de-ngan kain
keringkan.
yang diba-sahi
dengan klorin
0,5%.
· Uapkan atau
di-dihkan
selama 20
Tidak menit.
Rendam dalam
dianjurkan.
laru-tan klorin
(Panas dari (DTT kimiawi
0,5% sela-ma Cuci dengan sabun ti-dak
Kateter isap oto-klaf atau
10 menit dan air. Bilas 3 kali dianjurkan ka-
(karet atau oven rena residu
sebelum dengan air bersih
plastik). pengering kimia dapat
dibersihkan. (luar dan dalam).
panas dapat tertinggal
Bilas atau cuci
merusak bahkan setelah
segera. pembilasan
kateter).
dengan air
mendidih ber-
ulang-ulang.
Kateter urin ka- Rendam dalam Dengan mengguna- Lebih baik: Dapat diterima:
ret dan logam laru-tan klorin kan sikat, cuci de- (hanya (karet atau
yang lurus. 0,5% sela-ma ngan sabun dan air. logam) logam)
10 menit Bilas 3 kali dengan air
· Panas · Uapkan
sebelum bersih (luar dan kering-kan atau di-dihkan
dibersihkan. dalam). selama 2 jam selama 20 menit.
Bilas atau cuci setelah
segera.c mencapai
160 °C
(hanya lo-
gam), atau
· Otoklaf
pada 121 °C
106 kPa
selama 20
menit (30
me-nit kalau
di-bungkus).
Sterilkan
setiap hari
kalau mung-
kin
mengguna-
kan
sterilisasi ki-
Rendam selama
miawi.
Seka 20 menit dalam:
Rendam
permukaan
Lepas satu persatu, dalam: · Glutaraldehid
yang terekspos (biasanya 2-4%)
kemudian meng- ·
deng-an kasa atau
gunakan sikat cuci Glutaraldehi
yang dicelup-
Laparoskop. dengan sabun dan air. d (biasanya · Formaldehid
kan dalam 60-
Bilas dengan bersih, 2%) selama 8%
90% alkohol 10 jam.
keringkan dengan
atau klorin Bilas 3 kali
handuk. ·
0,5%, bilas dengan air yang
segera. Formaldehid telah di-dihkan
8% selama selama 20 menit.
24 jam.
Bilas dengan
air steril atau
air yang
didihkan se-
lama 20
menit 3 kali.
Dapat diterima:
Tidak
Dengan mengguna- · Uapkan atau
mungkin
kan sikat, cuci de- di-dihkan
Slang ventilator menggunaka selama 20 menit.
Tidak perlu. ngan sabun dan air.
atau sirkuit. n otoklaf
Bilas dengan air
atau oven · Keringkan di
bersih.
pengering. udara sebelum
digunakan.
Stetoskop. Seka dengan Jika kotor, cuci Tidak ada. Tidak ada.
kasa yang dengan sabun. Bi-las
dibasahi dengan air ber-sih,
dengan 60-
90% alkohol. keringkan.
Didihkan
kontainer dan
tutupnya sela-
· Panas ma 20 menit.
kering-kan Ka-lau kontainer
selama 1 ter-lampau
Rendam dalam
jam setelah besar.
laru-tan klorin
Cuci dengan sabun mencapai
0,5% sela-ma · Isi kontainer
Tempat me- dan air. Bilas deng-an 170 °C , atau de-ngan larutan
10 menit
nyimpan instru- air bersih, ke-ringkan
sebelum · Otoklaf klorin 0,5% dan
men. di udara, atau dengan pada 121 °C rendam selama
dibersihkan.
han-duk. 106 kPa 20 menit.
Bilas atau cuci
selama 20
segera.c · Bilas dengan
menit (30
air yang sudah
me-nit kalau
di-dihkan
di-bungkus).
selama 20 menit
dan keringkan di
udara sebelum
dipakai.
Dengan mengguna-
Tempat kan sikat, cuci de-
muntah Bedpan/ Tidak perlu. ngan disinfektan, Tidak perlu. Tidak perlu.
urinal. sabun dan air. Bilas
dengan air bersih.
Seka dengan laru-tan
Termometer
Tidak perlu. desinfektan. Bi-las Tidak perlu. Tidak perlu.
gelas.
dengan air ber-sih.
Sumber: Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilangga, dkk.
1. Jika tidak dibungkus gunakan segera. Jika dibungkus, diproses ulang bila
bungkusnya rusak atau terkontaminasi.
2. Kertas atau plastik: letakkan di tempat pembuangan yang tahan kotor atau
kantong plastik untuk
3. Jika sterilisasi (panas kering atau otoklaf) tidak ada, barang-barang ini dapat
didisinfeksi tingkat tinggi baik dengan didihkan, diuapkan, atau direndam dalam
disinfektan kimiawi.
5. Instrumen yang tajam jangan disterilisasi pada suhu di atas 160°C untuk
mencegah penumpukan.
2.2.1 DEKONTAMINASI
Seperti yang tertera pada gambar di bawah ini. Dekontaminasi merupakan langkah
pertama dalam menanganai alat bedah, sarung tangan dan benda lainnya yang
tercemar. Hal penting sebelum membersihkan adalah mendekontaminasi alat
tersebut dengan merendamnya di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini
dapat menonaktifkan HBV, HIV dan HVC serta mengamankan petugas yang
membersihkan alat tersebut. (AORN 1990; ASHCSP 1986)
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5% 10 menit
diinginkan diterima
TINGGI (DTT)
Otoklaf
Kimiawi
106 k/pa tekanan (15 Panaskan Didihkan/
Kimiawi
Rendam 10- lbs/in2121°C (250°F) semprot uap
170°C
20 menit Rendam 20
20 menit tidak Tutup 20
menit
60 menit menit
dibungkus dan 30
menit dibungkus
DINGINKAN
(pakai segera/simpan)
Gambar 1. Dekontaminasi
Sumber: (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilangga, dkk)
Larutan klorin terbuat dari sodium hipoklorit yang umumnya tidak mahal dan
merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan efektif pada proses
dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang bisa digunakan seperti etil atau
isopropil alkohol 70% dan bahan fenolik 0,5%-3%. (Crutcher dkk 1991)
Bagian Air = = 50 – 1 = 49
Pada 1 bagian larutan konsentrat tambahkan 49 bagian air matang (jika perlu yang
difiltrasi).
1. Rumus untuk membuat larutan yang mengandung klorin dari bubuk kering:
Contoh untuk membuat larutan yang mengandung klorin 0,1% dari bubuk
konsentrat Kaporit 35% :
TIPS DEKONTAMINASI
Setelah dekontaminasi, instrumen harus segera dicuci dengan air dingin untuk
menghilangkan bahan organik sebelum dibersihkan secara menyeluruh.
Jarum habis pakai dan semprit, harus didekontaminasi diletakkan dalam wadah
yang tahan tusukan, dienkapsulasi, dibakar, maupun dikubur. Apabila akan
digunakan kembali, maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan dicuci secara
menyeluruh setelah didekontaminasi. Sebab jarum yang terkontaminasilah yang
paling sering menimbulkan cedera. Oleh karena itu, dianjurkan hanya semprit yang
diproses sebelum digunakan kembali, dan tidak untuk jarum. Tindakan ini lebih
aman dibandingkan dengan memroses jarum dan semprit. Selain itu, akan
mengurangi biaya juga menghasilkan sedikit sampah terkontaminasi daripada
membuang keduanya.
Permukaan yang luas, misalnya pada pemeriksaan pelvis atau meja operasi, yang
kemungkinan besar bersentuhan dengan darah atau duh tubuh harus
didekontaminasi. Menyeka dengan disinfektan yang tepat seperti larutan klorin
0,5% sebelum digunakan kembali atau saat terkena kontaminasi, merupakan cara
yang mudah dan murah untuk proses dekontaminasi pada permukaan yang luas.
Sekali instrumen atau benda lainnya telah didekontaminasi, maka selanjutnya bisa
diproses dengan aman. Tindakan ini meliputi pembersihan dan akhirnya dengan
melakukan sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT). (Tietjen, Linda, Debora
Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)
2.2.6 PEMBERSIHAN
Tidak ada prosedur sterilisasi atau disinfektan tingkat tinggi (DTT) yang
efektif tanpa melakukan pencucian terlebih dahulu. (Porter 1987)
Pencucian yang benar dengan menggunakan sabun dan air juga dapat
menghilangkan bahan organik, seperti darah dan duh tubuh. Jika air keran
terkontaminasi, pakailah air yang telah didihkan selama 10 menit dan disaring
untuk menghilangkan partikel (jika perlu), atau pakailah air yang dicampur dengan
larutan Na hipoklorit yang diencerkan hingga konsentrasi 0,001%. Hal ini penting
mengingat bahan organik kering dapat menjebak mikroorganisme, termasuk
endospora, sisanya bisa melindunginya melawan sterilisasi atau disinfektan. Bahan
organik juga bisa menginaktivasi beberapa macam disinfektan tingkat tinggi
(DTT), sehingga menjadi tidak efektif. (AORN 1992, Rutala dkk 1998)
Penggunaan sabun penting untuk pembersihan yang efektif karena air sendiri tidak
dapat menghilangkan protein, minyak, dan lemak (NystrÖm 1981). Penggunaan
sabun (batangan) tidaklah berguna karena asam lemak dalam sabun bereaksi
dengan mineral dalam air meninggalkan sisa atau buih (garam kalsium tidak larut),
yang sangat sukar untuk dihilangkan. Gunakan sabun cair, ini dipilih karena sabun
ini dapat dengan mudah bercampur dengan air daripada sabun bubuk. Sebagai
tambahan, sabun cair bisa memecahkan dan menghilangkan atau menyingkirkan
lemak, minyak, dan benda asing lainnya dalam larutan sehingga dengan mudah
dapat dimusnahkan dalam proses pencucian.
Tabel 2. Metode yang Efektif dalam Pemrosesan Alat.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel 2, sebagian besar mikroorganisme (lebih dari
80%) dalam darah dan bahan organik lainnya hilang selama proses pembersihan.
Setiap kali alat dibersihkan harus pula dicuci dan biasanya dikeringkan. Pencucian
dengan air bersih dapat menghilangkan sisa sabun yang bisa bercampur dengan
proses sterilisasi atau DTT. jika air keran terkontaminasi, pencucian akhir harus
dengan air matang dan air yang disaring. Sesudah dicuci, alat-alat harus
dikeringkan, terutama bila akan disterilisasi atau DTT dengan menggunakan
disinfektan kimiawi. Air yang masih menempel pada alat (misal alat-alat bedah)
bisa mengencerkan larutan dan proses menjadi gagal.
2.2.7 TIPS PEMBERSIHAN
Gunakan pelindung mata (plastik, pelindung muka, goggles atau kaca mata)
dan celemek plastik jika ada, saat membersihkan alat dan perlengkapan untuk
meminimalkan risiko cipratan cairan yang terkontaminasi pada mata dan ke
badan. Untuk mencegah cipratan, celupkan alat-alat di bawah permukaan air
saat dibersihkan.
Instrumen harus dibersihkan dengan sikat yang lembut (sikat gigi bekas baik
digunakan) dalam air sabun. Perhatian khusus harus dilakukan pada alat atau
instrumen yang bergigi, sendi atau sekrup tempat bahan organik berkumpul.
Setelah dibersihkan, alat tersebut harus dicuci segera menyeluruh dengan air
bersih untuk menghilangkan sisa sabun yang bercampur dengan disinfektan
kimiawi yang digunakan untuk proses DTT atau sterilisasi.
Semprit (berbahan kaca atau plastik) saat akan digunakan kembali harus
dilepas setelah didekontaminasi dan dibersihkan dengan air sabun. Kemudian
dicuci sedikitnya dua kali dengan air bersih untuk menghilangkan sabun dengan
membuang air melalui semprit ke wadah lain (untuk mencegah kontaminasi
pada air cucian), dan kemudian keringkan.
Sarung tangan bedah harus dibersihkan dalam air sabun. Kedua bagian luar
dan bagian dalam dibersihkan dan dicuci dengan air bersih sampai tidak ada
sabun tersisa. Periksa sarung tangan bila terdapat lubang dengan cara
memompa dengan tangan dan pegang tangan dalam air. (Gelembung udara
akan muncul jika ada lubang).
Savlon jangan digunakan pada proses akhir laparoskop karena savlon bukan
merupakan DTT dan akan menimbulkan kabut pada lensa.
STERILISASI
2.3.1 EFEKTIVITAS
Agar efektif, sterilisasi butuh waktu, kontak, suhu dan dengan sterilisasi uap,
bertekanan tinggi. Efektivitas setiap metode sterilisasi juga bergantung pada empat
faktor lainnya sebagai berikut:
Akhirnya, tanpa pembersihan yang teliti, untuk membuang sisa bahan organik yang
melindungi mikroorganisme selama proses sterilisasi pada alat-alat, tidak akan
dapat menjamin tercapainya sterilisasi, walaupun waktu sterilisasi diperpanjang.
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004).
METODE STERILISASI
1. Berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut.
Pada sterilisasi mekanik atau filtrasi ini yang akan disaring saat filtrasi adalah
larutan enzim dan antibiotik.
STERILISASI FISIK
Pada sterilisasi fisik sterilisasi dibagi menjadi 2, yaitu pemanasan dan penyinaran
dengan sinar UV.
1. Pemanasan
3. Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi
juga paling efektif untuk dilakukan secara benar (Gruendemann dan Mangum
2001). Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pilihan untuk mensterilisasi
instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, instrumen-instrumen dapat disterilisasi
dengan sebuah sterilisator uap nonelektrik dengan menggunakan minyak tanah
atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.
Pertama, uap pekat adalah sebuah “kendaraan” energi termal yang sangat efektif.
Jenis ini jauh lebih efektif untuk mengangkut energi ke bahan yang akan
disterilisasi daripada udara panas (kering).
Kedua, uap adalah sterilan efektif karena lapisan mikroorganisme yang bersifat
protektif dan resisten dapat dilemahkan oleh uap, sehingga terjadi koagulasi pada
bagian dalam mikroorganisme yang sensitif. Beberapa jenis kontaminan tertentu,
khususnya yang berminyak atau berlemak, dapat melindungi mikroorganisme dari
efek uap, sehingga mengganggu proses sterilisasi. Alasan ini yang menekankan
kembali kepentingan mencuci bersih bahan-bahan sebelum proses sterilisasi.
2004. Sterilisasi panas kering (oven) baik untuk iklim yang lembab tetapi
membutuhkan aliran listrik yang terus menerus, menyebabkan alat ini kurang
praktis pada area terpencil (pedesaan). Lagipun, sterilisasi panas kering, dimana
perlu suhu yang lebih tinggi, hanya dapat digunakan untuk benda-benda gelas
atau logam karena dapat melelehkan bahan lainnya. Proses sterilisasi panas
kering atau oven berlangsung lebih lama daripada sterilisasi uap, karena
kelembaban dalam proses sterilisasi uap secara pasti mempercepat penetrasi
uap dan memperpendek waktu yang dibutuhkan untuk membunuh
mikroorganisme. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah:
Abdul Bari Saifuddin, Djajadilingga, dkk)
Selain penguapan tekanan tinggi atau sterilisasi panas kering sebagai alternatif
adalah sterilisasi kimia (sterilisasi dingin). Apabila objek harus disterilisasi,
sedangkan bila mempergunakan uap tekanan tinggi atau sterilisasi panas kering
(oven) akan merusak objek tersebut atau apabila peralatan tersebut tidak tersedia,
maka objek tersebut dapat disterilisasi secara kimia. Sejumlah disinfektan tingkat
tinggi (DTT) akan membunuh endospora setelah paparan berkepanjangan (10-24
jam). Disinfektan umum yang dapat digunakan untuk sterilisasi kimia terdiri dari
glutaraldehid dan formaldehid. Namun, bisa juga menggunakan senyawa
disinfektan antara lain halogen, yodium (iodine), klorin, alkohol, fenol, dan
hidrogen peroksida.
Walaupun lebih murah, larutan formaldehid lebih menyebabkan iritasi pada kulit,
mata dan saluran pernapasan serta diklasifikasikan sebagai potensial karsinogen
(Rutala 1996). Pakailah sarung tangan untuk menghindari kontak kulit, memakai
kacamata untuk menghindari percikan, menggunakan masker untuk menghindari
bau atau iritasi pada saluran pernapasan.
Instrumen steril dan instrumen lainnya harus digunakan segera kecuali jika:
1. Dibungkus dengan lapisan ganda kain katun, kertas atau bahan lainnya
sebelum proses sterilisasi, atau
Bahan yang digunakan untuk membungkus instrumen dan instrumen lainnya harus
berpori-pori agar uap dapat masuk tetapi beranyaman cukup ketat untuk
menghindari masuknya partikel-partikel debu dan mikroorganisme. Paket steril
terbungkus harus tetap dalam kondisi steril sehingga paket atau wadah itu
terkontaminasi. Robek atau usang pada bungkusnya, paket menjadi basah atau hal
lainnya yang menyebabkan mikroorganisme memasuki memasuki paket atau
wadah tersebut.
Kelebihan:
Kekurangan:
Kelebihan:
1. Metode yang sangat efektif, seperti sterilisasi panas kering dengan konduksi
menjangkau seluruh permukaan instrumen, bahkan untuk instrumen yang tidak
dapat dibongkar pasang.
2. Bersifat protektif terhadap benda tajam atau instrumen dengan sisi potong
(lebih sedikit masalah dengan sisi potong tersebut).
Kekurangan:
1. Instrumen plastik dan karet tidak dapat disterilisasi dengan cara panas
kering karena suhu yang digunakan (160° – 170 °C) terlalu tinggi untuk materi
itu.
Kelebihan:
2. Kedua larutan ini dapat digunakan untuk instrumen yang tidak tahan
sterilisasi panas, seperti laparoskop.
5. Larutan iodine (yodium) bersifat stabil dan memiliki waktu simpan yang
cukup panjang.
Kekurangan:
7. Larutan iodin tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49°C.
Indikator Biologi
Dianjurkan memantau proses sterilisasi dengan indikator biologi yang layak pada
regular interval. Pengukuran harus dilakukan dengan indikator biologis yang
menggunakan spora dengan resistensi baku pada populasi yang diketahui. Tipe
indikator dan interval minimum yang dianjurkan harus berupa:
2. Sterilisasi panas kering: Basillus subtilis, per minggu dan bila dibutuhkan.
Indikator Kimia
Indikator kimia terdiri dari pita indikator atau label yang memantau waktu, suhu,
dan tekanan untuk sterilisasi uap dan waktu dan suhu untuk sterilisasi panas kering.
Indikator ini harus digunakan baik di dalam di luar setiap paket atau wadah.
Indikator Mekanika
Indikator mekanika untuk sterilisator memberikan catatan waktu, suhu dan tekanan
untuk siklus sterilisasi tersebut. Hal ini biasanya terbentuk kertas laporan atau
grafik dari sterilisator tersebut atau hal ini dapat berupa log waktu, suhu dan
tekanan yang disimpan oleh petugas yang bertanggungjawab atas proses sterilisasi
pada waktu itu. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)
Seluruh instrumen yang sudah steril harus disimpan di sebuah area yang
terlindungi dari debu, kotoran, kelembaban, hewan, dan serangga. Berikut ini cara
menyimpan instrumen yang sudah distrerilisasi:
Jagalah area penyimpanan agar tetap bersih, kering serta babas debu dan
bebas kain tiras setelah urusan rumah tangga harian regular.
Paket dan wadah dengan instrumen steril dan DTT harus disimpan dengan
jarak 20-25 cm dari lantai, 45-50 cm dari langit-langit, dan 15-20 cm dari dinding
luar.
Apakah paket itu disimpan pada rak yang terbuka atau tertutup.
Sebagian besar paket terkontaminasi sebagai akibat langsung dari penanganan atau
penyimpanan yang berulang-ulang atau kurang tepat.
Sterilisasi merupakan metode yang paling aman dan efektif dalam pemrosesan alat,
tetapi peralatan sterilisasi sering tidak tersedia (Rutala 1996). Dalam keadaan
demikian, DTT merupakan alternatif yang dapat diterima. Proses DTT membunuh
semua mikroorganisme (termasuk bakteri vegetatif, tuberkulosis, ragi, dan virus)
kecuali beberapa endospora bakterial. DTT dapat diperoleh dengan merebus dalam
air, mengukus (dengan uap panas), atau merendam alat dalam disinfektan kimiawi.
Agar efektif, semua langkah dalam setiap metode perlu dipantau dengan seksama.
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004. Penerjemah: Abdul
Bari Saifuddin, Djajadilangga, dkk)
Macam metode disinfektan tingkat tinggi (DTT) ada beberapa cara, yaitu:
Perebusan dalam air merupakan cara yang efektif dan praktis untuk DTT alat-alat
dan semua alat yang lainnya. Walaupun perebusan dalam air selama 20 menit akan
membunuh semua bakteria vegetatif, virus (termasuk HBV, HBC, HIV), ragi dan
jamur, tetapi perebusan tidak membunuh semua spora.
Pengukusan sarung tangan bedah sebagai langkah akhir dala pemrosesan sarung
tangan dilakukan sejak lama di Indonesia dan negara-negara Asean lainnya. Pada
1994, penelitian McIntosh dkk, membuktikan efektivitas proses ini. Kukusan yang
dipakai dalam penelitian ini terdiri atas:
2. Satu, dua, atau tiga panci berlubang di dasarnya (diameter 0,5 cm) untuk
melewatkan uap ke atas dan air kembali ke bawah (ke panic bawah), dan
3. Tutup panci.
Umumnya semua bakteri vegetative akan mati pada uap panas 60° – 75°C dalam
10 menit (Salle 1973). Virus hepatitis B, salah satu virus yang sukar dibunuh, dapat
diinaktivasi dalam 10 menit jika dipanaskan pada suhu 80°C (Kobayashi dkk 1984;
Rusell, Hugo dan Ayliffe 1982). Sebaliknya, walaupun banyak jenis spora mati jika
direbus pada 99,5°C selama 15-20 menit (Williams dan Zimmerman 1951), spora
klostridium tetani tahan panas dan dapat bertahan walaupun sampai 90 menit
(Spaulding 1939).
Suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh air mendidih atau uap tekanan rendah
adalah 100°C pada permukaan laut. Karena titik didih air 1,1 °C lebih rendah pada
setiap 1000 kaki dari permukaan laut, sebaliknya merebus atau mengukus alat
untuk DTT sekurang-kurangnya 20 menit. Dengan ini dapat dicapai batas
keamanan untuk ketinggian yang bervariasi sampai 5500 meter, dan pada waktu
bersamaan dapat mengeliminasi infeksi dari beberapa endospora. (Tietjen, Linda,
Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Dajajdilingga,dkk)
Kelebihan:
1.
Kekurangan:
1. Waktu pemrosesan harus diatur dengan seksama. Sekali mulai tidak boleh
menambah air atau alat-alat lain.
4. Kukusan yang tersedia umumnya kecil, sehingga hanya cukup untuk alat-
alat dalam jumlah terbatas.
Kelebihan:
1. Larutan klorin bereaksi cepat, sangat efektif terhadap HBV, HBC, dan HIV,
serta murah dan mudah didapat.
2. Larutan DTT hanya perlu dibuat jika larutan tersebut sudah keruh.
Kekurangan:
1. Larutan korin > 0,5% dapat merusak logam (CDC 1987: WHO). Namun, tidak
pada alat-alat stainless steel dapat digunakan dengan aman di DTT dalam
larutan klorin 0,1% dengan merendamnya selama 20 menit.
Berbagai macam larutan antiseptik tidak tepat jika digunakan sebagai disinfektan.
Misalnya adalah:
(Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilingga, dkk)
MEMROSES LINEN
Meskipun linen kotor dapat berisi banyak sekali mikroorganisme, hanya sedikit
risiko terjadinya kontaminasi silang selagi memroses linen. Kalau terjadi infeksi
yang berhubungan dengan pekerja, seringkali akibat pekerja tidak memakai sarung
tangan atau mencuci tangannya selam atau sesudah proses mengumpulkan,
membawa, dan memilih barang yang kotor. Untuk mengurangi risiko
terkontaminasi, petugas pada setiap fasilitas kesehatan harus menetapkan cara yang
terbaik untuk menangani, memroses, dan menyimpan linen.
Sebagaimana jenis dan volume pelayanan dikembangkan oleh rumah sakit dan
klinik kesehatan primer, demikian pula kebutuhan akan linen di bangsal-bangsal
dan rumah tangga. Tambahan lagi, unit-unit bedah, area-area khusus (umapamanya
ICU neonatal), dan bagian-bagian lain seperti anestesiologi, radiologi, dan
kardiologi, tempat berbagai prosedur medis yang invasif kini dilakukan, telah
meningkatkan kebutuhan linen (kap, masker, dan gaun). Sebagai akibatnya, di
banyak rumah sakit besar pencucian linen makin banyak dikontrakkan di
perusahaan luar yang mengkhususkan diri dalam pekerjaan ini. Dimana pun liner
yang kotor itu diproses, bagaimanapun, praktik-praktik pencegahan infeksi yang
telah dianjurkan untuk pemrosesan linen secara aman, adalah sama. (Tietjen,
Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari Saifuddin,
Djajadilingga, dkk)
DEFINISI
Perlukaan kerja atau infeksi. Suatu perlukaan atau infeksi yang didapat oleh
staf pelayanan kesehatan selagi melakukan tugasnya yang biasa.
Memroses linen terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk mengumpulkan,
membawa, dan memilih linen dan membinatu (mencuci, melipat, mngeringkan,
atau membungkus), kemudian menyimpan dan mendistribusikannya. Memroses
linen secara aman dari berbagai sumber merupakan suatu proses yang rumit. Staf
yang ditugasi untuk mengumpulkan, membawa, dan memilih linen harus sangat
berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah
tangga untuk mengurangi risiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk
pecahan gelas. Staf yang bertanggungjawab terhadap pencucian barang kotor harus
memakai sarung tangan rumah tangga, alat pelindung mata, dan apron plastik atau
karet. (Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilingga, dkk)
Staf rumah tangga dan binatu harus memakai sarung tangan dan alat
pelindung pribadi lainnya apabila mengumpulkan, menangani, membawa,
memilih, dan mencuci linen kotor.
Anggap semua bahan kain yang telah dipakai untuk suatu prosedur sebagai
infeksius. Sekalipun tidak tampak adanya kontaminasi, bahan itu harus dibinatu.
Bawa linen kotor dalam kontainer yang tertutup atau kantong plastik untuk
mencegah keterceceran, dan batasi linen kotor itu dalam area tertentu sampai
dibawa ke binatu.
Pilih dengan hati-hati semua linen di area binatu sebelum dicuci. Jangan
memulai memilih atau mencuci linen saat mau dipakai. (Tietjen, Linda, Debora
Bossemeyer, dan Noel McIntosh 2004)
Sumber: Tietjen, Linda, Debora Bossemeyer, dkk 2004. Penerjemah: Abdul Bari
Saifuddin, Djajadilingga, dkk)
2. Tangani linen kotor sesedikit mungkin dan jangan dikocok, untuk mencegah
penyebaran mikroorganisme ke sekitarnya, personel, dan pasien lain.
4. Jangan memilih atau mencuci linen kotor di area perawatan pasien. (CDC
1988; OSHA 1991)
5. Kumpulkan dan bawa linen kotor sesuai setiap prosedur, setiap hari, atau
kalau diperlukan dari kamar pasien.
6. Bawa linen kotor yang terkumpul dalam kantong tahan bocor, kontainer
dengan penutup, atau kereta yang tertutup ke area pemrosesan setiap hari atau
lebih sering sebagaimana diperlukan.
7. Bawa kain kotor dan kain bersih secara terpisah, dan tandai dengan jelas.
Area untuk memroses linen kotor harus terpisah dari area lainnya seperti yang
dipakai untuk melipat dan memilih linen bersih, area perawatan pasien dan area
penyediaan makanan. Di samping itu, harus cukup ventilasi dan pembatas fisik
antara area linen bersih dengan linen kotor.
Pemilihan linen secara aman itu penting sekali. Pemilihan harus dilakukan dengan
cermat karena linen kotor dari kamar bedah atau are prosedur lainnya tidak jarang
mengandung barang tajam. Selain itu, dari pembersihan kamar tidur pasien dapat
diperoleh kasa yang kotor atau yang terkena darah atau dibasahi dengan cairan
tubuh lainnya. Barang-barang ini harus ditangani dengan cermat dengan memakai
sarung tangan pelindung, alat pelindung mata, dan apron plastik atau karet, dan
harus dibuang sepatutnya. Walaupun jarang, infeksi yang berhubungan dengan
pemilihan dihubungkan dengan gagal mencuci tangan dan penggunaan PPD
sepatutnya. (McDonald 2002)
Linen kotor juga dapat mengandung bahan yang tidak infeksius, seperti gigi palsu,
gelas kaca mata, dan alat bantu mendengar. Bahan-bahan ini tidak mengancam
terjadinya infeksi dan tidak perlu ditangani secara khusus.
Dekontaminasi sebelum mencuci linen tidak diperluakan, kecuali llinen itu kotor
sekali dan akan dicuci dengan tangan. Selain itu, para pekerja jangan membawa
llinen basah dan kotor dengan menyentuh badanya sekalipun menggunakan apron
plastik atau karet.
2. Memisahkan antara linen yang kotor dengan linen yang tidak kotor.
3. Cuci dalam air dengan sabun cair untuk mengeluarkan kotorannya. Pakailah
air hangat (kalau ada), tambahkan pemutih untuk membantu membersihkan
dan tindakan terhadp bakteri.
4. Periksa kebersihan cucian. (Cuci ulang kalau masih kotor)
7. Memisahkan antara linen yang kotor dengan linen yang tidak kotor.
11. Keringakan di udara di bawah sinar matahari. Jangan sampai terkena tanah,
debu, atau uap.
12. Setelah kering, periksa adanya llubang dan area yang using. Jika ada maka
segera diperbaiki atau disimpan.
13. Linen yang bersih dan kering harus disetrika sejauhkan sebelum dilipat.
8. Kontainer atau kereta yang dipakai untuk mebawa linen kotor harus
dibersihkan dengan seksama sebelum digunakan untuk membawa linen bersih
dan harus diberi label yang jelas.
9. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi untuk mencegah kontaminasi.
Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi mikro
organisme pathogen, berkembang biak dan menyebabkan sakit. nosokomial berasal
dari bahasa Yunani , dari kata “nosos” artinya penyakit dan “komos” artinya
merawat.nosokomial berarti tempat untuk merawat /rumah jadi Infeksi
Nosokomial, yaitu infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit,
tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan minimal terjadi 3×24 jam
sesudah masuk kuman (Darmadi,2008:2)