Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN

HIV dengan TB Paru dan Anemia

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

Disusun oleh: kelompok 3

 DIANA
 FRILIA REZIKA ASIH
 EVI SILVIA
 KHOIRUNNISA
 NENENG SETIAWATI
 SULASTRI

2B keperawatan

STIKes Medistra Indonesia

Jl. Cut mutia raya no. 88A, sepanjang jaya, rawalumbu, sepanjang jaya, kota Bekasi, Jawa
Barat 17113

2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai.Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para
pembaca.Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusun makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami.Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................... 2
BAB I ......................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
1.1 Latar belakang ............................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 6
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 7
BAB II ...................................................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 8
A. ANEMIA ........................................................................................................................................ 25
B. HIV/AIDS ........................................................................................................................................ 8
C. TBC ................................................................................................................................................ 22
BAB III ................................................................................................................................................... 30
TINJAUAN KASUS ............................................................................................................................... 30
Kasus ...................................................................................................................................................... 30
BAB IV SEVEN JUMP ................................................................................................................................ 31
BAB V ...................................................................................................................................................... 33
ASUHAN KEPERAWATAN ....................................................................................................................... 33
BAB VI ................................................................................................................................................... 52
PENUTUP.............................................................................................................................................. 52
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 52

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. HIV/AIDS


adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena Acquired Immunodeficiency Syndrome
( AIDS) sangat berakibat pada penderitanya. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)
merupakan sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem
kekebalannya dirusak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Cara penularan HIV
dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik, ibu ke anak-anak dan lain-lain.
Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan
masyarakat dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin pencegahan penyakit ini
juga memiliki “window periode” dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam
perjalanan penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena
gunung es (iceberg phenomena).

Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat meskipun
berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara penularan tersebut, masing-
masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar. Oleh karena itu, penularan HIV harus
diberi pengobatan agar penyebaran mengalami perlambatan. HIV tidak dapat disembuhkan
karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan
penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat
antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh
HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat
sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi
organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Insidensi TBC dilaporkan meningkat
secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia,
Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas),
angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih

4
dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal
jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986
merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun
dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian
akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun. Jumlah
penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat.

Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal
akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi
lengkap tentang penyakit TBC.

Anemia merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat dunia yang mempengaruhi


negara maju dan negara berkembang. Anemiamemiliki dampak yang besar terhadap kesehatan
masyarakat, begitu juga pada perkembangan sosial dan ekonomi. Anemia terjadi di setiap tahap
siklus hidup manusia, di mana satu dari empat orang di dunia menderita anemia. Risiko tertinggi
anemia terdapat pada anak-anak yang belum bersekolah (0-4,99 tahun) dan ibu hamil (World
Health Organization, 2008).
Menurut World Health Organization (2008), seorang ibu hamil dinyatakan anemia bila kadar
hemoglobin < 11,0 g/dl. Prevalensi anemia saat kehamilan tahun 1993-2005 mencakup 41,8%
populasi penderita anemia di dunia (95% CI: 39,9-43,8%), yaitu sebanyak 56 juta jiwa penduduk
dunia (95% CI: 54-59 juta). Di Indonesia, proporsi populasi anemia saat kehamilan mencakup
44,3% (95% CI: 17,3-75,2%), yaitu sebanyak 1.950.000 jiwa (95% CI: 761.000-3.308.000).
Pada tahun 2002, anemia defisiensi besi telah dipertimbangkan sebagai faktor kontribusi beban
penyakit dunia yang paling penting (World Health Organization, 2008). Anemia defisiensi besi
merupakan tipe anemia paling umum pada kehamilan, terutama di negara berkembang. Menurut
Scholl dkk. (1992), ibu dengan anemia defisiensi besi memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk
melahiran BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Selain itu, Sakande dkk. (2004) menyatakan bahwa
keadaan defisiensi besi yang berat pada ibu telah menunjukkan dampak buruk pada kadar besi

5
bayi baru lahir, dan selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya
(Emamghorashi dan Heidari, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apakah HIV/AIDS itu ?


2. Bagaimana cara penularan AIDS
3. Tanda-tanda terserang HIV
4. Siapa saja yang terkena AIDS
5. Bagaimana pencegahan AIDS ?
6. Apa pengertian dari TBC?
7. Bagaimana penyebab penyakit TBC?
8. Bagaimana cara Penularan TBC?
9. Apa gejala-gejala seseorang menderita TBC?
10. Bagaimana cara penanggulangan/pencegahan TBC?
11. Bagaimana cara pengobatan kepada penderita TBC?
12. Apa yang dimaksud dengan ANEMIA dan bagaimana dengan asuhan kepertawatan pada
ANEMIA?

6
1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :

1. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memahami tentang bahaya virus HIV/AIDS
dan cara menangulangi virus tersebut. Dan menyadarkan generasi mudasecara terus
menerus akan bahaya HIV/AIDS dan mampu melaksanakan pencgahan dan usaha-usaha
penanggulangannya dalam angka meningkatkan kekebalan tubuh.
2. Untuk mengetahui patofisiologi HIV
3. Untuk mengetahui etiologi HIV
4. Untuk mengetahui pengertian dari TBC.
5. Untuk mengetahui penyebab penyakit TBC.
6. Tujuan penulisan makalah ini, secara umum adalah mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami asuhan keperawatan pada ANEMIA

7
BAB II
PEMBAHASAN
A. HIV/AIDS
a. Definisi HIV/AIDS
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk :
AIDS adalah “singkatan dari Acquired Immune Definsiency Syndreome, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia.
Sehingga manusia dapat meninggal bukan semata-mata oleh virus HIV nya oleh
penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak seandainya daya tubuh tidak rusak,
sedangkan HIV adalah nama Virus menyebab AIDS atau disebut Human
Immunodeficiency Virus”.(1999, 9).
Jadi Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau sindrom) yang
timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV, atau
infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
lain-lain).
b. Etiologi
HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-
sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap (Betz
dan Sowden, 2002). Infeksi HIV disebabkan oleh masuknya virus yang bernama HIV (
Human Immunodeficiency Virus) ke dalam tubuh manusia (Pustekkom, 2005).
c. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang
bekerja sebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit penolong
dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga meperlihatkan
pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4. HIV secara
istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai
reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran

8
kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan
bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup
infeksi litik sel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat
bekerja sebagai superantigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme
imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel
asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel
selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak seperti infeksi pada limfosit CD4,
tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai
reservoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus ke organ,
terutama otak, dan menetap di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam
nukleat viral pada sel-sel kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan
astroglia. Pada jaringan janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak,
hati, dan paru. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit
untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun. Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa
adalah fase infeksi akut, sering simtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti
periode penahanan imun pada replikasi viral, selama individu biasanya bebas gejala,
dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif, dengan peningkatan replikasi
viral. Selama fase asitomatik kedua-bertahap dan dan progresif, kelainan fungsi imun
tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil. Fase akhir, dengan
gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ, dan keganasan terkait HIV,
dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering dengan perubahan pada
jenis vital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan infeksi aportunistik.
Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir, meskipun “ priode
inkubasi “atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara umum lebih singkat
pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini,
gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan
fungsi sel B; hipergameglobulinemia dengan produksi antibody nonfungsional lebih
universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada dewasa, sering meningkat
pada usia 3 sampai 6 bulan. Ketidak mampuan untuk berespon terhadap antigen baru

9
ini dengan produksi imunoglobulin secara klinis mempengaruhi bayi tanpa pajanan
antigen sebelumnya, berperang pada infeksi dan keparahan infeksi bakteri yang lebih
berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi limfosit CD4 sering merupakan temuan
lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi dengan status simtomatik. Bayi dan anak-anak
dengan infeksi HIV sering memiliki jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien
dengan AIDS periatrik mungkin memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yang
normal. Panjamu yang berkembang untuk beberapa alasan menderita imunopatologi
yang berbeda dengan dewasa, dan kerentanan perkembangan system saraf pusat
menerangkan frekuensi relatif ensefalopati yang terjadi pada infeksi HIV anak.
d. Tanda Dan Gejala
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan
bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpa infeksi dapat membingungkan fungsi dan
jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini peting untuk merujuk pada standar yang
ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang
ditegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Gejala
terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai
bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi dicoba oleh studi
the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala
yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah diantara bayi

10
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yang didiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis,
limfadenopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, deman yang tidak
jelas, dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi
daripada bayi yang tidak terinfeksi.
PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT INFEKSI HIV PADA
ANAK Kelas P-O: infeksi intermediate Bayi <15 bulan yang lahir dari ibu yang
terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV. Kelas P-1: infeksi asimtomatik Anak yang
terbukti terinfeksi, tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-
1A) atau abnormal (P-1B). Kelas P-2: infeksi sitomatik P-2A: gambaran demam
nonspesifik (>2 lebih dari 2 bulan) gagal berkembang, limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali, parotitis, atau diare rekuren atau persistem yang tidak spesifik. P-2B:
penyakit neurologi yang progresif P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid P-2D: infeksi
oportunistik menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis oral persisten,
stomatitis herpes rekuren, atau zoster multidermatomal. P-2E: kanker sekunder,
termasuk limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak P-2F: penyakit end-organ
HIV lain (hepatitis, karditis, nefropati, gangguan hematologi) Tanda pertama infeksi
tidak nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar
20% bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan
AIDS. Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis
carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain.
Pada beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP. Dalam 2 tahun
setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan
berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati
persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten
dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi
ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS”
merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi
deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda
tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat
dengan perkembangan penyakit.

11
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS
paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia
rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya
sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak
seperti reaksi PCP Kelas P-1: infeksi asimtomatik Anak yang terbukti terinfeksi,
tetapi tampa gejala P-2; mungkin memiliki fungsi imun normal (P-1A) atau abnormal
(P-1B) Kelas P-2: infeksi sitomatik P-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari
2 bulan) gagal berkembang, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau
diare rekuren atau persistem yang tidak spesifik. P-2B: penyakit neurologi yang
progresif P-2C: Pneumonitis interstisial limfoid P-2D: infeksi oportunistik
menjelaskan AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasis oral persisten, stomatitis
herpes rekuren, atau zoster multidermatomal. P-2E: kanker sekunder, termasuk
limfoma non-Hodgkin sel-B atau limforma otak P-2F: penyakit end-organ HIV lain
(hepatitis, karditis, nefropati, gangguan hematologi) Tanda pertama infeksi tidak
nyata. Pengalaman dari beberapa pusat penelitian menunjukkan bahwa sekitar 20%
bayi yang terinfeksi secara cepat akan berkembang menjadi gangguan imun dan AIDS.
Banyak dari bayi ini akan menampakkan gejala aneumonia Pneumocystis carinii
(PCP) pada usia 3 sampai 6 bulan, atau menderita infeksi bakteri serius lain. Pada
beberapa bayi, jumlah CD4 mungkin normal saat terjadinya PCP. Dalam 2 tahun
setelah lahir, kebanyakan bayi akan mengalami beberapa derajat kegagalan
berkembang, demam rekuren atau kronik, keterlambatan perkembangan, adenopati
persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini bukan keadaan kecacatan, dan konsisten
dengan kelangsungan hidup yang lama. Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi
ini akan berkembang menjadi AIDS terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS”
merupakan kebergunaan yang sangat terbatas pada prognosis atau pada nosologi
deskriptif infeksi HIV, tetapi penyakit indicator AIDS berperang sebagai tanda
tingginya perkembangan penyakit dan sebagai catalog kondisi yang sering terlihat
dengan perkembangan penyakit. Masing-masing dibahas secara singkat dibawah:
Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP merupakan penyakit indicator AIDS
paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga anak dan bayi yang terinfeksi. Usia
rata untuk munculnya penyakit adalah sekitar usia 9 bulan, meskipun puncaknya

12
sampai usia 3 sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang berkembang sangat cepat. Tidak
seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini biasanya merupakan infeksi primer
pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala subkutan atau mendadak dengan demam,
batuk, takipnea, dan ronki. PCP sulit dibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini,
dan karena trimetoprim-sulfametoksasol dan kortikosteroid intravena diberikan pada
awal perjalanan penyakit menyebabkan perbaikan yang signifikan, lavese
bronkoalveolar diagnostic harus dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan
gambaran klinis konsisten. PCP memberikan prognosis yang tidak baik pada awal
penelitian dengan kelangsungan hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini
dikenali bahwa penyakit yang lebih ringan dapat terjadi dan konsisten dengan
kelangsungan hidup yang lama. Profilaksin PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol
oral efektif, dan merupakan indikasi untuk bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang
signifikan, sebelum PCP, dan pada beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala
terkait HIV yang cepat. Pneumolitis Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru
intersisial kronik telah ditentukan pada orang dewasa yang terinfeksi HIV dalam
jumlah kecil, tetapi terjadi pada sekitar 20% anak yang terinfeksi HIV. Dianggap
berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr. Kondisi ini ditandai dengan
perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering selama infeks respirasi yang terjadi
di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada kronik yang terlihat pada sinar-X
sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy paru terbuka yang dapat dipercaya
untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah sampai terbawa selama beberapa
tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid. LIP sebagai gejala yang timbul
pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih baik, dan sering terlihat pada
kelompok gejala dengan hipergamaglobulinemia yang nyata dan parotitis. Infeksi
Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC, infeksi bakteri rekuren adalah
dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia, abses internal, atau infeksi
tulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak dengan AIDS pediatric.
Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus rekuren atau kronik, otitis
media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus pneumonia merupakan
isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi HIV, meskipun stafilokokal
gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal terjadi berlebihan. Penanganan

13
episode demam pada anak yang terinfeksi HIV sama dengan penanganan anak dengan
kondisi yang menganggu imunitas lain. Gangguan kemampuan untuk menjaga respons
antibody yang efektif dan kurangnya pajanan membuat anak yang terinfeksi HIV
rentang terhadap penyakit bakteri yang lebih setius. Profilaksis dengan
immunoglobulin intravena dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi bakteri
yang serius.
Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60% anak yang terinfeksi HIV dapat
munculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada sekitar seperempatnya, infeksi ini
dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya bermanifestasi pada tahun pertaman
dengan keterlambatan perkembangan. Pada sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati
progresif, dengan kehilangan kejadian yang penting sebelumnya dan deficit motorik
dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf dapat memperlihatkan atrofi serebral,
kelainan subtansi alba, atau klasifikasi ganglion basal, atau kesemuanya, meskipun
keparahan abnormalitas pencitraan sering tidak berkorelasi dengan gambaran klinis.
Zidovudin IV kontinu ditemukan menyebabkan perbaikan yang dramatic pada
beberapa anak dengan deficit perkembangan saraf; kostikosteroid juga
menguntungkan pada laporan terisolasi. Wasting Syndrome. Kegagalan kronik untuk
tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada sekitar 10% bayi dan anak dengan AIDS
dan hamper selalu multifaktorial. Deficit system saraf pusat dari latergi sampai
kelemahan dalam mengunyah; abnormalitas neuroendokrin; malabsorpsi dan diare
akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atau terapi; dan katabolisme yang
diinduksi infeksi sering berperang pada masalah yang menjengkelkan ini. Infeksi
Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik spesifik memenuhi AIDS,
meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric adalah esofagistis kandida,
terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks, Mycobakterium avium. Diantara
virus-virus, infeksi CMV diseminata dan lama pada saluran cerna, dan infeksi virus
varisela zoster apitikal, rekuren dan ekstensif sering terjadi. Walaupun daftar panjang
pathogen yang menyebabkan penyakit berat dan lama tidak lazim pada penjamu ini,
virus respirasi yang lazim, mencakup virus sinsitial respiratorius, jarang menyebabkan
penyakit yang berkomplikasi. Terkenanya organic lain. Terkenanya hepar padi infeksi
HIV pediatric sering mengambil bentuk organ yang membesar sedang sampai berat,

14
transaminitis berfluktuasi. Yang jarang adalah hepatitis kolestatik berat yang terjadi
pada bayi yang terinfeksi pada tahun pertama, dengan prognosis buruk. Kelainan hati
dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama dengan CMV, HCV, atau HBV, oleh
infeksi HIV itu sendiri, atau banyak agen infeksius lain. Penyakit ginjal yang sering
terjadi, paling sering bermanifestasi protenuria. Perubahan mesangial dan
glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi sebagai patologi yang paling sering
terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung dapat diperhatikan pada separuh
anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden kardiomiopati simtomatik hanya 12
sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan fungsi ventrikel merupakan kelainan
ekokardiografi yang paling sering ditemukan. Meskipun frekuensi penyakit paru
kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri beberapa kali lebih sering daripada
yang kanan. Tekanan HIV langsung, autoimunitas, malnutrisi dan infeksi bersama
dengan virus miotropik semuanya telah dihipotesis sebagai etiologi. Fenomena
autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan trombositopenia. Sarcoma
Kaposi dan kanker sekunder lain jarang pada anak yang terinfeksi HIV.
Tanda-tanda terserang AIDS
Menurut H. JH. Wartono, Abu Chanif, dkk, (1999. 43) :
Gejala AIDS timbul setelah 5 – 10 tahun setelah teinfeksi HIV yang sering terlihat
gejalanya antara lain :
1) Gejala awal seperi orang terserang flu biasa
2) Nampak sehat, tetapi dapat menularkan Virus HIV ke siapa saja
3) Muncul gejala ARC (AIDS Related Domplex) seperti :
a. Rasa lelah yang bekepanjangan
b. Sering demam (lebih dari 38 derajad C)
c. Sesak nafas dan batuk berkepnjangan
d. Berat badan menurun secara menolok dengan cepat
e. Bercak merah kebiruan pada kulit/mulut
f. Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
g. Bercak putih atau luka alam mulut

15
e. Diagnosis
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat diinginkan, tetapi pengenalan awal
bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil
teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat dengan
terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus menjadi
bagian rutin pada perawatan kehamilan. Menetapnya antibody terhadap HIV yang
didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji antibody
konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena antibodi seperti
ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan,
diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virus dari bayi (biakan HIV),
atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai
polymerase HIV (PCR)]. Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer
dapat diharapkan menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis
infeksi HIV pada usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat
mempunyai angka positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapt diandalkan
untuk menegaskan infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah
pada priode parinatal, membuat diperlukannya tes serial. Untuk memonitor secara
prospektif bayi yang beresiko, uji firologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2
kali dalam 6 bulan pertama. Sebagai orang tua diberitahukan bahwa anaknya
terinfeksi, konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium dianjurkan. Bila bayi atau
anak tanpa factor resiko yang dikenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran
atau tanda yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus dijalankan
bersama defisiensi imun lain. Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan
penyebab utama defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat
membersihkan konseling orang tua berkenang dengan uji serologi. Pada anak berusia
18 bulan sampai masa remaja, tes serologi yang positif yang dikonfirmasi untuk
antibody terhadap HIV (ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain) biasanya
cukup untuk menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi
dari ibu yang terinfeksi HIV akan memiliki antibody yang berasal dari ibu yang
dideteksi, sehingga konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam
diagnosi yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang

16
tidak menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi
terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian antibody meternal sebelum
menghasilkan antibody itu sendiri.
f. Komplikasi
1. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai
mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal).
2. Neurologik ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat,
sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan
dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi
paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise, kaku
kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
3. Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB >
10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora
normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus,
limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah,
nyeri abdomen, ikterik,demam atritis. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula,
ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit
dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.

17
4. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
6. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan.
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

g.Pemeriksaan Penunjang

Menurut Hidayat (2008) diagnosis HIV dapat tegakkan dengan menguji HIV. Tes ini
meliputi tes Elisa, latex agglutination dan western blot. Penilaian Elisa dan latex
agglutination dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi HIV atau tidak, bila
dikatakan positif HIV harus dipastikan dengan tes western blot. Tes lain adalah
dengan cara menguji antigen HIV, yaitu tes antigen P 24 ( polymerase chain reaction )
atau PCR. Bila pemeriksaan pada kulit, maka dideteksi dengan tes antibodi (biasanya
digunakan pada bayi lahir dengan ibu HIV.

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

18
o ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
o Western blot (positif)
o P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
o Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut mendeteksi
enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar yang meningkat) 2.
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
o LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
o CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk bereaksi
terhadap antigen)
o Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
o Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit).
o Kadar immunoglobulin (meningkat)
h. Penatalaksanaan
Perawatan Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara
lain:
 Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan
mencegah kemungkinan terjadi infeksi.
 Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang
ada.
 Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim
RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA
HIV.
 Mengatasi dampak psikososial.
 Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit,
dan prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis.
 Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution).
i. Pengobatan

19
Hingga kini belum ada penyembuhan untuk infeksi HIV dan AIDS.
Penatalaksanaan AIDS dimulai dengan evaluasi staging untuk menentukan
perkembangan penyakit dan pengobatan yang sesuai. Anak dikategorikan dengan
menmggunakan tiga parameter, status kekebalan, status infeksi dan status klinik
dalam kategori imun :
1) tanpa tanda supresi,
2) tanda supresi sedang dan
3) tanda supresi berat.
Seorang anak dikatakan dengan tanda dan gejala ringan tetapi tanpa bukti adanya
supresi imun dikategorikan sebagai A2. Status imun didasarkan pada jumlah CD$
atau persentase CD4 yang tergantung usia anak (Betz dan Sowden, 2002). Selain
mengendalikan perkembangan penyakit, pengobatan ditujuan terhadap mencegah dan
menangani infeksi oportunistik seperti Kandidiasis dan pneumonia interstisiel.
Azidomitidin ( Zidovudin), videks dan Zalcitacin (DDC) adalah obat-obatan untuk
infeksi HIV dengan jumlah CD4 rendah, Videks dan DDC kurang bermanfaat untuk
oenyakit sistem saraf pusat. Trimetoprin sulfametojsazol (Septra, Bactrim) dan
Pentamadin digunakan untuk pengobatan dan profilaksi pneumonia cariini setiap
bulan sekali berguna untuk mencegah infeksi bakteri berat pada anak, selain untuk
hipogamaglobulinemia. Imunisasi disarankan untuk anak-anak dengan infeksi HIV,
sebagai pengganti vaksin poliovirus (OPV), anak-anak diberi vaksin vorus polio
yang tidak aktif (IPV) (Betz dan Sowden, 2002).
j. Pencegahan
Pencegahan infeksi HIV primer pada semua golongan usia kemungkinan akan
memengaruhi epidemil global lebih dari terapi apa pun dimasa depan yang dapat
diketahui. Kesalahan konsepsi mengenai factor resiko untuk infeksi HIV adalah
target esensial untuk usaha mengurangi perilaku resiko, terutama diantara remaja.
Untuk dokter spesialis anak, kemampuan member konsultasi pada pasien dan
keluarga secara efektif mengenai praktik seksual dan penggunaan obat adalah aliran
utama usaha pencegahan ini. Bahkan pendidikan dan latihan tersedia dari The
American Medical Assosiation dan The American Academy of Pediatrics yang dapat
membantu dokter pediatric memperoleh kenyamanan dan kompetensi yang lebih

20
besar pada peran ini. Pencegahan infeksi HIV pada bayi dan anak harus dimulai
dengan tepat dengan pencegahan infeksi pada perempuang hamil. Langkah kedua
harus menekan pada uji serologi HIV bagi semua perempuan hamil. Rekomendasi ini
penting karena uji coba pengobatan mutakhir menunjukkan bahwa protocol
pengobatan bayi menggunakan obat yang sama selama beberapa minggu secara
signifikan mengurangi angka transmisi dari ibu ke bayi. Pemberian zidovudin
terhadap wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 mengurangi penularan HIV-1 terhadap
bayi secara dermatis. Penggunaan zidovudin (100 mg lima kali/24 jam) pada wanita
HIV-1 dalam 14 minggu kehamilan sampai kelahiran dan persalinan dan selama 6
minggu pada neonatus (180 mg/m2 secara oral setiap jam) mengurangi penularan
pada 26% resipien palasebo sampai 8% pada resipien zidovudin, suatu perbedaan
yang sangat bermakna. Pelayanan kesehatan A.S. telah menghasilkan pedoman
untuk penggunaan zidovudin pada wanita hamil HIV-1 positif untuk mencegah
penularan HIV-1 perinatal. Wanita yang HIV-1 positif, hamil dengan masa
kehamilan 14-34 minggu, mempunyai anak limfosid CD4 + 200/mm atau lebih
besar, dan sekarang tidak berada pada terapi atteretrovirus dianjurkan menggunakan
zidovudin. Zidovudin intravena (dosis beban 1 jam 2 mg/kg/jam diikuti dengan infus
terus menerus 1 mg/kg/jam sampai persalinan) dianjurkan selama proses kelahiran.
Pada semua keadaan dimana ibu mendapat zidovudin untuk mencegah penularan
HIV-1, bayi harus mendapat sirup zidovudin (2 mg/kg setiap 6 jam selama usia 6
minggu pertama yang mulai dan8 jam sesudah lahir). Jika ibu HIV-1 positif dan tidak
mendapatkan zidovudin, zidovudin harus dimulai pada bayi baru lahir sesegera
mungkin sesudah lahir, tidak ada bukti yang mendukung kemajuan obat dalam
mencegah infeksi HIV-1 bayi baru lahir sesudah 24 jam. Ibu dan anak diobati dengan
zidovudin harus diamati dengan ketak untuk kejadian-kejadian yang merugikan dan
didaftar pada PPP untuk menilai kemungkinan kejadian yang merugikan jangka
lama. Saat ini, hanya anemia ringan reversible yang telah ditemukan pada bayi.
Untuk melaksanakan pendekatan ini secara penuh, semua wanita harus mendapatkan
prenatal yang tepat, dan wanita hamil harus diuji untuk positivitas HIV-1. Penularan
seksual. Pencegahan penularan seksual mencakup penghindaran pertukaran cairan-
cairan tubuh. Kondom merupakan bagian integral program yang mengurangi

21
penyakit yang ditularkan secara seksual. Seks tanpa perlindungan dengan mitra yang
lebih tua atau dengan banyak mitra adalah biasa pada remaja yang terinfeksi HIV-1.

B. TBC
a. Pengertian Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC atau TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat
kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin,
atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan
seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya
disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan
masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara
0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002
mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya
diperkirakan merupakan kasus baru.
b. Penyebab TBC
Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium
tuberculosis) yang sebagian kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lain. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan
Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
 Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Percikan dahak yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati
sistem pertahanan mukosilierbronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di

22
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil
berkembang biak dengan cara membelah diri di paru, yang mengakibatkan
peradangan di dalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar
limfe disekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6
minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari
banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitasseluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-
kadang daya tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya
dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TBC.

 Tuberkulosis Pasca Primer


Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer
adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
c. Cara Penularan TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri
ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembangbiak
menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti:
paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-
lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat
Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera

23
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
fotorontgen.
d. Gejala penyakit TBC
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi 2, yaitu gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu
khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa
secara klinik.
1. Gejala Sistemik/Utama
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam.
a. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala Khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
diatasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

24
d. Pada anak–anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang – kejang.
e. Cara Pencegahan TBC
Adapan tujuan dari pencegahan TBC, yaitu;
a. Menyembuhkan penderita.
b. Mencegah kematian.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Menurunkan tingkat penularan.

 Cara-cara pencegahan TBC sebagai berikut;


a. Saat batuk seharusnya menutupi mulutnya, dan apabila batuk lebih dari 3 minggu,
merasa sakit di dada dan kesukaran bernafas segera dibawa kepuskesmas atau ke
rumah sakit.
b. Saat batuk memalingkan muka agar tidak mengenai orang lain.
c. Membuang ludah di tempat yang tertutup, dan apabila ludahnya bercampur darah
segera dibawa kepuskesmas atau ke rumah sakit.
d. Mencuci peralatan makan dan minum sampai bersih setelah digunakan oleh
penderita.
e. Bayi yang baru lahir dan anak-anak kecil harus diimunisasi dengan vaksin BCG.
Karena vaksin tersebut akan memberikan perlindungan yang amat bagus.

C. ANEMIA
a. Definisi
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merahdan kadar HB
dan hematokrik dibawah normal (suzanneC,smeltzer :935:2001).
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar HB dan hitung eritrosit rendahdari harga
normal. Dikatakansebagai anemia bila HB < 14 g/dl danHt 41 % padapriaatauHB <12
g/dl danHt 37% pada wanita.
Anemia juga adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobn dalam darah
atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan dalam 10ml darah (Ngastiyah 1997).

25
b. Etiologi
Secara fisiologis anemia dapat terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hb u/
mengangkut O2 kejaringan. Akibat produksi sel darah merah tidak mencukupi. Akibat sel
darah merah prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Kehilangan
darah misalnya perdarahan pada waktu melahirkan. Kekurangan nutrisi misalnya tidak
tercukupi kandungan unsur besi dalam menu sehari-hari dan banyaknya zat besi keluar
melalui perdarahan. Penyakit kronik terjadi karna turunnya produksi sel darah merah dan
adanya penyekat pada penggunaan zat besi o/ sel steroid.misalnya pada penyakit TBC
yaitu biasanya pada paru dan tulang biasanya berbentuk benjolan kecil.

c. Tanda dan Gejala


Gejala dijumpai pada pasien anemia antara lain pucat, keluhan lemah, pucat, cepat
lelah, keringat dingin, takikardi, hypotensi, palpitasi (Barbace C. Long, 1996). Takipnea
(saat latihan fisik), perubahan kulit dan mukosa (pada anemia defisiensi Fe). Anorexia,
diare, ikterik sering dijumpai pada pasien anemia pernisiosa (Arif Mansjoer, 2001).
Secara klinik anemia dapat dilihat dari tubuh yang malnutrisi & pucat. Menurut Dewa
Nyoman 2001 gejala-gejala atau tanda-tanda yg dapat dilihat adalah: gejala umum yang
sering
(SL) yaitu lemah, lesu, lelah, letih, dan lunglai.
a. Bibir tampak pucat.
b. Nafas pendek karena sesak napas.
c. Lidah licin.
d. Denyut jantung meningkat.
e. Susah BAB.
f. Nafas makan berkurang.
g. Kadang-kadang pusing.
h. Mudah mengantuk.

d. Klasifikasi
Ada beberapaKlasifikasi anemia yang bisa dijadikan panduan. Anemia adalah turunnya
kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah. Adanya anemia akan menyebabkan

26
transportasi oksigen terganggu sehingga jaringan tubuh orang yang mengalami anemia
akan mengalami kekurangan oksigen, yang diperlukan untuk menghasilkan energi. Orang
yang menderita anemia akan merasa cepat lelah, lemas, pucat, gelisah dan terkadang
sesak.
Klafisikasi Anemia yang mengelompokkan berbagai macam anemia, secara garis besar
didasarkan pada penyebab dan mekanisme terjadinya anemia, yaitu:
1. Tubuh kehilangan terlalu banyak darah (seperti karena trauma, atau menderita
penyakit tertentu).
2. Tubuh memiliki masalah dalam memproduksi sel darah merah.
3. Sel darah merah memecah atau mati lebih cepat sementera belum terbentuk sel sel
darah merah yang baru sebagai penggantinya.
e. patofisiologi
Kegalan sumsum a/ kehilangn sel darah merah berlebihan Misalnya berkurangnya
eritropoesis (produksi sel darah merah) terjadi kekurangan nutrisi karena kurang
masuknya zat besi dalam menu maknan/akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai
dengan ketahanan sel darah merah normal keluar melalui pendarahan misalnya pada
waktu melahirkan dan kecelakaan ANEMIA.

27
f. Data Penunjang
1. PemeriksaanHb, jumlahHblebihrendahdari normal (12-14 g/dl)
2. Kadar Htmenurun (normal 37%-41%)
3. Peningkatanbilirubi total (pada anemia hemolitik)
4. Jumlaheritrositmenurun
5. Jumlah retikulosit meningkat karena respon sumsum tulang terhadap kehilangan
darah(hemolisis)
6. Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosonng diganti lemak (pada anemia
aplastik)
7. Pewarnaan SDM mendeteksi perubahaan warna dan bentuk dappat menetukan tipe
Anemia
8. Masa hidup SDM berguna dalam membedakan diagnosa Anemia
g. Komplikasi
1. Parasestia
2. Kejang
3. Gagaljantungkongestif
4. Kurangnyakonsentrasi
5. Dayatahantubuh yang berkurang
h. PenatalaksanaanMedis
1. Keperawatan
a. Wanita hamil Hb <10 gr %, berikan garam besi 600-1000 mg/hr
b. Berikan makanan yang mengandung zat besi
c. Higiene yang baik u/ mencegah infeksi
2. Medis
a. Transpalasi sumsum tulang
b. Memberikan kobalt (unsur renik esensial) n eritropoiten
c. Berikan pengobatan dg menggunakan suplementasi zat besi. Contoh
sangobion

28
i. Pencegahan
Untuk pencegahan penyakit anemia sebenarnya sangat mudah. seperti dengan
mengkonsumsi makanan-makanan yang banyak mengandung zat besi, asam folat,
vitamin B12, vitamin C. berikut ini penjelasan singkat tentang cara pencegahan anemia
serta jenis-jenis makanan yang bisa membantu mencegah anemia diantaranya :
1. Konsumsi makanan yang banyak mengandung Zat besi
Makanan yang banyak mengandung zat besi seperti daging, kacang, sayur-
sayuran yang berwarna hijau dan lain-lain. zat besi juga sangat penting untuk
wanita yang sedang menstruasi, wanita hamil dan anak-anak.
2. Konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam Folat
Konsumsi makanan yang banyak mengandung Asam folat seperti pisang, sayuran
hijau gelap, jenis kacang-kacangan, jeruk, sereal dan lain-lain.
3. Makanan yang mengandung Vitamin B 12.
Bisa didapatkan dengan mengkonsumsi daging dan susu
4. Makanan dan minuman yang mengandung Vitamin C
Banyak sekali manfaat-manfaat Vitamin C, salah satunya yaitu bisa membantu
penyerapan zat besi. jenis-jenis Makanan yang banyak mengandung vitamin C
seperti buah melon, buah jeruk, dan buah beri. itulah beberapa cara mencegah
penyakit anemia secara alami.

29
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus

Seorang wanita Ny.N 21 tahun, dirawat dengan keluhan batuk darah, suara serak, nyeri menelan,
kadang sesak nafas disertai demam terutama sore. Penderita memiliki riwayat diare yang hilang
timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka yang hilang timbul sejak 6 bulan lalu. Penderita telah di
diagnose TB Paru 10 bulan lalu, nemun berhenti minum obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu.
Berat badan pernah turun dari 55 kg menjadi 33 kg dalam waktu 4 bulan, namun saat ini berat
badan telah meningkat menjadi 46 kg. penderita memiliki riwayat hubungan seksual diluar
nikah, menikah 2 kali, dan saat ini memiliki suami yang menderita HIV. Keadaan umum lemah
dan berat badan 46 kg. Pada pemeriksaan tanda vital tanggal 21 april 2011 di dapatkan kesadaran
komposmentis, tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 80 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit,
suhu tubuh aksila 38,2 oC. Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan konjunktiva anemis,
ulcus pada lidah 2 x 1 cm, multiple. Pada pemeriksaan torak tanggal 21 april 2011 didapatkan
suara nafas bronco vesicular dan bronchial pada kedua hemi torak. Di dapatkan ulkus labia
majora. Hasil pemeriksaan radiologi torak pada waktu masuk di dapatkan infiltrate pada kedua
lapangan paru, terutama apek, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang. Hasil
laboratorium tanggal 21 april 2011 didapatkan Hb 7,8 gr/dl, Leukosit 11.000, trombosit 735, gula
darah sewaktu 120, hapusan sputum BTA +. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, penderita ini
di diagnose sebagai penderita

30
BAB IV
SEVEN JUMP

1. Mencari kata-kata sulit


- kesadaran komposmenti
- suhu tubuh aksila
- konjunktiva anemis
- ulcus pada lidah dan labia majora
- suara nafas bronco vesicular dan bronchial
- infiltrate
- sputum BTA +.

2. Menjawab kata-kata sulit


- Kesadaran Menurun
- Suhu tubuh pada area ketiak
- Menandakan bahwa Hb di bawah normal / pucat
- Adanya bercak putih pada lidah dan pada labia majora gejala pada infeksi
menular seksual
- Suara nafas bronco vesicular bernada rendah , terdengar lebih panjang pada fase
inspirasi dari pada ekspirasi dan kedua fase bersambung dan bronchial adalah
bernada tinggi dengan fase respirasa lebih lama dari pada inspirasi dan terputus
- Adalah gambaran akibat adanya dahak (mucus) di paru-paru
- Pemeriksaan dahak untuk penyakit TBC

3. Membuat petanyaan
- Apa yang di maksud dari penyakit, HIV, TB Paru, Anemia ?
- Apa saja gejala pada penyakit tersebut ?
- Bagaimana cara untuk pencegahannya ?

4. Menjawab pertanyaan
 HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena Acquired
Immunodeficiency Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada penderitanya.
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang
sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya

31
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah lebih rendah dari
jumlah normal.

- Gejala HIV : Sakit kepala, demam, lelah terus menerus, sakit tenggorokan, ruam
pada kulit, nyeri pada otot dan sendi, luka pada mulut dan luka pada organ intim,
sering berkeringat di malam hari dan diare
Gejala TB Paru : batuk berdahak atau kering lebih dari 3 minggu, batuk darah,
nyeri dada dan sesak nafas, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun,
demam tinggi yang hilang timbul, berkeringat di malam hari meski tidak
kegerahan yang ekstrim .
Gejala anemia : Merasa mudah marah, merasa lemah, sakit kepala, masalah
berkonsentrasi atau berfikir

 Pencegahan HIV : Mempertahankan sistem kekebalan tubuh yang kuat dengan


pemeriksaan medis yang teratur dan gaya hidup sehat, makan dengan baik, cukup
istirahat dan olahraga, hindari obat-obatan terlarang termasuk alcohol dan
tembakau, dan pelajari cara mengelola stress secara efektif
Pencegahan TB Paru : Tutup mulut saat batuk dan bersin, jangan meludah atau
buang dahak sembarangan, hindari kontak langsung dengan anak-anak, dan
biarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan .
Pencegahan Anemia : Pilih makanan kaya vitamin ( zat besi, folat, vitamin b12
dan vitamin C )

5. LO ( HIV dengan TB Paru dan Anemia )

32
BAB V

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Data Demografi :

1. Biodata

- Nama : Ny. N

- Usia : 21 tahun

- Jenis Kelamin : P

- Alamat : Bekasi

- Suku : Medan

- Agama : Islam

- Diagnosa Medis :

- No. Rm : 012

- Tanggal Masuk : 21-04-2011

- Tanggal Pengkajian : 21-04-2011

- Therapy Medik : -

2. Penanggung jawab

- Nama : Tn. L

- Usia : 30 thn

- Jenis Kelamin : L

- Pekerjaan : Guru

33
- Hubungan dengan Klien : suami

II. KELUHAN UTAMA

keluhan batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas disertai demam terutama sore.
Penderita memiliki riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka yang hilang timbul
sejak 6 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan konjunktiva anemis, ulcus pada
lidah 2 x 1 cm, multiple. Pada pemeriksaan torak tanggal 21 april 2011 didapatkan suara nafas
bronco vesicular dan bronchial pada kedua hemi torak. Di dapatkan ulkus labia majora. Hasil
pemeriksaan radiologi torak pada waktu masuk di dapatkan infiltrate pada kedua lapangan paru,
terutama apek, dengan kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang.

III. RIWAYAT KESEHATAN

1. Riwayat Kesehatan Sekarang


keluhan batuk darah, suara serak, nyeri menelan, kadang sesak nafas disertai demam terutama
sore. Penderita memiliki riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka yang
hilang timbul sejak 6 bulan lalu. Pada pemeriksaan fisik kepala/leher didapatkan
konjunktiva anemis, ulcus pada lidah 2 x 1 cm, multiple. Pada pemeriksaan torak tanggal
21 april 2011 didapatkan suara nafas bronco vesicular dan bronchial pada kedua hemi
torak. Di dapatkan ulkus labia majora. Hasil pemeriksaan radiologi torak pada waktu
masuk di dapatkan infiltrate pada kedua lapangan paru, terutama apek, dengan
kecurigaan suatu proses spesifik lesi sedang.

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Penderita memiliki riwayat diare yang hilang timbul sejak 4 bulan, pada mulut luka yang hilang
timbul sejak 6 bulan lalu. Penderita telah di diagnose TB Paru 10 bulan lalu, nemun berhenti
minum obat anti tuberkulosa sejak 8 bulan lalu

3. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan bahwa suami terjangkit HIV

IV . RIWAYAT PISIKOSOSIAL

 Sebelum sakit pasien biasa beraktifitas sebagai IRT


 Setelah sakit aktifitas sehari-hari pasien terganggu

34
V. RIWAYAT SPIRITUAL

 Suami pasien mengatakan bahwa keluarganya beragama Islam dan pasien bisa sholat di
rumah bersama suaminya

VI. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum pasien


 Kondisi keadaan umum pasien tampak lemas
 Pasien tampak pucat
 Tingkat kesadaran : Compos mentis
2. Tanda-tanda vital
 TD : 90/50 mmHg
 N : 80 x/mnt
 S : 38,2ºC
 RR : 20x/mnt
VII. AKTIVITAS SEHARI-HARI
 Kebutuhan nutrisi :
- Sebelum: klien makan nasi dengan lauk pauk dalam 3xsehari
- sesudah: klien makan nasi dengan lauk pauk dalam 1xsehari
 Kebutuhan cairan :
- Sebelum: klien bisa minum 1 liter air/hari
- Sesudah: klien minum kurang dari 1 liter air/hari
 Istirahat dan tidur :
- Sebelum: klien tidur hingga 7-8 jam/hari
- sesudah: klien tidur hanya 3-4 jam/hari
 Kebutuhan eliminasi :
- BAB : - sebelum: 1xsehari
- sesudah : 2x dalam 1 hari
- BAK :-sebelum: 5-6x/hari
- sesudah: 2-3x/hari

VIII TEST DIAGNOSTIK

 Tanggal : 12-12-2017
 LAB : pemeriksaan darah lengkap

35
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Trombosit 735 150.000-400.000 sel/mm3

7,8 gr/dl 12-15 gr/dl


HB

Leukosit 11.000 4000 – 10. 000/mm3

sputum BTA +.

gula darah 120 >200

I. Data Fokus
Nama klien: Ny. N Nama Mahasiswa :
No RM : 012 NIM :

Data Objectif Data Subjectif


1. Tanda-tanda vital 1. Pasien mengatakan suami yang
 TD : 90/50 mmHg menderita HIV
 N : 80 x/mnt 2. Pasien mengatakan berat badannya
 S : 38,2ºC menurun

 RR : 20x/mnt 3. Pasien mengatakan memiliki

36
 HB : 7,8 gr/dl riwayat diare yang hilang timbul
 Trombosit : 735 sejak 4 bulan
 Kesadaran composmentis 4. pasien terkadang merasakan sesak

 Terdapat ulkus pada lidah dan nafas disertai demam

labia majora 5. Pasien mengeluh batuk darah

 Berat badan pasien menurun 6. Pasien mengatakan lemas dan

dari 55 ke 46 pusing

 Mulut terdapat luka yang hilang


timbul sejak 6 bulan lalu
 Konjungtiva tampak anemis
 Sputum BTA+
 Pasien tampak lemas

37
II .Analisa Data

1. Nama klien: Ny. N

No Data Problem Etiologi


1 DO : Ketidakseimbangan BB Menurun
 Berat badan pasien menurun dari 55 ke 46 nutrisi kurang dari
 Terdapat ulkus pada lidah dan labia majora kebutuhan tubuh
 Mulut terdapat luka yang hilang timbul
sejak 6 bulan lalu
DS :
 Pasien mengatakan berat badannya menurun
 Pasien mengatakan suami yang menderita
HIV
 Pasien mengatakan memiliki riwayat diare
yang hilang timbul sejak 4 bulan
2 DO : Bersihan jalan Dispnea d.d Batuk
 Sputum BTA+ nafas tidak efektif darah

DS :
1. Pasien mengeluh batuk darah
2. Pasien terkadang merasakan sesak nafas
disertai demam

3 DO : Perfusi perifer Anemia


1. Tanda-tanda vital tidak efektif
 TD : 90/50 mmHg
 N : 80 x/mnt
 S : 38,2ºC
 RR : 20x/mnt

38
 HB : 7,8 gr/dl
 Trombosit : 735
 Konjungtiva tampak anemis

DS :
1. Pasien mengatakan lemas dan pusing

39
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NAMA klien: Ny. N
NO Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal Teratasi
1 Ketidakseimbangan nutrisi 21 april 2011
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d BB Menurun

2 Bersihan jalan nafas tidak 21 april 2011


efektif b.d Dispnea d.d Batuk
darah

3 Perfusi perifer tidak efektif b.d 21 april 2011


anemia

40
IV. INTERVENSI

Nama : Tn”L”

No DX.KEP Tujuan dan Intervensi Rasional TTD


Kriteria hasil
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Tentukan 1. Untuk
nutrisi kurang dari tindakan status gizi mengetahui
kebutuhan tubuh perawatan selama pasien dan status gizi
b.d BB Menurun 2x24 jam kemampuan pasien
Ketidakseimbanga pasien untuk
n nutrisi kurang memenuhi
dari kebutuhan kebutuhan gizi
tubuh b.d BB
Menurun teratasi 2. Identifikasi 2. Agar
dengan kriteria adanya alergi mengetahui
hasil : atau intoleransi ada tidaknya
1. BB dalam yang dimiliki alergi pada
batas pasien pasien
normal
2. Nutrisi 3. Pastikan 3. Agar
tercukupi makanan di menambah
3. Mengurang sajikan dengan nafsu makan
i ulkus di makanan yang pasien, dan
area menarik dan di berikan
tertentu pada suhu yang sedikit tapi
paling cocok sering
untuk di
konsumsi
secara optimal

41
4. Monitor 4. Agar berat
kecenderungan badan
terjadinya pasien
penurunan terpantau
berat badan

5. Kolaborasi 5. Untuk
dengan dokter membantu
dan ahli gizi pemenuhan
mengenai nutrisi
asupan nutrisi pasien
pasien
2 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji ulang fungsi 1. Untuk
nafas tidak efektif tindakan pernafasan: bunyi mengetahui
b.d Dispnea d.d perawatan selama nafas, kecepatan keadaaan
Batuk darah 2x24 jam dan irama pernafasan
Bersihan jalan pasien
nafas tidak efektif
b.d Dispnea d.d 2. Monitor pasien 2. Untuk dapat
Batuk darah untuk melakukan mengurangi rasa
teratasi dengan posisi semi fowler sesak pasien
kriteria hasil : jika merasa sesak
1. Menunjukkan
jalan nafas 3. Pertahankan intake 3. Jika ada secret
yang paten ( cairan minimal dapat membantu
frekuensi 2500 ml/ hari mengencerkan
pernafasan secret
dalam rentang
normal)
4. Auskultasi suara
2. Menunjukkan 4. Untuk
nafas, catat area
prilaku untuk melengkapi

42
memperbaiki yang ventilasinya dokumentasi
bersihan jalan menurun atau tidak keperawatan
nafas ada dan adanya
suara tambahan

5. Kolaborasi berikan 5. Untuk


agen antiinfeksi melengkapi
sesuai indikasi terapi obat
dokter pasien

1. Mengkaji TTV
3 Perfusi perifer Setelah dilakukan 1. Untuk
pasien selama dan
tidak efektif b.d tindakan mengetahui
sesudah aktivitas,
anemia perawatan selama keadaan TTV
catat respon
2x24 jam anemia pasien
tingkat aktivitas
teratasi dengan
(mis, tekanan
kriteria hasil :
darah)
1. Pusing dan
lemas
2. Ubah posisi pasien
berkurang 2. Agar pasien
dengan perlahan
2. Observasi merasa lebih
dan pantau
TTV dalam nyaman dan
terhadap pusing
batas normal pusing
berkurang

3. Pantau asupan
3. Untuk
nutrisi yang
memastikan
adekuat untuk
pasien
memastikan
memakan yang
sumber daya
bernutrisi (mis,
energy

43
sayur dan buah)
yang dapat
menambah
darah pasien

4. Pantau intake dan 4. Untuk


output pasien mengetahui
asupan nutrisi
pasien dan
outup pasien
BAB : 3x sehari
BAK : 5x sehari

5. Kolaborasi 5. Untuk
bersama dokter mengatasi
tentang obat yang keluhan pasien
akan di berikan
kepada pasien

44
V. IMPLEMENTASI

Nama : Tn ”L”
Tgl/Jam No.DX.Kep Implementasi Respon Klien TTD

1. Menentukan
1 S:-
status gizi pasien
O : pasien dapat makan
dan kemampuan
sedikit tapi sering
pasien untuk
memenuhi
kebutuhan gizi

2. Mengidentifikasi
S:
adanya alergi atau
Pasien mengatakan tidak ada
intoleransi yang
alergi, tapi setiap makan
dimiliki pasien
merasa sakit di area mulut
O:
Pasien tidak ada alergi

3. Memaastikan S:-
makanan di O :
sajikan dengan Pasien tampak menyukai
makanan yang makanan yang disajikan
menarik dan pada makanan dengan menarik
suhu yang paling
cocok untuk di
konsumsi secara
optimal

45
4. Memonitor S:-
kecenderungan O : berat badan pasien sedang
terjadinya di atasi
penurunan berat
badan

5. Kolaborasi S:-
dengan dokter dan O : Pasien komperehensif
ahli gizi mengenai
asupan nutrisi
pasien

1. Mengkaji ulang
2 S:
fungsi pernafasan:
O:
bunyi nafas,
Pasien sudah tampak tidak
kecepatan dan
sesak dan pernafasan sudah
irama
normal

2. Memonitor pasien
S:
untuk melakukan
O:
posisi semi fowler
- Pasien tampak tenang jika di
jika merasa sesak
berikan posisi semi fowler

3. Mempertahankan S:
intake cairan O:
minimal 2500 ml/ Pasien dapat meminum 2500
hari ml/ hari

4. Auskultasi suara

46
nafas, catat area S:
yang ventilasinya O:
menurun atau Adanya suara tambahan di
tidak ada dan area paru pasien
adanya suara
tambahan

5. Berkolaborasi
berikan agen S : Pasien mengatakan bisa
antiinfeksi sesuai mengikuti anjuran dokter
indikasi dokter O : pasien tampak
komperensif

3. 1. Mengkaji TTV S:
pasien selama dan O : TD : 90/50 mmHg
sesudah aktivitas,  N : 80 x/mnt
catat respon  S : 38,2ºC
tingkat aktivitas  RR : 20x/mnt
(mis, tekanan
darah)

2. Mengubah posisi S:
pasien dengan - Pasien mengatakan lebih
perlahan dan nyaman dengan posisi yang di
pantau terhadap anjurkan
pusing O:
- Pasien tampak terlihat lebih
nyaman

47
3. Memantau asupan
S:
nutrisi yang
O:
adekuat untuk
-Intake :
memastikan
Makan 3x sehari
sumber daya
Minum 2500 ml
energy
Output :
Bab 3x sehari
Bak 5x sehari

4. Memantau intake
S:
dan output pasien
O:
-Pasien sudah dapat memakan
sayur dan pasien sudah tidak
tampak lemas

5. Berkolaborasi
S:
bersama dokter
-Pasien mengatakan dapat
tentang obat yang
menikuti anjuran dokter
akan di berikan
O:
kepada pasien
- Pasien tampak komperensif

48
VI. EVALUASI
Nama Pasien :Ny. N

TGL/ No.DX.KEP EVALUASI (SOAP) TTD


Jam
1. 1. S:
- Pasien mengatakan tidak ada alergi, tapi
setiap makan merasa sakit di area mulut
O:
- pasien dapat makan sedikit tapi sering
- Pasien tidak ada alergi
- Pasien tampak menyukai makanan yang
disajikan makanan dengan menarik
- berat badan pasien sedang di atasi
- Pasien komperehensif
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan

2. S:
- Pasien mengatakan bisa mengikuti anjuran
dokter
O:
- Pasien sudah tampak tidak sesak dan
pernafasan sudah normal
- Pasien tampak tenang jika di berikan posisi
semi fowler
- Pasien dapat meminum 2500 ml/ hari
- Adanya suara tambahan di area paru pasien

49
- pasien tampak komperensif
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan

3. S:
- Pasien mengatakan dapat mengikuti anjuran
dokter
- Pasien mengatakan lebih tenang
- Pasien mengatakan sudah mengerti tentang
alat pencegah penularan penyakit
O:
 TD : 90/50 mmHg
 N : 80 x/mnt
 S : 38,2ºC
 RR : 20x/mnt
 Pasien tampak terlihat lebih nyaman
 Pasien sudah dapat memakan sayur dan
pasien sudah tidak tampak lemas
 Intake : Makan 3x sehari , Minum 2500
ml
 Output : Bab 3x sehari, Bak 5x sehari
 Pasien tampak komperensif
 Pasien sudah tampak tidak sesak dan
pernafasan sudah normal
 Pasien tampak tenang jika di berikan
posisi semi fowler
 Pasien dapat meminum 2500 ml/ hari

50
 Adanya suara tambahan di area paru
pasien
 Pasien tampak komperensif
 Pasien tampak rileks
 Pasien tampak mengerti
 Kecemasan pasien tampak menurun
 Pasien tampak komperensif
 Pasien tampak yakin dengan
keputusannya
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan

51
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
ANEMIA sering di jumpai di masyarakat dan mudah di kenali (di diagnosa ). Tanda dan
gejalanya beragam, seperti pucat, lemah, maul,dll. Pendiagnosaan anemia dapat di
tunjang dengan pemeriksaan laborat yakni adanya penurunan kadar Hb.
HIV adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia, dan dan dapat menyebabkan
timbulnya AIDS, yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah
terserang penyakit dan lam kelamaan akan meninggal, sudah menjadi sifat manusia yang
selalu ingin merasakan kenikmanatan tanpa mempedulikan akibatnya, misalnya :
melakukan perzinahan, penggunaan narkotika suntikan, dan sebagainya. Kits umat
manusia sudah mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan tersebut sangat dilarang,baik
menurut ajaran agama masing-masing maupun aturan hukum yang berlaku. Tetapi dari
sebagian kita tetap saja melakukan hal-hal tersebut, misalnya : WTS, Homoseks,Biseks,
Mucikari, dan orang-orang yang sering berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan
seksual diluar nikah.
Adapun gejala-gejala yang dapat kita lihatpada penderita AIDS yaitu demam yang
berkepanjangan di sertai keringat malam, batuk dan sariwan yang terus menerus,berat
badan turun dengan drastis, dsb, yang akan di akhiri dengan kematian.
Oleh karena itu, kita harus menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan
AIDS, yaitu melalui pencegahan misalnya :tidak melakukan hubungan seksual secara
bebas.
Masalah AIDS ini tidak tentu akan menyebar luas, apabila dilakukan pencegahan secara
dini, apalagi jika ada partisipasi dari semua pihak.
TB paru Dengan demikian, bahwa penyakit tuberculosis (TBC) itu disebabkan karena
adanya bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Oleh karena itu untuk mencegah penularan
penyakit ini sebaiknya harus menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Tuberkulosis juga
penyakit yang harus benar-benar segera ditangani dengan cepat.

B. Saran
ANEMIA Sebagai perawat kita harus mampu mengenali tanda – tanda anemia dan
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan anemia secara benar.
HIV/AIDS Apabila berobat dengan menggunakan alat suntik, maka pastikan dulu
apakah alat suntik itu steril atau tidak. Bagi para generasi muda, jauhilah obat-obatan
terlarang terutama narkotika melalui alat suntik, alat-alat tato, anting tindik, dan
semacamnya yang bisa saja menularkan AIDS, karena alat-alat aeperti itu tidak ada
gunanya.dan hindarkan diri dari pergaulan bebas yang bersifat negatif. Apabila ada
seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan, iklan ataupun brosur-brosur, yang

52
mengimpormasikan tentang AIDS, sebaiknya kita memperhatikan denganbaik, agar
segala sesuatu tentang AIDS dapat diketahui, sehingga kita bisa menghindarkan diri sejak
dini dari AIDS. Orang yang mengetahui dirinya telah terinfeksi virus AIDS hendaknya
menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual, agar virus AIDS tidak
menular pada pasangan seksualnya.
TB paru Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah penyakit yang
dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita dituntut untuk minum obat
secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas.

53

Anda mungkin juga menyukai