PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Peserta mampu menerapkan nilai-nilai dasar profesi ASN dalam
melaksanakan setiap pekerjaan/ kegiatan yang dilakukan, dan berkontribusi
dalam memperkuat visi dan misi organisasi.
2. Peserta mampu mengoptimalkan Pengumpulan data atau anamnesa yang
dilakukan pada pasien di ruang rawat inap sesuai SOP (standar Operasional
Prosedur).
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme,
Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi) dalam pekerjaan sehari-
hari.
1.3.2 1.3.2 Bagi Puskesmas
Kegunaan bagi Puskesmas adalah dapat memberikan bahan masukan dan
usulan untuk melakukan perbaikan ke arah yang lebih baik, khususnya
tentang aktualisasi nilai-nilai ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika
Publik, Komitmen Mutu dan Anti korupsi) dalam memberikan pelayanan.
1.3.3 Bagi Stakeholder
Supaya mendapat pelayanan yang lebih baik dan optimal sehingga timbul
adanya rasa kenyamanan.
1. Akuntabilitas
a. Pengertian akuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau
institusi untuk memenuhi tanggung jawab yang menjadi amanahnya.
Amanah seorang PNS adalah menjamin terwujudnya nilai-nilai publik.
Nilai-nilai publik tersebut meliputi:
1) Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi konflik
kepentingan, antara kepentingan publik dengan kepentingan sektor,
kelompok dan pribadi;
2) Memiliki pemahaman dan kesadaran untuk menghindari dan
mencegah keterlibatan PNS dalam politik praktis;
3) Memperlakukan warga negara secara sama dan adil dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik;
4) Menunjukan sikap dan perilaku yang konsisten dan dapat diandalkan
sebagai penyelenggara pemerintahan.
b. Aspek-aspek Akuntabilitas
Aspek-aspek akuntabilitas antara lain:
1) Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a
relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua pihak antara
individu/kelompok/institusi dengan negara dan masyarakat. Pemberi
kewenangan bertanggung jawab memberikan arahan yang memadai,
bimbingan, dan mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Di sisi lain, individu, kelompok, maupun institusi
bertanggung jawab untuk memenuhi semua kewajibannya.
2) Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-
oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat
pemerintah yang bertanggung jawab, adil dan inovatif. Dalam hal ini,
setiap individu, kelompok, maupun institusi dituntut untuk
bertanggung jawab dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta
selalu bertindak dan berupaya untuk memberikan kontribusi untuk
mencapai hasil yang maksimal.
3) Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers
reporting)
Laporan kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas. Dengan
memberikan laporan kinerja berarti mampu menjelaskan terhadap
tindakan dan hasil yang telah dicapai oleh individu, kelompok,
maupun institusi, serta mampu memberikan bukti nyata dari hasil dan
proses yang telah dilakukan. Dalam dunia birokrasi, bentuk
akuntabilitas setiap individu berwujud suatu laporan yang didasarkan
pada kontrak kerja, sedangkan untuk institusi adalah LAKIP (Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah).
4) Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is
meaningless without consequences)
Akuntabilitas adalah kewajiban. Kewajiban menunjukkan tanggung
jawab, dan tanggung jawab menghasilkan konsekuensi. Konsekuensi
tersebut dapat berupa penghargaan atau sanksi.
5) Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves
performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja
PNS dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam
pendekatan akuntabilitas yang bersifat proaktif (proactive
accountability), akuntabilitas dimaknai sebagai sebuah hubungan dan
proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sejak awal, penempatan sumber daya yang tepat, dan
evaluasi kinerja.
c. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku
pada setiap level atau unit organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan
dalam memberikan pertanggung jawaban laporan kegiatan kepada
atasannya.
Dalam beberapa hal, akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda.
Adanya norma yang bersifat informal tentang perilaku PNS yang menjadi
kebiasaan (how things are done around here) dapat mempengaruhi
perilaku anggota organisasi atau bahkan mempengaruhi aturan formal
yang berlaku.
d. Tingkatan dalam Akuntabilitas
Tingkatan dalam akuntabilitas digambarkan dalam bagan berikut ini:
Keterangan:
1) Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai yang ada pada diri
seseorang seperti kejujuran, integritas, moral, dan etika. Pertanyaan
yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah seseorang memiliki
akuntabilitas personal antara lain “Apa yang dapat saya lakukan untuk
memperbaiki situasi dan membuat perbedaan?”.
2) Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu mengacu pada hubungan antara individu dan
lingkungan kerjanya, yaitu antara PNS dengan instansinya sebagai
pemberi kewenangan. Pemberi kewenangan bertanggung jawab untuk
memberikan arahan yang memadai, bimbingan, dan sumber daya serta
menghilangkan hambatan kinerja, sedangkan PNS sebagai aparatur
negara bertanggung jawab untuk memenuhi tanggung jawabnya.
Pertanyaan penting yang digunakan untuk melihat tingkat
akuntabilitas individu seorang PNS adalah apakah individu mampu
untuk mengatakan “Ini adalah tindakan yang telah saya lakukan, dan
ini adalah apa yang akan saya lakukan untuk membuatnya menjadi
lebih baik”.
3) Akuntabilitas Kelompok
Kinerja sebuah institusi biasanya dilakukan atas kerjasama kelompok.
Dalam hal ini tidak ada istilah “Saya”, tetapi yang ada adalah “Kami”.
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas kelompok, maka pembagian
kewenangan dan semangat kerjasama yang tinggi antar berbagai
kelompok yang ada dalam sebuah institusi memainkan peranan yang
penting dalam tercapainya kinerja organisasi yang diharapkan.
4) Akuntabilitas Organisasi
Akuntabilitas organisasi mengacu pada hasil pelaporan kinerja yang
telah dicapai, baik pelaporan yang dilakukan oleh individu terhadap
organisasi/institusi maupun kinerja organisasi kepada stakeholders
lainnya.
5) Akuntabilitas Stakeholder
Stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat umum, pengguna
layanan dan pembayar pajak yang memberikan masukan, saran, dan
kritik terhadap kinerjanya. Jadi, akuntabilitas stakeholder adalah
tanggung jawab organisasi pemerintah untuk mewujudkan pelayanan
dan kinerja yang adil, responsif dan bermartabat.
2. Nasionalisme
Nasionalisme adalah paham kecintaan terhadap bangsa dan tanah air,
mengedepankan kepentingan Negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya
terutama bagi seorang ASN. Nilai Nasionalisme sesuai dengan butir-butir
dalam Pancasila, ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik
serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa.ASN sebagai pelaksana kebijakan
public
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara, salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelaksana
kebijakan publik. Thomas R. Dye dalam bukunya berjudul Understanding
Public Policy yang diterbitkan pada tahun 1981 menyebutkan bahwa
kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan. Definisi ini mencakup pengertian yang sangat luas.
Segala hal yang merupakan tindakan pemerintah maupun diamnya
pemerintah terhadap sesuatu disebut sebagai kebijakan public
a. Implementasi ASN sebagai pelaksana kebijakan public
Implementasi ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, yaitu:
1) Setiap pegawai ASN harus memiliki nilai-nilai kepublikan,
berorientasi pada kepentingan publik dan senantiasa menempatkan
kepentingan publik, bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya,
mengedepankan kepentingan nasional ketimbang kepentingan sektoral
dan golongan.
2) Senantiasa bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Mereka harus bersikap profesional dan
berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar
keuntungan pribadi atau instansinya belaka, tetapi pelayanan harus
diberikan dengan maksud memperdayakan masyarakat dan
menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
b. Prinsip penting sebagai pelaksana kebijakan public
ASN juga harus memperhatikan prinsip penting sebagai pelaksana
kebijakan publik, antara lain:
1) ASN harus mengutamakan kepentingan publik dan masyarakat luas
dalam mengimplementasikan kebijakan publik. Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, tanpa ada implementasi maka suatu
kebijakan publik hanya menjadi angan-angan belaka, sehingga karena
itu harus dioperasionalisasikan.
2) ASN harus mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada
kepentingan publik. Setiap pegawai ASN harus menyadari sebagai
aparatur profesional yang kompeten, berorientasi pelayanan publik,
dan loyal kepada negara dan aturan perundang-undangan.
3) ASN harus berintegritas tinggi dalam menjalankan tugasnya, yaitu
yang memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan
kewibawaan dan kejujuran sebagai wujud keutuhan prinsip moral dan
etika bangsa dalam kehidupan bernegara.
c. ASN sebagai Pelayan Publik
ASN yang melayani publik Menurut Sianipar (1998) dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Pelayanan Masyarakat pelayanan
didefinisikan sebagai cara melayani, membantu, menyiapkan, dan
mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau
sekolompok orang, artinya objek yang dilayani dapat meliputi individu,
pribadi-pribadi, dan kelompok-kelompok organisasi.
d. Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa
Aparatur Sipil Negara sebagai Pemersatu Bangsa Dalam UU No 5
tahun 2014 pasal 66 ayat 1-2 terkait sumpah dan janji ketika diangkat
menjadi PNS. Dinyatakan bahwa PNS akan senantiasa setia dan taat
sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah. PNS
juga senantiasa menjunjung tinggi martabat PNS serta senantiasa
mengutamakan kepentingan Negara dari pada kepentingan diri sendiri,
seseorang dan golongan.
e. ASN Berintegritas Tinggi
Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, integritas adalah “Mutu,
sifat, keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehingga memiliki
potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Integritas nasional dipahami sebagai wujud keutuhan prinsip moral dan
etika bangsa dalam kehidupan bernegara”.
Tuntutan bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian dari
kode etik dan kode perilaku yang telah diatur di dalam pasal 5 UU ASN.
Berdasarkan pasal 5 UU ASN ada dua belas kode etik dan kode perilaku
ASN itu, yaitu:
1) Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan
berintegritas tinggi;
2) Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3) Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
4) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
5) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat
yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
6) Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
7) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien;
8) Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya;
9) Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada
pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan;
10) Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status,
kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan
atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain;
11) Memegang teguh nilai dasar asn dan selalu menjaga reputasi dan
integritas ASN;
12) Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
disiplin pegawai Aparatur Sipil Negara.
3. Etika Publik
a. Definisi Etika Publik
Weihrich dan Koontz (2005:46) mendefinisikan etika sebagai “the
dicipline dealing with what is good and bad and with moral duty and
obligation”. Oleh karena itu konsep etika sering digunakan sinonim
dengan moral. Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup
yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi yang adil.
Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, etika publik adalah:
Refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk,
benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan
kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan
publik. Integritas publik menuntut para pemimpin dan pejabat publik
untuk memiliki komitmen moral dengan mempertimbangkan
keseimbangan antara penilaian kelembagaan, dimensi-dimensi peribadi,
dan kebijaksanaan di dalam pelayanan publik (Haryatmoko, 2001). Jadi,
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan
baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk
mengarahkan kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung
jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus utama dalam pelayanan publik,
yakni:
1) Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.
2) Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam
menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi.
3) Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan tindakan
faktual.
b. Kode etik Aparatur Sipil Negara
Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku dalam
suatu kelompok khusus, sudut pandangnya hanya ditujukan pada hal-hal
prinsip dalam bentuk ketentuan-ketentuan tertulis. Adapun Kode Etik
Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok
khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang ASN, kode etik dan kode perilaku
Aparatur Sipil Negara yakni sebagai berikut:
1) Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan
berintegritas tinggi.
2) Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin.
3) Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan.
4) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
5) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat
yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan.
6) Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara.
7) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif dan efisien.
8) Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya.
9) Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada
pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.
10) Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status,
kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan
atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.
11) Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan
integritas ASN.
12) Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
disiplin pegawai ASN.
2) Dimensi Modalitas
Pemerintah bersih adalah syarat kemajuan suatu bangsa.
Pemerintahan korup menyebabkan kemiskinan, sumber diskriminasi,
rentan konflik dan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi disebabkan
lemahnya integritas pejabat publik, kurangnya partisipasi dan
lemahnya pengawasan.
Membangun integritas publik pejabat dan politisi harus disertai
perbaikan sistem akuntabilitas dan transparansi yang didukung
modalitas etika publik, yaitu bagaimana bisa bertindak baik atau
berperilaku sesuai standar etika? Cara bagaimana etika bisa
berfungsi atau bekerja? Struktur seperti apa yang mampu
mengorganisir tindakan agar sesuai dengan etika? Infrastruktur
semacam apa yang dibutuhkan agar etika publik berfungsi?
Unsur-unsur modalitas dalam etika publik yakni akuntabilitas,
transparansi dan netralitas.
e. Sumber-sumber Kode Etik bagi Aparatur Sipil Negara
Rumusan kode etik bagi ASN yang berlaku di sebuah negara cukup
beragam dari segi substansi maupun redaksinya. Biasanya rumusan kode
etik itu mengikuti kaidah moral yang sifatnya universal dan sekaligus
menyesuaikan dengan konteks lingkungan dari sistem administrasi publik
di sebuah negara. Oleh sebab itu, disamping mengetahui rujukan dari
peraturan mengenai kode etik di Indonesia, para calon PNS sebaiknya
juga memahami prinsip-prinsip universal yang berlaku dalam mekanisme
pelayanan publik.
Prinsip universal yang dimaksud di sini adalah kaidah yang berlaku
bukan hanya di negara maju yang sistem administrasinya sudah mapan,
tetapi juga bisa dipertimbangkan untuk diberlakukan di negara-negara
berkembang karena pada dasarnya semangat pelayanan publik merupakan
muara dari sumber-sumber kode etik universal tersebut.
Untuk konteks Indonesia, sumber-sumber kode etik universal perlu
terus dicermati dan dijadikan sebagai rujukan agar sistem administrasi
publik di Indonesia terus meningkat dari segi kadar profesionalisme
maupun integritasnya.
Berikut ini adalah sebagian dari sumber-sumber kode etik yang
telah berkembang dalam sistem administrasi publik sejak kemerdekaan,
yaitu:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah
Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Perang
2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji
Pegawai Negeri Sipil
3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
6) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (ASN).
4. Komitmen Mutu
a. Definisi Komitmen Mutu
Goetsch and Davis (2006: 5) berpendapat bahwa belum ada
definisi mutu yang dapat diterima secara universal, namun mereka telah
merumuskan pengertian mutu sebagai berikut: “Quality is a dynamic
state associated with products, services, people, processes, and
environments that meets or exceeds expectation.” Menurut definisi yang
dirumuskan Goetsch dan Davis, mutu merupakan suatu kondisi dinamis
berkaitan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
sesuai atau bahkan melebihi harapan konsumen atau pengguna.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mutu
mencerminkan nilai keunggulan produk/jasa yang diberikan kepada
pelanggan (customer) sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, dan
bahkan melampaui harapannya. Mutu merupakan salah satu standar yang
menjadi dasar untuk mengukur pencapaian hasil kerja. Mutu juga dapat
dijadikan sebagai alat pembeda atau pembanding dengan produk/jasa
sejenis lainnya, yang dihasilkan oleh lembaga lain sebagai pesaing
(competitors).
b. Aspek Komitmen Mutu
Ada 3 (tiga) aspek yang terdapat dalam komitmen mutu, yaitu efektifitas,
efisien, dan inovasi.
1) Efektifitas
Richard L. Daft (Tita Maria Kanita 2010: 8) mendefinisikan
efektivitas sebagai berikut: Efektifitas organisasi berarti sejauh mana
organisasi dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, atau berhasil
mencapai apapun yang coba dikerjakannya. Efektivitas organisasi
berarti memberikan barang atau jasa yang dihargai oleh pelanggan.
Merujuk dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
utama yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur tingkat efektifitas
adalah ketercapaian target yang telah direncanakan, baik dilihat dari
capaian jumlah maupun mutu hasil kerja, sehingga dapat memberi
kepuasan, sedangkan tingkat efisiensi diukur dari penghematan
biaya, waktu, tenaga, dan pikiran dalam menyelesaikan kegiatan.
2) Efisien
Richard L. Daft dalam Tita Maria Kanita (2010: 8) mendefinisikan
efisiensi sebagai: Jumlah sumber daya yang digunakan untuk
mencapai tujuan organisasional. Efisiensi organisasi ditentukan oleh
berapa banyak bahan baku, uang, dan manusia yang dibutuhkan
untuk menghasilkan jumlah keluaran tertentu. Efisiensi dapat
dihitung sebagai jumlah sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa.Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa efisiensi diukur dari ketepatan realisasi penggunaan sumber
daya dan bagaimana pekerjaan dilaksanakan, sehingga dapat
diketahui ada atau tidak adanya pemborosan sumber daya,
penyalahgunaan alokasi, penyimpangan prosedur, dan mekanisme
yang ke luar alur.
3) Inovasi
Inovasi muncul karena adanya dorongan kebutuhan
organisasi/perusahaan untuk beradaptasi dengan tuntutan perubahan
yang terjadi di sekitarnya. Perubahan bisa dipicu antara lain oleh
pergeseran selera pasar, peningkatan harapan dan daya beli
masyarakat, pergeseran gaya hidup, peningkatan kesejahteraan,
perkembangan ekonomi, pengaruh globalisasi, serta kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana pendapat Richard L. Daft
dalam Tita Maria Kanita (2011: 56) bahwa, ‘Inovasi barang dan jasa
adalah cara utama di mana suatu organisasi beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan di pasar, teknologi, dan persaingan.’
Munculnya ide/gagasan baru, kreativitas, dan inovasi dilator
belakangi oleh semangat belajar yang tidak pernah pudar, yang
dijalani dalam proses pembelajaran secara berkelanjutan. Demikian
juga di lingkungan lembaga pemerintahan, aparatur dapat
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya, untuk
melahirkan terobosan-terobosan baru dalam meningkatkan
efektivitas dan efisiensi layanan, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
5. Anti Korupsi
a. Definisi korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin, yaitu Corruptio yang
artinya kerusakan, kebobrokan, dan kebusukan. Dalam UU No.31
Tahun 1999, pengertian korupsi, yaitu: Setiap orang yang dengan sengaja
secara melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Dari pengertian korupsi yang dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian korupsi merupakan suatu tindakan yang sangat tidak
terpuji yang dapat merugikan suatu bangsa dan Negara, seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan lain sebagainya untuk
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi, yang
mengakibatkan kerugian keuangan pada negara.
b. Langkah preventif mencegah korupsi
Adapun langkah-langkah untu mencegah terjadinya tindakan korupsi,
yaitu:
1) Pilihkan pemimpin yang amanah.
2) Optimalkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara).
3) Gerakan nasional transparansi.
Hal ini sebenarnya sama dengan konsep yang diajukan oleh Anis
Baswedan. Rektor Universitas Paramadina, sekaligus sebagai calon
konvensi Partai Demokrat, mengatakan bahwa masyarakat sekarang
ini hampir semuanya memiliki HP. Dengan transparansi nasional,
maka semua warga masyarakat dengan bebas untuk dapat melakukan
pengawasan dengan menggunakan HP-nya, dan dengan HP-nya
masyarakat dapat melaporkan kepada petugas pengawasan, petugas
hukum, termasuk KPK.
4) Pengumuman anggaran secara terbuka.
Untuk mendukung gerakan transparansi nasional, setiap awal tahun
anggaran, semua satuan kerja atau pengguna anggaran berkewajiban
untuk mengumumkan kepada masyarakat tentang program
kegiatannya di media massa, atau dipampang di papan pengumuman
di depan kantor. Kalau di satuan pendidikan sekolah, dalam rangka
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) kepala sekolah diminta untuk
memajang RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Sekolah) di papan pengumuman sekolah, mengapa tidak di institusi
yang lebih tinggi, seperti kementerian dan institusi lain pengguna
anggaran.
BAB III
RANCANGAN KEGIATAN AKTUALISASI
3.1 Keadaan yang Diharapkan dan Keadaan yang Sekarang
Uraian Tugas / Kondisi Kondisi Saat Rumusan Isu /
No
Pekerjaan Diharapkan Ini Masalah
1 Melakukan Optimalnya Tidak kurang optimalnya
pengkajian pengkajian optimalnya pengumpulan data
lanjutan pada keperawatan prngkajian atau anamnesa yang
individu yang keperawatan dilakukan pada
dilakukan yang pasien rawat inap
pada pasien dilakukan
rawat inap pada pasien
rawat inap
2 Merumuskan Perawat dapat Perawat tidak Kurangnya format
diagnosa merumuskan merumuskan diagnosa
keperawatan pada diagnosa diagnosa keperawatan yang
indidu keperawatan keperawatan ada di ruang rawat
dengan format karena tidak inap
yang tersedianya
disediakan format
3 Melaksanakan Adanya SOP Belum adanya Tidak adanya
kegiatan (Standar SOP (Standar
bantuan/partisipasi Operasional Operasional
kesehatan Prosedur) Prosedur)
tentang tentang
pencucian alat Pencucian alat
yang baik dan
benar